Akupun membuka mataku perlahan, hal yang pertama kulihat adalah poster film kesukaanku dan lemari buku yang penuh dengan novel-novel klasik.
“Dimana aku? Bukannya aku berada di depan mini market? Apa yang terjadi?”
Di pojok ruangan ada meja yang di atasnya terdapat monitor dan portable computer. Ah, aku mengenali computer itu. Itu adalah computer dengan keyboard RGB yang baru kubeli beberapa bulan kebelakang.
Aku ada di rumah!
“Aku… Aku… Aku selamat? Hahahahahahaha!” Aku tersenyum lebar kemudian tertawa bahagia.
Kriet…
Terdengar suara engsel pintu yang berbunyi. Engsel itu sudah rapuh dan harus segera diganti. Aku sering menyuruh Mas Rohmat untuk menggantinya tapi dia selalu lupa. Dia itu pikun, padahal dia masih bujangan.
“Dirga, kau sudah siuman? Ibu sangat khawatir Nak..” Sosok wanita itu segera berlari ke arahku dan memelukku dengan erat.
Apa ibu mendengar suara tertawaku tadi? Uh, aku harap tidak. Jika iya, itu sangat memalukan.
Pelukan ibu semakin erat. Sepertinya dia sangat menghawatirkanku. Aku pun tersenyum dan membalas pelukan Ibu.
Dia adalah ibuku, Rani Wijaya. Dia ibu yang sangat baik, walaupun dia sibuk, dia selalu menyempatkan waktu untuk anaknya. Apapun yang kuinginkan selalu dikabulkan oleh ibuku. Tidak seperti ayahku, Beni Wijaya. Dia tidak memanjakanku, aku diberikan uang saku hanya sebesar Rp 50.000 setiap minggunya. Dan uang itu habis di tangan Chika.
“Aku tidak apa-apa, Ibu tidak perlu khawatir..” Aku memeluk erat ibuku.
“Tidak apa-apa bagaimana? Kau membuat ibumu syok Dirga!” Terdengar seseorang berbicara dan masuk ke dalam kamarku.
Chika? Rupanya dia ikut ke sini.
“Saat di kantor, Ibu menerima telepon darimu. Akan tetapi, yang berbicara ternyata temanmu. Dia bilang Dirga tiba-tiba pingsan, jadi ibu segera pulang ke rumah dengan khawatir. Terimakasih Nak Chika, sudah menjaga Dirga dengan baik.”
Chika mengangguk dan tersenyum lebar.
Ah, aku harus melupakan uangku yang habis oleh Chika sepertinya. Dia sudah menjagaku saat aku pingsan.
“Untuk malam ini Chika menginap di sini saja. Sudah malam, biar saya yang menelepon orangtuamu.” Ucap Ibuku sambil mengeluarkan smartphonenya.
“Sebenarnya aku tidak punya orang tua, hehehe. Ayah dan ibuku meninggal dua tahun yang lalu dan sekarang aku tinggal bersama kakakku.” Ucap Chika sambil menggaruk-garuk kepalanya.
“Ah, maafkan saya Nak Chika…”
Chika menggeleng.
“Tak apa, hehehe…” Seperti biasa Chika tersenyum lebar. Dia sebenarnya cantik jika tersenyum seperti itu. Namun, kecantikannya hilang karena sifatnya yang hiperaktif.
“Dirga istirahat saja ya, Ibu akan mengantarkan Chika ke kamarnya dan menelepon kakaknya.”
Aku mengangguk. Ibu dan Chika pun melangkahkan kaki keluar dari kamarku.
Blam.
Orangtua Chika ya? Mereka meninggal dua tahun yang lalu…
Sepertinya aku merasakan déjà vu. Apa aku pernah bertemu dengan Chika sebelum masuk SMA? Rasanya familiar sekali setelah mendengar orangtua Chika yang meninggal.
“Ah, sudahlah, mungkin hanya perasaanku saja…” Aku segera menarik selimut dan memejamkan mata.
…
Tok…Tok…Tok…..
“Hm? Siapa yang mengetuk-ngetuk pintuku?” Aku bertanya-tanya dalam hati.
Aku melihat jam yang menempel di dinding kamarku, masih jam 2 pagi. Apa Chika kebingungan mencari toilet jadi dia membangunkanku? Tunggu, di kamar khusus tamu sudah ada toiletnya. Jadi tidak mungkin itu Chika. Lalu siapa yang mengetuk-ngetuk pintu di luar?
Aku bangun dari ranjangku dan berjalan menuju pintu kamar.
Krieet…
Perlahan kubuka pintuku, tidak ada siapa-siapa. Mana mungkin itu hantu. Ini pasti hanya ulah Chika yang berusaha menjahiliku. Dia sering kali membuat prank di kelas. Bahkan Pak Koko pernah dia prank. Akhirnya dia dibawa keruang BK dan Chika diskors tiga hari. Sungguh perbuatan yang konyol sekali.
“Hm apa ini?”
Aku menemukan secarik kertas di lantai tepat di depan pintu kamarku. Aku mengambilnya dan langsung membuangnya ke tempat sampah.
“Tch, palingan hanya kertas yang berisi terror dari Chika untuk menjalani aksi jahilnya.”
Clek!
Aku mengunci pintu kamarku. Aku tidak ingin Chika menjahiliku saat aku tidur.
“Apa kawan-kawan perkemahan baik-baik saja ya? Ah, sekarang aku hanya bisa berdoa untuk keselamatan mereka.” Ucapku sambil menaiki ranjang.
Aku perlahan menutup mataku dan kembali tidur.
…
Kriiing! Kriiing!
Alarmku berdering dengan keras. Aku yang sudah berada di alam mimpi seperti ditarik paksa untuk kembali ke dunia nyata.
“Jam 07:00... Ah, ini sudah pagi. Sepertinya tidak akan ada hal buruk yang terjadi padaku. Akhirnya aku bisa bebas dari beban itu.” Aku tersenyum tipis.
Tok..Tok…Tok…!
“Dirga ayo banguuun..!”
Terdengar suara seorang perempuan di sebrang pintu kamarku. Sepertinya bebanku belum terangkat sepenuhnya, masih ada Chika di sini. Jika dia tidak pulang hari ini, aku tidak akan bisa beristirahat dengan tenang. Dia pasti akan mengangguku seharian ini.
“Iya..Iya..! Aku bangun..!” Ucapku sambil membukakan pintu.
Chika tersenyum lebar, sepertinya dia sudah mandi. Aku dapat mencium rambutnya yang wangi. Sepertinya ibuku memberikannya sampo yang baru dibelinya dua minggu yang lalu di Paris. Orangtuaku selalu pergi ke luar negeri setiap satu bulan sekali, urusan bisnis katanya. Ya, wajar saja sih, Wijaya Corp adalah perusahaan terbesar di Indonesia. Walaupun perusahaan kami adalah yang terbesar di Indonesia, kami tetap hidup dengan sederhana. Bahkan bahan masakan kami saja bukan berasal dari supermarket, namun dari pasar tradisional.
Selain tercium aroma sampo yang digunakan Chika. Aku juga bisa mencium bau masakan yang lezat dari dapur. Sepertinya Mbok Darmi, juru masak keluarga kami menyediakan menu sarapan layaknya restoran berbintang lima.
“Ayo Dirga! Cepat turun ke dapur! Aku sudah tidak sabar untuk sarapan! Hehe.” Ucap Chika sambil menarik lenganku.
Padahal Chika sedang berada di rumah orang lain, tapi dengan entengnya memaksa tuan rumah untuk segera sarapan. Sepertinya dia tidak tahu malu.
Drap…Drap…
Kami berjalan menuruni anak tangga. Kamarku ada di lantai dua sedangkan dapur dan meja makan ada di lantai satu. Sebenarnya aku tidak menyukai rumah bertingkat, memerlukan banyak tenaga untuk berpindah dari lantai satu ke lantai dua. Apalagi saat pulang sekolah, energiku sudah dikuras habis dengan pelajaran dan sesampainya di rumah aku dipaksa harus menaiki tangga untuk mencapai kamarku. Sungguh menjengkelkan.
“Whoa…”
Di meja makan, aku bisa melihat banyak menu yang siapa pun melihatnya pasti meneteskan air liur. Ada empat piring nasi goreng seafood yang diselimuti omelet hangat bertopping saus tomat, empat gelas susu hangat dan satu teko the panas. Untuk pendamping nasi goreng disediakan beberapa potong ayam goreng yang digoreng kering, dan untuk makanan penutup ada salad sayur dan salad buah.
“Tumben sekali Mbok Darmi memasakan sarapan yang lezat seperti ini. Biasanya hanya roti dengan selai atau telor ceplok saja. Hahaha.” Ucapku sambil duduk di kursi.
Mbok Darmi menggaruk-garuk kepalanya.
“Anu, sebenarnya yang memasak menu sarapan ini bukan saya. Tapi Neng Chika.”
Aku terkejut. Aku tidak menyangka Chika ternyata jago memasak. Kukira dia hanyalah gadis menjengkelkan yang tidak berguna.
“Ah, terimakasih banyak ya Chika, saya tidak menyangka Dirga mempunyai teman yang jago memasak seperti ini. Dirga, sering-seringlah ajak Chika main ke sini, agar kita bisa makan enak terus hahahha…” Ucap Ayahku yang menuruni anak tangga bersama Ibuku.
“Ayah? Kapan ayah pulang? Bukannya ayah semalam ada di kantor?”
Ayahku mengusap wajahnya.
“Ayah sebenarnya ada pekerjaan penting di kantor. Tapi setelah mendengar kabar tentang kau yang tiba-tiba pingsan. Ayah jadi khawatir dan berusaha segera pulang ke rumah. Tapi, sesampainya di rumah kau sudah tertidur lelap. Ah, kau ini lemah sekali Dirga! Masa berjalan dua jam saja kau sudah tumbang? Bahkan fisik Chika jauh lebih kuat darimu!” Ucap Ayah yang tiba-tiba menjadi tegas.
Aku dibuat kebingungan olehnya. Ayah bilang dia khawatir, tapi beberapa detik kemudian dia mulai mengomeliku. Bagaimana sih?
“Sudahlah sayang, jangan merusak suasana indah di pagi hari ini. Ayo, sekarang kita nikmati dulu sarapannya. Nampaknya semua menu ini sangat lezat.” Ucap Ibu sambil duduk di kursi meja makan.
Nyam~ Nyam~
Aku makan dengan lahap. Begitu pun ibu dan ayah, mereka begitu menikmati menu sarapan pagi ini. Aku bisa merasakan nasi goreng yang enak yang bercampur potongan udang dan cumi. Ah, aku juga bisa merasakan kacang polong. Omeletnya dimasak dengan setengah matang. Omeletnya langsung meleleh saat dimasukan kedalam mulutku. Sepertinya jika Chika mengikuti lomba memasak, dia akan menang.
“Hmm~ Chika, masakanmu enak sekali! Apa kau pernah mengikuti les memasak?” Tanya ibuku sambil terus mengunyah makanannya.
Chika tersenyum lebar.
“Ehehe terimakasih, saya tidak pernah mengikuti les memasak. Ibu selalu mengajarkan saya cara memasak semenjak saya SD. Jadi saya sudah terbiasa memasak.”
Ayah melihat jam di pergelangan tangannya. Ekspresinya tiba-tiba berubah.
“Haduh, jika saja kita sarapan lebih awal. Mungkin masakan bintang lima ini masih bisa kunikmati.” Ucap Ayah sambil berdiri dan membenarkan dasi yang ia kenakan.
“Ah iya, Ibu dan Ayah harus berangkat kerja. Dirga, jika Chika belum mau pulang hari ini kau ajak jalan-jalan saja ya.” Ucap Ibu sambil bergegas pergi.
Aku mengangguk. Jalan-jalan berduaan bersama perempuan ya? Sepertinya baru kali ini aku melakukan hal itu.
“Aku ingin pergi ke suatu tempat. Sudah lama aku tidak mengunjungi tempat itu.” Ucap Chika sambil memainkan rambut panjangnya.
“Mas Rohmat siap mengantarmu. Tapi, kemana kau ingin pergi Chika?”
“Tempat pemakaman umum di dekat sekolah….”
Brak!
Aku menutup pintu mobil dengan jengkel. Mau apa Chika berkunjung ke tempat seperti ini? Apa dia ingin berziarah ke makam orangtuanya yang meninggal dua tahun lalu?
Chika berlari-lari kecil sambil bersenandung. Bunga yang dibelinya tadi ia pegang erat. Aku tidak mengerti, biasanya orang yang pergi ke pemakan untuk mengunjungi kerabatnya yang sudah tiada selalu merasa sedih karena kehilangan. Tapi, Chika berbeda. Dia tampak bahagia.
“Dia memang gadis yang aneh..” Ucapku pelan.
Angin berhembus pelan, membuat daun yang kering berjatuhan dari pohon beringin yang berada di tengah makam. Chika duduk di dekat dua kuburan yang sudah ditumbuhi beberapa rumput kecil di atasnya.
“Mama.. Papa… Aku membawa orang yang telah menyelamatkan kita.” Ucap Chika sambil mencabuti rumput kecil.
Orang yang menyelamatkan mereka? Maksudnya siapa? Jangan-jangan…
“Ya Dirga, orang yang telah menyelamatkan keluargaku adalah dirimu. Mungkin kau tidak ingat, tapi kaulah orang yang peduli dengan kecelakaan dua tahun lalu. Kecelakaan misterius di dekat rumahmu.” Chika tersenyum lembut kearahku.
Aku mulai ingat kejadian itu. Ya, pada saat itu aku ada di tempat kecelakaan itu terjadi. Orang-orang yang berada di sana hanya sibuk memotret dan live stream tentang kecelakaan itu. Walaupun orang yang ada di dalam mobil itu mungkin saja sudah meninggal, tidak ada seorang pun yang berusaha menelepon polisi atau ambulans.
Aku yang berada di TKP langsung menelepon polisi dan ambulans. Aku ikut ke rumah sakit untuk memastikan korban kecelakaan itu masih bisa diselamatkan atau tidak. Tapi sayang sekali kedua korban tidak bisa diselamatkan. Ada dua gadis yang histeris mendengar hal itu, yang satu menaiki kursi roda, dan yang satu lagi memeluk erat boneka pandanya. Merasa kasihan, aku berusaha menghibur mereka dan menyuruh ibuku untuk memberikan uang untuk mereka berdua. Mereka ditinggalkan oleh orangtua mereka. Mereka pasti butuh uang. Tidak kusangka, gadis yang memegang boneka panda itu adalah Chika.
“Terimakasih ya Dirga, aku selalu ingin mengucapkan terimakasih kepadamu. Tapi, setiap aku mendekatimu, kau selalu menjauh. Ya mungkin karena sifatku yang menjengkelkan sepertinya hahaha…”
“Tapi aku bersyukur. Aku sangat bersyukur bisa mengucapkan terimakasih dan membawamu ke tempat orang tuaku sekarang. Terimakasih…” Chika mulai menitikan air matanya.
Aku merasa iba dan mulai menggenggam tangan Chika dengan erat. Dia memang menjengkelkan dan aku ingin sekali memukulnya. Tapi ternyata dia gadis yang kuat. Dia bisa bertahan hidup bersama kakaknya yang tidak bisa berjalan.
“Sama-sama Chika, mungkin ini sudah menjadi kebiasaanku sejak kecil. Aku selalu ingin menolong orang yang membutuhkan pertolongan haha. Tak usah menangis ya.” Ucapku berusaha menghiburnya.
Chika mengangguk dan segera mengusao air matanya.
Jadi Chika, apa ada perkembangan tentang kasus kecelakaan kedua orangtuamu?”
Chika menggeleng.
“Belum, pembunuhnya masih belum ditemukan. Aku mendengar polisi akan menutup kasus ini karena mustahil untuk menemukan pelaku.”
Aku menghela nafas. Kecelakaan itu benar-benar misterius. Biasanya kecelakaan mobil disebabkan oleh kesalahan teknis atau supir yang mengantuk. Tapi, untuk kecelakaan yang menimpa orangtua Chika sangat berbeda. Terdapat peluru yang bersarang di kepala korban. Yang berarti, penyebab kecelakaan tersebut adalah pembunuhan. Insiden kecelakaan misterius itu oleh warga internet disebut dengan Highway Murder Mysteries.
“Apa kau sudah membujuk rekan kerja ayahmu? Bukankah ayahmu polisi? Teman-teman kerjanya pasti memperjuangkan agar kasus ini tidak ditutup.”
Chika kembali menggelengkan kepalanya.
“Sudah, tapi nihil. Rekan kerja Papa seperti tidak peduli akan insiden yang menimpa kedua orangtuaku.” Ucap Chika dengan nada datar.
Aku kembali menghela nafas.
“Sudah-sudah jangan sedih ya. Aku akan mentraktirmu makan es krim di taman kota hari ini.” Aku berusaha membujuknya.
“Wah benarkah? Janji ya!” Chika tersenyum lebar.
Aku mengangguk dan tersenyum kearah Chika.
…
Burung-burung berterbangan di bawah langit senja. Aku menghabiskan hari ini seharian bersama Chika. Sepertinya, Chika tidak seburuk yang kukira.
Slurp…Slurp…..
Chika terus menjilati es krimnya yang perlahan mencair.
“Kau suka es krimnya Chika?”
Chika mengangguk dan tersenyum lebar.
“Iya! Aku sangat suka es krim ini! Es krim taman kota ini memang lezat! Tidak heran banyak orang yang membicarakannya!” Chika kembali menjilati es krimnya.
“Aku setuju denganmu. Sudah enak, murah lagi. Satu cone es krim hanya lima ribu rupiah dan bebas memilih topping, tidak ada lagi es krim yang seperti ini ditempat lain.”
Slurp…slurp….
“Harganya murah bukan? Kalau begitu, apa aku boleh menambah satu cone es krim lagi?” Chika bertanya penuh harap.
Aku mengangguk memperbolehkan Chika menambah es krim lagi. Toh, aku tidak akan rugi banyak. Es krim disini tidak mahal.
“Yaay! Terimakasih Dirga!” Chika berlari meninggalkanku. Dia tampak sangat bahagia.
“Dasar, padahal es krim yang di tangannya saja belum habis.” Ucapku pelan.
Pip~
Aku segera membuka smartphoneku setelah mendengar notifikasi. Ada satu e-mail dari ibuku. Ah tumben sekali Ibuku mengirim e-mail, sepertinya ada hal penting.
Tanpa berlama-lama aku langsung membuka e-mail yang dikirimkan oleh ibuku. Disana hanya ada link website berita. Sepertinya ibu ingin menunjukan sebuah berita yang penting. Mungkin perusahaan kami tiba-tiba mempunyai rival yang kuat dan diberitakan.
Pip~
Aku membuka link website yang diberikan ibuku.
“Pembunuhan masal…. di perkemahan….?” Aku menelan ludahku secara paksa setelah melihat judul artikel berita tersebut.
“Dirga….”
”Dirga, teman-teman.. M-mereka..” Chika kembali dengan membawa cone es krim yang baru sambil menangis. Dia menunjukan smartphonenya yang berisi artikel tentang pembunuhan di perkemahan.
Aku segera menggenggam tangannya dan menariknya.
“Kita harus segera pulang Chika.” Ucapku serius.
Elizabeth mulai beraksi, aku tidak tahu dia akan mengincarku dan Chika atau tidak. Namun, untuk saat ini lebih baik berlindung di rumah masing-masing. Aku dan Chika harus bertahan. Kami harus hidup dan menjalani hari-hari dengan normal!
Aku dan Chika berjalan menuju mobil dengan cepat.
“Mas Rohmat! Ayo pergi ke rumah Chika!”
Sementara itu Chika terus menjilati eskrimnya sambil menangis
…
Bruk.
Aku merebahkan badanku di kasur dan menarik selimutku. Setelah membaca berita itu, seketika kepalaku terngiang-ngiang oleh ucapan Elizabeth.
“Kau tidak bisa lari dari takdirmu Dirga.”
Aku menggigit bibirku. Aku tidak ingin melihat orang itu lagi. Aku tidak ingin menanggung beban yang berat lagi. Aku hanya ingin hidup dengan tenang. Menjalani hari-hari seperti remaja biasa.
Pip~
Aku membuka smartphoneku. Ah, ternyata Chika mengirimiku pesan.
Dirga, terimakasih ya, untuk hari ini. Aku merasa sangat senang walaupun tadi tiba-tiba moodku hancur oleh berita itu. Aku tidak menyangka teman-teman bisa meninggal dengan cara yang mengenaskan seperti itu. Mungkin, jika saja aku tidak ikut pulang denganmu kemarin, aku bisa menjadi korban juga ya hahaha..
Aku segera membalas pesan Chika.
Chika, aku harap kau berjaga-jaga ya. Jangan sendirian di rumah. Dan jangan dulu melakukan prank seperti yang kau lakukan kemarin malam!
Pip~
Apa? Prank semalam? Aku tidak melakukan hal-hal jahil kok. Setelah diantar ke kamar oleh Ibumu aku langsung tertidur lelap. Energiku terkuras habis saat di perjalanan. Jangan menuduhku sembarangan ya!
Eh? Bagaimana bisa? Kalau bukan Chika pelakunya lalu siapa?
“Ja-jangan-jangan….”
Aku segera bangun dari tempat tidurku dan berlari menuju tong sampah. Jantungku berdegup dengan cepat.
“Kertas itu! Aku harus mencari kertas itu!” Ucapku sambil mengacak-acak tong sampah.
“Ah! Ketemu!”
Aku segera mengambil kertas itu dari tong sampah. Aku harap tidak ada hal buruk yang akan menimpaku. Aku tidak ingin semua kejadian buruk itu terulang!
“Repleti sunt ira et dolore”
“Hwaaaaah….!!!”
Aku langsung melempar kertas itu. Jantungku berdegup dengan sangat kencang seperti akan keluar dari tempatnya. Tanganku bergetar dengan hebat. Keringat dingin membasahi pelipisku. kejadian itu akan terulang lagi!
“Elizabeth sialan! Argghh!”
Brukk!
Aku menendang tong sampah sekuat tenagaku. Sampah-sampah yang rata-rata berisi kertas dan plastik berhamburan keluar. Aku tidak peduli kamarku berantakan apa tidak. Hatiku benar-benar sangat kacau sekarang.
Kring~ Kring~
Smartphoneku berdering.
“Halo Bu?”
“D-Dirga! Bersembunyilah! Cari tempat aman! Jika Ibu menghilang tolong jangan cari Ibu! I-Ibu tahu kau pasti bisa melewati semua ini. Jangan pernah kehilangan harapan Dirga!”
Pip~
Panggilan itu berakhir. Aku tidak menyadari air mata sudah keluar dengan deras dari mataku. Sialan! Kenapa semua ini kembali terjadi? Dan kenapa keluargaku harus ikut menjadi korban? Sebenarnya apa itu rhythm 0? Sebenarnya apa tujuan Elizabeth?
“Arrrghhh….!!!” Aku berteriak sekuat tenaga.
“Sial! Sial! Sialan!” Aku membuka pintu kamar dan segera berlari ke dapur. Setidaknya aku harus memperingatkan Mbok Darmi dan Mas Rohmat untuk mencari tempat aman dan bersembunyi sebelum hal buruk menimpa mereka.
“Mbok Darmi! Mas Rohmat! Kalian harus segera bersembunyi dan mencari tempat aman! Karena a-“ Kata-kataku terputus setelah melihat pemandangan yang buruk.
Mbok Darmi, badannya dipenuhi dengan darah. Matanya terbuka lebar, dan air matanya masih mengalir basah. Pisau dapur berukuran besar tertancap di perutnya.
“Karena ada apa Dirga? Hehehe…” Ucap Mas Rohmat sambil mencabut pisau dari perut Mbok Darmi.
Jangan-jangan yang mengetuk pintu dan menaruh kertas di depan kamar adalah Mas Rohmat?
“Sialan! Kemarin polisi. Sekarang Mas Rohmat? Lalu siapa nanti siapa lagi yang akan bersekutu dengan Elizabeth?”
“Siaaaal!!” Aku berteriak sambil menaiki tangga.
Brakk!
Clek!
Aku membanting pintu kamarku dan segera menguncinya. Aku harus kabur dari rumah ini sekarang juga!
“Dirga..? Apa kau didalam? Izinkan Mas Rohmat masuk dong…”
Cleb! Cleb! Cleb!
Mas Rohmat menusuk-nusuk pintu kamarku dengan pisau dapurnya. Sialan! Jika aku tidak segera keluar dari sini, aku bisa mati dicincang oleh Mas Rohmat! Berpikir Dirga! Berpikir! Gunakan Otakmu!
Mataku segera menyapu semua sudut kamar. Kamarku ada di lantai kedua. Jika aku langsung melompat, dapat dipastikan aku akan patah tulang kemudian mati dibunuh oleh Mas Rohmat.
Ada empat jendela dikamarku. Masing-masing jendela memiliki dua gorden yang panjang. Jika aku menggabungkan semua gorden itu dengan cara diikat. Kemudian gorden yang sudah diikat itu aku ikat kuat ke kaki ranjang kamarku, mungkin aku bisa keluar dari jendela dengan aman!
Cleb! Cleb! Cleb!
“Ayolah Dirga! Biarkan mas masuk!”
Aku menggigit bibirku dan segera menarik gorden gorden yang ada di kamarku.
Aku harus bergerak dengan cepat! Jika tidak aku akan mati! Aku harus selamat!
Aku segera mengikat semua gorden kamarku membentuk tali yang panjang kemudian mengikatnya ke kaki ranjang kamarku.
Brak!
Aku membuka jendela kamarku dan segera melemparkan tali dari gorden kamar yang sudah kubuat. Aku memegang erat tali gorden itu dan turun perlahan.
“Ugh, aku tidak pernah mengikuti kegiatan outdoor seperti pramuka. Semoga saja aku bisa menuruni tali ini dengan aman.”
Brak!!
Tiba-tiba terdengar suara pintu kamar yang terbuka. Sepertinya Mas Rohmat mendobraknya.
“Dirga! Mau kemana kau?” Mas Rohmat tiba-tiba muncul dari jendela.
“Sialan!!”
Tanganku secara refleks melepaskan tali gorden setelah melihat Mas Rohmat. Tubuhku seketika melayang-layang di udara selama beberapa detik. Dapat dipastikan, seratus persen tubuhku akan menghantam tanah dengan kuat. Dengan cepat aku memegangi kepala belakangku, setidaknya ini akan melindungi otakku dari benturan.
Bruk!
Tubuhku menghantam tanah. Punggungku terasa sangat sakit. Mataku seperti berputar dan penglihatanku menjadi sedikit memudar. Tapi aku beryukur, sepertinya aku tidak mengalami patah tulang atau cidera serius dari benturan tadi.
“Dirga! Tunggu disana! Mas Rohmat akan menyusulmu!” Ucap Mas Rohmat sambil berlari.
Aku mengepalkan tanganku dengan kuat dan berusaha bangkit. Jika tidak segera bergerak, dapat dipastikan hidupku akan berakhir di tangan Mas Rohmat dan aku akan kembali lagi ke bus sialan itu.
Haaarghh!!
Aku berhasil memaksakan tubuhku untuk bangkit.
Drap…drap..drap…!
Aku berlari dengan sekuat tenaga sambil membuka smartphoneku. Aku harus menghubungi Chika sekarang juga!
Kriing~ Kring~
“Ayolah Chika! Angat teleponnya!” Ucapku dalam hati.
Kriiing~ Pip~
“Halo Chika! Kau dengar, seka-“
“Dirga! Tolong aku! Kyaaa!” Terdengar teriakan Chika dari smartphoneku.
“Chika! Chika! Kau kenapa?”
“Oh ternyata ini Dirga ya? Jangan harap kau bisa lari dari takdirmu Dirga….”
“Repleti sunt ira et dolore”
Terdengar kata yang tidak kuinginkan dari ujung telepon.
“Elizabeth! Dia sudah ada di rumah Chika! Sialan, mengapa semua menjadi kacau balau seperti ini?” Ucapku sambil mempercepat langkah kakiku. Aku harus bisa menyelamatkan Chika!
“Chika bertahanlah…!!”
…
Haah..Haaah…
Aku kehabisan napas, kakiku terasa akan lumpuh, energiku benar-benar terkuras habis. Tapi aku tidak mempedulikan itu. Aku terlambat, rasa putus asa sudah menguasai hati dan pikiranku. Rumah Chika, sudah dilahap habis oleh Si jago merah.
“Tolooong..! toloooong….!”
Aku sudah berulangkali berteriak meminta tolong. Namun, tidak ada seorang pun yang datang untuk membantu. Ini sangat tidak masuk akal, ada rumah terbakar di sebuah kompleks yang cukup ramai, namun tidak ada satu pun orang yang keluar rumah. Sebenarnya apa yang terjadi?
Arrrgghhhh….!
Aku berteriak sekeras mungkin, berharap ada seseorang yang merespon teriakanku. Namun, yang datang bukannya orang yang akan membantuku, tapi seseorang yang memakai jubah hitam dan topeng gas. Ya, dia adalah..
“Elizabeth..” Ucapku perlahan sambil menatap benci sosok itu.
Elizabeth mulai berjalan mendekatiku. Tiba-tiba beberapa orang muncul dari tempat yang tidak aku ketahui. Mereka menggunakan pakaian yang sama dengan Elizabeth. Tunggu, sebenarnya yang mana Elizabeth yang asli?
Jubah hitam dan topeng gas. Mereka semua terlihat sama. Apa hidupku akan berakhir di sini? Apa aku harus kembali ke bus sialan itu lagi? Apa aku harus kembali ke hutan neraka gila itu lagi?
“Tim Alpha telah berhasil menemukan target. Target siap di eliminasi” Ucap salah seorang yang berpakaian mirip dengan Elizabeth.
Apa Tim Alpha? Jadi organisasi ini memliki banyak tim algojo mengerikan? Sialan, mereka jauh lebih kuat dari yang kukira.
Crek!
Orang-orang yang ada di hadapanku mulai mengeluarkan senjata api dan mengokangnya. Sebenarnya seberapa mengerikan organisasi yang Elizabeth maksud?
Glek~
Aku menelan ludahku dengan paksa. Moncong pistol mulai terarah ke kepalaku. Aku pun menutup mataku, sepertinya aku akan berakhir di sini.
“Oh Tuhan, tolong, biarkan aku tenang setelah mati terbunuh orang-orang ini. Jangan buat diriku kembali ke waktu sebelumnya. Aku sama sekali tidak menginginkan kehidupan dan kekuatan yang gila ini…” Aku berdoa dengan lirih.
Dor! Dor! Dor! Dor!
Suara tembakan pistol terdengar nyaring berusaha memecah gendang telingaku, aku menutup mataku dan menarik napas panjang. Aku sudah seperti mangsa yang dikepung oleh predator. Aku pasrah dengan apapun yang akan terjadi pada diriku ini.
Lama aku menutup mataku, tapi peluru itu tak kunjung sampai juga. Sebenarnya apa yang terjadi? Kubuka sebelah mataku, orang-orang yang berakaian seperti Elizabeth mulai tumbang satu persatu. Peluru bersarang permanen di kepala mereka, membuat nyawa mereka hilang seketika.
“Melapor kepada pangkalan 2 kota Surya! Kami diserang! Tim alpha tinggal tersisa tiga orang! Kami membutuhkan ban-“
Dor!
Sebelum menyelesaikan laporannya. Orang itu segera mati ditembak oleh seseorang yang entah berada dimana.
“Lari! Ayo kita lari dari sini!”
Dor!
Dor!
Kelompok yang disebut tim alpha habis dibantai. Tengkorak kepala mereka hancur ditembus oleh peluru.
Aku terpaku melihat semua kejadian ini. Apa yang sebenarnya terjadi? Mengapa tim alpha tiba tiba habis terbantai?
Drap…Drap…Drap….
Aku mendengar banyak langkah kaki yang mendekatiku. Seketika aku menoleh ke arah suara itu. Aku melihat banyak pria berbaju taktis lengkap dengan persediaan militer lainnya seperti senjata laras panjang dan beberapa granat.
“Target berhasil diselamatkan! Kami akan segera membawa target ke markas!” Teriak seseorang kepada walkie talkie yang digenggamnya.
Drap…Drap…Drap…
Salah satu pria mendekatiku, dia membuka helmnya dan mengulurkan tangannya kepadaku. Rambutnya yang mulai memutih tak memberikan kesan lemah pada badannya yang masih tegap dan kekar. Pria itu tersenyum padaku, dengan senyuman yang terasa sangat familiar.
“K-kalau tidak salah, apakah Anda ayahnya Bagas?”
Orang itu mengangguk mantap.
“Kami datang ke sini untuk menyelamatkanmu Nak Dirga. Dan jangan khawatir, Chika aman bersama kami, sebelum organisasi sialan itu berhasil meneror dan membunuhnya, kami lebih dulu berhasil mengamankannya.”
“Benarkah?” Aku membalas uluran tangan orang itu.
Chika selamat, dan ini semua berkat Pak Riki, ayahnya Bagas. Dia bekerja di kepolisian, sebenarnya dalam beberapa tahun lagi dia akan pensiun, namun dia tetap aktif dan selalu menegakan hukum. Di zaman ini, jarang sekali ada orang yang seperti Pak Rizki, sudah jujur, baik, pekerja keras pula.
“Ayo Nak, kita harus segera bergegas ke mobil. Tempat ini sudah tidak aman.”
Aku mengangguk mengiyakan.
…
Di dalam mobil yang penuh dengan pria berbaju taktis, Pak Riki melanjutkan pembicaraan yang sempat tertunda beberapa saat yang lalu.
“Kami juga sempat pergi ke rumahmu, namun kau sudah tidak ada saat kami sampai di sana. Kami hanya menemukan asisten rumahmu, dia sedang menuangkan bensin di dalam rumahmu.”
“Mas Rohmat….” Ucapku pelan.
“Kami berhasil mengamankan asisten rumahmu itu dan mengintrogasinya habis-habisan. Dari intrograsi itu kami dapat mengetahui info yang sangat penting. Yang pertama, kau berhasil kabur dan selamat dari Mas Rohmat dan yang kedua, Mas Rohmat adalah bagian dari organisasi, dia sudah memata-matai keluargamu selama bertahun-tahun.”
“Untuk apa Mas Rohmat melakukan itu?” Tanyaku terkejut.
“Mas Rohmat diberi gaji yang sangat besar oleh organisasi. Jadi dia bersedia melakukan apa saja yang diperintahkan oleh organisasi. Bahkan membunuh dirimu saja Mas Rohmat tidak akan ragu.” Ucap Pak Riki sambil menatap tajam ke arahku.
Aku menelan ludahku secara paksa.
“Saat kau pulang dari perkemahan, Mas Rohmat langsung memberi tahu informasi bahwa kau dan Chika mengundurkan diri dari acara perkemahan itu. Organisasi yang mengetahui hal itu segera bertindak, tujuan mereka adalah menghabisi semua siswa dan guru yang mengikuti kemah.”
“Mereka sepertinya merencanakan sesuatu yang sangat besar dibalik pembunuhan besar-besaran ini. Buktinya, mereka mengerahkan banyak tenaga hanya untuk mengejar kalian. Mereka ingin setiap orang yang mengikuti perkemahan benar-benar terbunuh.”
“Andai saja aku lebih cepat mengetahui hal ini, mungkin anakku akan hidup sampai saat ini..” Pak Riki mengambil napas panjang.
Aku terdiam sejenak. Bagas pasti tidak selamat dari insiden itu. Pak Riki benar-benar orang yang sangat kuat. Walaupun kehilangan anaknya, dia masih terus berusaha tersenyum bahkan menyelaatkanku dan Chika. Aku berhutang banyak kepada Pak Riki untuk saat ini.
“Sebenarnya… yang kita lawan ini siapa? Semengerikan apa organisasi ini?”
Pak Riki terdiam sejenak.
“Mari kita bahas hal ini di markas, tempat ini masih belum aman. Akan kujelaskan semuanya setelah kita sampai di sana.”
Aku menganguk mantap. Aku harus mengetahui apa yang sebenarnya terjadi dan menyelamatkan keluargaku. Lalu, aku harus hidup dengan tenang.
…
“Kita sudah sampai.”
Pak Riki memutarkan setir mobilnya ke arah kiri dan mulai memarkirkan mobilnya. Kami berhenti di depan restoran seafood. Walaupun aku berada di mobil, aku dapat mencium bau masakannya. Ah, baunya sangat menggoda, sepertinya restoran ini diisi oleh juru masak profesional. Tapi kenapa kita ke sini?
Pak Riki membuka pintu mobil.
“Rasa penasaranmu akan terjawab ketika kita sudah di dalam.” Ucap Pak Riki seolah bisa membaca pikiranku.
Aku mengangguk sambil membuka pintu mobil. Aku melangkah mengikuti Pak Riki. Ah, perutku jadi keroncongan karena aroma masakan ini. Lima belas menit saja aku berada di sini, sepertinya aku tidak akan bisa menampung air liurku lagi.
“Ayo masuk…” Pak Riki membuka pintu restoran.
Pelayan berjas rapih berlalu-lalang membawakan pesanan pelanggan. Orang-orang duduk dengan rapih dan sangat elegan. Aku bisa mendengar alunan musik orchestra yang berasal dari pojok restoran.
“Live music? Astaga, restoran ini sepertinya hanya untuk golongan atas saja.” Gumamku pelan.
Pak Riki terus melangkah. Sepertinya tujuan kami adalah dapur.
Drap…Drap…Drap….
Aroma lezat dengan cepat tercium oleh indraku. Ah, sebenarnya apa tujuan Pak Riki membawaku ketempat seperti ini? Tidak mungkin bukan markas yang dimaksud Pak Riki itu di sini?
Pak Riki memberikan hormat kepada semua koki yang ada di dapur. Mengapa dia memberikan hormat? Aku semakin tidak mengerti dengan situasi ini. Dia kemudian berjalan menuju sebuah kulkas raksasa. Dibukanya kulkas itu, dan didalamnya terdapat banyak sekali seafood, daging mentah, dan bumbu-bumbu masak lainnya.
“Sebenarnya tujuan Bapak membawaku ke sini untuk apa? Dimana markas yang bapak maksud?” Aku mulai kehabisan kesabaran.
Pak Riki tersenyum lebar sambil terus memegangi gagang pintu kulkas.
“Kau perhatikan baik-baik ya!”
Pak Riki memiringkan sebuah botol kecap yang ada di kulkas.
Crek!
“Ini bukan botol kecap biasa Dirga, ini tuas rahasia yang membuka pintu menuju markas.”
Gruduk…Gruduk…!!
Rak Kulkas tiba-tiba bergetar dan perlahan turun ke bawah. Ternyata, ada hal tersembunyi dibalik kulkas ini. Tangga rahasia. Sebenarnya markas apa ini? FBI? Atau agen rahasia lainnya?
Pak Riki tersenyum lebar saaat melihat tangga itu
“Ayo kita masuk…” Ucap Pak Riki sambil menuruni tangga.
Aku mengangguk dan mengikuti Pak Riki.
…
Aku terus menuruni tangga mengikuti Pak Riki. Sesampainya di bawah aku melihat banyak tumpukan senjata, kotak amunisi, dan sebuah layar besar. Ruangan ini sering kulihat di film-film aksi bergenre mata-mata. Aku hampir tidak mempercayai akan melihat dan memasuki langsung ruangan seperti ini.
“Ini adalah ruang makan sekaligus ruang konferensi tempat semua berkumpul dan berdiskusi. Kami sering membahas dan merencanakan rencana di sini.” Jelas Pak Riki.
Aku terpaku takjub melihat ruangan ini.
“D-Dirga….!”
Bruggg!!
Seseorang memelukku secara tiba-tiba.
“Dirga! S-Syukurlah kau selamat! Aku kira kau s-sudah mati…” Ucap Chika sambil menangis.
“Ya, aku beruntung sekali bisa selamat. Tapi orangtuaku.. mereka belum jelas kabarnya bagaimana.” Ucapku sambil membalas pelukan Chika.
Hening, tak ada kata yang keluar dari mulut kami. Namun, pelukannya terasa semakin erat, dan juga semakin hangat. Rasanya, dengan berpelukan seperti ini kami bisa saling mengerti dan bertukar derita juga rasa sakit. Rasanya seperti, hati kita terhubung satu sama lain.
“Ehem! Ehem! Anak muda zaman sekarang, memang ya, mereka seenaknya saja dan tidak tahu malu.” Ujar Pak Riki menggoda kami.
Seketika kami melepaskan pelukan kami, suasana terasa begitu canggung.
“Ehem, apa sih Bapak, kami hanya terharu saja karena masih hidup. Bukan karena kami tidak tahu malu.” Ucap Chika menimpali komentar Pak Riki.
Dia berbicara sambil menoleh ke samping, jelas sekali Chika sedang menahan malu. Yeah, begitupun aku juga malu karena kata-kata Pak Riki tadi. smentara Pak Riki hanya mengangguk-angguk mengiyakan sambil tersenyum geli.
“Sebenarnya apa yang terjadi? Mengapa perkemahan itu menjadi tragedi pembunuhan? Lalu kenapa kita diincar untuk menjadi korban selanjutnya?” Chika bertanya dengan tidak sabar.
Aku tertegun mendengar pertanyaan Chika. Aku jadi merasa bersalah padanya karena telah melibatkan Chika dalam masalah yang rumit ini.
“Biar aku jelaskan kepada kalian tentang situasi ini.” Ucap Pak Riki.
“Sebenarnya, pembunuhan ini sudah direncakan oleh seseorang. Elizabeth Bathory adalah penyebab dari semua kekacauan ini.”
“Bagaimana kau bisa tahu hal itu Dirga? Bagaimana kau bisa tahu tentang Elizabeth Bathory?” Pak Riki terkejut.
“Aku tahu, ini terdengar tidak masuk akal. Tapi, sebenarnya aku telah mengulang waktu beberapa kali atau bisa kalian sebut aku adalah time traveler. Awalnya, kukira Pak Riki adalah polisi biasa. Namun setelah Pak Riki mengetahui tentang Elizabeth Bathory, saya yakin Pak Riki bukan polisi biasa.”
“Benar, aku dan kelompokku bukanlah orang-orang biasa yang ditugaskan seperti pada umumnya. Tapi percayalah, kami orang-orang yang bisa dipercaya dan berada dipihak kalian.” Ujar Pak Riki mantap.
“Tapi kita sudahi dulu pembicaraan kita. Lebih baik sekarang kalian istirahat di kamr yang sudah disiapkan kalian pasti lelah.”
…
Tok Tok!
Tok Tok Tok!
Terdengar ketukan keras di pintu kamarku. Aku yang sedang duduk sambil mencoba menghubungi kedua orang secara spontan membukakan pintu.
“Ah Dirga? Kupikir kau belum mandi.” Tanya Chika.
“Siapapun juga pasti akan bersemnagat jika berada di kamar semewah ini Chika. Aku jamin, menu sarapan kita juga akan sangat mewah dan lezat.”
Aku tidak menyangka kamar tidurku akan semewah ini. Kamar ini dilengkapi fasilitas-fasiilitas layaknya hotel bintang lima. Kamar mandi, air conditioner, kasur yang empuk juga dilengkapi dengan bantal dan selimut,. Lemari pun sudah terisi dengan baju-baju. Kulkas mini yang berisi soft drink, dan fasilitas lainnya. Suatu saat nanti aku ingin sekali memliki kamar semewah ini.
“Jika kau sudah mandi. Lalu apa yang kau lakukan di kamarmu?”
“Aku mencoba menghubungi kedua orangtuaku. Mereka disandera, ibuku kemarin sempat meneleponku, dia memberitahuku untuk mencari tempat bersembunyi yang aman. Aku pun segera menemui Mas Rohmat dan Mbok Darmi. Tapi…..”
“Sudah tidak perlu dilanjutkan Dirga, aku sudah mendengar ceritanya dari Pak Riki kok. Itu sangat mengerikan, aku sangat bersyukur kau dan aku bisa selamat disini.” Ucap Chika sambil memegang lembut pundakku.
Aku mengepalkan tanganku.
“Aku ingin mengakhiri ini semua Chika. Aku ingin menciptakan masa depan yang indah. Tapi, apakah aku bisa? Apakah aku mampu? Aku sudah gagal berkali-kali, recana apapun yang kugunakan hasilnya selalu nihil.“
Chika menatap tajam kearahku.
“Sudah kubilang jangan terjebak ilusi akhir zaman! Aku tahu beban yang kau tanggung itu sangat besar, tapi kau tidak harus khawatir lagi. Aku akan selalu bersedia membantumu!”
Aku tersenyum lembut.
“Oh, ayolah, jangan menatapku seperti itu! Cantikmu luntur kalau kau menjadi galak! Hahaha” Ucapku sambil tersenyum jahil.
“Jadi kau selama ini menganggapku cantik? Huhuhu senangnya…” Chika tersenyum lebar.
“T-Tidak! Ah, ayo sudah tercium aroma lezat! Ayo kita sarapan!!” Ucapku sambil berjalan meninggalkan Chika.
“Oh, Dirga ayolah! Jangan mengelak dengan berpura-pura ingin sarapan hahaha!!”
Aku menelan ludahku ketika sampai di meja makan. Di atas meja tersebut sudah disajikan berbagai makanan untuk sarapan. Dari aromanya saja sudah dapat dipastikan bahwa semua sajian ini untuk orang kaya. Ya, makanan bintang lima. Pasta, omelet telur, susu hangat, kopi, dan makanan lainnya tertata begitu rapid an menggiurkan.
Chika menyenggol tubuhku dan berbisik.
“Oh, Dirga, aku ingin selamanya tinggal di tempat ini. Lihat, sarapannya saja sudah seenak ini. Aku bisa mati bahagia jika selamanya tinggal ditempat ini.”
Aku menepuk jidatku. Bisa-bisanya dia berpikir seperti itu, padahal kita hampir mati kemarin.
“Halo Chika, halo Dirga. Selamat pagi.” Seseorang mengucapkan salam kepada kami.
“Ah, selamat pagi.” Aku membalas salam. Ada seorang wanita yang menggunakan kursi roda. Dia menggunakan kacamata dan syal bermotif kotak-kotak yang familiar. Ah, orang ini jangan-jangan..
“Sepertinya kau sudah mengingatku ya? Namaku Rika, aku kakak kandung Chika. Terimakasih ya Dirga, kau sudah menyelamatkan hidup kami dua tahun yang lalu. Bahkan membiayai hidup kami.” Ucap Rika sambil memberi hormat dengan menundukan kepalanya sedikit.
“Ah itu hanya hal kecil kok hehehe….” Aku menggaruk-garuk kepalaku yang tidak gatal.
Drap…. Drap… Drap….
Aku mendengar suara langkah kaki. Dari suaranya, seperti ada banyak orang yang menuju ke sini.
“Selamat pagi Dirga, Chika, Rika. Di pagi hari ini kita akan membahas siapa lawan kita. Siapa musuh yang sudah membuat hidup kita hancur, dan kita juga akan membahas tentang kemampuan yang dimiliki Dirga.” Ucap Pak Riki yang sedang berjalan ke arah kami bersama teman-temannya.
Aku menelan ludah, sepertinya dalam beberapa waktu ke depan akan ada perang yang besar.
“Silahkan duduk wahai kawan-kawanku.”
Kami semua duduk di kursi meja makan. Aku mengambil sepiring pasta dan susu hangat unutuk menu sarapanku. Jujur, rasa laparku mulai tergantikan dengan rasa penasaran atas siapa musuh kita ini. Musuh yang membuat hidupku kacau balau.
“Ehem, sebaiknya aku jelaskan dulu apa dan siapa kita ini.” Ucap Pak Riki.
“Kami adalah perkumpulan rahasia yang menentang musuh. Perlu kalian ketahui, musuh telah mengambil alih semua sistem yang ada di negeri ini. Polisi, tentara, tenaga medis, hampir semuanya telah diambil alih oleh musuh.”
Aku menelan pastaku dengan perasaan tidak enak. Seketika aku teringat tentang pengulangan waktu yang pernah aku alami. Ya, aku ditembak habis oleh polisi yang kukira akan menolongku. Sialan, sebenarnya siapa musuh kita ini? Mengapa dia sangat kuat?
“Kami semua adalah orang-orang yang tidak terpengaruh oleh musuh, organisasi rahasia ini merupakan perkumpulan dari polisi, tentara, dokter, marinir, veteran perang, dan lain-lain. Di luar sana, banyak juga organisasi yang mirip dengan organisasi kami. Namun mereka terburu-buru untuk menyerang musuh. Mereka sebenarnya orang-orang baik, namun mereka diberitakan sebagai *** dan kelompok radikal yang ingin meneror negeri ini. Musuh sudah menguasai seluruh aspek, lihat? bahkan media berita saja mereka sudah kuasai.”
“Sebenarnya… siapa mereka?” Tanya Chika.
Bip~
Pak Riki menyalakan monitor besar yang berada di ujung ruang makan. Disana terlihat sebuah logo besar. Ya, logo bergambar ngengat malam bertulisan Cicada 3301
“ 3301..3301…. jadi ini maksud gumamanku pada saat itu..” Ucapku pelan.
“A-aku mengetahui mereka!” Seru Rika.
“Mereka sempat menjadi trending di Internet! Mereka beberapa kali muncul di internet untuk memberikan teka-teki misterius yang sangat susah untuk dipecahkan. Mereka juga menyebarkan petunjuk-petunjuk untuk teka-tekinya di dunia nyata.” Jelas Rika.
“Dan setelah munculnya Cicada di internet, kasus anak-anak hilang pun mulai bermunculan. Dan sekarang mereka mulai meneror masyarakat kembali dengan caranya sendiri.” Pak Riki memencet remot di tangannya dan layar pun berubah menjadi tampilan sebuah berita terkini.
“Siswa-siswi SMA X ditemukan tewas dibunuh saat sedang bercamping di pegunungan Mooi. Dari data yang ada, diduga bahwa enam orang siswa dan dua guru pedamping meninggal. Sedang empat orang siswa yang lain dinyatakan hilang dengan identitas Dirga, Rizki, Sasha, dan Chika.”
“Hah? Rizki dan Sasha hilang? Apakah mereka berhasil melarikan diri juga? Ah, aku harap mereka berdua baik-baik saja.” Ucapku dalam hati.
“Lalu banyak ditinggalkan logo ngengat yang sempat heboh beberapa tahun kebelakang di internet. Ya, seperti yang kalian tahu, ini adalah logo Cicada 3301.”
Pip~
Pak Riki kembali memencet remot yang ada di tangannya dan monitor pun mati dengan seketika.
“Mereka…. menyebarkan nama Cicada dengan teror-teror mengerikan…” Ucapku pelan.
Pak Riki mengangguk mantap.
“Mereka sedang menanamkan prinsip bahwa Cicada itu organisasi yang mengerikan kepada masyarakat. Mereka bergerak perlahan, menyebarkan teror, membuat masyarakat takut, lalu muncul di hadapan publik sebagai mimpi buruk abadi.”
“Rhytm 0..” Aku bergumam pelan.
Pak Riki melihatku dengan penuh tanya.
“Tujuan mereka adalah Rhytm 0. Aku mengetahui hal itu ketika aku ada di pengulangan waktu ke empat. Saat itu kami berusaha mencapai puncak bukit Mooi untuk mendapatkan sinyal, dan menelepon polisi. Namun, kami semua malah dibantai oleh polisi-polisi itu. Dan Elizabeth berbicara kepadaku tentang tujuan mereka, yaitu Rhytm 0.”
“Nak Dirga, sepertinya kau memiliki banyak informasi tentang mereka melalui pengalaman pengulangan waktumu. Sekarang tolong jelaskan bagaimana cara kerja pengulangan waktumu itu.” Ucap Pak Riki.
“Apakah Bapak akan percaya? Aku menceritakan hal ini ke beberapa orang dan mereka menganggapku gila.” Lirihku.
Pak Riki tersenyum.
“Kami semua sudah mengalami dan melihat hal yang tidak masuk akal Dirga. Negara yang sudah diambil alih oleh organisasi bodoh itu, teror mengerikan di sana-sini, dan hal mengerikan lainnya. Kami sudah tidak aneh lagi dengan hal-hal gila.”
Aku menarik napas dan mulai menjelaskan tentang kekuatanku.
“Secara sederhana, kekuatanku ini mengembalikan diriku ke waktu sebelum pembunuhan di perkemahan terjadi dengan syarat aku harus terbunuh. Kenapa bisa? Karena kejadian pembantaian di perkemahan itu berdampak pada masa depan dunia, yang membuat tatanan dunia menjadi tidak seimbang dan kacau.”
“*C*haos Theory….” Ucap Rika.
Aku membalas ucapan Rika dengan anggukan.
“Karena dunia masa depan menjadi kacau, aku dipaksa oleh dunia ini untuk kembali lagi ke masa dimana Chaos itu belum dimulai. Kekuatan ini disebut force majeure, sesuatu yang menjadi takdir dan tidak dapat dihindari oleh manusia.” Aku menjelaskan kepada mereka seperti apa yang Kevin katakan padaku. Ah, aku merindukannya.
Aku menghela napas.
“Ada kelemahan yang sangat mencolok dari kekuatanku ini. Setiap kali aku mengulang waktu, aku pasti membuat alur cerita yang baru pada dunia ini. Sebagai contoh, di pengulangan waktu pertama, aku mati terbunuh karena dihantam oleh benda tumpul, lalu di pengulangan waktu kedua, aku mati ditembak. sekarang kita bayangkan sebuah tali, anggap saja tali ini berisi alur cerita linear pada dunia ini. Namun, aku mengulang waktu dan menciptakan alur yang berbeda pada dunia ini, otomatis tali ini akan terbelah. Semakin banyak alur cerita yang aku buat pada dunia ini, makan akan semakin banyak cabang tali yang terbuat. Jika semakin banyak tali cabang pada dunia ini maka- “
“Dunia ini akan hancur.” Ucap Pak Riki sambil mengusap wajahnya.
Aku mengangguk.
“Sekarang aku akan memberitahu informasi-informasi penting yang kudapat selama aku melakukan pengulangan waktu. Pertama, organisasi itu sudah merencanakan kejadian ini dengan sangat matang, mau bagaimanapun aku melakukan perubahan alur dan mencoba segala cara, pasti selalu saja bisa mereka gagalkan.”
“Betul, bahkan mereka sudah memprediksi langkah apa saja yang akan kau ambil Dirga. Sebenarnya, di pegunungan Mooi sinyalnya cukup bagus, namun menurut ceritamu, tidak adak sinyal disana. Mereka pasti telah menghilangkan frekuensi sinyal di Pegunungan Mooi, mereka sudah tahu kau akan menelepon polisi.”
“Kenapa mereka menghilangkan frekuensinya? Padahal polisi sudah pasti membunuh kami semua.” Tanya Chika.
Pak Riki menggeleng.
“Aku tidak tahu, yang pasti mereka ingin kalian menaiki puncak gunung itu. Dan sepertinya kejadian di pegunugan Mooi bukan untuk teror semata. Ada sesuatu dibaliknya.”
Aku mengangguk setuju.
“Baik aku lanjutkan, info penting yang kedua yaitu mereka mempunyai tujuan besar. Rhythm 0…”
Rika mengacungkan tangannya.
“Aku tahu sedikit tentang Rhythm 0. Rhythm 0 adalah sebuah eksperimen yang dilakukan oleh Marina Ibramovic pada tahun 1979. Pada saat itu, Marina ingin melakukan percobaan yang bertujuan untuk memperlihatkan sisi gelap dan buruk manusia.”
There are 72 objects on the table that one can use on me as desired.
Performance
I am the object.
During this period I take full responsibility.
Duration : 6 hours
“Itulah instruksi yang diberikan oleh Marina pada saat itu. Yang berarti, ada 72 objek di atas meja yang bisa kau gunakan kepadaku, aku adalah objek yang bisa kalian gunakan. Dalam kegiatan ini akulah yang akan bertanggung jawab. Durasi kegiatan ini 6 jam.”
“Marina tidak bergerak selama 6 jam. Marina pun mulai diperlakukan tidak senonoh oleh masyarakat yang ada. Dia dilukai dengan senjata tajam, dilecehkan, direndahkan. Namun, saat sesi 6 jam itu berakhir, pelaku kekerasan mulai lari terbirit-birit ketakutan.”
“Dari eksperimen ini Marina pun mengambil kesimpulan, Inilah yang terjadi jika manusia dihadapkan oleh kekuasaan tanpa batas dan konsekuensi. Apalagi jika target kekuasaan itu adalah manusia lagi, terutama wanita. Inilah seberapa keji sisi gelap manusia.”
“Sepertinya mereka ingin membuat dunia ini seperti eksperimen Rhythm 0. Dimana mereka bertindak sesuai kehendak mereka tanpa ada yang melarang, kekuasaan tanpa batas dan tanpa ada konsekuensi yang berarti. Bedanya eksperimen Rhythm 0 hanya berdurasi 6 jam, namun rhythm 0 yang mereka rencanakan..”
“Selamanya, sampai-sampai tatanan dunia menjadi kacau balau.” Sambungku.
Aku berusaha menenangkan diriku dengan kembali melahap pasta yang ada di depanku. Fakta tujuan organisasi ini memang sangat gila. Mind blowing, aku tidak mengerti mengapa mereka sangat ingin melakukan ini.
Setelah pembicaraan itu selesai, suasana meja makan berubah menjadi hening sama sekali. Sepertinya semua orang yang ada di sini syok dan kaget. Musuh yang kami hadapi benar-benar gila.
“Ehem..!!” Aku berdehem berusaha memecahkan suasana sunyi ini.
“Informasi selanjutnya yang bisa aku berikan adalah pembunuh yang ada di perkemahan menyebut dirinya Elizabeth Bathory. Jika menurut cerita Chika, Elizabeth adalah bangsawan Hungaria yang melakukan tindakan-tindakan gila. Genosida besar-besaran.”
Pak Riki mengangguk paham
“Aku akan membenarkan informasi yang diberikan Dirga. Menurut informasi yang kami dapatkan dari intel, nama Elizabeth Bathory bukan ditujukan untuk satu orang saja. Namun, untuk suatu kelompok. Elizabeth Bathory merupakan kelompok pemberantas, assassinnya Cicada 3301. Mereka sangat terampil dalam membunuh, tidak heran mereka dapat membunuh grup kemah hanya dalam waktu semalam.”
Aku termenung sejenak, apakah diperkemahan ada lebih dari satu Elizabeth? Jika benar, siapa saja Elizabeth itu?
Puk~
Chika menepuk pundakku. Dengan refleks aku pun menoleh ke arahnya. Dia tersenyum lembut, mengisyaratkan bahwa aku harus semangat dan jangan kehilangan harapan.
“Terimakasih….” Ucapku pelan sambil tersenyum.
Entah kenapa gadis menyebalkan ini selalu saja berhasil menenangkan dan menyemangatiku. Ah, jangan-jangan aku mulai menyukai Chika? Lalu perlahan mulai mencintainya? Ah rasanya tidak mungkin.
“KIta hentikan dahulu diskusi ini sebentar. Jika kita terus melanjutkan diskusi ini, makanan lezat yang ada dihadapan kita semua akan terasa tidak enak hahaha….” Ucap Pak Riki sambil menyuap nasi goreng.
Aku mengangguk setuju. Makanan yang pada saat suapan pertama tadi terasa enak, rasanya tiba-tiba menjadi hambar karena percakapan serius dan menegangkan tadi. Ah, Pak Riki benar, aku harus menikmati masakan ini dulu. Kapan lagi aku bisa makan makanan lezat seperti ini?
“Dirga! Masakan ini begitu lezat! Aku rela terkurung selamanya jika setiap hari diberikan menu makanan selezat ini. Aku tidak peduli lagi dengan berat badanku! Aku akan makan sepuasnya!” Chika tiba-tiba menjadi sangat bersemangat dan makan seperti orang kelaparan.
Aku menepuk jidatku. Yah bagus juga sih Chika menjadi lebih bersemangat seperti itu. Namun, perilakunya itu loh, memalukan sekali. Aku penasaran bagaimana kakaknya Chika bisa bertahan dengannya selama ini. Jika aku jadi Rika, mungkin saja semua urat maluku putus secara bersamaan.
“Hahaha…. Ayo Chika makan yang banyak! Kalau bisa dibungkus, kita bungkus aja semua yang ada disini!”
Aku melirik Rika yang tertawa, tak kusangka ia begitu santai melihat tingkah adiknya yang memalukan ini.
Chika mengangguk mantap dan meminum susu yang ada di depannya dengan sekali teguk. Mereka kakak beradik yang sangat aneh. Namun melihat mereka bahagia seperti ini, aku jadi ikut bahagia.
“Yeah, sepertinya mereka benar-benar menikmati kehidupan.” Ucapku pelan sambil mengunyah pasta yang ada di mulutku.
Aku berharap kapan pun, dimana pun, di cabang dunia mana pun, aku dapat melihat senyum dan tawa mereka kembali. Demi mewujudkan harapan itu, aku harus terus bertarung. Apapun risikonya aku tidak boleh terjebak dalam ilusi akhir zaman.
Ya, terdapat beribu kemungkinan di dunia ini. Dan aku pasti menemukan dunia dimana semua bisa bahagia.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 11 Episodes
Comments