Kotaro berdiri tegak didataran puncak Ashigaragami. penampilan pemuda itu begitu anggun, garang namun menggetarkan. katabira sisik ular yang membalut tubuhnya yang bersepir, sepasang sarung tangan pusaka yang menghias lengannya, celana merah pudar yang dihias pola lidah api, obi putih yang mengikat pinggang dan ujungnya menjuntai panjang hingga ke lutut, sepasang kaki yang dilapisi pelat besi beruas mengikuti pola sarung tangan pusaka, menimbulkan kesan flamboyan.
wajahnya yang pucat dihiasi celak hitam yang mempertegas garis mata. rahangnya yang teguh dan tonjolan sepasang taring yang mencuat dari sudut bibirnya mempertegas karakternya sebagai jelmaan Kazama, sosok biiju yang diramalkan akan menggoncang mayapada Jepang dijaman Sengoku.
pemuda itu sedang menantikan para chunnin yang dijanjikan Gojiro akan menemuinya di Ashigaragami. tak lama kemudian Takiyasha muncul, disusul oleh Isuke dan 6 chunnin lainnya. para chunnin selain Isuke dan Takiyasha sempat kaget, tak menyangka penampilan jonin generasi ke 5 yang akan memimpin mereka memiliki postur dan penampilan yang lebih menegaskan keangkeran sosok siluman.
kedelapan chunnin itu kemudian berlutut dihadapan Kotaro. pemuda raksasa itu mengangguk. "Perkenalkan diri kalian."
dua orang berpakaian sederhana dan mengangkat wajah dan melepaskan caping. salah satunya berkata, "Kami ayah dan anak. Mitsumasa dan Hayashi dari Kozuke, siap melayani Go-Daime."
"Saya Raimaru dari Kamiga, siap melayani Go-Daime." kata seorang pria berpakaian komuso (pendeta pengelana) mengangkat wajahnya menatapi Kotaro.
"Saya, Ukifune Jinnai, siap melayani Go-Daime." sahut lelaki bertubuh cebol dan berkepala besar. janggut dan kumisnya tumbuh memanjang. si katai itu mengenakan pakaian yang ditutupi mantel.
"Saya, Sanada Kuranoshin dari Ishikawa, siap melayani Go-Daime." sahut pemuda berpakaian sederhana yang dilapisi mantel kulit beruang.
"Saya, Shin Yoshida, siap melayani Go-Daime." sahut seorang anak berusia 11 tahun berkepala nyaris botak yang ditumbuhi rambut bergaya mo-hawk.
"Isuke dari Ninokuruwa, siap melayani Go-Daime." kata Isuke. Takiyasha pun menyusul menegaskan pelayanannya kepada pemimpin baru mereka.
Kotaro mengangguk. "Aku mengajak kalian semua beekumpul disini untuk sebuah tujuan yang jelas dan tidak main-main." pemuda raksasa itu mengamati satu persatu letnannya. "Keluarga Hojo yang kita junjung setinggi lazuardi ditapal batas langit sedang menghadapi masalah besar. sebagai pengikut setianya, tugas kitalah untuk menyelesaikan masalah-masalah tersebut."
para cunnin itu menegakkan wajahnya mendengar orasi sang raksasa. Kotaro kembali melanjutkan kata-katanya, "Mulai saat ini, kita akan dikenal sebagai para siluman. karena pihak pewarta telah mengenalkan kita kepada seantero negeri sebagai kaum siluman yang membantu junjungan kita untuk memperkuat kedudukannya diwilayah timur."
"Siluman...bagus juga..." tukas Isuke. "Tapi kurang seram."
Kotaro tersenyum, ia memandang hamparan mantel lazuardi yang membawa fajar. "Kita adalah... para siluman angin..."
"Itu baru cocok." tambah Takiyasha.
Kotaro menatapi Isuke. "Laporkan hasil pengamatanmu."
Isuke mengangguk, "Saya sudah menyelidiki isu tentang pasukan terkuat yang katanya dimiliki oleh Takeda Shingen. dari hasil pengamatanku, isu itu merujuk pada kelompok milisi dari biara Hongan di Gunung Ishi."
Kotaro duduk bersila ditanah. "Sejauh mana kekuatan para milisi itu? menurutmu bagaimana aktifitas mereka? setahuku, sekte Hongan di Osaka tidak segampang itu mengirim duta ke pegunungan Kai."
"Itulah..." gumam Isuke seraya melipat tangannya didada. "Hasil penyelidikanku menegaskan bahwa pihak sekte Hongan pernah menyurati Takeda Shingen, meminta dukungannya bersama para panglima yang lain untuk menentang wacana penyatuan dibawah satu titah yang digulirkan oleh Oda Nobunaga."
Kotaro mengerutkan kening. "Apakah isu tentang hal itu hanya sekedar pengalih perhatian?" ujarnya dalam hati.
"Jika Go-Daime berkenan, saya akan memaparkan hasil penyelidikan saya." kata Mitsumasa.
setelah mendapat persetujuan, Mitsumasa mulai berbicara. " Menurut saya, pasukan terkuat yang dipromosikan oleh pihak Takeda itu adalah sekelompok wanita cenayang yang berada dikuil desa Nezu. menurut pengamatanku, para cenayang itu sangat pandai menggunakan berbagai jenis senjata."
"Siapa pemimpin kuil tesebut?" tanya Kotaro.
sejenak Mitsumasa menatap langit. kemungkinan ia mengumpulkan ingatan. kemudian ia menatapi raksasa itu. "Pemimpin kuil adalah Mochizuki Nobumasa. namun samurai itu gugur dalam palagan Kawanakajima. sekarang kuil itu dipimpin oleh jandanya, Mochizuki Chiyojo."
"Mochizuki Chiyojo?" gumam Kotaro.
Mitsumasa mengangguk. Hayashi menambahkan keterangan ayahnya, "Saat ini, janda Nobumasa itu menjadi selir di kediaman Takeda di Kofu."
"Kau tahu nama organisasinya?" tanya Kotaro.
"Ku no Ichi...." jawab Hayashi.
Ku no Ichi...Chiyojo... Kotaro merasa nama wanita itu sangat familiar. entah mengapa, padahal ia tak pernah bertemu dan mengenalnya. mendengar nama itu, seakan Kotaro merasa bahwa takdirnya dan takdir wanita itu akan saling berkaitan.
Jinnai mengangkat tangan, membuat Kotaro tersadar lagi. ia memberikan restu pada lelaki cebol itu untuk menyampaikan presentasinya.
"Saya pernah melancong wilayah Kozuke dan Echigo. dari pengamatan saya, akhirnya saya menyimpulkan saat ini intrik internal sedang berlangsung antara pihak keluarga Uesugi dengan keluarga Nagao. pasalnya, Masakage memaksa Uesugi Kenshin untuk mengangkat Nagao Masakage sebagai kepala keluarga Uesugi."
Kotaro menyipitkan matanya sejenak, kemudian menatapi Mitsumasa dan Hayashi. "Kalian segera menuju kuil Soun di Hatake. menyamarlah sebagai biarawan atau pengurus kuil." melihat kedua ayah-anak itu tetap memandangnya, seakan meminta penjelasan lebih rinci, membuat Kotaro melanjutkan keterangannya, "Kalian memantau aktifitas para biarawan disana. pantau juga aktifitas tuan Hojo Saburo. apapun yang terjadi disana, laporkan segalanya padaku."
"Mengapa mereka berdua harus ke Hakone, Go-Daime?" tanya Takiyasha.
"Firasatku mengatakan, Uesugi akan menyeret salah satu penghuni kuil Soun kedalam pusaran politik di Eropa." jawab Kotaro.
"Kalau begitu, kami berdua berangkat sekarang." kata Mitsumasa sambil bangkit. Kotaro mengangguk dan kedua orang itu berbalik meninggalkan pegunungan.
Jinnai kembali mengangkat tangannya, "Saya rasa, anda terlalu khawatir, Go-Daime."
"Begitukah menurutmu?" pancing Kotaro.
si cebol mengangguk, "Sepengetahuan saya, paska perang kawanakajima, pihak Uesugi mengalami kerugian besar. oleh karena itu saya menyimpulkan, mereka tidak akan memobilisasi pasukan untuk saat ini." sanggahnya.
"Apa dasarnya?" tanya Isuke.
si cebol itu menatapi Isuke dengan kesal, "Konflik internal antara keluarga Uesugi, keluarga Nagao dan keluarga Uesugi sedang memanas saat ini."
"Kewaspadaan sangat penting untuk mengantisipasi segala kemungkinan yang akan terjadi." potong Kotaro kemudian menatapi pemuda bermantel kulit beruang. "Kuranoshin, kumpulkan beberapa anggotamu dan buatlah sedikit gejolak di Kansai. bagaimana caranya agar perhatian Bishamonten Kenshin (julukan untuk Uesugi Kenshin) teralihkan kesana."
"Pengalihan perhatian." gumam Sanada Kuranoshin sambil terkekeh, "Kalau begitu, Saya berangkat sekarang."
sepeninggal Sanada Kuranoshin, jonin generasi kelima itu menatapi Jinnai. "Kau bersama Isuke, selidiki orang bernama Kato Danjo. jika kau menemukannya, koreklah keterangan darinya."
"Kato Danjo?" gumam Jinnai mengerutkan keningnya.
"Dia adalah agen ganda yang melayani keluarga Takeda sekaligus keluarga Uesugi. kita harus menarik orang tersebut ke sisi kita. dihadapkan orang itu padaku." titah Kotaro.
"Bagaimana cara kami untuk menemukannya?" tanya Isuke.
"Cari samurai bernama Takanosu. saat ini dia berada di Kanbara, melayani Tuanku Tsunashige secara rahasia. orang itu akan membeberkan jati diri Kato Danjo pada kalian." kata Kotaro.
Kotaro menatapi Takiyasha. "Selidiki peta kekuatan organisasi Ku no Ichi di Nezu." kemudian raksasa itu menatapi Shin Yoshida. "Amati segala apa yang terjadi di semenanjung Izu yang berbatasan langsung dengan Odawara."
kedua orang itu mengangguk kemudian Kotaro menatapi Raimaru. "Anda silahkan mencari dan menemukan isu-isu seputaran perkembangan kekuatan militer pasukan Takeda."
Kotaro menyuruh mereka meninggalkan pegunungan. tak lama kemudian tanah terasa bergetar disertai batang-batang pepohonan yang bergoyang seakan dilanda badai. dari rimbunan pepohonan, menyeruak seekor serigala besar berbulu kelabu. Geki, sang serigala kemudian melangkah ke depan Kotaro, sejenak menggeram lalu duduk dihadapannya. Kotaro tersenyum lalu bangkit dan mendekati Geki. ia mengelus kepala serigala tersebut.
"Bawalah aku ke Odawara, Geki." pinta Kotaro seraya menaiki punggung hewan tersebut. hewan itu kemudian berdiri dan mulai berlari membawa Kotaro menuruni pegunungan Ashigaragami.
...***...
Sebelum berangkat ke Echigo, kedua orang itu menuju ke Kanbara untuk mencari keberadaan seorang samurai bernama Takanosu. mereka harus mengorek keterangan dari Takanosu tentang jati diri Kato Danjo sebelum melaksanakan misi utama, yaitu ke Echigo, menangkap Kato Danjo.
lama juga Isuke dan Jinnai menyusuri setiap kampung disekitar Kastil Kanbara untuk melacak Takanosu. keterangan seorang warga memudahkan pencarian mereka. menurut seorang warga, samurai itu menginap di pavilyun Honogomo, dekat Sunto, bagian tenggara Kastil Kanbara.
keduanya menuju bangunan itu. ada beberapa samurai berseliweran di sekitaran pavilyun. kemunculan kedua lelaki itu sempat menarik perhatian para samurai tersebut. ketika mereka memasuki bangunan, mereka sempat dicegat karena dicurigai sebagai penyelinap yang dapat membahayakan nyawa Takanosu. setelah menjawab segala pertanyaan dengan menggunakan kode-kode rahasia, barulah Isuke dan Jinnai dipersilahkan masuk.
Takanosu adalah samurai golongan Gokenin, yaitu kelompok pejabat berpangkat setingkat tamtama hingga bintara pratama. ia merupakan pejabat lapangan yang bekerja dibawah komando Ibuki dari Ninokuruwa, samurai yang pernah ditolong oleh Churro, ayah Kotaro. Ibuki sendiri berasal dari golongab Hatamoto, yaitu pejabat berpangkat bintara golongan 2 hingga golongan 4.
samurai itu sedang duduk menikmati beberapa hidangan dan sake, ditemani beberapa oiran muda. untungnya, meskipun dipengaruhi alkohol, Takanosu masih mampu membeberkan keterangan dengan jelas.
dari penuturan samurai itu, Kato Danjo adalah seorang ninja bayaran yang saat ini mengabdi kepada keluarga Uesugi. namun disaat yang sama, ia menjalin hubungan simbiosis mutualisme dengan pihak Takeda, melalui Mochizuki Chiyojo. menurut Takanosu, hal ini dapat dimanfaatkan dengan baik untuk mengorek keterangan dari kedua belah pihak dan mengambil keuntungan darinya. pihak Uesugi maupun Takeda memiliki peluang yang sama untuk menjatuhkan hegemoni keluarga Hojo.
"Lalu, menurut anda...dimana kami bisa menemukannya jika telah berada si Echigo?" tanya Isuke dengan sopan. tatapan pemuda itu sesekali terarah ke sekelompok ******* yang menyelusupkan tangannya kedalam pakaian Takanosu untuk merangsangnya.
"Kato Danjo berada di Kastil Kasugayama, mendampingi Naoe Kanetsugu." jawab Takanosu membuat Isuke dan Jinnai saling melempar pandang. samurai itu memajukan tubuhnya. "Tapi... ada hal yang dapat kalian manfaatkan."
Isuke ikut memajukan tubuhnya agar bisa mendengar penuturan Takanosu dengan lebih jelas. samurai mulai membeberkan keterangannya, " Dia adalah orang yang menyukai pesta dan keramaian. carilah kedai atau losmen disana. kalian pasti akan menemukan dirinya disana."
karena tak tahan dengan rangsangan para oiran (*******) itu, Takanosu langsung menguakkan kerah kimono salah satu oiran dengan penuh birahi membuat dua buah bongkahan yang montok itu terpampang keluar. samurai itu langsung mengulum salah satu bongkahan padat si ******* itu dengan penuh nafsu.
Isuke dan Jinnai terkejut sejenak dan langsung pamit bergegas meninggalkan tempat itu, mempersilahkan Takanosu dengan bebas mempermainkan tubuh para wanita sewaan itu sekehendaknya. diluar pavilyun, Isuke mendadak tertawa diikuti oleh Jinnai, yang merasa bahwa pelampiasan insting purba tersebut merupakan sesuatu hal yang dianggap lucu. setelah puas menertawakan Takanosu, keduanya bergegas melaksanakan tugas utama mereka. menangkap Kato Danjo.
...***...
Desa Nezu terlihat senyap menjelang malam. para penghuni kuil desa yang kesemuanya adalah kaum wanita sesekali berseliweran disekitar pelataran kuil. bangunan itu berbentuk pagoda dengan dinding heksagonal terbuat dari bata merah. atap-atapnya dari genteng hitam dan dipuncaknya terhias kubah berbentuk buah pir. kaum wanita penjaga kuil, berprofesi sebagai Miko (pengibadat yang aktifitasnya berhubungan dengan alam gaib.) mengenakan pakaian putih dibagian atasnya dipadu dengan hakama lebar warna merah, menegaskan status mereka sebagai penghubung alam yang disegani.
namun keberadaan kuil itu bukan sekedar sebagai media pelaksanaan berbagai jenis upacara, bahkan lebih dari itu. di kuil inilah didirikan organisasi persaudaraan rahasia yang anggotanya adalah para wanita. organisasi itu bernama Ku no Ichi, digagas oleh Mochizuki Chiyojo, selir Takeda Shingen. Chiyojo sendiri adalah salah satu anggota keluarga Mochizuki, nama keluarga yang sangat disegani diwilayah Omi.
dalam pelaksanaannya, Chiyojo merekrut anak-anak perempuan yang menjadi korban peperangan, ******* yang melarikan diri, istri-istri yang mengalami kekerasan dalam rumah tangganya kemudian membawa mereka ke desa Nezu dan dilatih sebagai pendeta gaib. selain itu, anak-anak usia produktif dilatih menjadi pembunuh dengan bekal seni himitsu aliran Koga. kemampuan Chiyojo dalam mengelola organisasi tersebut membuatnya sangat disenangi oleh Takeda Shingen.
Takeda Shingen sendiri memiliki istri-istri seperti Sanjo, Goryonin dan Yukawa. namun kelihatannya ketiga wanita ini terkesan diabaikan oleh Shingen yang lebih memusatkan perhatiannya kepada Chiyojo saja. hal inilah yang mendasari Suwa Shiro Katsuyori, putra Shingen dari Goryonin merasa benci kepada selir yang masih termasuk bibinya itu.
Takiyasha menjalankan misi rahasia, menyamar sebagai penduduk desa yang menawarkan diri meminta pekerjaan sebagai pengurus dapur di kuil tersebut. gadis itu berhasil memperoleh simpati salah satu biarawati kuil yang kemudian mengijinkannya bekerja di dapur. gadis itu benar-benar memanipulasi karakternya sendiri agar tak gampang dicurigai para pendeta miko yang awas.
Takiyasha kali itu sangat sibuk karena disuruh melayani, memasak hidangan khusus untuk Kusha (ketua) yang sebentar lagi akan tiba di kuil. gadis itu berpikir, saatnya ia memperoleh kepercayaan tersebut. Takiyasha segera mempersiapkan segala bumbu dapur dan peralatannya. dengan telaten, gadis itu memasak segala hidangan untuk memperoleh kesan baik dari pimpinan Ku no Ichi.
rombongan pengurus kuil membawa beberapa pelayan, mengantarkan baki-baki berisi hidangan menaiki tangga-tangga kuil pagoda hingga menuju lantai puncak, tempat khusus pimpinan kuil.
dalam ruangan itu, telah menanti seorang wanita yang tak lain adalah Mochizuki Chiyojo. usianya telah mencapai 52 tahun, namun kecantikan dan kepadatan tubuhnya masih menampakkan kemudaan, seakan ciri-ciri penuaan tak berpengaruh kepadanya. Mochizuki Chiyojo sangat terampil merawat tubuhnya sehingga usianya tersamar oleh kemolekan tubuhnya yang mirip wanita berusia 18 tahun.
wanita itu tidak mengenakan seragam Miko, melainkan pakaian ringkas tanpa lengan dengan kerah membuka menampakkan sebagian buah dada yang membulat indah. pinggangnya diikat dengan sabuk kain yang tipis. cawat ketat membungkus area kewanitaannya. sepasang kakinya dibalut kasut tipis menerawang dipadu dengan sepatu panjang yang menutupi hingga ke lutut. rambutnya dibiarkan panjang tergerai ke punggung dan di hiasi tiara terbuat dari emas putih.
Chiyojo duduk dengan gaya padma disebuah bangku bulat yang diukir pola bunga teratai. keberadaannya disitu menampilkan kesan bagai dewi Kannon.
seorang pengurus dapur muncul diruangan tersebut. ia membungkuk memberi hormat kepada ketua kuil itu kemudian menyampaikan sesuatu.
"Nyonya, hidangan telah siap." kata pengurus dapur tersebut.
Chiyojo mengangguk dengan anggun. pengurus dapur itu mundur sambil terus membungkukkan tubuh. beberapa saat muncul 2 orang pelayan membawa baki makanan dan meletakkan hidangan tanpa daging. wanita itu memang penganut paham berpantang daging. nampan-nampan itu diletakkan pada meja kecil disisi tempat yang diduduki Chiyojo. setelah membungkuk, para pelayan melangkah keluar meninggalkan ruangan.
Chiyojo mengambil sumpit dan mulai mencicipi menu makanan satu persatu. kelihatannya wanita itu menikmati karena lidahnya tak berhenti berdecap. ditengah asyiknya ia menyantap hidangan, seorang wanita berseragam Miko muncul membawa sebuah surat bersampul.
"Siapa yang memasak hidangan ini?" tanya Chiyojo tiba-tiba. pendeta wanita itu terdiam ditempatnya. "Aku tak pernah merasai hidangan ini sebelumnya."
wanita itu membungkuk sambil menyerahkan surat. ia menjawab pertanyaan pimpinannya. "Seorang wanita datang meminta pekerjaan. dia yang memasak hidangan untuk Nyonya."
"Meminta pekerjaan?" gumamnya langsung diliputi kecurigaan tinggi. ditatapinya pendeta Miko itu. "Hadapkan perempuan itu kesini!" titahnya dengan nada dingin sambil meraih surat yang diserahkan pendeta itu.
wanita cenayang itu membungkuk lalu mundur dan meninggalkan ruangan. Chiyojo membuka surat itu dan membaca isinya. tak berapa lama, pengurus dapur muncul bersama Takiyasha yang terlihat sangat gugup.
meskipun gugup ditatapi oleh Chiyojo, gadis itu tetap membungkuk memberikan salamnya. "Saya, Taki, memberikan hormat pada Nyonya." katanya dengan suara gemetar.
Chiyojo tetap mengamati gadis itu dari ujung rambut hingga kaki seakan menelanjanginya. Takiyasha merasa benar-benar tak mampu menggerakkan tubuhnya. kewibawaan wanita ini memang sangat kuat.
tanpa menegakkan wajah, gadis itu bertanya, "Ada keperluan apa Nyonya memanggil saya?"
"Kau juru masak yang baru?" tanya Chiyojo dengan nada mengintimidasi.
Takiyasha mengangguk-angguk cepat tanpa suara. Chiyojo menghela napasnya namun tetap memperhatikan Takiyasha.
"Kau yang memasak semua hidangan ini?" tanya Chiyojo.
Takiyasha berupaya menguasai dirinya. perlahan gadis itu berlutut dan berkata, "Jika ada dalam pelayanan saya menimbulkan kesan tidak baik bagi anda, saya memohon maaf Nyonya."
"Masakanmu enak." puji Chiyojo dibarengi senyum datar.
Takiyasha sejenak mengangkat wajah kemudian menunduk lagi dan membungkuk lebih dalam. "Terima kasih Nyonya."
"Kau berasal dari mana Taki?" tanya Chiyojo sambil terus mencomot hidangan dengan sumpit dan membawanya ke mulutnya.
"Saya berasal dari Ezo." ujar Takiyasha berdusta. "Dulunya saya dipekerjakan oleh seorang pedagang di Shinano. namun, saya melarikan diri." ujarnya mulai terbata-bata.
"Kenapa kau melarikan diri? kau mencuri ya?" tuduh Chiyojo seraya mencondongkan tubuhnya ke depan.
"Saya selalu digoda oleh putra majikan." jawab Takiyasha membumbui dustanya. "Saya berhasil melukainya dengan pisau dan melarikan diri hingga tiba di desa ini."
tiba-tiba Takiyasha berlutut. "Saya tidak punya keahlian apapun, kecuali memasak. saya butuh kerja agar bisa makan dan mengumpulkan uang. saya bersyukur pihak kuil memperbolehkan saya kerja disini."
makin terkejut Chiyojo melihat Takiyasha menyeret lututnya mendekati Chiyojo dan menghiba, "Nyonya, jangan pecat saya Nyonya. saya butuh uang." hibanya seraya menjatuhkan dua jalur air bening yang mengalir di mata dan membasahi pipinya.
Chiyojo mengulurkan tangan membelai kepala Takiyasha. "Kau mempertahankan kehormatanmu. bekerjalah disini." kata wanita itu mengabulkan permintaan gadis itu.
Takiyasha langsung bersujud. "Terima kasih Nyonya."
gadis bangun dari sujudnya ketika diperkenankan oleh Chiyojo meninggalkan ruangan. gadis itu lalu melangkah tertatih. namun kemudian langkahnya kembali tertahan ketika mendengar panggilan terhadapnya. gadis itu berbalik. Chiyojo menatapinya dengan teduh.
"Kau ingin menjadi seorang Miko, Taki?" pancing Chiyojo.
Takiyasha membungkuk, "Saya tidak punya niat memilih jalan kependetaan, Nyonya. saya ingin menjalani hidup biasa. mohon dimaafkan, Nyonya. "
Chiyojo tertawa pelan dan menyuruh Takiyasha meninggalkan ruangan. sepeninggal Takiyasha, wanita itu membaca lagi surat lebih seksama kemudian menggumam
"Kazama? menarik... sangat menarik." gumamnya sambil tersenyum.
...***...
Hojo Shinkuro melangkah pelan menyusuri jalanan menuju kuil Shontoku Ninomiya ketika Kotaro menampakkan diri dihadapannya. Shinkuro tidak bergeming seakan tak terkesan dengan kecakapan Kotaro. meskipun terlihat kuyu dan lemas, namun dirinya memancarkan aura ketenangan yang luar biasa.
"Aku mendapat keterangan dari samurai Nekomata yang mengatakan wilayah kita disusupi oleh orang-orang dari Mikawa. kemungkinannya, mereka hendak menguak kebenaran tentang ordo rahasia yang dipegang oleh keluarga Hojo. tutur pemuda itu sambil terus melangkah.
Kotaro menjajari langkah bangsawan muda itu. sangat kontras penampilan antara keduanya. Shinkuro batuk-batuk sejenak lalu menghela napas. ia berhenti dan membalikkan tubuhnya kearah Kotaro.
"Benarkah kau bisa bergerak secepat angin?" tanya Shinkuro dengan penasaran.
"Saya hanya mengandalkan kecakapan berpindah tempat saja." jawab Kotaro datar.
Shinkuro mengangguk lalu melangkah lagi sambil terus bicara. "Aku ingin keluarga Hojo memiliki pasukan tak tertandingi. kau sudah memobilisasi orang-orangmu?"
"Benar tuanku. kami menjuluki diri kami, siluman angin." jawab Kotaro.
"Fuma (siluman angin).... nama yang bagus." puji Shinkuro. "Bagaimana kalau Fuma-Itto?"
"Saya merasa terhormat menggunakan nama itu untuk pasukan saya." kata Kotaro sambil membungkuk.
"Bagus..." kata Shinkuro dengan senyum puas. "Pergilah... biarkan aku berdoa."
Kotaro mengangguk dan menghilang dari tempat itu. sedangkan Hojo Shinkuro telah berdiri didepan gerbang kuil.
...ooOOoo...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 142 Episodes
Comments