"Akhirnya. Ah, kamu suka bercanda, ah Chris. Tidak ada apa-apanyalah aku dibanding kamu. Kamu 'kan, baru mulai bisnis saja bisnismu langsung berkembang pesat. Tidak lama kemudian sudah bisa punya kantor dan pabrik sendiri. Aku, aku harus jatuh bangun dulu baru bisa beli ini gedung lho! Ayo duduk Chris. Ini Sekretaris barumu?"
Mereka duduk di sofa. "Iya. Namanya Reina. Nanti kalau ada apa-apa kamu bisa tanya dia."
Reina mengangguk. Sebenarnya Reina sedikit terkejut melihat Pak Robert ini. Wajahnya asli Indonesia. Tidak ada indo-indonya sama sekali. Bahkan tampang orang asing pun juga tidak. Kenapa harus berbicara bahasa Inggris dengan Pak Chris? Apa dia teman kuliahnya?
Suara telepon membuyarkan lamunan Reina.
Ternyata dari ponsel Chris dan pria itu mengangkatnya. "Oh, Tama. Sebentar aku angkat dulu."
Robert mengangguk. Chris melakukan video call. "Halo, Tama kamu sudah bangun?"
Tama mengucek-ngucek matanya. "Papa di mana?"
"Papa lagi kerja di luar. Kamu ngak nangis 'kan?"
Tama menggeleng.
"Ngak nakal 'kan?"
Tama menggeleng.
"Bagus. Mbak Baby Sitter-nya sekarang yang temani kamu ya, menggantikan Papa. Jadi kalau ada apa-apa bilang pada Mbaknya saja."
Tama mengangguk. "Pa."
"Iya."
"Tante Sekeltaris mana?"
Chris dan Robert menengok ke arah Reina, membuat wanita itu terkejut. Saat wanita itu menunjuk dirinya, Chris mengangguk.
"Ada."
"Mau ngomong, Pa." Kembali Chris dan Robert menengok ke arah Reina.
"Ini." Chris memberikan ponselnya pada Reina. "Tama ingin bicara denganmu."
Diambilnya ponsel Chris. Ternyata masih video call dan Tama memperlihatkan mainan mobil-mobilannya pada Reina. Sepertinya ponsel Tama dipegang oleh Baby Sitter-nya yang harus mengikuti setiap gerak gerik Tama. Bocah itu sibuk memperkenalkan mainannya, sepertinya mengajak main Reina. Sesekali Reina tertawa melihat tingkah laku Tama.
Melihat Reina sibuk dengan ponselnya, Chris mengajak Robert keluar. "Reina, kamu di sini saja ya, saya sama Robert keluar dulu."
"Iya Pak." Kembali ia asyik melihat layar ponsel Chris.
"Ok, sekarang kita lihat produknya dulu. Aku mau tahu kualitasnya."
"Ayo ikut aku Chris. Lewat sini."
Setelah melihat beberapa sampel akhirnya mereka kembali.
"Chris, kok tumben seleramu berubah."
Chris menghentikan langkahnya.
"Maksudmu Sekretarisku?"
"Iya, padahal Sekretarismu cantik-cantik sebelumnya, kenapa tidak ada yang betah bekerja denganmu. Padahal kamu bukan tipe bos yang galak 'kan?"
"Bukan mereka yang tidak betah bekerja denganku, tapi aku yang tidak betah bekerja dengan mereka. Aku kan tidak bisa konsentrasi kalau mereka pakai baju terlampau minim.
"Kenapa tidak dinikahi saja kalau begitu." Robert tertawa.
"Saya tidak suka wanita yang dandannya terlalu berlebihan begitu."
"Jadi kalau yang ini kamu suka?"
Deg.
"Bukan begitu. Pakaiannya lebih sopan makanya aku memilihnya."
"Begitu, tapi dia pakai jilbab lho Chris."
"Memangnya kenapa?"
"Ya, itu mungkin akan mempersulit kamu untuk go international. Kan katanya kamu mau melebarkan sayap dengan go international? Orang tahunya kamu Kristen. Pasti kebanyakan dapat buyer(pembeli) Kristen juga. Apa jadinya kalau melihat Sekretarismu berjilbab. Bisa-bisa tidak jadi deal-nya(kontraknya)."
Chris terdiam.
"Bukan maksudku menjelek-jelekkan Sekretarismu, lho, Chris."
"Setiap buyer berbeda. Kita tidak bisa menyamaratakan mereka."
"Hebat semangatmu, Chris. Aku salut denganmu."
Mereka memasuki ruangan Robert. Reina sepertinya sedang menunggu Chris kembali. ponsel Chris tergeletak di atas meja dekat Reina.
"Ok. Nanti aku hubungi kalau ada progres (perkembangan baru). Sekarang aku balik dulu."
Reina berdiri sambil mengambil HP bosnya. "Ini, Pak."
Chris mengambil ponselnya. "Kalau ada produk baru nanti kabari aku. Thanks ya?" Ia melipat jari tengahnya dan meletakkannya dekat telinga. "Call (telepon) saja." Ia mengambil jasnya yang ia tidurkan di sofa.
****
"Jadinya gimana, Pak? Tadi saya belum sempat mencatat," tanya Reina sekembalinya mereka di mobil.
"Mmh, bingung juga. Dia punya produk kurang bagus. Pending (tahan) saja dulu," jawab Chris sambil terus melihat layar laptopnya. Ia melihat jam. Sudah jam tujuh lewat. "Mang Ujo, tolong antar Reina dulu, Mang."
"Tidak usah, Pak, aku turun dekat sini saja. Rumahku sudah tidak jauh dari sini, kok."
"Ya sudah. Sekalian."
Reina menoleh ke belakang.
"Sekalian saja diantar, maksudku." Chris menutup laptopnya.
Tak lama mobil Chris akhirnya sampai ke rumah Reina. Sebuah rumah mungil dengan perkarangan yang asri menambah indah pemandangan dengan beberapa pot bunga di depannya.
"Nah, ini rumah aku, Pak." Reina turun dari mobil dan menutup pintu. "Terima kasih, Pak."
Chris membuka jendela mobil dan melihat ke arah rumah Reina. "Aku tidak ditawari mampir?"
Reina kaget. Ini 'kan rumahku kenapa jadinya dia yang menawari. "Mmh. Bapak mau mampir?" Reina tersenyum. senyum yang sangat dipaksakan.
"Iya mau. Aku mau mampir." Chris tersenyum. Ia langsung keluar dari mobil.
Reina termangu. Apa yang harus kulakukan, batin Reina. Ia melangkah dengan malas. Lalu ia membuka pintu pagar rumahnya. Chris mengikutinya dari belakang.
"Ayah, Mamap pulang, Yah," terdengar teriakan seorang anak dari dalam rumah.
"Sama temennya, Yah," sahut yang satunya. Ternyata anak-anak Reina mengintip dari balik kaca jendela.
Chris bisa melihat dari jendela ada 2 orang anak sedang mengintip. Kemudian pintu dibuka. Ternyata salah satu anak Reina membukanya.
"Mamap." Seorang anak perempuan lari ke arah Reina. Ia mencium punggung tangannya.
"Mamap ...." Yang satu lagi berlari-lari menyusul dari belakang, juga mencium punggung tangan wanita itu.
"Ini anak kembar saya Pak. Salwa dan Aska. Ayo salim sama Om."
Anak-anak berebut bersalaman dengan Chris. Chris tersenyum melihat tingkah mereka.
Tak lama keluar dari dalam rumah seorang pria dengan kaos putih polos dan sarung datang menghampiri. Walaupun dengan umur yang sudah tidak muda lagi, menjelang 50, wajahnya masih sangat tampan.
"Ini suami saya Pak."
Reina beralih ke suaminya. "Ini bos saya Mas."
Suami Reina berjabat tangan dengan Chris.
"Chris."
"Ahmad." Ternyata suaminya tampan juga, batin Chris.
Setelah itu Reina mencium punggung tangan suaminya.
"Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam."
"Terima kasih Pak sudah mengantar Istri saya. Jadi merepotkan Bapak saja."
" Oh, tidak apa-apa Pak. Kebetulan juga tidak jauh, jadi kami antar sekalian berkenalan dengan keluarga Bapak."
"Oh begitu? Duduk Pak." Ahmad mempersilakan Chris duduk.
"Maaf, tapi saya mau segera pulang saja karena baru ingat punya anak kecil di rumah."
"Oh begitu." Ahmad yang hendak duduk akhirnya kembali berdiri.
Chris berpamitan. Reina mengantarnya sampai ke mobil.
"Oh ya aku baru ingat. Coba pinjam HP-mu."
Reina menyerahkan HP-nya. Chris mengetikan sesuatu di HP Reina dan tiba-tiba terdengar bunyi HP berdering. Deringnya berasal dari kantong celana Chris.
"Nah ini nomorku. Sepertinya hari Minggu kamu harus ikut aku lagi ya." Chris menyerahkan HP itu pada Reina.
"Apa? 'Kan libur Pak?" Protes Reina bingung.
"Ini, aku mau dikenalkan sama teman bisnis di tempat golf. Nanti aku jemput pagi."
Reina tak berkutik.
"Ok. Sampai ketemu hari Minggu." Chris masuk ke dalam mobil. Reina memperhatikan mobil Chris, sampai hilang di kegelapan.
Tanpa disadari, Ahmad memperhatikan gerak gerik keduanya dari balik pintu. Seperti ada perasaan lain yang menggelayuti hatinya. Ia sendiri tak tahu harus apa.
Sekembalinya Reina ke kamar, ia langsung mandi. Ahmad menonton TV di ruang tamu.
"Mas mau ngeteh?" Wajah Reina muncul dari balik pintu kamar mandi.
"Tidak usah. Sebentar lagi mau tidur. Bagaimana dengan pekerjaanmu? Kamu betah?" Ahmad mengalihkan pandangan dari TV.
"Yah, lumayan. Belajar mengingat-ingat lagi pekerjaan lamaku. Ada beberapa orang dapat jadi teman." Reina menggosok-gosokkan kepalanya yang basah karena habis dikeramas. Ia duduk di samping suaminya.
"Bosmu baru punya anak?"
"Iya. Umur tiga tahun. Kemarin dibawa ke kantor."
Apa aku terlalu cemburu ya? Sepertinya tidak ada apa-apa di antara mereka. Ahmad mendesah pelan.
"Yuk tidur, sudah malam." Reina beranjak dari sofa diikuti Ahmad, suaminya.
----++++---
Chris berjalan gontai masuk ke apartemennya. Setelah masuk ke kamar ia menghempaskan diri tengkurap di atas tempat tidur. Ia lalu membalikkan tubuhnya.
Apa sih yang sebenarnya aku lakukan? Aku seperti kehilangan diriku sendiri akhir-akhir ini. Rasanya aku belum pernah menghadapi kesulitan sesulit ini. Apa yang sebenarnya aku inginkan? Reina sudah punya suami, sedangkan aku sendiri juga punya status yang tidak jelas dengan perempuan Jepang itu. Tidak ada yang bisa dimulai. Yang ada malah harus mengakhiri.
Reina sendiri juga belum tentu punya perasaan yang sama padaku. Sepertinya di sini hanya aku yang tergila-gila sendiri. Sebelum ada yang tersakiti sebaiknya aku menghindar. Tidak, bukan menghindar. Tidak pernah terjadi apa-apa di antara kita sekarang, dan juga seterusnya. Reina menyenangkan karena ia teman yang baik. Hanya antara Bos dan Sekretarisnya.
Chris mencoba duduk. Ia ingat belum melihat Tama. Akhirnya ia melangkah ke luar kamar. Dilihatnya kamar Tama yang masih menyala. Ketika membuka pintu ternyata Tama telah tertidur. Mungkin tadi si kecil mencoba menunggunya tapi ternyata tertidur juga. Chris merapikan selimut Tama yang berantakan. Ia mengusap kening Tama.
Harusnya aku lebih fokus mengurus Tama. Bukan malah mencari masalah baru, pikir Chris.
----++++----
Hari Minggu. Rumah kecil itu pagi-pagi sudah ramai oleh penghuninya. Reina baru selesai memasak nasi goreng dan meletakkannya di atas meja. Ia segera bergegas mandi. Anak-anak sudah mengambil nasi goreng bagiannya. Juga Ahmad. Tak lama pintu diketuk orang. Salwa berlari ke pintu untuk membukanya. Ada Chris di sana.
"Eh Pak, masuk. Maaf, kami sedang makan."
"Oh, waktunya tidak tepat ya?" Chris seperti tertegun.
______________________________________
Visual Ahmad, Terimakasih. Salam, Ingflora 💋
Ahmad Irfan
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 201 Episodes
Comments
Nazwatalita
suaminya udah tua ya
2022-09-20
3
Lena Laiha
Berasa jadi Reina diriku
2022-07-15
1
🌸Santi Suki🌸
dalam pikiran aku Ahmad itu bukan kayak orang timur tengah. Tapi Indonesia 🥰🥰. Reina itu termasuk bernasib mujur ya. Beda sama Mama-nya Runi.
2022-06-05
2