keduanya terus melintasi sepanjang jalan utama menuju tenggara. perjalanan yang mereka lewati memakan waktu beberapa hari karena melintasi perbatasan Mutsu, terus menuju Shimotsuke, Kozuke dan berhenti sejenak di propinsi Musashi.
Kotaro melayangkan pandangannya dan menatap dengan kagum puncak gunung Fuji yang terus berkemul salju bagai ujung caping runcing yang dicat putih. meskipun membentang diantara propinsi Suruga dan Kai, namun puncaknya masih dapat di nikmati dari Odawara.
" Kau lelah nak? jika lelah, kita bisa istirahat disini." kata Zenbo.
Kotaro menggeleng lugu dan menatapi Zenbo. pendeta itu tersenyum.
" Kau ingin tahu kemana arah perjalanan kita?" pancing Zenbo. Anak itu sejenak memandangi gurunya lalu mengangguk-angguk juga dengan polosnya.
Zenbo sangat menyukai anak itu. ia tak banyak bicara dan tetap menampakkan semangat meskipun nyata terlihat fisiknya kelelahan.
" Kita akan ke Ashigaragami. aku punya kuil disana. kau akan kudidik disana." kata Zenbo.
keduanya berjalan lagi, namun tiba-tiba Zenbo berhenti dan pandangannya yang nanar menghujam pepohonan. Kotaro juga ikut berhenti meskipun ia bingung dengan sikap gurunya. Zenbo menyilangkan telunjuk dibibir meminta Kotaro diam.
tiba-tiba melesat beberapa keping shuriken ke arah kedua orang itu. sontak Zenbo langsung menghalangi tubuh Kotaro dan mengibas-ngibaskan tongkatnya mementalkan kepingan-kepingan shuriken tersebut.
Kotaro sendiri kini memahami situasi mereka dalam keadaan bahaya. ternyata ada penguntit dibalik pepohonan. mungkin juga para pembokong yang siap menghabisi mereka. sekali lagi beberapa keping shuriken melesat mengancam kedudukan mereka.
"Jangan menjauh dariku." bisik Zenbo. ia memandang pepohonan.
" Keluarlah! " tantang pendeta gunung itu menyerukan suara yang disertai gelombang tenaga dalam yang sanggup menggetarkan rongga dada.
tak berapa lama, muncul beberapa sosok dari pepohonan, menyamarkan keberadaan mereka dalam gumpalan kabut-kabut tebal. tak lama kemudian kabut memudar menampakkan sosok-sosok aneh.
sosok dihadapan mereka mengenakan pakaian pendeta gunung seperti Zenbo, namun lebih gelap dan suram. wajah mereka ditutupi topeng berkulit merah dan berhidung panjang. dipunggung mereka nampak sepasang sayap burung kecil yang mengembang. kaki merwka disembunyikan dalam sepatu lebar menyerupai cakar burung. dipinggang para makhluk itu tersampir sebilah pedang panjang yang lengkung.
" Hantu gunung. " gumam Zenbo.
" Mengapa anda melewati tempat ini?" selidik salah satu hantu itu.
Zenbo hanya diam dan mengeluarkan kipas besar hauchiwa dan menyilangkannya didada. tatapan para hantu itu melebar melihat apa yabg digenggam oleh Zenbo. mereka berdiri dengan sikap bimbang.
" Justru aku yang mesti bertanya." kata Zenbo. " Apa yang menyebabkan para hantu turun gunung sejauh ini dari Kurama, melanggar kawasan yang bukan merupakan wilayah kalian?"
" Kami bukan dari Kurama, tapi dari Suzuka." jawab salah satu hantu tersebut. " Pimpinan agung mendapat waham tentang keberadaan reinkarnasi biiju. Yang Agung menamainya Kazama. menurut beliau, saat ini jelmaan biiju sedang melintasi jalanan ini ditemani seorang padri."
" Lalu, apa yang akan kalian lakukan?" pancing Zenbo.
" Kami akan menyegelnya!" kata salah satu hantu yang kemudian mengamati Kotaro.
"Siapa pemuda ini? apakah ia murid anda?" selidik salah satu hantu.
Kotaro baru saja hendak menjawab, namun langsung disela oleh Zenbo. " Benar, anak ini adalah muridku. kami dalam perjalanan menuju Ashigaragami."
kedua hantu itu saling berpandangan. Zenbo terkekeh. "Kelihatannya, Ketua Agung Sojobo, beliau harus lebih teliti menafsirkan waham dari surga. " sindir padri tersebut.
" Kalau begitu, kami akan kembali ke Kurama, melapor kepada Ketua Agung. kalau boleh tahu, anda dari sekte mana? keberadaan benda yang anda miliki, menunjukkan anda bukan padri sembarangan." kata salah satu hantu.
" Sampaikan salam pendeta Zenbo kepada Ketua Agung Sojobo. pendeta Zenbo berterima kasih atas waham yang ia sampaikan kepada saya." kata Zenbo sambil membungkuk.
para hantu kemudian mundur satu persatu dan mengabur dalam hamparan kabut tebal yang mengintari pepohonan. Zenbo menghela napas lega meskipun ia belum melanjutkan langkahnya, menunggu dan memastikan tiada lagi para penguntit.
setelah meyakini tidak ada satupun yang bersembunyi di pepohonan, pendeta itu menatapi muridnya.
" Ayo nak, kita lanjutkan perjalanan." ajak Zenbo.
...***...
tiga hari berlalu sejak keduanya tiba di gunung yang dijadikan tempat bertapa oleh Zenbo. didalam kuil kecil yang sederhana, pendeta gunung itu duduk bersila dan merangkapkan kedua tangannya didada. dari bibirnya mengalir doa-doa berbahasa sanskerta berisi puja-puji kepada para bosatsu dan arwah leluhur. Kotaro sendiri duduk beberapa tindak dibelakang gurunya dan larut dalam kekhusyuan tersebut. tak lama kemudian, Zenbo membuka matanya dan membalikkan tubuh dalam duduknya menghadap ke arah Kotaro.
" Muridku, inilah kali pertama kau menjalani ritual shugendo. aku berharap kau senantiasa aktif dalam berdoa dan mengasah spiritualmu untuk meraih rahasia tertinggi." kata Zenbo.
" Murid akan selalu mena'ati perintah Guru." kata Kotaro.
" Mari kita keluar." kata Zenbo sambil berdiri dan melangkah keluar diikuti Kotaro. " Kau harus melatih otot-ototmu."
dihalaman kuil, Kotaro melatih fisiknya dalam tempaan Zenbo. olah fisik dilakukannya disela-sela aktifitas berdoa setiap pagi dan petang. Zenbo melatih Kotato dengan keras dan telaten.
sering Kotaro disuruh menendang dan menyepak arus air sungai yang deras. sering Kotaro disuruh memukuli batang pohon besar hingga kulit pohon itu akhirnya berlubang dihantam terus oleh bogem milik Kotaro. makin lama makin terasahlah tinju yang kokoh dan tendangan yang cepat. sering Kotaro disuruh mengangkat bebatuan besar untuk melatih otot dada dan perut serta meneguhkan otot kakinya.
selama pelatihan, Kotaro sedikitpun tak mengeluh. ia sadar segala pendidikan ini didasari oleh restu kedua orang tuanya dan keikhlasan gurunya beserta rasa dendam akibat penghinaan Gonsuke terhadapnya secara naluriah menguatkan mentalnya menjalani pelatihan mahakeras dengan tak ada kata menyerah
...***...
" Kotaro. mari melatih spiritualmu."
setiap pekan, Zenbo selalu mengajak Kotaro menyusuri dataran diantara malang-melintangnya akar-akar pohon raksasa. tiap pekan disebuah kolam yang dihujami air terjun yang deras, pendeta Zenbo menyuruh Kotaro bermeditasi diatas batu lonjong datar yang terdapat dibawah air terjun.
" Semedi selama sehari penuh ditempat ini bertujuan membangkitkan prana dan cakra dalam tubuhmu." kata Zenbo mengungkap tujuan pembelajarannya.
Kotaro selalu duduk dengan gaya teratai diatas batu datar itu, memejamkan mata dan mendengar petuah Zenbo disela-sela ributnya deras air terjun yang menghujam tubuhnya.
" Kotaro, ketahuilah...alam semesta ini ditopang oleh kekuatan adikodrati yang tak terkira dari Sang Maha Pencipta. kekuatan ini adalah emanasi-Nya yang menjadi sumber kreasi kesadaran tertinggi yang membuahkan pencptaan, pemeliharaan, dan pembinasaan. kekuatan ini dipinjamkan kepada manusia dalam bentuk prana dan cakra yang secara umum diketahui sebagai energi.
prana adalah sumber kehidupan bagi tubuh melalui pembuluh darah, sedangkan cakra adalah sesuatu yang tertidur dalam tubuh dan harus diaktifkan melalui olah spiritual seperti yang kita lakukan saat ini. ketika cakra dalam tubuhmu aktif, maka kau akan memiliki kekuatan terbesar dialam semesta. biasanya cakra berhubungan dengan kepribadian. jika kau orang baik, maka cakramu juga akab menjadi energi yang baik."
pendeta gunung tetap meneruskan kuliahnya.
" Jalan spiritual muncul ketika ada pertumbuhan spiritual. pengalaman akan cakra didapatkan juga melalui jalan karma, pengabdian dan pengekangan nafsu."
" Meskipun penguatan cakra dapat dilakukan dengan penyaluran tenaga dalam seorang guru kepada muridnya, biasanya akan menimbulkan kecanduan. peningkatan latihan spiritual baik secara kuantitatif maupun kualitatif dapat menjamin peningkatan secara kesinambungan sebagai anugerah dari Sang Maha Pencipta."
seperti halnya jantung sebagai pusat dari sistim peredaran darah dan otak sebagai pusat dari sistim syaraf, maka cakra adalah pusat dari segala kekuatan dalam tubuh manusia, melingkupi prana itu sendiri sebagai energi aktif yang menggerakkan sistem tubuh manusia.
terdapat 72.000 pembuluh darah yang terdapat dalam tubuh manusia, terdiri atas pembuluh utama, pembuluh bagian kanan (pingala) dan pembuluh darah bagian kiri (ida). prana selalu mengalir dalam pingala dan ida silih berganti namun dalam keadaan tidak aktif dengan posisi melingkar didasar pembuluh utama. dengan meditasi maka akan merangsang cakra naik dari dasar tulang belakang melalui pembuluh darah utama menuju kepala.
sementara itu terjadi, titik-titik prana akan membangkitkan cakra yang dilaluinya sepanjang perangsangan tersebut. sewaktu prana melewati titik cakra disepanjang pembuluh utama, terdapat katup tipis non fisik yang perlu ditembus setiap cakra untuk melanjutkan perangsangan menuju kepala.
setiap prana menembusi katup, Kotaro merasakan peningkatan-peningkatan energi dalam jumlah yang bertahap dari pembuluh utama pada titik cakra yang dilaluinya. Zenbo melanjutkan, ketika energi itu tidak menemukan penyaluran, maka alirannya akan keluar mengalir melalui pembuluh-pembuluh non fisik disekitar dan berubah menjadi energi.
tubuh Kotaro bergetar bukan karena kedinginan, melainkan berhasil merangsang energi melewati titik-titik cakra. ia kemudian mengatur pola napas dan mempraktekkan seni mudra dalam praktik spiritual Gorin Kuji Myo Himitsu Shaku. perlahan kedamaian menyelimuti hatinya, sedamai langit yabg dihiasi permata alam semesta.
" Guru, aku merasa seakan-akan tubuhku dirambati ular berkulit api..." membatin anak itu.
seakan bisa menangkap kata hati muridnya, Zenbo tersenyum. " Itu adalah Orochi... kau telah memiliki kekuatanku...."
...ooOOOoo...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 142 Episodes
Comments
Kokoro No Tomo
prana apa sama dgn pranayama ?
2021-01-02
0