"Oh, pakai nama Bapak ya? Christian Airlangga Jhonson. Namanya unik sekali." Reina kembali tersenyum. "Tidak ... ingin coba pakai Baby Sitter, Pak?" tanyanya hati-hati. Ia tahu pria ini pasti punya banyak kesibukan, jadi harus bisa mendelegasikan beberapa pekerjaannya pada orang lain pastinya, saat mengurus Tama. Kasihan juga bosku ini, pikir Reina.
"Dulu pernah coba, tapi anak ini tidak mau lepas dariku. Selalu menangis setiap ditinggalkan. Alhasil aku dulu bekerja dari rumah, walaupun ada Baby Sitter yang membantu. Sekarang, sudah bisa ditinggal sebentar kalau sekolah. Itu saja sudah sangat melegakan. "Mmh," Chris sepertinya sedang memikirkan sesuatu. "Mungkin sudah bisa aku tinggal-tinggal ya?"
"Iya, Pak. Biar Bapak bisa lebih fokus bekerja."
" Iya betul. Ada beberapa proyek sebenarnya yang ingin aku coba kerjakan tapi tertunda terus. Tunggu ...." Ia melirik ke sebuah kotak kecil di atas meja. Ia membuka dan mengambil beberapa kartu nama di situ.
"Tolong kamu cek ini." Reina menghampiri.
"Saya berniat untuk membuat pabrik baru untuk produk terakhir kita karena banyaknya permintaan. Kamu tolong hubungi orang ini untukku, tapi aku mau menghubungi agensi Baby Sitter terlebih dahulu." Chris kembali mendatangi mejanya. Ia mengotak atik isinya. "Di mana aku taruh nomornya ya?"
Reina hanya melihat saja saat Chris mencari nomor itu.
"Ah dapat! Oh iya, kau bisa tolong panggilkan Redi."
"Baik, Pak." Reina melangkah keluar.
****
Redi masuk ke ruangan bersama Reina.
"Apa jadwalku pagi ini?"
"Apa Bapak yakin bisa? Ini saya sudah isi penuh lho agendanya hari ini."
"Kita lihat saja. Mudah-mudahan tidak ada masalah." Chris merapikan duduknya.
"Ok ... Pagi ini ada rapat mingguan. Sudah lama Bapak tidak pernah hadir. Lalu ke pabrik Pak, untuk pemeriksaan sekaligus rapat lagi di sana."
"Ok, kamu temani saya di rapat mingguan Red."
"Baik, Pak."
"Sudah siap semua?"
"Sudah, Pak"
"Ayo." Chris langsung bangkit dari kursinya diikuti oleh Redi.
****
Chris dan Redi telah kembali dari ruang rapat.
"Data untuk ke pabrik bagaimana?"
Redi memeriksa mejanya. "Ini, Pak." Ia menyerahkan map kepada Chris.
"Ok. Kamu selesaikan berkas yang tadi Saya minta. Reina," Chris mengalihkan pandangannya ke Reina. "Kamu ikut saya ke pabrik."
"Saya, Pak?" Reina terkejut.
"Iya. Ayo!" Chris langsung membalikkan tubuhnya dan pergi.
Redi melirik ke arah Reina. " Pst, ayo cepat. Pak Chris tidak suka menunggu lho!"
"Tapi ..." Reina terlihat bimbang.
Redi mendekat, "Sudah pergi saja. Ikuti saja apa yang dia katakan. Tidak susah kok." Ia menyemangati.
"Baiklah." Reina mengambil tas dan setengah berlari mengejar bosnya.
Chris sudah berada di luar menunggu mobil datang. Reina segera menghampiri.
" Kau tidak bawa jas?"
" Maaf, lupa Pak."
Aduh, pakai acara lupa lagi. Wanita ini!
Mobil mewah Chris telah datang. Kaca pintu depan terbuka. "Eh, Mbak yang waktu itu, ya?" kata Mang Ujo dari dalam. Ia masih ingat wajah Reina yang basah kuyup kehujanan dan memberi arahan padanya waktu itu.
"Lho ini 'kan mobil yang waktu itu, ya?" Reina menunjuk ke mobil yang ada di depannya.
"Iya, benar. Karena kamu waktu itu makanya aku tidak terlambat datang ke kantor, tapi kamunya malah telat." Chris membuka pintu mobil belakang dengan cepat.
"Maaf, Pak," Reina menjawab pelan. Ia memajukan mulutnya.
"Kamu duduk di depan." Chris menutup pintunya.
Reina membuka pintu depan, masuk lalu duduk di depan Chris. Chris sendiri tengah tenggelam dengan berkas di tangan.
"Jangan lupa seatbelt-nya. "Seru Chris tanpa menoleh.
Oh, i-i-iya Pak." Reina terbata-bata sambil memasang seatbelt-nya.
"Kita ke butik Rere Mang." Perintah Chris kepada Mang Ujo.
"Ke butik Pak? Untuk apa?" Reina melirik ke cermin gantung yg berada di atasnya.
"Kamu 'kan tidak bawa jas." Chris terlihat masih sibuk dengan kertas yang dipegangnya.
"Saya bisa minta suami saya bawakan ke kantor, Pak. "
Chris melihat ke arah depan sambil memicingkan matanya. Ia melihat Reina dari pantulan cermin tengah. "Kamu ini merepotkan." Suaranya terdengar tegas. "Kita 'kan sudah di tengah jalan."
"I-i-iya, Pak." Jawab Reina gugup. Dilihatnya lagi sang bos dari pantulan cermin tengah, telah kembali tenggelam ke dalam berkas-berkas yang dibacanya.
"Ini coba kau baca." Chris menyodorkan berkas yang dipegangnya pada Reina. Kemudian ia mengambil laptop, dan membukanya.
"Iya, Pak."
"Jangan melamun."
Siapa yang melamun sih, batin Reina.
"Oh ya. Jas itu. Anggap saja properti kantor." katanya tanpa menengok sedikit pun.
Tak lama mobil memasuki pekarangan sebuah butik. Butik dan rumah didesain menyatu membuat butik itu terlihat nyaman walaupun sebenarnya butik itu terletak di pemukiman rumah mewah.
Keduanya turun. Chris memimpin di depan masuk melewati pintu kaca depannya. Lalu ia mengedarkan pandangan.
"Di sini ada banyak pilihan. Pilih saja," katanya memutar-mutar tangannya.
Chris melihat sekeliling, mencari tempat yang nyaman untuk duduk.
Reina yang mengekor di belakangnya mulai melihat satu-satu pada rak pakaian yang ada.
"Ehem, jangan lama." Chris mulai duduk di salah satu sudut dan menyilangkan kakinya.
Dengan segera Reina memeriksa beberapa model jas yang tergantung di situ.
"Ini saja, Pak."
" Hitam. Kamu punya hitam?"
"Iya Pak."
"Lalu kenapa kamu mau beli?"
"Iya, Pak, itu ...."
"'Kan di sana banyak warnanya. Pilih yang lain. Kamu jelek pakai hitam."
Hah? Katanya suruh buru-buru tapi ini disuruh pilih-pilih. Gimana sih? Reina melihat beberapa warna yang tersedia. Aku tidak mau warna terang, seperti mau pergi ke pesta saja. Ungu juga terlampau ajaib.
Ia mengambil jas berwarna biru. "Ini, Pak."
"Mmh." Ia melirik pilihan Reina. "Coba kau pakai."
Reina mencoba jas itu.
"Coba berputar." Ia melipat tangannya di depan.
Aduh, aku 'kan bukan model. Mengapa aku harus berputar-putar? Orang ini aneh ya? Tinggal bilang iya atau tidak, bereskan. Aduh ... banyak sekali maunya Bapak yang satu ini ya, pantas saja Redi bicara seperti itu, batin Reina, tapi akhirnya ia lakukan juga.
Bagus juga dia pakai yang ini ya? Chris mengagumi pemandangan di depannya. Ah, tapi ini masih kurang rasanya. Ini untuk alternatif saja. Apa dia tidak punya pilihan lain? "Itu ada yang merah, kamu tidak coba?"
"Oh tidak, Pak. Saya tidak berani." Reina menggoyang-goyangkan telapak tangannya. Gila, warna merah. Mau kemana? Aduh kalau aku pakai itu ... ah, jangan sampai deh!
"Kenapa? Ini kan properti kantor?" Aduh ini orang. Dibeli pun aku tidak berani pakai.
"Bukan. Bukan itu, Pak. Merah terlalu mencolok."
Chris melirik ke arah rak baju. "Itu ada warna krem. Kelihatannya bagus." Chris berdiri mendekati rak baju. Diambilnya jas yang dilihatnya tadi. "Ini cobalah."
Sebenarnya Reina ingin protes, tapi ia ingat kembali dengan apa yang dikatakan Redi. Karena itu akhirnya ia menurut saja. Ia menanggalkan jas berwarna biru itu dan mencoba yang berwarna krem. Reina melihat pantulan dirinya di salah satu sudut toko. Ada cermin besar ditaruh sana. Sepertinya bagus. Mmh. Pintar juga Pak Chris memilihnya. Tidak terlalu berlebihan untuk bekerja dan tetap cantik dikenakan. "Begini, Pak?"
Kembali Chris dibuat kagum atas apa yang ia lihat di depannya. Baju itu terlihat menyatu dengan kulit eksotik seorang Reina. Apakah ini yang dinamakan kecantikan Asia?
"Bagaimana Pak?" Kalimat Reina membuyarkan lamunannya.
"Oh, ini kita ambil juga." Chris menyambar jas biru yang tadi sudah diletakkan Reina di atas rak baju gantung. Ia segera pergi ke kasir.
"Juga?" Reina terkejut. "Tapi, Pak, satu saja sudah cukup." Wanita itu mengikuti Chris dari belakang. Pria itu tidak menggubrisnya.
"Selamat siang, Pak." Seorang wanita yang berada di tempat kasir menyapanya sambil tersenyum.
"Siang. Saya ambil dua jas ya?" Ia menyerahkan jas biru dari tangannya. Kemudian ia merogoh kantong celana dan mengeluarkan sebuah dompet. "Saya pakai ini." Ia mengeluarkan kartu hitam untuk penggunaan dana tanpa batas.
Wanita di kasir itu membelalakkan matanya. "Iya, Pak. Segera diproses."
"Pak."
"Apa?"
Reina tidak tahu harus bicara apa.
"Eh, itu. Kenapa dua, Pak? Aku masih punya di rumah."
"Kenapa tidak? Memangnya kamu punya banyak? Ada berapa?"
"Satu, Pak."
"Nah 'kan? Sudah jangan banyak tanya."
Sombong sekali pertanyaannya. Apa kau tidak lihat mata kasir yang memperhatikan cara bicaramu. Aduh ... malu juga punya bos seperti ini.
" Oh ya, Pak, saya butuh barcode harga di baju yang satunya, Pak." sela kasir wanita itu lagi. Ia menunjuk ke arah Reina.
"Oh ya. Di mana?" Tanya Chris lagi.
" Di leher."
Tanpa pikir panjang Chris menarik ke atas kerah baju jas Reina.
"Eh," Reina terkejut.
Chris melihat barcode harga yang dimaksud tersembul keluar dari dalam kerah jas. Ia langsung mencabutnya.
"Aah ...." Ternyata Reina tidak bisa menjaga keseimbangan. Ia hampir saja jatuh ke belakang kalau saja tidak ada tangan Chris di belakang punggungnya dan satu lagi menahan lengannya. Hanya barcode itu saja yang jatuh ke lantai.
"Kau tidak apa-apa? " Chris memperhatikan Reina dengan seksama.
Reina masih terkejut. Ia menyusun napasnya satu-satu. Orang ini, pekik Reina dalam hati.
"Maaf, maaf ya? Kau tidak apa-apa?" Chris mendekatkan wajahnya ke wajah Reina. Saking dekatnya wajah Reina memerah.
"Eh, ada Chris. Kamu datang dengan siapa? Pacarmu?" Rere pemilik butik datang menyambut mereka.
"Oh Tante Rere. Bukan Tante. Kenalkan ini Sekretarisku."
"Reina." Reina dan Rere berjabat tangan.
"Oh, berarti dari kantor ya?"
"Iya Tante."
Chris melirik ke kasir. Sepertinya transaksinya sudah selesai.
"Maaf Tante, saya buru-buru. Masih harus ke pabrik lagi." Ia mengambil plastik belanjaan dan kartunya. Reina mengikutinya dari belakang.
"Oh ya silahkan. Jangan lupa salam untuk ibumu ya?" Rere melambaikan tangan.
"Iya Tante."
Chris bergegas keluar. "Ini." Chris menggantung bungkusan itu dengan satu jari di depan wajah Reina. "Jangan bilang kamu tidak punya jas lagi ya, karena kamu akan meletakkan ini di loker kantor."
___________________________________________
Kali ini visual Reina, terimakasih. Jangan lupa budayakan favorit terlebih dahulu, lalu beri like pada tulisan author sebagai bentuk penghargaan atas bab yang reader suka. Salam, Ingflora 💋
Reina Irfan
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 201 Episodes
Comments
Mayya_zha
aduh. geli dong di masukin bocah tuh rok.
2022-06-29
1
🌸Santi Suki🌸
🤣🤣🤣🤣🤣 ingat anak temanku. dia sembunyi di dalam gamis yang bagian bawah lebar.
2022-06-04
2
Elang Nirvana
aiih, tempat sembunyi yg weeew dek tama😁
2021-12-30
3