Chapter 5 "Twisted"

Seperti biasa, aku terbangun dengan keringat bercucuran di pelipisku, badanku tidak bisa berhenti bergetar, dan kepalaku rasanya pusing sekali. Aku kembali melakukan rewind. Aku mengingat kejadian sebelumnya, kami semua terbunuh karena di tembaki polisi. Sialan, aku terlambat menyadari kepolisian sudah bekerja sama dengan manusia bertopeng.

Rhythm 0…

Apa maksudnya? Sebenarnya yang sedang kulawan ini siapa? Psikopat murni seperti yang sering muncul di film horor bergenre serial killer? Ataukah sesuatu yang lebih besar seperti mafia dan gangster?

“Untuk membuat kami semua berada di atas, melawan hukum alam, melawan tuhan”

Aku mengingat kalimat yang di ucapkan orang bertopeng itu. Daripada disebut ngangster atau mafia, sepertinya mereka lebih pantas disebut sekte aliran sesat yang ingin mengambil alih dunia. Ah, itu mengingatkanku akan Illuminati. Illuminati adalah kelompok persaudaraan rahasia yang sangat tertutup. Yang dalam artikel-artikel di internet sering disebutkan akan mengambil alih dunia suatu saat nanti. Apa yang kulawan adalah sekte atau organisasi seperti Illluminati? Entahlah, memikirkan semua ini rasanya membuat kepalaku akan meledak.

“Dirga akhirnya kau bangun. Kau tak apa?” Tanya Bagas khawatir mengahampiriku sambil menenteng gitarnya.

Ah, pertanyaan ini lagi.

“Aku tidak apa-apa Bagas. Sepertinya aku hanya merasa sedikit pusing haha. Tidak terbiasa melakukan perjalanan jauh.”

“Kalau sudah merasa lebih baik segera kemasi barangmu ya. Kita harus turun dan berjalan ke perkemahan. Pak Guru bilang lokasinya sudah dekat.” Ajak Bagas.

Aku mengangguk, dan Bagas segera meninggalkanku.

Aku segera bangun dan mengemasi barang-barangku. Aku sangat lelah, sudah berapa kali aku terjebak dalam pengulangan waktu ini? Aku ingin semua ini segera berakhir.

Aku berjalan keluar bus sambil menenteng tasku dan melihat Kevin yang sedang berkomunikasi dengan Aisyah. Dengan cepat aku segera menghampiri Kevin.

“Kev!” Ucapku sambil menepuk pundaknya.

“Apa? Mau mencari masalah denganku ya?” Aisyah yang mendengar ucapan Kevin langsung menggeleng-gelengkan kepalanya.

Seketika aku ingat kata-kata Kevin di rewind sebelumnya.

”Dirga bukannya aku tak ingin menolongmu. Tapi Aisyah adalah Jeanneku aku tak ingin terjadi hal buruk padanya karena usaha kita untuk menyelamatkan teman-teman. Aku tau di setiap rewind yang baru aku memang tak akan mengingat apa yang telah terjadi di rewind sebelumnya. Namun aku takut ingatan itu akan masuk serentak dalam kepalaku tiba-tiba begitu saja karena suatu hal yang membuatnya mungkin. Aku tak ingin merasakan rasa takut kehilangan Aisyah. Di rewind selanjutnya kau bisa meminta bantuan pada teman yang lain. Aku yakin kau sanggup menyakinkan mereka. Aku percaya padamu Dirga. Tolong buatlah perubahan yang baik di alur berikutnya.”

Kevin sudah berpesan. Aku menghela napas berat, aku tidak lagi bisa meminta bantuan kepadanya.

“Kevin, mungkin kau tidak mengerti apa yang kubicarakan saat ini. Tapi, terimakasih kawan karena telah menolong dan bekerjasama denganku di waktu-waktu sebelumnya. Jika tidak ada dirimu, aku tidak tahu harus berbuat apa. Namun kali ini, aku harus melakukan ini sendirian atau dengan kawan yang lain jika mereka memang percaya kepadaku.”

Kevin mengangkat sebelah alisnya pertanda bingung. Aku terdiam sejenak, kulihat Aisyah juga sama bingungnya dengan Kevin.

“Dan Kevin, tolong jaga Jeanne D`Arcmu baik-baik. Jangan lepaskan dia. Karena beberapa jam ke depan perkemahan kita akan menjadi neraka yang mengerikan.” Ucapku serius.

Kevin memasang ekspresi kebingungan sekaligus kaget.

“Aku tidak mengerti apa yang kau katakan Dirga. Gaya bicaramu seperti time traveler saja.”

Aku meringis, “Aku memang time traveler Kev.” Ucapku dalam hati.

“Anu, bagaimana kau tahu istilah itu?!” Wajah Kevin memerah.

Aku diam tidak menjawab pertanyaan Kevin.

“Baiklah, aku akan menjaga Jeanneku. Aku harap tidak terjadi hal yang buruk di perkemahan nanti.” Ucap Kevin sambil menggenggam tangan Aisyah.

Aku melangkah meninggalkan Kevin dan Aisyah. Berpikirlah Dirga, kau pasti bisa mengatasi ini dengan tanganmu sendiri. Aku harus mencapai ending dimana semua kawan-kawan selamat dan berbahagia.

Rasa sakit kepalaku sudah berangsur-angsur pulih. Setelah semua murid turun dari bus. Kami berjalan membentuk barisan yang panjang. Sesuai dengan kejadian sebelumnya, teman-teman mulai gaduh membicarakan bus yang kempes dan mengeluh karena harus berjalan kaki menuju perkemahan. Diperjalanan aku mengingat-ngingat semua petunjuk yang ada sejak pertama kali rewind.

Pertama, mimpiku saat di bus, waktu itu aku belum memiliki kemampuan untuk rewind. Tapi, entah kenapa aku sudah mendapat gambaran blank room yang sangat persis sama dengan blank room tempat aku dan Kevin disiksa. Mengapa? Mengapa aku bisa memimpikan blank room? Padahal aku belum pernah sama sekali pergi ke blank room sebelumnya.

Kedua, kata-kata latin yang sering disebutkan oleh si pembunuh. Kata-katanya kalau tidak salah “Repleti sunt ira et dolore.” Apa artinya? Mengapa Si pembunuh sering menyebutkannya? Ah, andai saja disini ada internet. Aku bisa menggunakan aplikasi terjemah otomatis.

Ketiga, sesuai dengan yang Kevin ucapkan, Si pembunuh menyebutku dan Kevin “Kawan-kawan” saat di blank room dan dia juga menyebut Kevin sebagai Mr. Overprotective yang berarti Si pembunuh ini sangat dekat dengan kita. Satu kelas.

Keempat, pembunuh sepertinya mempunyai link dan misi yang sama dengan beberapa polisi atau bahkan semua polisi di daerah ini. Mustahil jika mereka menduga kami sebagai tersangka dan menembaki kami dengan seenaknya tanpa alasan yang jelas.

Kelima, rhythm 0 itu apa? Mengapa mereka melawan hukum alam hanya untuk berada diatas dan menguasai kami semua? Jika mereka menginginkan kekuasaan yang luas atau harta yang melimpah mereka bisa saja menjadi mafia atau hal lainnya.

Lalu, yang menjadi misteri disini. Kenapa Pak Koko dan teman-teman bisa menjadi gila dan sangat agresif? Obat? Hipnotis? Dan bagaimana caranya si pelaku melakukan itu kepada Pak Koko? Padahal kami semua pada saat itu mengikuti jurit malam. Apa Bu Nina yang membuat Pak Koko menjadi aneh? Ah tidak mungkin, pada saat itu Bu Nina juga terluka parah dan mati oleh Pak Koko.

Jika pembunuhnya salah satu diantara kita, bagaimana caranya Si pembunuh mengambil accu mobil? Sedangkan jumlah murid saat berkemah lengkap. Ah, sialan. Memikirkan semua ini membuat kepalaku kembali pusing.

Puk.

Seseorang menepuk pundakku, aku menolehkan kepala. Seorang gadis dengan ransel penuh dan tas selempang tersampir di bahunya berdiri disampingku. Aku heran, apa Sasha tidak repot ya membawa tas selempang itu, kenapa tidak dimasukan ke dalam ransel saja. Jadi perempuan memang merepotkan.

“Kau kenapa Dirga? Kau sepertinya tidak sehat.” Sasha memasang ekspresi khawatir.

Aku menggeleng.

“Aku tidak apa-apa Sasha. Aku hanya kelelahan saja, kau tahu sendiri aku jarang keluar rumah apalagi melakukan perjalanan jauh seperti ini hahaha.” Aku berdalih dengan tawa canggung.

“Kau tahu, Rizky sempat mengira kau marah padanya karena telah memaksamu ikut perkemahan ini.”

“Wah, benarkah? Iya sih tadi aku sempat marah pada Rizky.”

“Tak apa, aku  sudah bilang pada Rizky agar jangan terlalu khawatir.”

Sasha ini murid yang sangat pintar, dia pindah ke sekolah kami beberapa bulan yang lalu karena urusan keluarga. Walaupun dia tergolong murid baru, dia sudah sangat terkenal disekolah karena kepandaiannya. Pengetahuannya di bidang kesehatan sangat membantu PMR sekolah kami. Ah, rasanya dia sudah seperti dokter sungguhan. Rizky beruntung sekali bisa mendapatkan Sasha yang jenius ini. Banyak yang cemburu akan hubungan Sasha dan Rizky. Tapi mereka meghiraukannya dan tetap menjalani hubungan mereka.

”Oh iya Sasha, kau tahu banyak tentang obat-obatan bukan?” Tanyaku singkat.

Dia mengangguk.

“Apa ada obat atau zat yang membuat penggunanya menjadi seperti orang gila?”

“Orang gila?” Dia menatapku penuh Tanya.

“Ya, saking gilanya bahkan bisa membuat orang yang di sekitarnya terbunuh.”

Sasha mengerutkan keningnya. Sepertinya dia sedang berpikir zat atau obat apa yang cocok dengan deskripsiku.

“Delirian sepertinya.” Ucapnya singkat.

“Delirian….??”

“Ya, zat yang membuat penggunanya mengalami delirium. Jika penggunanya mengalami derilium maka mereka akan berhalusinasi, tidak bisa mengendalikan perilaku, tidak bisa berpikir secara logis, dan mengalami eurofia atau disforia. Gangguan ini bisa berlangsung sebentar, berjam-jam, atau yang lebih parahnya lagi berhari-hari.”

Aku terdiam. Mungkin yang membuat Pak Koko gila pada rewind sebelumnya adalah zat delirian itu. Tapi bagaimana mereka bisa mengalami delirian?

“Kenapa kau menanyakan ini Dirga? Biasanya kau tidak tertarik pada hal seperti ini.”

“A-ah t-tidak hehehe. Aku hanya iseng saja membaca riddle disebuah situs creepypasta beberapa hari yang lalu. Kemudian ada kasus dimana orang tiba-tiba menjadi gila dan menyerang temannya sendiri.” Ucapku sedikit gugup.

“Wah, ternyata kau suka riddle ya? Aku juga suka! Hampir setiap hari aku mencoba memecahkan riddle yang ada di internet terutama kasus teka-teki Cicada dan kasus Highway Murder Mysteries.” Ucapnya penuh semangat.

“Jadi apakah delirian ini sangat berbahaya?” Tanyaku kembali pada topik pembicaraan awal.

“Ya, delirian sangat berbahaya! Zat delirian ini sudah disalahgunakan sejak zaman dahulu. Tepatnya pada masa Viking. Ada satu pasukan khusus bangsa Nordik yang bernama Berserkr, yang artinya ‘Jubah Beruang’. Mereka pasukan yang dipilih oleh raja Odin secara langsung untuk memenangkan pertempuran dengan cara melakukan ritual-ritual tertentu salah satunya dengan mengonsumsi delirian. Uniknya, pemicu delirian sangat mudah didapatkan yaitu dari biji pala mentah.” Jelas Sasha detail.

“Dari riddle yang kubaca, di perkemahan terjadi hal yang sangat aneh. Orang-orang menjadi menggila dan membunuh satu sama lain yang mungkin disebabkan oleh delirian. Aku takut hal yang buruk terjadi di perkemahan ini.”

Aku menghela napas, riddle yang aku katakan barusan diambil dari kisah nyataku di rewind sebelumnya.

“Ah, kau terlalu berlebihan Dirga. Tidak mungkin hal itu akan terjadi di perkemahan nanti. Kau tanya saja teman-teman tentang delirian. Mereka pasti tidak mengerti apa itu delirian.” Ucap Sasha menenangkan.

“Urgh, tapi mungkin saja hal itu terjadi.” Ucapku khawatir.

Nyuut.

Kepalaku tiba-tiba terasa sangat sakit, penglihatanku mulai memburam.

“Kau kenapa Dirga?” Tanya Sasha panik.

Ughh! Kepalaku terasa mau meledak! Saat itu terlihat samar-samar hewan cantik di hadapanku.

“Kupu-kupu?”

Brukk!!

 

 

Aku membuka mataku perlahan. Ah, badanku terasa sangat lemas dan kepalaku serasa mau meledak.

Aku melihat keadaan sekitar, sepertinya aku berada di dalam tenda di perkemahan. Ah! Aku lupa memberitahu Sasha untuk menghentikan jurit malamnya!

“Kau tidak perlu panik seperti itu Dirga. Kau baru siuman. Kau harus mengistirahatkan tubuhmu.”

Aku tersentak kaget. Kukira siapa, ternyata Sasha yang tiba-tiba masuk ke dalam tenda bersama Rizky.

“A-aku harus menghentikan jurit malam.”

“Maaf Dirga, tapi aku menaruh rasa curiga yang besar terhadapmu.”

Heh? Curiga akan apa? Aku semenjak tadi pingsan loh. Apa aku sleep walking dan melakukan hal aneh dan berbahaya di luar sana? Ah rasanya tidak mungkin.

“Sudahlah Sasha, kau terlalu belebihan. Aku sudah sangat dekat dengan Dirga sejak pertama kali masuk SMA, dia tidak mungkin melakukan hal itu.” Ucap Rizky sambil memegang tangan Sasha.

“Maaf ya Dirga, tapi aku tetap curiga kepadamu. Soalnya kau membicarakan tentang delirian tadi. Aku iseng meminta izin kepada Pak Koko dan Bu Nina untuk memeriksa tas semua orang dan ternyata di tas Rian terdapat benda pemicu delirium.”

Aku mengernyitkan dahi tak mengerti.

“Ya, di dalam tas Rian terdapat biji pala mentah yang bisa menyebabkan delirium. Apa yang akan kau lakukan dengan biji itu Dirga?” Tanya Sasha serius.

Tunggu, bukankah biji palanya ada di dalam tas Rian. Kenapa jadi aku yang disalahkan? Aku menelan ludah. Sialan, mengapa keadaannya bisa menjadi seperti ini? Aku hanya ingin menyelamatkan kalian semua, dan sekarang aku dicurigai? Yang benar saja!

“Berbicara siapa yang patut dicurigai, kau juga pantas dicurigai Sasha. Ada apa dengan tas selempang yang selalu kau bawa itu. Bisa saja kau juga membawa biji palanya.” Aku menggurutu dalam hati. Tak terima dengan tuduhan Sasha padaku.

Kyaaahh!!

Terdegar teriakan nyaring dari luar. Dari suaranya yang melengking tinggi ini dapat dipastikan itu suara Chika. Kami pun dengan segera berlari keluar dari tenda dan menemukan Chika yang sedang tersungkur dengan wajah pucatnya.

“Ada apa Chika?” Tanya Rizky.

“I…. I-itu….” Ucap Chika sambil menunjuk sebuah kotak.

Teriakan Chika membuat semua orang mendekat ke arah Chika. Bahkan Rizky tidak berhenti berbicara. Penasaran dengan apa yang telah terjadi.

Rizky perlahan mendekati kotak yang ditunjukan oleh Chika. Sepertinya itu kotak sepatu biasa. Tapi, ada yang aneh. Ada cairan aneh di bawah kotak sepatu itu.

Uwaaaaaghh!!!

Rizky berteriak kencang setelah melihat isi kotak dan secara refleks melempar kotak itu ke atas.

Buk!

Kotak itu kembali jatuh ke tanah. Isi dalam kotak sepatu itu terlihat. Perlu waktu satu menit bagi kami semua sebelum menyadari yang keluar dari kotak itu adalah..

Kaki manusia.

Gyaaaaa!

 

 

“Setelah menemukan delirian itu, aku melapor kepada Pak Koko, dan dengan segera Pak Koko memberhentikan jurit malamnya. Maaf telah mencurigaimu Dirga.”

Setelah keadaan kembali tenang, Pak Koko dan Bu Nina menyuruh kami untuk berkumpul mengitari api unggun. Di tengah perjalanan menuju kesana tiba-tiba Sasha tiba-tiba meminta maaf padaku.

“Tidak, tidak apa-apa Sasha. Tapi aku ingin tahu, setelah jurit malam dibatalkan apa yang terjadi?” Ucapku sambil menggelengkan kepala.

“Setelah jurit malam dibatalkan, aku menjaga tenda tempat dirimu pingsan karena mencurigaimu. Menurut keterangan teman-teman. Rian dan Bagas izin untuk buang air. Lalu setelah itu….” Sasha menggantungkan kalimatnya. Dia melirik Rizky yang berada di sampingnya.

“Kau sadar dan kita mendengar Chika yang berteriak syok karena menemukan kotak yang berisi kaki dan sepatu Rian. Sementara Bagas belum ditemukan sampai saat ini.” Lanjut Rizky.

Aku menghela napas panjang.

“Aku sebenarnya sudah tahu akan terjadi kekacauan di perkemahan ini. Karena sebenarnya aku ini time traveler.”

Seketika suasana menjadi hening saat aku selesai bicara. Kemudian tiba-tiba Rizky tertawa terbahak-bahak.

“Ayolah sobat, Jangan menghayal disaat seperti ini.” Rizky terus tertawa sambil memegangi perutnya.

Sudah kuduga pasti akan jadi seperti ini, tidak akan ada yang percaya padaku. Mereka pasti menganggapku  sedang melawak sekarang.

“Tunggu Rizky, mungkin Dirga benar.”

Eh, Sasha percaya?

“Dirga, bagaimana caramu melakukan time traveler?” Tanya Sasha.

Aku tersenyum mendengar pertanyaan Sasha, sepertinya masih ada harapan untukku memperbaiki semua. Aku kemudian menceritakan apa yang terjadi dari nol.

“K-kau bohong bukan? Hal seperti itu pastinya hanya ada di dalam film atau novel fiksi ilmiah!” Rizky menatapku tidak percaya.

Sasha terus memegang keningnya, sepertinya dia sedang mempertimbangkan apa teori “force de majeure” ini masuk akal atau tidak.

“Mau percaya atau tidak itu urusan kalian. Tapi yang jelas, kita harus segera menghentikan kekacauan ini dan mengubah masa depan. Kita juga harus berhati-hati, pelakunya ada diantara kita.” Ucapku serius.

“Kau benar Dirga, jika dilihat berdasarkan semua petunjuk dari ceritamu pelakunya pasti diantara kita.” Ucap Sasha sambil mengangguk-anggukan kepalanya.

“L-Lalu apa yang akan kita lakukan sekarang?” Tanya Rizky serius.

Aku terdiam, tanpa Kevin aku tidak tahu langkah apa yang harus kulakuan sekarang. Padahal aku lupakan saja kata-katanya di rewind sebelumnya dan ajak dia bekerjasama lagi saja. Toh, Kevin yang ada di sini tidak tahu apa-apa.

Aku melihat ke arah teman-teman yang sedang berkumpul di dekat api unggun. Sepertinya mereka sangat panik dan syok akan kejadian ini. Bu Nina saja sebagai pembimbing kami tidak berhenti menggigiti kuku jarinya.

Sasha tiba-tiba berlari ke arah Pak Koko.

“Dirga! Rizky! Ikuti aku!” Sasha berteriak sambil terus berlari. Sepertinya dia mengetahui sesuatu tentang kasus ini.

Aku dan Rizky kemudian berlari mengikuti Sasha.

“Pak, dimana kotak sepatu yang berisi kaki tadi?” Tanya Sasha kepada Pak Koko.

“U-uuh… Di tenda yang itu” Ucap Pak Koko sambil menunjuk ke sebuah tenda.

Tanpa menghiraukan kami yang kebingungan, Sasha segera berlari ke arah tenda yang ditunjukan oleh Pak Koko dan kami pun terpaksa harus berlari mengikutinya lagi. Sebenarnya apa yang dia pikirkan?

Sesampainya di tenda Sasha langsung mengambil kotak sepatu itu dan membukanya, Dia mengambil kaki Rian yang terpasang sepatu.  Sasha sepertinya tidak peduli dengan darah yang mengotori tangannya. Tentu saja dia tidak perduli, posisinya sebagai ketua PMR di sekolah kami membuatnya sangat terbiasa dengan darah.

“Mau kau apakan kaki itu?” Tanyaku penuh kebingungan.

Dia mengacuhkanku dan membuka sepatu yang terpasang di kaki Rian dan mengambil sesuatu dari dalam sepatu Rian.

“Sudah kuduga, pembunuh pasti meninggalkan jejak untuk kita pecahkan.” Ucapnya semangat sambil menunjukan secarik kertas yang terlipat kepadaku dan Rizky.

Aku menelan ludahku. Kira-kira apa isi kertas tersebut? Sebuah petunjuk? Atau nama seseorang yang akan mati selanjutnya seperti di film horor yang pernah kutonton?

Sasha mulai membuka kertas itu.

“Repleti sunt ira et dolore”

Kata-kata itu tertulis besar di kertas tersebut. Ditulis dengan tinta merah yang belepotan dengan kemiringan yang familiar. Eh, merah? Jangan-jangan tulisan itu ditulis oleh darah Rian?

“Dirga, apa kau mengetahui sesuatu tentang kalimat ini?” Tanya Rizky.

“Aku cukup familiar dengan kalimat ini. Di rewind sebelumnya Si pembunuh selalu menyebut kalimat ini setiap kali kami bertemu.” Seruku.

“Ayo kita tanyakan arti kalimat ini kepada Aisyah. Dia megerti banyak bahasa dan aku harap dia bisa menerjemahkan kalimat misterius ini.” Ucap Sasha sambil memasukan kertas itu ke dalam tas selempangnya dan keluar dari tenda.

Aku dan Rizky ikut keluar dari tenda bersama Sasha. Namun baru selangkah kami menapak tanah, kami semua dibuat kaget setengah mati dengan kemunculan manusia bertopeng di daerah perkemahan kami. Di luar dugaan, dia beraksi lebih awal dari perkiraanku!

“K-Kau! Apa maumu!” Tanya Pak Koko sambil menjaga intonasinya agar tidak terlihat takut.

“Tentu saja membunuh kalian semua.” Dengan santainya manusia bertopeng itu menjawab sambil berjalan ke arah kami.

Pak Koko mulai memasang kuda-kuda saat orang misterius itu mendekat. Dia mulai mengeluarkan pisau tangan dari sakunya dan memegangnya dengan erat. Pandangannya terus tertuju kepada manusia bertopeng itu.

“Sorot mata Bapak seperti elang ya. Tapi sayang sekali, hal itu tidak membuatku takut sama sekali. Karena disini akulah elangnya dan kalian semua adalah mangsaku. Kalian berada di dalam permainanku.” Orang misterius itu semakin dekat dengan Pak Koko.

Arghhhh.

Tanpa aba-aba Pak Koko berlari ke arah orang misterius itu sambil berteriak. Napasnya menderu,  adrenalin tersebar di seluruh tubuhnya. Saat jarak mereka sangat dekat, Pak Koko mulai mengangkat pisaunya dan mengayunkannya ke arah orang misterius itu.

Bukkk!!!

Satu pukulan mendarat di perut Pak Koko sebelum pisau yang diayunkan Pak Koko menggores kulit orang misterius itu. Hal itu membuat Pak koko terbatuk kesakitan sambil memegangi perutnya dan kemudian kehilangan kesadaran. Kecepatan dan kekuatan orang itu tidak bisa diremehkan!

“Pak Koko!!” Sasha berteriak panik.

”T-Tidak, Sebenarnya apa yang terjadi di sini? Apa kita semua akan mati?”

Wajah Chika terlihat sangat pucat, namun karena perkataannya barusan sontak teman-teman mulai gaduh dan panik. Aku menggigit bibirku gelisah, aku tidak boleh membiarkan teman-temanku sampai terbunuh. Orang ini sangat berbahaya. Aku yakin Pak Koko tidak bisa menahan orang ini lebih lama, aku harus melakukan sesuatu!

“Teman-teman! Larilah! Cari tempat aman!” Aku berteriak keras.

Teman-teman mulai berteriak panik dan berlarian ke arah hutan. Mereka mulai mencari tempat perlindungannya masing-masing. Hingga yang tersisa di sini hanya aku, Rizky, dan Sasha. Aku harap mereka semua selamat.

Aku menatap Rizky yang berada di sampingku dengan serius. Mengisyaratkan bahwa kita harus segera menolong Pak Koko. Beruntung Rizky orang yang pemberani, dia mengangguk dan kami pun berlari ke arah orang tersebut.

Bugg!!

Rizky langsung memukul manusia bertopeng itu dari belakang. Pukulannya mengenai dada manusia bertopeng itu, dia tampak kesakitan. Ini kesempatan kami, tanpa memberi jeda sedetik pun Rizky terus memukuli manusia bertopeng itu dengan membabi buta. Aku segera membawa pak koko menjauh dengan menyeretnya. Perkelahian mereka semakin sengit, tapi sial sekali Pak Koko sangat berat aku tak bisa membawanya dengan mudah.

Rizky berteriak kesakitan, kulihat manusia bertopeng itu berhasil membalik keadaan. Tangan Rizky yang akan memukul kepalanya berhasil di tangkap, dengan cepat orang itu mengangkat badan Rizky dan membantingnya ke tanah.

“Rizkyy!!” Teriak Sasha histeris.

Aku yang sedang membawa Pak Koko menjauh segera meninggalkan Pak Koko dan berlari menolong Rizky. Kulayangkan tinjuku ke kepala manusia bertopeng itu. Namun, manusia bertopeng itu sepertinya bisa membaca gerakanku dan menegakan wajahnya dengan cepat.

Bugg!!

Pukulanku berhasil mengenai wajahnya, tapi tanganku mengucurkan darah dengan deras.

Uwaaaghh!

Aku berteriak keras, rasanya tanganku seperti remuk. Sialan, dia memanfaatkan topeng gasnya untuk melukai tanganku!

Aku segera mengabaikan rasa sakitku dan memasang kuda-kuda. Tapi semua itu terlambat, saat aku meluncurkan seranganku kepada orang itu. Orang misterius itu berhasil meninjuku dari bawah. Badanku terpental, rahangku terasa sangat sakit. Orang ini memang monster.

Brukk!!

Aku terjatuh ke tanah, darah mulai keluar dari mulutku. Manusia bertopeng itu mengambil pisau lipat Pak Koko yang terjatuh saat berkelahi tadi dan mulai mendekatiku. Dia menempelkan pisau itu di leherku. Aku memiringkan kepala, rasa dingin dari benda berbahan besi itu membuat syarafku kaku seketika. Darah yang menetes dari topengnya ke wajahku menambah kesan mengerikan yang dimilikinya. Beberapa meter dari tempatku, kulihat tangan Pak Koko bergerak. Sepertinya dia sudah sadar dari pingsannya.

“Aku sangat tidak menyangka, seorang Dirga yang pendiam mempunyai nyali yang besar sekali.”

Arrgh.

Tiba-tiba Pak Koko berlari dan memelintir tangan manusia bertopeng itu dengan sekuat tenaga. Dia meronta-ronta kesakitan ingin dilepaskan.

“Dirga!! Segera lari dari sini! Bawa Sasha dan berlindunglah! Aku akan membantu Pak Koko!” Teriak Rizky kepadaku.

Aku menggeleng.

“Aku tidak akan meninggalkanmu begitu saja bodoh!”

Arrghh!!

Pak Koko berteriak keras, pisau yang digenggam kuat oleh orang tersebut menancap di perut Pak Koko. Darah mengucur keras dari perutnya. Namun Pak Koko sama sekali tidak mengurangi tenaganya untunk mengunci orang tersebut.

“Nak Dirga cepatlah!” Pak Koko berteriak sambil menahan rasa sakitnya.

“Dirga! Lari!!!” Rizky berteriak lebih keras.

Aku memejamkan mataku dan berpikir dengan keras.

“Apa yang harus aku lakukan?! Apa yang harus aku lakukan?!”

“Larii bodoh!!!” Rizky berlari ke arah orang tersebut dan kembali berkelahi.

Aku menggigit bibirku, dan segera berlari ke arah hutan bersama Sasha.

“Maafkan aku Rizky!! Maafkan aku!! Aku berjanji akan menjaga Sasha! Aku tidak akan membiarkan dia terluka!!” Ucapku dalam hati.

...

 

 

Hah.. hah..

Kami terus berlari kedalam hutan, mencoba bersembunyi dari manusia bertopeng itu. Kakiku mulai lemas, rasanya lelah sekali. Tapi kami harus terus berlari.

Brukk!!

Sasha terjatuh dan terguling di tanah. Sepertinya tenaganya terkuras habis lebih cepat dariku.

“Kau tidak apa-apa Sasha?”

“D-Dirga..” Ucapnya dengan susah payah. Napasnya berat, matanya berair, dan tubuhnya bergetar hebat. Apa yang terjadi dengannya?!

“Kau kenapa Sasha?!” Aku mulai panik.

“T-Tolong, ambilkan obat dan air minum….”  Ucapnya susah payah sambil menyentuh tas selempangnya.

Dengan segera aku membuka tasnya. Aku membulatkan mata kaget, terdapat satu pisau dan obat-obatan yang tidak bisa dibilang sedikit  di dalam tasnya. Kukeluarkan semua obat yang ada di dalam tas Sasha, dengan cepat dia memilih beberapa macam obat dan dengan segera meminumnya.

Gulp~ Gulp~

Setelah meminum obat itu Sasha terkulai lemas. Aku segera memasukan kembali lembaran obat-obatan yang berceceran di tanah ke dalam tas Sasha. Jadi selama ini dia membawa tas selempang kemana-mana untuk berjaga-jaga jika penyakitnya kambuh ya. Sebenarnya dia sakit apa.

“Dirga tinggalkan aku.” Ucapnya tiba-tiba.

Aku menolehkan kepala ke arahnya, apa yang dia katakan.

“Apa maksudmu?”

“A-aku sudah tidak bisa berlari lagi untuk beberapa waktu. Pergilah, aku hanya akan menghambatmu.”

Aku menggigit bibirku, aku tak bisa menggendong Sasha. Tenagaku sudah terkuras habis karena perkelahian tadi dan usaha melarikan diri ini. Kenapa hal seperti ini harus terjadi sekarang sih? Bagaimana kalau manusia bertopeng itu berhasil melumpuhkan Rizky dan Pak Koko? Jika terus berlama-lama disini kami bisa tertangkap dan mati. Tapi aku tak bisa meninggalkan Sasha begitu saja.

“Cepat Dirga!”

“Tidak bisa Sasha, aku sudah berjanji kepada Rizky untuk menjagamu.” Aku menggelengkan kepala.

“Ah iya, tolong jangan bilang kepada Rizky aku punya penyakit seperti ini ya.”

Tanpa mengindahkan perkataanku Sasha mengalihkan pembicaraan. Aku mengangguk pelan.

“Mengapa kau menyembunyikan penyakitmu?” Tanyaku penasaran.

Sasha menghela napas panjang.

“Dulu, saat aku masih SMP, aku mempunyai tiga orang sahabat. Mereka sangat berharga untukku, mereka tidak akan tergantikan. Kami semua sangat suka riddle. Hampir setiap hari kami memecahkan riddle yang beredar di internet, dari level yang termudah sampai yang tersulit berhasil kami pecahkan.”

Sasha diam sejenak. Lalu melanjutkan ceritanya.

“Suatu hari kami menemukan sebuah riddle yang menarik, riddle ini tidak seperti biasanya. Riddle yang sangat kompleks dan memerlukan wawasan yang luas untuk memecahkannya. Kami mulai bekerja sama menyelesaikan riddle itu tapi-“

“Tapi…Tapi..!!!”

Ada yang aneh dengan Sasha. dia tidak melanjutkan ceritanya, tiba-tiba dia seperti kehilangan kendali.

“Arghh..!” Sasha tiba-tiba berteriak.

“Sasha kau kenapa!!”

“Arrrghhh!!!”

Sasha memegang kepalanya dan mulai berguling-guling di tanah sambil berteriak histeris. Astaga apa yang terjadi?! Dia sepertinya menahan rasa sakit yang amat hebat di kepalanya. Air matanya mulai bercucuran dengan rambut yang kusut masai karena ditarik-tarik olehnya. Kondisinya saat ini sangat mirip dengan orang yang di exorcist atau di ruqyah untuk menghilangkan gangguan mahluk halus di tubuhnya.

“Uwaaaaghhh!!”

Sebenarnya penyakit apa yang diderita oleh Sasha? Apakah penyakitnya sudah sangat parah sampai dia histeris seperti ini. Jika Sasha terus-terusan berteriak seperti ini, kita bisa ketahuan oleh pembunuh gila itu.

“Sasha bertahanlah.” Aku memeluk erat Sasha.

Grusak…..Grusak……

Aku menelan ludahku secara paksa. Jantungku berdetak lebih cepat. Sialan, sepertinya orang itu semakin dekat.

“Aku tahu Dirga. Kau berada disana. Tak usah bersembunyi dariku.”

Suaranya terdengar semakin dekat. Bagaimana ini, apa yang harus aku lakukan? Aku memeluk Sasha lebih erat. Aku sudah berjanji pada Rizky, aku harus melindungi Sasha.

“D-Dirga..pergilah.  Aku sudah tidak kuat lagi, kau harus tetap hidup dan ubahlah masa depan.” Ucap Sasha terengah-engah sambil terus memegangi kepalanya.

“Bagaimana aku bisa meninggalkanmu Sasha, aku sudah berjanji kepada Rizky un-“

Argghh.

Sasha berteriak kembali sambil memegang erat kepalanya. Sepertinya rasa sakitnya menjadi lebih parah dari yang sebelumnya.

“Kalian di sini rupanya.”

Aku melirik ke arah sumber suara.

Deg.

Pembunuh itu di sini!

“Dirga!!! Lari!!!!” Teriak Sasha sambil mendorong tubuhku.

Tanpa pikir panjang aku refleks berlari meninggalkan Sasha. Tanpa kusadari, air mataku mulai menetes di pipiku. Aku memang tidak berguna. Aku bahkan tidak bisa melindungi Sasha dan melanggar janjiku kepada Rizky. Aku tidak berguna. Maafkan aku Rizky.

“Dirga!!!! Jangan percaya kepada siapapun!!!” samar-samar terdengar teriakan Sasha yang menggema di hutan.

 

 

Haah..haah.

Brukk!!!

Tubuhku terhempas ketanah, rasa sakit perlahan menjalar di kakiku. Sepertinya aku terlalu memaksakan kakiku untuk berlari. Tenagaku juga sudah habis total, aku tidak kuat berlari lagi. Persetan dengan manusia bertopeng itu, aku tidak perduli lagi aku akan mati disini atau tidak.

“Aku sudah gagal. Aku sudah mengingkari janjiku pada Rizky, padahal dia sudah mengorbankan dirinya untukku. Aku terus gagal dalam menyelamatkan teman-teman, gagal mengubah masa depan. Lalu kenapa, kenapa dunia memberikan takdir ini kepadaku!!” Aku berbicara sendiri bak orang gila.

Buggg!!

Buggg!!!!

Aku memukul-mukul tanah dengan sisa-sisa tenagaku dan berteriak sekeras mungkin. Aku harap jika aku mati aku bisa mati dengan tenang tanpa harus hidup kembali.

“Sedang apa kau memukul tanah begitu?”

Terdengar suara seseorang di belakangku. Aku segera menoleh dan melihat Kevin sedang mengulurkan tangannya padaku.

“Aku mendengar teriakan yang keras tadi dan segera berlari kesini. Kukira siapa, ternyata kau Dirga, menyedihkan sekali melihatmu yang seperti ini. Merengek menyedihkan layaknya bayi yang ingin permen. hahahaha”

Tch, apa-apaan sih dia? Di saat seperti ini pun masih saja bisa mengejekku seenaknya.

“Terserahmu saja Kevin.” Ucapku kesal padanya.

“Oh, ayolah, aku hanya bercanda Dirga. Cepatlah bangun dan ubahlah masa depan. Nasib dunia berada ditanganmu.” Ucap Kevin lembut.

Eh, Kukira dia akan terus mengejekku sampai dia merasa sangat puas. Tunggu dulu, bagaimana dia tahu aku ini time traveler?

“Ah, dari ekspresimu sepertinya kau sedang bingung ya. Setelah pembunuhan ini terjadi aku sadar kau memang time traveler. Ucapanmu tadi pagi benar, perkemahan ini seketika berubah jadi neraka yang mengerikan.”

Kevin diam sejenak.

“Karena aku lengah aku kehilangan Aisyah. Dia terpisah denganku saat berlari di dalam hutan.”

“Sudah kuperingatkan bukan untuk menjaga Jeanne? Kau ini ceroboh Kev.” Ucapku sambil meraih uluran tangan Kevin.

Kevin mengabaikanku dan menggaruk-garuk kepalanya.

“Dirga, bisakah kau jelaskan apa yang sebenarnya sudah terjadi selama ini?” Tanya Kevin.

Aku mengangguk.

“Aku harap kau tidak akan bosan mendengar cerita ini. Karena ini akan lama.”

Kevin memasang muka serius dan sudah siap mendengarkan ceritaku. Akupun menarik nafas panjang dan mulai bercerita.

 

 

Tenggorokanku kering. Menceritakan rewind-rewind sebelumnya kepada Kevin membuatku haus. Aku sangat ingin minum minuman bersoda sekarang. Pasti sangat menyegarkan.

“Dirga, sebaiknya kau jangan terlalu bergantung pada kekuatanmu.” Ucap Kevin serius.

“Kenapa? Bukankah dengan kemampuanku ini kita bisa mempunyai banyak kesempatan untuk mengubah masa depan?” Tanyaku kebingungan.

Kevin menghela napas, kurasa kali ini dia akan menguliahiku.

“Sejauh ini kau sudah melakukan berapa kali rewind?”

“Empat kali.” Jawabku singkat.

“Setiap rewind itu memiliki cerita yang berbeda bukan?”

“Ya.”

“Bayangkan, aku memiliki sebuah tali. Anggap saja tali ini alur utama dunia ini. Tetapi manusia membuat chaos yang sangat besar. Kekacauan yang sangat dahsyat yang dapat mengubah tatanan dunia. Lalu untuk mengubah masa depan dunia yang sudah kacau, dunia memberikanmu force majeure.”

Kevin terdiam sejenak.

“Setiap rewind yang kau lakukan berbeda cerita dari alur utama dunia ini. Hal itu kita ibaratkan sebagai tali. Jika alurnya berbeda maka otomatis tali ini akan bercabang. Bayangkan jika kau melakukan banyak rewind dan membuat banyak cabang. Tali ini pasti akan mudah hancur karena kekuatannya semakin rapuh.”

Aku menelan ludah.

“Teori ini disebut teori quantum atau multiverse. Teori ini menjelaskan bahwa ketika seseorang kembali ke masa lalu dan merubah timeline, maka akan menimbulkan dua “waktu” yang berbeda. Contohnya ada seseorang yang pergi ke masa lalu untuk membunuh seseorang. Ketika orang tersebut terbunuh, akan terdapat dua masa depan, yaitu dimana orang tersebut masih hidup dan masa dimana orang tersebut terbunuh.” Jelas Kevin panjang lebar.

Aku terdiam sejenak.

“Jadi jika tali ini, ah maksudku dunia ini memiliki banyak sekali cabang yang disebabkan olehku. Maka dunia ini akan hancur?” Tanyaku kepada Kevin.

“Ya, timelinenya akan hancur. Waktu, tempat, manusia, semua akan menghilang. Lenyap tanpa jejak. Tapi ya, ini hanya teori Dirga, mungkin bisa terjadi, mungkin juga tidak.” Jelas Kevin.

Aku terdiam sejenak. Sialan, beban yang kutanggung rasanya semakin berat saja. Aku tidak tahu harus berbuat apa. Aku terlalu lelah untuk berpikir. Aku ingin lepas dari takdir ini.

“Dirga, kau harus mengubah masa depan seberat apapun. Masa depan manusia ada di tanganmu. Lupakanlah apa yang kubicarakan di rewind sebelumnya. Aku akan menolongmu! Kita akan menanggung beban ini bersama-sama!” Ucap Kevin tanpa ragu.

Aku tersenyum. Ternyata Kevin benar-benar orang yang baik ya. Selama ini aku sudah salah menilainya. Aku harap kami bisa berteman dengan baik setelah kejadian menyebalkan ini usai.

“Aku melakukan ini bukan karenamu ya, tapi ini untuk kebaikan Aisyah!”

Aku mengernyitkan alis melihat perilaku Kevin. Dia itu kenapa? Sifatnya aneh sekali.”

“Lalu sekarang apa yang akan kita lakukan Kev?” Melupakan bagaimana anehnya sifat Kevin, aku kembali pada topik utama.

Kevin mengeluarkan pisau lipatnya.

“Mencari Aisyah.” Jawabnya singkat.

“Ah, iya aku juga memerlukan Aisyah untuk menerjemahkan bahasa latin yang sering disebut pembunuh itu. Ayo kita temukan!” Ucapku sambil mengeluarkan pisau dapur yang kuambil dari Sasha tadi. Kuharap dia baik-baik saja walaupun kemungkinannya sangat kecil.

 

 

Drap….Drap……

Kami terus berjalan di tengah gelapnya malam. Penerangan kami terbatas, kami hanya memiliki satu senter, itupun baterainya sudah mau habis. Aku harap tidak ada perangkap yang dapat membunuh kita disini.

“Kevin, sepertinya Sasha menemukan sesuatu.” Ucapku memulai percakapan.

Kevin berhenti berjalan dan melirik ke arahku.

“Apa maksudmu Dirga?”

“Saat aku berlari meninggalkan Sasha tadi, Pembunuh itu berhasil menemukan Sasha yang sedang kesakitan. Aku mendengar teriakan Sasha pada waktu itu. Dia berteriak ‘Dirga! Jangan percaya kepada siapapun!’ Maksudnya apa?”

“Sasha sepertinya sudah mengetahui siapa pembunuhnya. Jadi dia berteriak untuk memberikan petunjuk padamu agar tidak percaya kepada siapapun. Tidak salah lagi, pembunuhnya memang salah satu diantara kita.” Ucap Kevin serius.

Aku terdiam sejenak, berusaha berpikir. Ada yang janggal disini.

“Kalau Sasha ingin memberi tahuku bahwa dia telah mengetahui pembunuhnya. Mengapa dia tidak langsung teriakan saja namanya? Bukannya kalau diteriakan namanya akan lebih mudah untuk kita menghetikan semua kegilaan ini?” Jelasku kepada Kevin.

Kevin mengangguk setuju.

“Benar juga. Kenapa dia tidak teriakan nama pelakunya saja langsung? Benar-benar janggal.”

“Kita bisa pikirkan itu nanti, ayo terus jalan. Kita harus mencari Aisyah sebelum baterai senter ini habis.” Ucapku.

Kevin mengangguk dan mulai berjalan lagi.

Duk~

Baru saja kami berjalan. Terdengar sesuatu.

“Dirga, aku menendang sesuatu. Seperti bola.” Ucap Kevin serius.

Dengan sigap aku langsung menyorotkan senterku kepada benda yang ditendang oleh Kevin. Apa itu? Kevin benar bentuknya seperti bola, tapi di tengah gelapnya malam dan dengan cahaya senter yang temaram ini aku tidak tau pasti benda apa itu. Aku memicingkan mata berusaha melihat lebih jelas.

“Yang menjuntai ini seperti rambut.” Ucapku pada Kevin saat kakiku tak sengaja menginjak benda panjang dan bersurai.

Tunggu, rambut?

Aku mendekati benda itu dan akhirnya aku menyadari, itu bukan bola, melainkan sebuah kepala manusia.

“K-Kevin… I-itu…..”

Kevin mengusap wajahnya yang memucat.

“I-tu….. Kepala Chika……” Ucap Kevin kaku.

Aku menelan ludahku secara paksa. Bulu kudukku merinding melihat benda itu. Aku tidak menyangka Chika akan berakhir mengenaskan seperti ini. Pembunuh itu benar-benar gila!

“Kemana badannya? Mengapa kita hanya menemukan kepalanya saja disini?” Tanyaku.

“Di sana.” Kevin menunjuk sesuatu dan segera berlari ke arah benda tersebut.

Aku berlari mengikuti Kevin. Aku melihat sesuatu si ujung sana. Bau amis tercium dari kejauhan. Apa itu? Dengan segera mengarahkan senterku untuk menyorotinya.

Ugh!

Jantungku berdegup dengan cepat, keringat dingin bercucuran dari pelipisku, apa aku berdelusi? Ini badan Chika! Astaga, kondisinya sangat buruk, kulitnya pucat pasi karena kehilangan banyak darah. Kaki kanannya juga terputus, kulit tangannya lecet karena terjatuh. Benar-benar mengerikan, rasanya aku ingin muntah sekarang.

“Bagaimana bisa kepala Chika terpisah dari badannya?” Pertanyaan itu bukan ditujukan padaku. Dia konsentrasi sekali melihat mayat Chika sambil memegang dagu. Ah, dia seperti detektif di novel misteri sekarang.

“Mungkin dia dibunuh oleh orang misterius itu ketika berlari, jadi kepalanya terpisah dan menggelinding menjauh dari badannya.” Ucapku asal menjawab.

“Tunggu, lihat ini.” Ucap Kevin sambil menunjukan sesuatu.

Benang? Untuk apa ada benang di tempat seperti ini? Kevin menyentuh benang itu dengan telunjuknya. Benang itu diikatkan dari satu pohon ke pohon yang lain dan hampir tidak terlihat jika saja kita tidak teliti melihatnya. Benang itu sangat tipis dan tajam jika direntangkan dengan kuat seperti ini. Jangan-jangan…

“Ya, ini jebakan Si pembunuh. Chika sedang berlari di dalam kegelapan dan tanpa sadar kaki dan  lehernya terkena benang tajam ini. Lalu…..”

“Kepalanya terputus.” Lanjutku.

Kevin mengangguk.

“Kita harus lebih berhati-hati lagi. Pembunuh ini sangat gila, dia bisa membunuh kita kapan saja dan ada kemungkinan masih banyak jenis jebakan lain di hutan ini.”

Aku menelan ludahku. Kuharap ini segera berakhir.

“Kita harus terus bergerak Dirga, kau harus tetap fokus dan jangan sampai jebakan orang gila itu membunuhmu.” Ucap Kevin serius.

Aku mengangguk kaku.

 

 

Kami terus berjalan di tengah gelapnya hutan dengan hati-hati. Suasana yang begitu hening membuat adrenalinku benar-benar terpacu, aku bahkan bisa mendengar suara detak jantungku sendiri yang berdegup kencang.

“Sepertinya kita kembali ke perkemahan.” Ucap Kevin memecah keheningan.

Kami terus berjalan dan berlari dengan arah yang tidak menentu dan tanpa sadar kami kembali ke perkemahan. Aku tidak tahu ini sebuah kebetulan yang menguntungkan atau merugikan. Aku harap pembunuh itu tidak ada di sini.

“Ayo kita periksa tempat ini Dirga.”

“Semoga tempat ini aman jadi kita bisa beristirahat sebentar.” Ucapku sambil menggenggam pisau dengan erat.

Kevin mengangguk, sepertinya dia juga sama lelahnya denganku.

Aku berjalan perlahan mengitari perkemahan dan membuka satu persatu tenda yang ada di sini. Aku harap tidak ada kejutan mengerikan seperti di film-film horor yang dapat membahayakan nyawaku.

“Perkemahan ini aman! Tidak ada tanda-tanda orang gila itu di sini!” Teriak Kevin.

Aku menghela napas. setidaknya aku bisa istirahat sekarang.

“Aku sangat haus, kejadian ini sangat menguras energiku.” Ucapku memulai obrolan ketika kami beristirahat di salah satu tenda.

“Aku juga haus. Aku sangat ingin meneguk minuman berdosa sekarang.”

Aku memiringkan kepala.

“Minuman berdosa? Maksudmu arak, miras, atau sejenisnya? Tak kusangka kau suka minuman seperti itu Kev.”

“Tidak. Bukan seperti itu Dirga.” Ucapnya sambil mengibaskan tangannya.

“Minuman berdosa itu seperti cola. Masa kau tidak tahu cola sih?”

“Itu minuman bersoda Kev, bukan berdosa.” Ucapku sambil menyipitkan kedua mataku.

“Bwahahhaa! Aku hanya bercanda Dirga hahaha!!” Kevin tertawa terbahak-bahak.

Jujur, candaannya garing sekali tapi baru pertama kalinya aku melihat Kevin tertawa terbahak-bahak seperti ini. Ah, aku menyesal tidak merekamnya dengan gawaiku.

Sraakk…..Srakkk…..

“Dirga, apa kau mendengarnya?” Kevin berhenti tertawa dan memasang sikap seriusnya.

Aku mengangguk, suara itu semakin mendekat dengan kami. Bulu kudukku berdiri, apa itu Si pembunuh? Atau apa itu hantu? Aku semakin merinding. Aku memegang pisau sebagai satu-satunya senjataku dengan erat. Semoga manusia bertopeng itu tidak memakai senjata yang lebih berbahaya dari pisauku ini.

Kami mengintip dari resleting tenda dengan hati-hati. Kami akan menyerang pembunuh itu dari arah belakang. Eh, tunggu, itu bukanlah Si pembunuh, seseorang di sebrang sana tampak seperti seorang perempuan. Astaga, bukankah itu Aisyah? Dengan segera kami segera berlalri ke arah Aisyah dengan panik.

“Aisyah, apa yang terjadi?” Kevin bertanya dengan panik.

Aisyah tentu saja tidak bisa menjawab pertanyaan Kevin dengan kondisi seperti ini. Dia tampak sangat kesakitan, perutnya berdarah-darah dan tubuhnya tergores di sana-sini. Aisyah hanya memejamkan matanya dan terus menggigit bibirnya menahan sakit. Aku salut dia bisa bertahan dan berusaha mencari bantuan di kondisi yang separah ini.

“D-Dirga kau tunggu di sini. Aku akan menyalakan api uggun terlebih dahulu. Aku akan menyembuhkan luka Aisyah!” Ucap Kevin sambil berlari ke arah tempat api unggun.

Aku menggenggam tangan Aisyah.

“Bertahanlah Aisyah,  Kevin dan aku akan menyelamatkanmu dan kita akan keluar dari tempat mengerikan ini bersama-sama.” Ucapku berusaha menguatkannya.

Aisyah membuka matanya perlahan dan mulai menggerak-gerakan tangannya, mencoba berkomunikasi denganku.

“Ah, sudah Aisyah, sebaiknya kau beristirahat saja.”

Aku melihat perut Aisyah terlihat lebih buncit dari bisanya. Hanya perasaanku saja atau memang dia terlihat seperti ibu hamil ya?

“Api unggunnya sudah menyala! Dirga tolong carikan obat-obatan untuk Aisyah!” Kevin berlari ke arahku dan menggendong Aisyah ke dekat api unggun.

Tanpa menunggu Kevin berteriak kembali, aku segera berlari keluar masuk tenda, mencari obat apapun yang bisa digunakan untuk Aisyah. Setidaknya aku harus bisa menemukan Alkohol untuk membersihkan luka Aisyah. Ah, syukurlah Pak Koko guru yang penuh persiapan. Di dalam tasnya ada sebuah kotak P3K. Setidaknya ini bisa mengobati Aisyah.

Aku segera berlari keluar tenda untuk memberikan kotak P3K ini kepada Kevin. Tapi sayang, hal buruk sepertinya akan terjadi.

“Dirga! Jangan mendekat!!” Teriak Kevin kepadaku.

Duaaarr!!!!

Perut Aisyah seketika meledak. Cairan berwarna merah itu muncrat kesana-sini dan membasahi bajuku. Aku terpaku bagai patung melihat kejadian barusan. Tempat di sekitar api unggun seketika dipenuhi dengan darah.

Uwaaaghhhh!!!

Kevin berteriak dengan kencang, tangannya hancur terkena ledakan. Beruntung Kevin masih hidup walau mengalami luka bakar yang cukup serius di perutnya. Apa yang terjadi? Apa barusan ada bom yang meledak? Kulihat tubuh Aisyah yang tergolek tak bernyawa di atas tanah. Mataku membulat melihat tubuh Aisyah yang hancur tak berbentuk. Apalagi di bagian perut terlihat benar-benar mengerikan. Aku ingin muntah karena melihat isi perut Aisyah keluar berantakan. Sialan, pembunuh itu sepertinya menjadikan Aisyah bom agar kami semua terluka parah.

Aghhh!!

Kevin menggigit bibirnya dengan sekuat tenaga, menahan rasa sakit yang luar biasa menjalar di tubuhnya. Aku segera membuka kotak P3K dengan cepat. Disaat seperti ini aku tidak boleh panik.

“Bertahanlah Kevin, aku akan mengobatimu.”

Prok… prok… prok…

Terdengar suara tepukan tangan di dalam gelapnya hutan. Kulihat seseorang yang berjalan dalam gelap. Ah, itu Si manusia bertopeng!

“Duaaaar...! Wah, kembang apinya indah ya. Warna merah bertebaran kesana kemari, indah sekali.” Ucapnya tersenyum lebar sambil terus bertupuk tangan.

“Berhenti bertepuk tangan seperti itu Bodoh!!” Aku berteriak geram. Bagaimana bisa dia sesenang ini, dasar psikopat gila.

. “Oh, ada apa Dirga, kau mengatakan aku bodoh? Bukankah dirimu sendiri yang bodoh? Kau bahkan tidak tahu bagaimana Aisyah bisa menjadi kembang api yang cantik ini. Kau bahkan tidak tahu penyebab dibalik semua insiden ini.”

Aku memejamkan mataku.

“Berisik.. Berisik!! Aku sangat ingin menghancurkanmu orang sinting!!” Teriakku penuh emosi.

Orang itu menggeleng-gelengkan kepalanya.

“Jika kau marah-marah seperti itu, aku tidak akan memberi tahu bagaimana caranya aku membunuh Aisyah loh. Hihi.”

Aku menggigit bibirku menahan amarah. Jujur, aku ingn mengetahui bagaimana caranya dia merencanakan semua permainan gila ini.

“Karena aku ini baik dan ramah, maka akan kujelaskan padamu dengan senang hati. Pertama, aku melumpuhkan Aisyah dengan memberinya obat bius hingga ia terlelap. Lalu, aku membuka isi perutnya dan memasukan gas portable yang harusnya digunakan untuk memasak tadi. Kemudian kalian menemukan Aisyah dan membawanya ke dekat api unggun untuk mengobatinya. Boom!! Kalian jatuh tepat di perangkapku. Hahaha.”

“Kau benar-benar gila!!” Teriakku penuh amarah.

“Kau.. kau pasti salah satu dari kami! Semua petunjuk yang tertinggal menjelaskan kau memang bagian dari kami. Kenapa kau lakukan ini hah?” Aku berseru penuh emosi.

Huahahaaha!!

Manusia bertopeng itu tertawa dengan kerasnya. Dasar sinting!

“Ya, Dirga, aku memang temanmu. Kita satu kelas, dan aku bagian dari kalian semua! Tapi apakah itu penting? Aku hanya melakukan misiku. Aku tidak peduli kalian teman atau bukan. Jika aku diperintahkan untuk menghabisi kalian semua, maka aku akan lakukan dengan sepenuh hati. Hahaha.”

Aku terpaku mendengar pengakuannya. Dia tak segan-segan membunuh walau itu temannya sendiri? Rasanya emosiku semakin memuncak, ada apa dengan dia? Siapa yang memerintahkannya? Aku melihat Kevin yang terluka parah yang bahkan tidak bisa mengikuti arah pembicaraan kami, Aisyah yang mati dengan kondisi yang mengenaskan. Dia bahkan tak merasa bersalah sama sekali setelah membunuh dan melukai temannya dengan keji.

“Lalu apa misimu hah? Melawan Tuhan? Melawan hukum alam? Jawab aku!!” Aku berteriak meluapkan emosiku.

“Tidak, bukan itu misiku.” Dia terdiam sejenak.

“Tapi kau harus tahu Dirga, penyebab semua ini terjadi adalah dirimu. Mungkin kau tidak ingat, tapi semua ini berasal dari masa lalumu.”

Aku tertawa kecil mendengar penuturan manusia bertopeng itu. Hah salahku? Sejak kapan aku menjadi dalang dibalik semua ini. Orang ini benar-benar sudah sinting.

“Bicara apa kau, jangan melantur! Sudah jelas-jelas ini salahmu. Kau yang menyebabkan semua ini terjadi. Kau yang membunuh teman-temanku!!” Aku berteriak keras karena emosi.

Orang itu diam sejenak.

“Dirga, kau ingin tahu siapa aku bukan? Ayo lawan aku, kita akan berkelahi di sini.” Orang itu mulai memasang kuda-kudanya. Siap bertempur satu lawan satu denganku.

Aku tidak peduli lagi ini jebakan atau bukan, melihat manusia gila di depanku ini membuatku muak. Dia telah membunuh teman-temanku dengan tangan kotornya. Dia pantas untuk mati!

Arrgghh!

Aku berlari menerjang manusia bertopeng itu dengan pisau di tanganku. Dengan penuh amarah aku mengayunkan pisauku ke arahnya, namun dia berhasil menangkis seranganku dan dengan cepat membantingku ke tanah sekuat tenaga.

Bugg!

Manusia bertopeng itu melayangkan tinjunya ke wajahku. Aku segera berguling untuk menghindari pukulannya dan menusukkan pisauku tepat di perutnya.

“Rasakan ini! Dasar orang sinting!”

Cleb! Cleb!

Uwaaaarghh!!

Tanganku dipenuhi darah yang keluar dari perutnya, bau amis kentara sekali tercium oleh hidung. Tapi aku tidak peduli, walaupun bajuku basah dipenuhi darah sekalipun aku tidak akan berhenti.

Bugg!!

Tanpa sempat kuhindari, manusia bertopeng itu menendangku dengan sekuat tenaga. Tubuhku terpental ke belakang, pisau yang kupegang pun terlepas dari tanganku. Dengan sigap aku segera bangun dan menyeimbangkan tubuhku. Aku tidak peduli separah apapun luka yang kuterima nanti, aku hanya ingin orang ini mati!

Bugg!

Aku memukul manusia bertopeng itu tepat di kepalanya. Dia tampak kesakitan, ini kesempatanku untuk mengetahui siapa manusia bertopeng ini.

Sreet.

Aku segera menarik topeng gasnya.

“R-Rian?” Aku berteriak syok. Aku sama sekali tidak menyangka dalang dibalik semua ini adalah Rian. Rian yang takut akan ketinggian ini ternyata psikopat gila!

Rian tersenyum miring melihatku yang syok akan identitasnya.

“Kau mungkin berhasil membongkar identitasku Dirga. Tapi kau membuat kesalahan besar.”

Aku tak mengindahkan apa yang dia katakan, aku masih sangat terkejut dengan kenyataan bahwa Rian adalah mausia bertopeng.

“Kau membiarkan senjatamu jatuh ke tangan musuh, itu kesalahan yang sangat fatal.” Rian memperlihatkan pisau yag kugunakan untuk menusuk perutnya tadi.

Rian segera berlari ke arahku dengan cepat. Sialan! Aku tidak punya waktu untuk menghindari serangannya. Dia sudah sangat dekat.

Cleb!

Cleb!

Cleb!

Cleb

Darah mulai keluar dari perut dan mulutku. Perutku seperti terbakar dan benar-benar terasa nyeri.  Ah, pandanganku mulai memudar. Sepertinya aku akan mati di sini dan mengulangi semua hal dari awal.

Aku memejamkan mataku, samar-samar kudengar suara Rian dengan lirih.

“Dirga… maafkan aku..”

 

 

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!