atas perintah Shingen, sang selir menaiki tandu yang dijunjung 6 orang joki. 2 orang pendeta wanita berseragam putih dengan hakama merah mengendarai kuda, mengiringi tandu yang dinaiki oleh Chiyojo. ketua partai Ku no Ichi itu mengenakan kimono resmi dengan bedak tipis yang menempel diwajahnya. tujuan perjalanan mereka adalah Kaizu di Shinano, menemui Kasuga Taratsuna.
Kasuga Taratsuna terkenal di Kaizu dengan nama Kosaka Masanobu. ia adalah anggota keluarga Kosaka yang mengabdi kepada keluarga Nezu. bersama keluarga Mochizuki, kedua keluarga tersebut menjadi sekutu keluarga Shigeno sehingga dikenal dengan sebutan Shigeno Sanshi.
selain itu dijaman Heian, keluarga Kosaka merupakan abdi setia Kaisar Go-Daigonpada abad ke 13. setelah tersingkir dalam suksesi politik, membuat keluarga ini berdiam dipegunungan, dikenal dengan sebutan kaum Suppa.
sehari penuh tandu itu menyusuri pegunungan hingga akhirnya mereka menemui sebuah perkampungan yang dipagari batangan bambu menyerupai benteng. itulah perkampungan kaum Suppa. seorang penjaga di menara melongokkan wajah memastikan pendatang yang menyambangi kampung mereka.
dari dalam tandu yang diturunkan, keluarlah Chiyojo yang kemudian menatapi penjaga menara tesebut. melihat siapa yang datang dan status sosialnya yang berkelas, penjaga menara itu melambaikan tangan. beberapa saat kemudian pintu gerbang membuka. Chiyojo memberi isyarat kepada pembawa tandu untuk beristirahat dipondok jaga.
kedua pendeta miko turun dari kuda dan melangkah mengawal Chiyojo yang sementara berjalan menyusuri jalanan desa. Kaizu lebih layak disebut dusun karena ditempat itu hanya ditempati 25 pondok kecil yang dinding nya terbuat dari kulit pohon tua sedang atapnya dati daun palma yang dikeringkan.
kastil diujung dusun merupakan bangunan tua yang ukurannya lebih besar daripada pondok-pondok didusun tersebut. didepan kastil itu sudah berdiri seorang lelaki yang sangat dikenal Chiyojo.
lelaki itu mengenakan pakaian dari kulit beruang. topinya terbuat dari kepala beruang yang diawetkan. dagu lelaki itu ditumbuhi cambang tipis yang tak teratur.
"Selamat datang Nyonya Chiyojo." sambut lelaki tersebut.
"Taratsuna..." balas Chiyojo dengan nada datar.
pria bercambang yang tak lain adalah Kasuga Taratsuna itu tersenyum saja, "Bukan sebuah kebetulan jika anda datang kemari bukan?" tebak lelaki itu.
orang ini memang ceplas-ceplos dan tak memandang etika.
Chiyojo menarik napas kemudian mengangguk pelan, "Ada perintah dari Tuan Takeda kepadamu. "
sejenak Kasuga Taratsuna menatapi kedua wanita pendeta yang mengawal Chiyojo lalu tersenyum dan melambaikan tangan, mengisyaratkan ketiganya untuk masuk ke kastil.
sebelum masuk, Chiyojo mendekati kedua wanita itu. "Kalian awasi sekitaran. jangan bersikap yang mencurigakan. "
kedua wanita itu mengangguk kemudian Chiyojo masuk kedalam kastil. ruangan dalam kastil ternyata tak sekumuh yang dibayangkannya. pada dinding tepi pintu tergantung jambangan yang ditumbuhi bunga anggrek hitam. ditengah ruangan terhampar permadani berbulu, hadiah dari pedagang Portugis. diujung ruangan terdapat bantal kecil dan sebuah katanakake yang digunakan menyangga sebuah pedang besar tsurugi.
tanpa permisi, Taratsuna mengambil sebuah guci besar berisi sake dan dua gelas terakota yang besar. benda itu diletakkannya di lantai dihadapan Chiyojo yang sedang duduk dalam gaya zarei. Kasuga Taratsuna kemudian duduk bersila, membiarkan cawatnya tersingkap. dengan santainya dia menyandarkan lengannya pada lututnya.
dasar tidak sopan! bagaimana bisa Takeda Shingen menjalin persekutuan dengan kelompok tak beradab ini?
"Sekarang katakan." pinta Taratsuna. "Apa maksud tuan Takeda mengutus anda kemari?"
sejenak Chiyojo menarik napas lalu mengangguk pelan, "Takeda Shingen memintamu untuk menyebarkan mata-mata ke Hachigata dan Hachioji." kata wanita itu.
Kasuga Taratsuna mengangkat telunjuknya meminta jeda. lelaki itu menuangkan sake ke gelas terakota kemudian menegaknya kemudian kembali menatapi Chiyojo mengisyaratkan wanita itu untuk meneruskan bicaranya.
brengsek benar laki-laki ini. mengapa sih Shingen tidak mengutus saja orang lain untuk menemui lelaki primitif ini?
Chiyojo kembali menarik napas, ketika hendak berbicara kembali ia tertahan ketika Taratsuna mengangkat jarinya.
"Untuk alasan apa?" tanya Taratsuna kemudian berbaring menyangga kepalanya dengan lengannya dan menghadapkan tubuhnya ke arah Chiyojo.
benar-benar tidak mengenal tata krama
"Memantau tindak-tanduk Hojo Tsunanari dan Hojo Ujiteru, sekaligus melakukan huru-hara mengganggu ketenangan mereka." jawab Chiyojo yang mulai jengkel melihat sikap Taratsuna yang kurang adab.
"Mengapa bukan Nyonya saja yang kesana?" kata Taratsuna kembali mengambil guci dan meminum sake langsung dari mulut guci itu. sake mengalir sebagian, jatuh melalui pinggiran mulut si orang gunung itu.
"Kau berani menolak perintah majikanmu?!" tanya Chiyojo dengan geram.
lelaki itu tidak memperdulikan wanita dihadapannya melainkan sibuk menghabiskan isi guci. dengan kejengkelan yang memenuhi hatinya, Chiyojo bangkit dan memandang lelaki tersebut.
"Aku akan memberitahukan penolakanmu kepada beliau..." kata Chiyojo seraya berbalik meninggalkan ruangan.
tiba-tiba Kasuga Taratsuna bangkit dan langsung memeluk Chiyojo dari belakang. karena kaget, wanita itu langsung meronta berupaya melepaskan pelukan kasar lelaki udik itu. dengan kasar Taratsuna yang memiliki sepir-sepir otot itu mengangkat tubuh Chiyojo dan menghempaskannya ke atas permadani.
wanita itu merasa seluruh udara keluar dari paru-parunya ketika tubuhnya menghempas dipermadani. belum sempat Chiyojo mempersiapkan diri, Kasuga Taratsuna telah menerkam dirinya. tangannya dengan cekatan memaksa membuka kimono Chiyojo hingga wanita itu sudah yakin dirinya akan dipecundangi secara kelamin, dengan sigap wanita itu mencabut sebilah kunai dan menempelkannya di leher Taratsuna.
"Sekali saja kau menyentuh tubuhku, kukoyak lehermu fan kupaksa nyawamu loncat dari tubuhmu sekarang juga!" ancam Chiyojo dengan kegeraman dan kejijikan yang luar biasa. untuk membuktikan gertakannya tak main-main, ia menekan kunai itu lebih dalam, menimbulkan luka di leher lelaki kasar itu.
Taratsuna menggeram namun tak mampu berbuat apa-apa. dengan sigap Chiyojo menendang perut lelaki itu hingga ia terjungkal. buru-buru ia bangkit dan memperbaiki kimononya. Chiyojo tetap berdiri dan mengarahkan kunai kearah Taratsuna yang duduk dengan tatapan penuh kemarahan yang tak mampu terlampiaskan.
Chiyojo menatapi cawat yang menggembung besar pertanda lelaki itu sebenarnya sudah hampir mencapai puncak nafsunya namun tak dapat dilampiaskan. wanita itu tersenyum mengejek.
"Aku akan mendiamkan pelecehan yang kau lakukan padaku dihadapan tuan Takeda." kata Chiyojo dengan dingin. "Segera laksanakan perintahnya!"
wajah tegang Taratsuna mulai mengendur dan senyuman kembali terbit dibibirnya. "Kalau aku tak mau?" tantangnya menggoda wanita itu.
"Maka kau akan menghadapi kemarahan tuanku karena berani melecehkan selirnya dan menistakan harga dirinya." kata Chiyojo.
Taratsuna sudah bisa membayangkan apa yang akan dilakukan Takeda Shingen ketika mengetahui peristiwa itu. Kaizu akan terbakar habis dan seluruh warga Suppa akan dipenggal.
"Baiklah...baiklah... " ujar Taratsuna pada akhirnya, "Tak usah mengancamku sedemikian rupa. aku akan segera memimpin pasukanku dan membaginya ke Hachigata dan Hachioji... nah kau puas?!" dengus Taratsuna dengan kesal.
Chiyojo menarik napas kembali untuk menenangkan diri dan memendam kembali kemarahan yang sempat membuncah dari hatinya. yang penting saat ini, orang udik itu tak berhasil menggagahinya. wanita itu mengangguk dengan angkuh
"Kalau begitu, aku akan kembali." kata Chiyojo.
"Mengapa Nyonya tidak bermalam saja disini. esok saja anda baru kembali ke Kofu." kata Taratsuna kembali memperlihatkan kesopanannya.
"Dan menerima pelecehanmu kembali?" sindir Chiyojo.
"Nyonya terlalu curiga terhadapku. Nigei-Taratsuna ini tak berani mengganggu anda." kata Kasuga Taratsuna membungkuk dengan takzim.
bagaimanapun orang dusun ini merupakan salah satu dari orang kuat di 24 jenderal Takeda. ada 3 orang yang dianggap lebih mumpuni. mereka adalah Sanada Yukitaka, si pakar tombak bernama Hoshina Masatoshi dan terakhir adalah Kasuga Taratsuna. menolak tawarannya akan menyinggung harga diri lelaki ini dan imbasnya tentu akan berpengaruh pada hubungan antara Taratsuna dengan majikannya.
akhirnya dengan diantar oleh seorang utusan, Chiyojo dan dua pengawalnya melangkah menuju pondok kecil yang dipersiapkan untuk tempat menginap para tamu.
...***...
dengan langkah yang pelan dan tanpa beban, Raimaru menyusuri jalanan yang menuju desa Nezu. malam ini ia harus menginap dan memperoleh laporan mendetail dari Takiyasha perihal peta kekuatan partai Ku no Ichi.
desa Nezu adalah perkampungan yang sebagian besar warganya adalah shinobi yang mengabdi kepada keluarga takeda. selain itu didesa inilah organisasi Ku no Ichi berada.
desa Nezu dalam suasana tenang ketika pendeta kelana itu tiba. beberapa penduduk sempat memperhatikan pendeta yang sementara melangkah sambil meniup seruling shakuhachi, melantunkan melodi yang sendu.
seperti penyamaran yang sudah-sudah, Raimaru mengenakan penutup wajah dari keranjang sebagaimana aturan yang melarang para komuso (pendeta pengelana) memperlihatkan wajahnya kepada khalayak. ia tetap menyusuri desa sambil melagukan melodi melankolis hingga langkahnya berhenti didepan kuil pagoda.
kemunculan si pendeta kelana dihalaman kuil sempat menarik perhatian beberapa wanita cenayang yang berseliweran dipelataran kuil. Raimaru berupaya bersikap biasa untuk menghilangkan kecurigaan mereka.
salah satu pendeta miko itu mendekati Raimaru. pendeta kelana itu membungkuk takzim.
"Maaf telah merepotkan anda." kata Raimaru
"Ada apa tuan biarawan? ada yang bisa dibantu?" tanya wanita cenayang itu.
"Saya dalam perjalanan menuju Etchu, namun kemalaman dan membutuhkan tempat berlindung. jika nona pendeta berkenan, bolehkah hamba menginap di kuil ini barang semalam agar bisa melanjutkan perjalanan besok pagi?" kata Raimaru dengan santun.
tak barapa lama muncul seorang wanita cenayang yang lainnya, "Ada apa?" tanya wanita itu sambil memperhatikan Raimaru.
"Pendeta kelana ini kemalaman dalam perjalanannya menuju Etchu. ia memohon untuk di ijinkan menginap." jawab wanita cenayang yang menyambut Raimaru pertama kalinya.
"Bawa dia ke pondok isolasi. suruh Taki untuk mengantar makanan padanya." jawab wanita itu dengan datar kemudian berbalik meninggalkan kedua orang itu.
akhirnya Raimaru dikawal menuju tempat yang dimaksudkan.
"Sebenarnya, pantang kuil ini menerima pengunjung lelaki. tapi kakak saya menyuruh anda bermalam di pondok kecil yang digunakan untuk mengurung pendeta yang sedang datang bulan... anda tidak keberatan?" kata wanita cenayang itu dengan wajah memelas.
mereka tiba dipondok yang dimaksudkan. Raimaru membungkuk takzim. "Terima kasih atas kepemurahan anda. biar saya bermalam dipondok ini saja."
pondok itu dibuka dan Raimaru masuk kedalamnya. bau amis bekas darah haid memenuhi ruangan itu. Raimaru mendengus pelan mengusir bau yang menyucuk lubang hidungnya itu. cenayang yang mengantar Raimaru sudah meninggalkannya.
tak berapa lama Takiyasha muncul membawa baki makanan tanpa daging. gadis itu mengetuk pintu dan menyorongkan baki ke tengah ruangan.
tanpa sepengetahuan para cenayang, Takiyasha menyisipkan selembar kecil kertas berisi informasi penting kedalam bakul makanan itu. sebelum makan, Raimaru terlebih dulu mengorek dasar bakul dan menemukan kertas pesan itu.
ia menyimpan carikan kertas itu lalu merangkapkan tangan didada dan mulai menyantap makanan tersebut untuk mengisi perutnya yang sejak siang belum terisi apapun.
...***...
Chiyojo mengerjap-ngerjapkan matanya mengusir silau cahaya yang menerobos dari lubang-lubang kecil di pondok itu. wanita itu bangu dan merenggangkan tubuhnya mengusir rasa pegal yang menyemuti tubuhnya. Chiyojo memandang sekitar ruangan dan menyadari kedua pengiringnya tidak berada ditempat.
dengan malas dan gontai wanita itu bangkit dan melangkah ke pintu kemudian menguaknya dengan pelan. suasana sejuk langsung menyerbu masuk ketika Chiyojo membuka daun pintu kemudian ia melangkah keluar hendak menikmati udara pagi dan sinar mentari yang menerobos disela-sela pepohonan bambu disekitar kampung itu.
pendengarannya menangkap suara-suara aneh dari kejauhan. wanita itu memandang arus sungai dangkal ditepian gerumbul bambu. Chiyojo menyusuri tepian sungai menuju hulu. semakin menuju hulu, semakin jelas terdengar suara-suara itu.
perasaannya menjadi tidak nyaman dan pikirannya terpusat pada nasib kedua pengiringnya yang sering mengganggu. dengan rasa cemas sambil menghunus sebilah kunai, Chiyojo tetap menyusuri tepian sungai.
tibalah ia di hulu sungai yang merupakan kolam dabgkal dengan air terjun yang deras. perasaan khawatirnya langsung berganti dengan kemarahan yang berupaya dipendamnya sekuat mungkin ketika menyaksikan pemandangan yang tersaji ditepian kolam dangkal itu.
disana terpampang dua pasang manusia yang sedang melampiaskan hasrat purba mereka terhadap kedua wanita pendeta yang memang mereka culik tanpa sepengetahuan Chiyojo.
bagaimanapun Chiyojo tidak menerima kerelaan kedua pengiringnya melayani kebejatan dua lelaki udik itu. ia menggeram menahan kemarahannya yang memuncak.
brengsek kalian berdua Kaede...Suisen... setelah ini lihatlah apa yang akan diperbuat pada kalian..
dengan jijik, Chiyojo memutar dan membalikkan tubuh dan berlalu dari tempat terlaknat itu sebelum kedua pasang binatang itu menyadari keberadaannya. wanita itu berlari kecil menyusuri tepian sungai hingga tiba kembali dijalanan desa. disana ia menanti kedua pasangan itu menyelesaikan permainan birahi keduanya.
untuk menghilangkan rasa bosan dan mengusir rasa jijik, Chiyojo mengeluarkan pipa kiseru dan membakar tembakau didalamnya kemudian merokok dengan nikmat.
lama juga Chiyojo menanti. akhirnya ia melihat dua pasang manusia itu mendekat.
"Sudah selesai?!" sindir Chiyojo memandang kedua lelaki itu dengan mendelik.
seakan tahu maksud sindiran itu, Kosaka Shinmei tertawa, "Sampaikan salam kami kepada tuan Takeda. perintah beliau segera kami laksanakan."
sambil tertawa, kedua lelaki itu meninggalkan Chiyojo dan kedua pengiringnya yang berdiri dengan sikap takut dan malu. chiyojo menunggu kedua lelaki udik itu benar-benar jauh dan setelah itu Chiyojo memandangi kedua wanita cenayang itu.
PLAK! PLAK!
ADUUH... IIHHH...
kedua wanita itu memegang pipinya yang merah ditampar oleh Chiyojo yang sedang gusar.
"******! dungu! kalian berdua benar-benar sudah tak memiliki etika lagi!" sembur Chiyojo, "Jadilah ******* saja kalau begitu. kalian bisa puas bermain-main dengan setiap lelaki dan juga mendapatkan bayaran yang pantas!"
kedua cenayang itu langsung bersimpuh dihadapan Chiyojo yang gemetaran menahan kemarahan. saking marahnya ia tanpa sadar meneteskan air mata.
"Maafkan ketidak mampuan kami, ketua. maafkanlah kami." kata kedua wanita itu sambil bersujud menyembah Chiyojo.
Chiyojo memalingkan wajah dan menghapus air mata yang membasahi pipinya. wanita itu berupaya menenangkan dirinya. setelah napasnya mulai teratur, ditatapinya kembali kedua wanita itu.
"Dalam setiap tugas kita, memang kadang kita berlaku seperti *******. " kata Chiyojo dengan datar dan dingin. "Namun jangan salah menafsirkan kelemah-lembutan kita dihadapan lelaki sebagai penyerahan total terhadap kaum lelaki...kalian paham?!"
kedua wanita itu kemudian disuruh bangkit. Chiyojo menatapi mereka lagi. "Mulai saat ini, berhentilah menggunakan milik kalian untuk kesenangan yang tak berarti."
kedua wanita itu masih menundukkan wajahnya. Chiyojo menarik napas lagi, "Milik kalian adalah aset partai kita. aku yang memiliki otoritas untuk mengijinkan lelaki mana yang berhak menggauli kalian."
selesai menumpahkan uneg-unegnya, Chiyojo berbalik meninggalkan kedua wanita yang masih terdiam penuh rasa malu itu. begitu tersadar, Kaede dan Suisen bergegas menyusul pimpinannya yang sudah menjauh menuju gerbang desa.
...ooOOoo...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 142 Episodes
Comments
Lili Alfian
nasib kunoichi
2022-01-24
0