Aku meletakkan cangkir tehku dan melirik ke arah pintu kamarku. Lima pelayan datang dengan beberapa gaun di tangan mereka. Aku yang tadinya sedang memikirkan rencana untuk keluar dari sini sempat terkejut melihatnya. Pasti Gill yang mengirimnya. Aku tahu, untuk tampil cantik aku memerlukan gaun itu, tapi tanpa semua itu pun sepertinya aku sudah cantik. Mau tidak mau aku harus menurutinya. Ya, aku bisa bertahan di sini, setidaknya dengan menghindari pria bernama Nox itu. Beberapa pelayan lalu meninggalkan kamarku tanpa permisi dan hanya tersisa satu orang.
Ada apa dengan orang-orang di sini? Sepertinya mereka semua selalu sibuk.
"Saya yang akan melayani Anda selanjutnya. Panggil saya Catia, Nona."
Seorang gadis yang sebelumnya pernah memakaikanku baju tersenyum padaku. Aku ingat, dia yang paling ramah dibandingkan yang lainnya. Aku pun membalas senyumannya, "Catia... senang bertemu denganmu lagi. Apa kau sudah lama bekerja di sini?"
"Saya yang paling baru di sini, Nona. Tapi percayakan pada saya, saya akan berusaha sebaik mungkin."
"Pantas saja, semua orang di sini jarang tersenyum, kecuali dirimu."
"Anda bisa saja, Nona, tapi itu karena memang banyak sekali tugas yang kami kerjakan di sini."
"Apa Pangeran Gill sendiri yang memerintahkanmu untuk melayaniku?"
"Tentu saja tidak, Tuan Vilencia yang mengatur tugas kami para pelayan di sini."
"Begitu ya... apa yang Tuan Vilencia katakan tentangku?"
"Itu... saya cuma diperintahkan melayani Anda karena Anda akan tinggal lama di sini."
"Maksudku apa dia memberitahumu tentang diriku? Siapa aku dan-"
"Iya, Nona. Semua orang di tower ini sudah mengetahui keberadaan Anda dan tentu saja... tentang hukuman Anda."
Aku menghela nafas pendek, lalu tersenyum mendengar jawabannya yang polos itu. Dia seperti kebingungan melihatku.
"Apa kau pikir nantinya Yang Mulia akan tetap membunuhku?" tanyaku lagi tanpa menyembunyikan senyumku.
"Ja-jangan tanya pada saya, Nona. Tapi Anda benar-benar beruntung bisa selamat dari Yang Mulia Lord, bahkan bisa mengambil hati Pangeran Gill."
"Mengambil hati katamu?"
"Ya, saya kira Beliau tertarik pada Anda."
Aku hampir tidak bisa menahan tawaku saat itu. Dia tidak tahu saja, ada imbalan yang harus kulakukan, makanya Gill baik padaku.
"Tapi... apa aku secantik itu?"
"Tentu saja, Anda memiliki warna rambut yang menyerupai Yang Mulia Lord. Tidak ada lagi yang memiliki rambut seperti ini," ungkapnya dengan mata berbinar-binar.
"Jadi karena rambutku?"
"Tidak juga, memang dasarnya Anda sudah cantik, Nona. Apakah semua keluarga kerajaan memiliki rambut indah seperti Anda?"
Dia tersipu malu menatapku, aku pun tersenyum nendengar pujiannya. Aku sudah sering mendengar pujian seperti itu. Bisa dibilang satu-satunya kelebihanku adalah wajahku. Tidak bisa kupungkiri, ini penyebab aku memiliki banyak mantan kekasih. Namun, karena aku seorang putri, aku harus memilih siapa yang benar-benar layak menjadi pasanganku. Tunggu, kenyataannya sekarang aku bukan seorang putri lagi.
"Emm... ngomong-ngomong apa kau mengenal tunangan Pangeran Gill?" Aku membuka mulutku lagi. Ragu.
"Lady Doranza?" Catia tiba-tiba memelankan suaranya. "Tentu saja, siapa yang tidak tahu, Nona. Anda harus berhati-hati padanya. Lady Doranza adalah orang kepercayaan Yang Mulia Lord," lanjutnya.
"Kudengar... hubungannya dengan Pangeran Gill tidak begitu dekat."
"Begitulah. Ada yang bilang sebenarnya Lady Doranza menyukai Yang Mulia Lord, tapi karena Yang Mulia tidak menginginkan adanya ratu, jadi dia mendekati Pangeran Gill."
"Benarkah?"
"Ada juga yang bilang kalau perjodohan ini adalah paksaan Yang Mulia Lord, padahal saya kira Lady Doranza pantas menjadi pasangan Lord. Parasnya juga cantik. Hanya saja, sepertinya Yang Mulia tidak menyukai wanita."
Gosh. Jadi benar dia tidak menyukai wanita? Pantas saja dia langsung menolakku saat itu.
"Apa dia lebih cantik dariku?" tanyaku lagi, kali ini sambil bergurau. Gadis itu langsung salah tingkah. "Wah, itu pertanyaan yang sangat sulit saya jawab. Tapi kalau saya seorang pria, saya lebih memilih Anda, Nona."
"Kenapa begitu?"
"Lady Doranza terlalu kaku untuk saya. Lagipula dia wanita yang berbahaya," bisiknya sambil memamerkan giginya. Walaupun terkesan bercanda, aku tahu bahwa perkataannya itu jujur. Aku jadi tidak sabar bertemu dengan Claran Doranza.
"Ah, Nona, ayo bersiap. Sebentar lagi waktunya makan siang."
Aku hampir lupa, sekarang aku seperti seorang boneka, dipajang saat makan siang, lalu kembali ke kamarku. Sialan, aku sudah membayangkan betapa membosankannya ini. Tapi setidakny ini lebih baik daripada harus berurusan dengan pembunuh itu. Aku tidak akan bertemu dengannya kan? Aku menyesal pura-pura menyukainya!
"Catia, aku tidak ingin dandanan yang menor. Aku ingin terlihat elegan."
Aku duduk di depan meja rias yang ada di dekat tempat tidur, sambil memandangi cermin di depanku.
"Saya mengerti, lagipula anda tidak perlu berias lagi karena Anda sudah cantik."
Aku tertawa kecil melihat tingkahnya yang seperti anak-anak itu. Sepertinya dia bisa menjadi teman yang baik di sini. Dengan cepat gadis itu memilihkanku gaun berwarna biru muda dan memakaikanku sedikit riasan wajah. Jarinya begitu cekatan melakukannya. Dia tahu bagaimana membuat wajahku agar tidak terlihat pucat dan natural.
"Ti-tidak usah, aku ingin rambutku digerai saja."
Dia terlihat terkejut saat aku melarangnya menggulung rambutku. Aku hanya menggulung rambutku saat pergi ke pesta atau jamuan penting. Ya, aku lebih suka rambutku terurai untuk menyembunyikan leherku yang terlalu ramping.
"Kalau begitu saya rapikan saja rambut Anda."
Catia lalu menyisir rambutku dengan hati-hati dan meletakkan beberapa hiasan di bagian rambutku sebelah kiri.
"Bagaimana, Nona?" tanyanya setelah selesai dengan pernak-pernik itu.
"Terima kasih. Aku suka. Oh ya, kue yang kau bawakan tadi untukmu saja."
"Astaga, Anda tidak memakannya? Bagaimana bisa saya-"
"Ambil saja, aku tidak akan memberitahukannya pada yang lain."
"Terima kasih. Nona baik sekali."
Tak lama Catia mengantarku ke sebuah ruangan terbuka yang letaknya di paling bawah tower itu. Dari sana aku bisa melihat pemandangan hijau yang memanjakan mata. Ditambah dengan angin yang segar. Ini benar-benar sempurna.
Tunggu, hari ini aku tidak bertemu dengan Lord sialan itu, kan?
"Jene."
Tiba-tiba suara pria menggugah pikiranku. Manikku langsung menangkap Gill tengah duduk di salah satu kursi dengan meja makan yang panjang di sana. Syukurlah, hanya dia. Catia mempersilakanku untuk duduk di sebelahnya dan aku menurutinya.
"Apa kabar, Pangeran?"
"Santai saja, hanya ada aku di sini. Kau sudah tahu aturan mainnya, kan?"
"Ya, Pangeran."
"Sudah kubilang panggil aku Gill. Jangan sampai Claran mendengar ini," Gill terkekeh.
"Gill..." ucapku setelahnya. Rasanya aneh menyebutnya hanya dengan nama karena baru kemarin kami bertemu.
"Makanlah... biasanya Claran akan menemuiku setelah makan siang," ujar Gill lagi.
Pria itu tersenyum manis padaku. Dia dan kakaknya bagaikan siang dan malam. Nox tidak mungkin tersenyum seperti itu. Gosh. Apa yang kupikirkan? Aku harus fokus. Tugasku di sini hanya untuk membuat Claran Doranza menjauhi Gill.
Aku pun membalas senyumnya dan menyantap hidangan yang sudah tersedia di depanku. Daun hijau dengan pasta di bawahnya. Makanan di sini tampak aneh, tetapi rasanya tidak seperti perkiraanku. Ini... lumayan juga.
"Kau suka makanannya?"
Sepertinya aku terlalu sibuk mengunyah makananku sampai tidak menghiraukan Gill yang sedari tadi terus menatapku. Aku terpaksa melambatkan gerakanku.
"Te-tentu saja," jawabku setelah menelan semua yang ada di mulutku. Dia tampak menertawakanku.
"Kau lucu sekali. Jangan terburu-buru. Jika kau suka akan menghidangkannya lagi untukmu."
"Tidak... ini cukup."
"Ternyata kau bisa menjadi gadis yang manis juga." Gill melipat tangannya di dada tanpa mengalihkan wajahnya.
"Apa maksud Anda?"
"Kukira kau sudah tidak punya malu."
Sial.
Aku tersenyum masam. Dia pasti mendengarku menyatakan cinta pada kakaknya. Dia tidak tahu saja kalau ini bagian dari permainanku.
"Jika berhasil membuat tunangan Anda mundur, apa Anda juga benar-benar akan membantuku?" Akhirnya aku meletakkan sendokku.
"Membebaskanmu dari kakakku? Itu yang kau mau, kan?"
"Ya, selain itu... Anda harus menyingkirkan sihir aneh yang diberikan Lord pada saya." Aku memamerkan senyumku.
"Tuan Putri tenang saja, tapi sebenarnya aku penasaran kenapa kakakku tidak bisa melihat masa depanmu?"
"Saya sendiri tidak tahu."
"Benarkah?"
Aku tersenyum semanis mungkin, lalu menyambut gelas yang ada di sebelah piringku. Kuteguk sekali, lalu kuletakkan kembali gelas itu. Pria itu juga tampaknya telah selesai dengan makanannya.
"Bagaimana jika Anda mengajak saya jalan-jalan, Yang Mulia Gill?"
Dia terpana sejenak, lalu membalas senyumku.
Apa aku benar-benar berhasil mengambil hatinya? Aku teringat perkataan Catia sebelumnya.
"Ide yang bagus."
Gill lalu berdiri dan mengajakku ke taman, tempat dimana aku bertemu dengan Lord Nox. Ternyata ruang makan tadi terhubung dengan taman itu dan belakangnya terdapat banyak bunga berwarna merah. Tidak cukup jika dikatakan indah. Sangat indah!
"Aku jarang ke sini..." Gill tiba-tiba menghentikan langkahnya.
"Kenapa? Taman ini sangat indah. Aku jadi teringat Morrac."
"Aku lebih suka berlatih dibandingkan pergi ke sini. Ngomong-ngomong, apa kau tidak apa-apa?"
Aku mengernyitkan dahiku.
"Maksudku... ayahmu sudah dibunuh oleh kakakku. Kau tidak punya siapa-siapa lagi," lanjutnya dengan wajah simpati.
"Ya, aku tidak bisa berbuat apa-apa."
Aku masih punya Morrac. Pamanku pasti akan berusaha menyelamatkanku. Itu jika dia tahu kalau aku belum mati. Bagaimana keadaan Morrac sekarang? Aku berharap bisa kembali secepatnya.
"Apa... Anda mengkhawatirkanku?"
Aku buru-buru menghilangkan kecemasan di wajahku karena tiba-tiba Gill terdiam.
"Sejujurnya iya... karena aku pernah mengalaminya."
Kini aku yang terdiam, menatapnya. Pria itu seperti menyimpan sebuah luka yang sangat dalam. Apa benar rumor yang mengatakan bahwa Raja dan Ratu Albatraz sebelumnya dibunuh oleh Nox? Aku jadi mengasihaninya.
"Semua orang akan mati pada waktunya, kan?" ucapku kemudian, "Sembari menunggu saat itu tiba, seharusnya kita berusaha untuk bahagia."
Aku mencoba tidak terlihat menyedihkan dan tersenyum padanya. Kenapa malah jadi aku yang menghiburnya ya? Cih.
"Kau santai sekali ya..." Gill membentang senyum untuk kesekian kalinya.
"Aku sangat berterima kasih padamu. Berkatmu, aku masih bisa merasakan udara hari ini."
Tidak ada jawaban. Lagi-lagi dia hanya tersenyum. Aku lalu kembali melangkahkan kakiku, mengamati bunga-bunga yang bermekaran di sana. Entah kenapa aku merasa aman dengannya.
"Aneh, aku seperti sudah lama mengenalmu. Kau wanita yang menarik, Putri Jene."
Aku sempat kaget karena tiba-tiba dia sudah berada di belakangku. Apa dia melihat pipiku yang memerah? Astaga, jangan sampai dia memperhatikannya.
"Yang Mulia, apa yang Anda lakukan di sini?"
Dalam sekejap pandangan Gill beralih pada wanita berambut cokelat yang berdiri di belakangnya. Begitu pula aku.
Apa dia yang bernama Claran Doranza?
...****************...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 69 Episodes
Comments
Reyshia Ratu
menarik jg untuk di ikuti cerita ny
2022-10-17
0
🍇annoura naura ☀︎(hiatus)
visualnya mana ya
2021-09-22
2
♥⃟❥ʟᴏᷞᴜͦʏͮɪͤ☘
semua orang pasti mati pd waktu nya...
betoll sekalee..
2021-02-05
5