Gill mengangkatku ke tempat tidur dengan sangat hati-hati. Entah sudah berapa jam sampai dia akhirnya berhasil membuatku menghentikan tangisan histerisku. Dari tadi aku terus menatap ukiran yang kubuat di tanganku dengan pandangan kosong. Nox... Bisa-bisanya aku menulis nama pria itu di sana. Aku masih tidak berhenti bertanya-tanya dalam hati.
"Jene... jangan lakukan ini lagi. Kau harus bisa melawan pikiran jahat yang muncul dalam kepalamu."
Aku melirik Gill yang duduk di pinggir tempat tidur tanpa membuka mulutku. Dia terlihat sangat tertekan melihat keadaanku.
"Kenapa mereka lama sekali?! Claran juga belum muncul dari kemarin!"
Pria itu sepertinya berbicara pada Catia yang berdiri dengan wajah gusar di dekat meja yang tak jauh dariku, tapi tidak ada jawaban dari gadis lugu itu.
"Yang Mulia, semua healer sedang berdoa di kuil karena hari ini adalah peringatan Hari Agung." Tiba-tiba seorang pelayan yang tidak kukenal masuk ke kamarku.
"Sial! Apa Claran juga menghadiri peringatan itu? Hei, apakah tidak ada healer di tower ini?" Umpat Gill yang tidak bisa menyembunyikan kekesalannya itu.
"Master Smith masih di istana, menghadiri pertemuan dengan Yang Mulia Lord." Kata pelayan itu dengan takut-takut.
Melihat Gill yang terdiam, pelayan itu membungkuk pada pria itu. Aku hanya menatap mereka tanpa bersuara. Aku lelah setelah menjerit-jerit tadi, tapi kepalaku masih terasa sakit.
Untungnya Gill memberikan sihir penahan sakit pada tangan kiriku, sehingga aku tidak merasakan sakit yang timbul bersamaan dengan sakit di kepalaku. Sepertinya luka yang kugoreskan itu cukup dalam sehingga Gill sendiri tidak bisa menyembuhkannya dengan sihirnya. Tentu saja, sejatinya dia bukan seorang healer.
"Jene... bicaralah padaku, kenapa kau menangis lagi?"
Tak lama Gill mengguncang tubuhku pelan. Menangis? Aku menyentuh pipiku dan ternyata air mataku menetes tanpa sepengetahuanku.
Aku lalu menggeleng, aku benar-benar tidak tahu kenapa seperti ini. Pria itu memelukku sekali lagi untuk menenangkanku. Dia menepuk-nepuk bahuku dengan sangat pelan sehingga aku menyandarkan kepalaku di bahunya.
"Aku akan membuat Claran menyesali semua ini... bertahanlah Jene... sebentar lagi..."
Perkataannya itu tidak cukup untuk menghentikan tangisanku kali ini. Tubuhku sampai terguncang karena berusaha menahan tangisanku. Otakku mengatakan untuk berhenti, tapi air mata itu terus mengalir dan membasahi pakaian Gill. Rasanya aku ingin mencabik-cabik goresan di tanganku sekali lagi biar tulisan itu hilang, tapi pria yang memelukku itu menahan tanganku agar tidak menggapainya.
"Beri jalan untuk Yang Mulia Lord..." tiba-tiba suara seorang seorang pria memecahkan keheningan. Dua orang berseragam ungu membuka pintu kamarku dengan kasar. Pelayan yang ada di kamarku itu langsung menunduk pada pria berpakaian putih dan mengenakan jubah hitam di sisi kanannya.
Nox? Gill melepaskan pelukannya dan langsung berjalan ke arah pria yang baru datang itu. Nox memicingkan matanya melihat keadaan kamarku yang berantakan, sedangkan aku hampir tidak percaya dia ada di sana.
"Apa yang kau lakukan? Aku sudah memberitahumu dia bisa mati jika dibiarkan seperti ini."
Gill menarik kerah baju pria itu, dia tampak sangat marah padanya. Untungnya pengawal segera melerai mereka berdua, menjauhkan Gill dari kakaknya itu.
"Lebih baik kau bawa Doranza ke sini sekarang." Nox merapikan bajunya dan menatapnya dengan sinis.
"Bukankah kau sudah memerintahkan orang untuk menjemputnya? Apa yang mereka lakukan?" Gill menjawabnya dengan nada yang lebih tinggi.
"Sebaiknya kau bergerak cepat."
"Aku akan pergi asal kau berjanji menjaganya!"
"Biar aku yang mengurusnya."
"Pegang kata-katamu!" Dengan kesal Gill lalu meninggalkan kamarku. Dia bahkan tidak melirik padaku sebelum pergi. Gill? "Gill!" Akhirnya aku membuka mulutku dan berdiri melihat kepergiannya. Aku ingat Gill selalu berusaha membantuku.
"Kau benar-benar merepotkanku..." Nox langsung menghalangi pandanganku dengan wajah dingin.
"Yang Mulia? Ini sungguhan?" Aku sempat terpana melihatnya dengan jarak dekat seperti ini, tapi lalu aku memukul bahunya sekuat tenaga. "Kenapa Anda tidak mencariku?! Kenapa! Katakan padaku!"
Aku benar-benar berada di titik emosi paling tinggi sekarang dan orang yang ada di hadapanku adalah orang yang menyebabkan aku melakukan semua ini. Antara senang dan kesal saat melihatnya menghampiriku. Aku sudah menunggunya sejak tadi sampai menangis karena mengira dia tidak menginginkanku.
"Nona! Jangan lakukan itu pada Yang Mulia!" Aku mendengar teriakan Catia tidak jauh dariku, tapi setelah beberapa pukulan Nox langsung mengambil tanganku. Aku lalu memukulnya dengan tangan sebelahnya dan dia akhirnya memegangi kedua tanganku, bahkan pengawal saat itu sudah bersiap menyekapku.
Aku menatapnya sambil menahan airmataku san mencoba melepaskan tanganku itu, tapi mustahil. Awalnya Nox kesal saat aku memukulnya tiba-tiba, tapi air mukanya berubah saat melihat goresan yang membentuk namanya di tanganku. Dia sampai menarik tanganku untuk melihat lebih jelas lagi.
"Kau... Apa yang kau lakukan?!! Kau sudah gila?" Dia memarahiku sambil setengah berteriak dan berhasil membuatku membuka mataku lebar-lebar. Apa dia marah karena aku seenaknya menuliskan namanya di tanganku bagian dalam itu? Kenapa dia lebih marah dari pada aku? Dengan cepat dia lalu menggendongku.
"Apa yang kalian lihat? Cepat bersihkan kamar ini. Aku akan membawanya."
"Ba-baik, Yang Mulia." Semua orang di kamar itu sempat tercengang melihatnya, termasuk aku. Tiba-tiba sebuah portal muncul di dekat sana dan pria itu langsung membawaku ke dalamnya.
Aku tidak terkejut lagi ketika dalam sekejap aku sudah berada di kamar luas yang berdinding hitam dan emas. "Selamat datang, Yang Mulia..." Anehnya Tuan Bass sudah berada di sana bersama beberapa orang wanita berseragam pelayan. Dia terlihat agak terkejut saat melihatku digendong oleh pria berambut perak itu.
"Sementara waktu dia akan tinggal di sini." Nox membaringkanku ke tempat tidur besar yang ada di sana. Aku melihat ada sebuah lukisan yang mirip dengannya di depan tempat tidur itu. Kurasa ini adalah kamarnya sungguhan.
"Di sini? Yang Mulia?" Tuan Bass mengulangi kata-kata Nox barusan.
"Sediakan kamar untuknya."
"Baik, Yang Mulia." Beberapa pelayan langsung keluar dari kamar dan sebagian masih menunggu perintah dari pria itu.
Dengan sigap pria yang duduk di sampingku itu melepaskan sarung tangan hitam yang membungkus tangan kanannya dan menyentuh goresan di tanganku dengan hati-hati.
"Yang Mulia, biar saya panggilkan Master..." Bass seperti terkejut melihat Nox membuka tangannya, tapi Nox tidak mendengarkan kata-katanya.
"Aku akan melakukannya sendiri." Beberapa detik tangannya seolah mengelap luka itu dan perlahan tulisan itu mengering. Dia juga melakukannya pada telapak tangan dan bagian dari tanganku yang terluka akibat ulahku tadi. Aku baru tahu dia jug seorang healer.
Aku menatapnya dalam diam, begitu juga pria itu. Setelah menyembuhkanku dia terus menatap goresan besar yang kini tampak seperti tulisan pena di tanganku. Tadi aku meraung-raung mencarinya, begitu dia ada di hadapanku semua emosi itu menguap begitu saja.
Aku lalu menarik tanganku dan memeluk pria itu. Nox tidak terkejut seperti biasanya, mungkin dia sudah menduga aku akan melakukannya. Kepalaku yang tadinya mau pecah karena terlalu banyak pikiran sekarang menjadi tenang. Hanya dia di pikiranku saat ini. Dia bersamaku. Bahkan tidak ada lagi tetesan air mata yang jatuh secara tiba-tiba. Aku merangkulnya erat agar dia tidak meninggalkanku lagi.
"Yang Mulia...?" Suara Bass terdengar kalut. Dia pasti ingin menjauhkanku dari Nox, tapi pria yang kupeluk itu cepat-cepat mencegahnya.
Aneh, dia tidak mengucapkan kata-kata menghibur, tapi aku sudah merasa tenang. Asal dia ada bersamaku, pikiranku jadi tidak kemana-mana. Tak lama Nox mengusap rambutku dengan sangat pelan.
"Yang Mulia... Saya takut Anda tidak menemui saya lagi..." akhirnya mulutku bisa mengucapkan kata-kata yang sangat ingin kukatakan itu. Suaraku seperti berbisik, mungkin hanya Nox yang bisa mendengarnya.
"Benarkah? Kau terdengar gila." Suaranya terdengar cuek, tapi aku bisa merasakan kekhawatirannya padaku.
"Apa kau melakukannya karena itu?" Tanyanya lagi. Melakukan apa? Aku sempat bingung, tapi teringat dengan luka di tanganku. Apa maksudnya melukai diriku?
"Sepertinya... Entahlah, aku tidak sadar melakukannya."
"Kau tidak benar-benar menginginkannya, ini semua karena sihir di tubuhmu. Kau harus mengingatnya agar kejadian seperti ini tidak terulang lagi." Katanya lagi.
"Anda benar, tapi aku bersungguh-sungguh... rasanya aku akan mati jika tidak bertemu dengan Anda. Apa Yang Mulia merasakan hal yang sama?" Aku mendorongnya pelan untuk bisa melihat wajahnya.
"Ya..." anehnya dia langsung mengiyakannya. Aku sampai tidak bisa menyembunyikan senyum bahagiaku saat itu. Dia juga merasakan hal yang sama denganku? Walaupun wajahnya cukup datar saat mengatakannya, tapi aku tetap senang.
Saling senangnya aku memeluk pria itu lagi dan dia tidak menolaknya... tapi dia malah melirik Bass yang masih berdiri menyaksikan kami.
"Segera beritahu aku jika Gill kembali..."
...****************...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 69 Episodes
Comments
🍇Annoranaura🍇
❤️
2023-12-18
0
novi atun
pengen jadi jane dong
2021-10-27
0
Elsea valerie
kapan aku bisa jadi Jane ya Allah
2021-08-29
1