Perlahan kubuka mataku dan melihat keadaan sekitar. “Bus sekolah.” Gumamku pelan.
Nyuut.
Kepalaku berdenyut sangat sakit, mataku seperti berkunang-kunang. Eh, bus? Bukankah aku seharusnya berada di perkemahan? Kenapa aku ada di sini? Apa aku bermimpi? Tapi mengapa terasa sangat nyata, bahkan aku bisa merasakan fisikku terasa sangat lelah saat ini. Apalagi saat sesuatu membentur kepalaku, sakitnya masih terasa begitu hebat.
“Dirga, akhirnya kau bangun. Kau tidak apa-apa?” Tanya Bagas khawatir dan mengahampiriku sambil menenteng gitarnya.
Pertanyaan itu sama persis seperti yang ada di mimpi. Apakah ban busnya kempes juga ya? Gumamku berbicara dalam hati.
“Dirga, keringatmu banyak sekali. Ada apa?”
“Jangan khawatir, aku baik-baik saja. Ngomong-ngomong apa ban busnya kempes?”
“Ah iya, ban busnya kempes. Ayo Dirga, segera kemasi barangmu kita harus turun dan berjalan ke perkemahan. Pak Guru bilang lokasinya sudah dekat.” Ajak Bagas.
Aku mengeryitkan dahi heran, semua kejadian ini sama dengan kejadian dalam mimpiku. Apa benar kejadian yang kualami saat itu adalah mimpi? Apa yang sebenarnya telah terjadi?
Aku mengemasi barangku dan ikut turun bersama yang lain. Rasa sakit kepalaku sudah berangsur-angsur pulih. Kami berjalan membentuk barisan yang panjang. Sesuai dengan mimpi itu, teman-teman mulai gaduh membicarakan ban bus yang kempes dan mengeluh karena harus berjalan kaki menuju perkemahan. Aku berjalan dalam diam sambil memikirkan kejadian aneh yang kualami. Ah, di kejadian itu pun, tepat saat ini aku sedang memikirkan mimpi aneh.
Tiga puluh menit berlalu, akhirnya kami memasuki sebuah hutan kejadian buruk terjadi dalam mimpi anehku. Kuharap kejadian itu tak akan terulang lagi. Keluar dari hutan kami menyebrangi jembatan rapuh. Sama seperti dalam mimpi, Rian berjalan sangat pelan dan gemetar ketakutan melewati jembatan ini. Benar-benar deh, hancur sudah imagenya yang sangar. Aku menggelengkan kepala tak percaya.
Kami akhirnya sampai di tempat perkemahan. Kami mendirikan tenda dengan segera. Tenda laki-laki dan perempuan dipisah. Aku menghampiri Rizky yang sedang sibuk membangun tenda.
“Hei Rizky, bolehkah kita berbicara sebentar?” Ucapku sambil menepuk bahu Rizky.
“Tentu saja boleh Dirga. Apa ada masalah, kau terlihat aneh semenjak di bus. Apa kau marah padaku karena memaksamu ikut ke perkemahan ini?”
“Kau memang membuatku kesal karena sudah memaksaku ikut kesini, tapi bukan itu yang ingin kubicarakan.”
Rizky menatapku sebentar, kemudian mengajakku berbicara di bawah pohon rimbun agak jauh dari teman-teman yang sibuk mendirikan tenda.
“Jadi apa yang ingin kau bicarakan kawan?” Tanya Rizky sambil bersandar di batang pohon.
“Rizky kau percaya padaku bukan?”
“Tentu saja kawan, kita ini sudah bersahabat sejak awal masuk SMA, apa alasanku untuk tidak percaya padamu.”
“Aku bermimpi, mimpi yang sangat nyata. Kita akan mengalami hal yang sangat buruk malam ini Rizky. Akan ada pembunuhan masal.”
“Hah, apa katamu?” Rizky menoleh padaku dan tertawa begitu keras.
“Hei, Dirga Si anak mamih, kau tak perlu khawatir hal buruk akan terjadi. Kita aman di sini, tempat ini sering digunakan berkemah oleh banyak orang dan belum pernah ada insiden sedikitpun di sini. Lagipula, di sini kita didampingi oleh dua orang dewasa.”
Aku tersenyum hambar. Sudah kuduga Rizky tidak akan percaya cerita tidak masuk akal ini. Lagipula siapa yang akan percaya dengan hal aneh seperti ini. Bodohnya aku.
“Kau hanya terlalu cemas Dirga, percayalah semua akan baik-baik saja. Itu hanya mimpi buruk, hanya sebuah bunga tidur. Lupakan itu dan bersenang-senanglah.” Ucap Rizky menepuk bahuku dan tersenyum tulus.
Mungkin Rizky benar, aku hanya terlalu cemas karena jarang melakukan kegiatan outdoor seperti ini. Ah, betapa kurang bergaulnya diriku. Setelah pembicaraan ini selesai Rizky pun beranjak pergi ke tenda, diikuti aku yang mengekor di belakangnya.
Nyuut.
Argh. Tiba-tiba kepalaku terasa sangat sakit. Refleks aku memegang kepalaku dan berjalan sempoyongan. Apa yang terjadi padaku?
“Dirga, kau kenapa?” Rizky berlari dengan cepat ke arahku dan merangkul tubuhku.
“Kalau sakit jangan memaksakan ikut dong.” Ucap Rizky dengan nada kesal.
Bukankah kau yang memaksaku ikut, dasar bodoh. Aku menggerutu dalam hati.
Rasa sakit ini rasanya semakin menjadi-jadi, kepalaku seperti ingin pecah. Suara Rizky mulai samar terdengar. Aku mengerjapkan mata, sepertinya mataku mulai berkunang-kunang juga. Tampak sesuatu yang indah lewat di hadapanku. Sesuatu yang dapat menghilangkan rasa sakitku dan membuat hatiku terasa begitu tentram.
“Kupu-kupu?...”
…
…
…
Kubuka mataku perlahan, tubuhku terasa sangat lemas. Oh, dimana ini? Apa yang terjadi?
“Santai Dirga, kau ada di dalam tenda perkemahan sekarang.” Seolah bisa membaca pikiranku, seseorang menjawab pertanyaan di benakku dengan tepat.
Kulirik ke arah kananku, terlihat Kevin sedang membaca buku.
“Kevin apa yang terjadi?”
“Kau tadi pingsan setelah mengobrol dengan Rizky. Kalau sakit, jangan memaksakan diri untuk ikut serta dong. Merepotkan saja.” Omel Kevin padaku sambil terus membaca buku.
Aku pingsan? Sudah berapa lama? Dengan segera aku mengecek jam di ponselku. Sekarang pukul 17.40, berarti sudah dua jam lebih aku pingsan. Astaga apa yang terjadi padaku sebenarnya, hari ini benar-benar aneh.
“Dirga, saat pingsan tadi kau terus mengigau hal yang aneh. Apa sesuatu yang buruk terjadi padamu?” Tanya Kevin serius.
“Kau terus mengatakan 3301 berulang kali secara terus menerus.”
Seingatku aku tidak bermimpi apa-apa. Apakah tanpa kusadari aku telah bermimpi hal buruk lagi? Aku bertanya pada diriku sendiri. Sepertinya tak apa-apa jika kuceritakan pada Kevin.
“Sebenarnya aku bermimpi hal yang aneh Kevin. Tidak, ini sepertinya bukan mimpi. Ini terlalu nyata untuk disebut mimpi. Hal ini tidak bisa dijelaskan dengan akal sehat.”
“Force Majeure.” Ucap Kevin singkat sambil menutup bukunya.
“Force Majeure?” Tanyaku tak mengerti.
“Jika kau mengalami hal yang sama, segera bicaralah padaku jangan bicara pada orang lain.”
“Apa maksudmu?”
Kevin tidak menjawab pertanyaanku dan pergi keluar tenda dengan membawa bukunya. Ah, maksudnya apa sih. Ambigu sekali, membuatku semakin kebingungan saja. Baiklah lupakan itu, sebaiknya aku istirahat saja, aku terlalu lelah untuk berpikir. Ah, atau aku pulang saja ya. Aku bisa memanggil sopir pribadiku untuk menjemputku.
“Nomer yang anda tuju sedang berada di luar servis area. Cobalah beberapa saat lagi.”
Sial, tidak ada signal di sini, terpaksa aku harus menginap. Aku sudah bisa membayangkan betapa banyaknya nyamuk yang bersiap mencuri darahku seperti vampire di film horror yang kemarin malam kulihat.
Aku bangun dan berjalan keluar tenda, aku butuh udara segar untuk menyegarkan pikiranku. Aku meregangkan tubuhku dan menghirup udara segar dalam-dalam. Ah, rasanya sedikit lebih baik. Udara disini benar-benar segar dan belum tercemar karbon monoksida kendaraan bermotor.
Puk.
Seseorang menepuk bahuku. Aku pun menoleh dan ternyata Aisyah sedang tersenyum padaku. Seperti biasa dia mulai menggerakan tangannya menggunakan bahasa isyarat. Aku tak mengerti bahasa isyarat, tapi mungkin dia bertanya kabarku. Aku tersenyum dan berkata baik-baik saja.
Dia merupakan satu-satunya siswa yang memiliki disabilitas di sekolah kami, walaupun begitu dia sangat pintar. Aku sebenarnya tidak terlalu suka berada dekat Aisyah. Bukan karena dia bisu, sama sekali tidak. Aku tak mempermasalahkan hal itu sama sekali. Tapi,
“Hei Dirga! Kau apakan Aisyah!”
Ya, hal seperti inilah yang membuatku tak terlalu suka berada di dekat Aisyah. Selalu ada Kevin Si Mr. protective, dan aku selalu dituduh berbuat macam-macam pada Aisyah.
“Aku tidak melakukan apa-apa Kevin. Lagipula Aisyah yang menghampiriku ke sini, dasar Mr. Protective. Apa yang membuatmu betah dengan orang ini Aisyah?”
“Aku sangat menyesal menunggu dan merawatmu saat kau pingsan tadi Dirga, kau jadi tak tahu diri. Padahal kubiarkan saja kau mati.”
Aisyah menarik baju Kevin dan mulai menggerakan tangannya, berbicara pada Kevin dalam bahasa isyarat. Dilihat dari keadaannya, sepertinya Aisyah sedang menjelaskan situasi tadi pada Kevin. Ah entahlah, aku tak mengerti, diantara teman-teman sekelas kami hanya Kevin yang mengerti dan bisa berkomunikasi pada Aisyah dengan lancar.
“Kau serius tidak diapa-apakan oleh anak ini?” Tanya Kevin pada Aisyah sambil menujuk ke arahku.
Aisyah mengangguk-anggukan kepala.
“Tuh kan! Aku tidak salah apa-apa di sini. Cih, kau membuat kepalaku pusing saja. Padahal baru saja aku menenangkan pikiranku.” Ucapku kesal sambil menggaruk-garuk kepala frustasi.
Tanpa mengindahkan ucapanku, Kevin menggenggam tangan Aisyah dan pergi. Bahkan dia tidak meminta maaf sama sekali padaku. Dasar menyebalkan! Dengan kesal aku berjalan ke arah kerumunan teman-teman yang sedang menyalakan api unggun. Huft, sudahlah lebih baik aku bergabung bersama teman yang lain. Aku menepuk bahu Rizky yang sedang menyalakan api unggun.
“Halo Rizky, apa sulit menyalakan api unggunnya?” Aku menyapanya sambil ikut duduk di sampingnya.
“Yo Dirga. Tenang saja aku tinggal menggunakan korek api saja, kayunya sudah kuberi bensin. Ngomong-ngomong bagaimana keadaanmu?” Tanya Rizky sambil menaruh korek api ditumpukan kayu.
Ketika api mulai berkobar membesar, aku jadi ingat saat pertama kali aku berkemah bersama ayahku. Tapi kini ayah selalu sibuk dengan urusan kantor yang tiada hentinya.
“Aku sudah baikan, tadinya aku ingin pulang saja dan menelepon sopir pribadiku, Mas Rohmat. Tapi, di sini tidak ada sinyal.”
“Kau benar, tadinya aku juga ingin memposting fotoku dengan Sasha di media sosial tapi tak ada sinyal disini.”
“Hari ini kau dengan Sasha anniversary ya, jangan lupa pajakmu kawan. Kau harus mentraktirku makan di warung mie ayam favoritku sepulang dari sini.”
“Baiklah-baiklah kita akan makan bertiga disana bersama Sasha. Aku harap ini segera selesai.” Ucapnya sambil memandang langit.
“Padahal kau yang memaksaku kesini tapi malah kau yang ingin cepat pulang. Dasar bodoh.” Aku terkekeh pelan.
Aku ikut memandang langit malam bersama Rizky . Langit malam begitu disini indah dipenuhi bintang-bintang dengan sinar rembulan yang begitu terang . Aku melirik Rizky yang sedang memejamkan mata menikmati semilir angin. Kami belum lama bersahabat, tapi entah mengapa kami sudah seperti kenal dan dekat sejak lahir. Aku berharap persahabatan ini akan terus berjalan sampai kita tua nanti.
“Makan malam sudah siap.”
Tiba-tiba Sasha berteriak memecah lamunanku. Kami dan teman-teman akhirnya makan malam dengan sup hangat yang disajikan dalam panci yang masih terletak diatas kompor portable. Sama seperti di mimpiku kami makan malam ditemani nyanyian bagas yang sumbang dan gelak tawa teman-teman atas ulahnya itu. Sementara teman-teman tertawa bahagia, aku malah makan dalam diam dan khawatir. Aku harus memastikan kejadian yang sama setelah makan malam tidak akan terulang lagi karena jurit malam yang mengerikan ini akan segera dimulai.
…
Kami berjalan di tengah gelapnya hutan Mooi ini dengan sebuah senter yang sama sekali tidak cukup untuk menerangi perjalanan kami. Yang benar saja, kukira Pak Koko dan Bu Nina akan memberikan lebih dari satu senter setelah aku protes tadi. Tapi ternyata sama saja dengan yang di mimpi. Satu senter perkelompok, dan satu pisau lipat perorang. Pasti mereka kekurangan biaya sampai membeli sedikit begini. Padahal kami bisa saja tersandung karena kurangnya sumber cahaya. Aku menggerutu kesal dalam hati.
Malam terasa begitu hening, berdasarkan mimpi itu beberapa menit lagi akan terdengar teriakan dan itu berarti sesuatu yang buruk telah terjadi.
“Teman-teman tunggu sebentar ya aku ingin kencing.” Ucap Rizky sambil memegang celananya.
Eh, hal ini berbeda. Di mimpi itu Rizky sama sekali tak ingin kencing.
“Oh ayolah Rizky, kau bisa kencing setelah sampai di perkemahan.” Keluh Bagas.
“Uh aku tidak kuat lagi.” Ucap Rizky sambil berlari ke semak-semak.
“Ck, dasar.” Decak Bagas kesal.
Kami menunggu Rizky kencing sekarang. Ini benar-benar berbeda dengan mimpi itu, seharusnya sekarang kami mendengar teriakan kelompok Sasha dan segera berlari ke arah suara itu. Tapi sekarang tidak ada teriakan dan Rizky malah ingin buang air kecil. Kuharap tak ada lagi hal buruk yang terjadi.
Arggh!
Tiba-tiba Rizky ditarik seseorang masuk kedalam semak-semak.
“Rizky!!” Aku berteriak sambil berlari kearah semak-semak.
“Apa yang terjadi pada Rizky?!” Ucap Bagas panik.
“Aku melihat dengan jelas Rizky ditarik oleh seseorang.” Jelasku tak kalah paniknya.
Bagas menelan ludah dan perlahan mendekati semak-semak untuk mencari Rizky.
“Rizky keluarlah! Jangan bercanda seperti ini dong!” Teriak Bagas diantara semak-semak.
Ohok.
Tiba-tiba Bagas terdiam dan menoleh ke arahku. Oh tidak, tampak sebuah pisau tertancap dilehernya. Aku mematung melihat darah yang mengucur deras dari lehernya, kemudian Bagas pun jatuh. Aku refleks berlari kearahnya, tak sengaja aku melihat seseorang di gelapnya malam. Dia tampak menggunakan topeng gas dan jubah hitam dan berjalan mendekat padaku.
“Repleti sunt ira et dolore.” Ucapnya tak kumengerti.
Aku langsung mengeluarkan pisau lipatku dan mengacungkan pisau itu di depannya. Bukannya menghindar atau menjauh dia bahkan tidak bergeming sama sekali dan terus berjalan medekatiku sambil melafalkan bahasa latin yang sama sekali tak bisa kumengerti.
“Jangan mendekat!” Ucapku ketakutan sambil berjalan mundur dengan tanganku yang bergetar memegang pisau ke arahnya.
“Hm, kau mengancamku?” Ucapnya dingin melirik pisau yang kuacungkan di hadapannya.
“Kau hanya bisa menakuti anak kecil dengan ancaman seperti itu.” Sambungnya sambil menangkis pisauku jatuh.
Dia semakin mendekat dan mengeluarkan sebuah pistol yang sudah dilengkapi peredam suara. Aku bergetar semakin ketakutan, apa yang harus kulakukan?!
“Tenanglah Dirga, aku akan mengakhiri ini dengan cepat.”
Aku semakin ketakutan saat dia mulai menodongkan pistolnya ke arahku.
“Selamat tinggal.”
Dor!
…
…
…
Kubuka mataku dengan cepat, keringat dingin bercucuran dengan deras dari pelipisku.
“Ini bus sekolah.” Ucapku dalam hati.
Teman-teman terlihat berlalu-lalang membawa barang bawaan mereka, seketika aku tahu bus sudah berhenti karena bannya kempes. Aku segera bangun dan berlari, mengacuhkan Rizky yang tertabrak olehku.
“Keviin!!” Teriakku pada Kevin.
“Apa sih, berteriak seperti orang gila saja. Dari jauh juga sudah terde-“
“Kevin Force Majeure! jelaskan apa itu Force Majeure!”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 11 Episodes
Comments