Chapter 3 "Butterfly Effect"

“Kevin jelaskan padaku, apa itu force majeure?” Tanyaku serius.

Teman-teman saling berdesakkan keluar dari bus mengacuhkan teriakanku. Kevin yang awalnya memasang wajah kesal langsung membulatkan mata terkejut dan memasang ekspresi serius. Kevin kemudian menarik tanganku menuju kursi belakang untuk berbicara di sana.

“Mengapa kau tiba-tiba menanyakan hal itu?”

“Kau sendiri yang bilang kepadaku. Jika hal yang sama terulang kembali kepadaku, segeralah berbicara kepadamu seorang.”

“Aku bersumpah, aku sama sekali belum pernah berbicara padamu tentang hal itu Dirga. Apa kau berhalusinasi atau berdelusi?”

“Memang benar kau belum pernah membicarakan hal itu kepadaku Kevin. Tapi, dalam beberapa jam ke depan jika aku tidak membuat perubahan pada alur cerita ini. Kau akan berbicara hal itu padaku.”

Kevin menghela napas, sorot matanya yang tajam mengintimidasiku. Sepertinya dia tak percaya akan kata-kataku.

“Sudahlah aku tak ada waktu untuk membicarakan omong kosongmu. Kita harus bergegas Dirga, teman-teman sudah mulai berbaris di luar.”

“Hanya sebentar saja, tolong jawab pertanyaanku.” Aku memaksanya, dia tampak menghela napas lagi kemudian mulai menjelaskan apa yang kutanyakan.

“Force majeure berasal dari bahasa Prancis yang berarti ‘kekuatan yang lebih besar’. Force majeure merupakan suatu kejadian yang terjadi di luar kemampuan manusia dan tidak dapat dihindarkan sehingga suatu kegiatan tidak dapat dilaksanakan atau tidak dapat dilakukan sebagaimana mestinya. Jika ada seseorang yang mengetahui apa yang akan terjadi di masa depan dan mengatakan sudah mengalami kejadian yang sama mungkin dia adalah time travel atau hanya seorang yang pintar membual. Semua yang kukatakan tak lebih dari sekedar teori Dirga. Walaupun ada banyak hal yang bisa dijadikan bukti, tak  ada bukti konkret yang bisa menjelaskan teori tersebut. Dan sekarang di hadapanku ada seseorang yang mengaku mengetahui hal-hal yang akan terjadi beberapa jam ke depan? Apa kau sudah gila Dirga?”

“Dengar Kevin, aku tidak gila. Ini benar-benar terjadi. Awalnya aku juga hanya menganggap semua ini mimpi dan tidak nyata. Tapi saat aku bangun kembali hal itu terus berulang dan membuatku yakin semuanya benar-benar terjadi. Aku sangat yakin semuanya nyata, bukan sekedar khayalan atau delusi seperti yang kau katakan.”

“Aku tetap tak percaya padamu Dirga.” Kevin bersikeras dengan keyakinannya.

“Kevin, tolonglah, aku berkata benar. Jika kau tak membantuku, dalam beberapa jam ke depan akan terjadi hal yang sangat mengerikan. Akan terjadi pembunuhan masal yang aku tidak tahu siapa dalang dibalik semua ini. Setiap aku terbunuh, aku pasti kembali ke waktu dimana aku tidur di dalam bus.”

Raut wajah Kevin yang tegas berubah sesaat ketika kukatakan tentang pembunuhan. Namun perubahan itu hanya sebentar digantikan wajah yang tegas dan tak ingin dibantah.

“Buktikan sesuatu padaku.”

Aku tersenyum cerah, dia mulai sedikit luluh.

Puk.

Aisyah datang dan menepuk pundak Kevin. Wajahnya tampak khawatir, mungkin dia berpikir kami sedang bertengkar lagi seperti biasanya. Serperti biasa Aisyah mulai menggerakan tangannya dan hanya Kevin yang bisa mengerti dengan baik apa yang ingin Aisyah sampaikan.

“Tenang saja Aisyah kami tidak bertengkar.” Aku menyela Aisyah yang berbicara dalam bahasa isyarat.

Aisyah tampak menggerakan tangannya lagi kepada Kevin.

“Dirga benar, kami tidak bertengkar. Kami hanya sedang mengobrol saja. Jangan khawatir.” Ucap Kevin sambil mengusap lembut kepala Aisyah.

Entah bagaimana Kevin selalu ada di dekat Aisyah. Dimana pun dan kapan pun mereka selalu bersama, tak terpisahkan. Mereka berdua ini pasangan yang paling populer di sekolah kami, bahkan beberapa orang menganggap mereka berpacaran walaupun pada kenyataannya mereka hanya berteman. Ah, sepertinya lebih cocok disebut cinta bertepuk sebelah tangan sih.

“Kevin, tolong tunggu sebentar, aku punya beberapa hal yang harus kuperiksa sebelum berangkat ke perkemahan.” Aku pun berlari ke arah supir bus.

“Permisi Pak, apa perbaikan bus ini masih lama?”

“Sebenarnya tidak lama, tapi Bapak lupa membawa perkakasnya. Teman Bapak sedang menuju ke sini membawa perkakas. Kalian duluan saja pergi ke perkemahan, nanti bapak akan menyusul.”

Dengan beberapa kalimat terakhir aku pun segera pamit. Sudah dapat dipastikan bus sekolah ini adalah jalan keluar yang paling ampuh. Tujuan kami hanya harus berlari ke bus ini dan pulang dengan selamat.

“Hei, kenapa kau tiba-tiba lari dan meninggalkanku dengan Aisyah?” Ucap Kevin yang tiba-tiba datang bersama Aisyah.

”Aku sudah dapat buktinya, kau tahu sendiri aku sangat jarang pergi berkemah atau bermain seperti ini, dan ini pertama kalinya aku pergi ke Puncak Mooi. Tapi karena aku sudah pernah mengulangi kejadian ini aku tau persis jalan-jalan yang akan kita lewati. Kita akan melewati sebuah jembatan tua. Itu bukti yang pertama. Kemudian Rian Si anak sangar dia akan ketakutan saat menyebrangi jembatan. Tanpa kita tahu ternyata dia takut ketinggian. Selanjutnya tenda yang akan kita dirikan nanti di perkemahan akan melingkar mengitari api unggun dan masing-masing berjarak kurang lebih dua meter. Kurasa tiga hal kecil itu cukup untuk jadi bukti untukmu.”

“Hmm itu menarik tapi tak sepenuhnya meyakinkanku. Jika apa yang katakan terbukti benar, aku akan mempercayaimu sepenuhnya.”

“Yang harus kita lakukan agar semua teman-teman kita selamat adalah dengan mencegah-“

Nyuut.

Kepalaku terasa sangat sakit, mataku mulai berkunang-kunang. Apa aku akan pingsan lagi? Samar samar kulihat sesuatu yang cantik terbang di hadapanku.

Kupu-Kupu..?

 

 

Aku membuka mataku dengan cepat dan segera melihat  sekelilingku. Tenda, ini di perkemahan dan terlihat Kevin yang sedang membaca buku. Dengan refleks aku memegang kepalaku, kepalaku masih terasa sedikit sakit. Mengapa aku selalu mengalami sakit kepala yang luar biasa kemudian pingsan? Jangan-jangan aku terkena penyakit aneh gara-gara menjadi time traveler?

“Kau tadi tiba-tiba pingsan saat berbicara denganku. Kalau sa-“

“Kalau sakit jangan memaksan diri untuk ikut berkemah dong. Merepotkan saja. Itu yang ingin kau katakan bukan?” Ucapku dengan sedikit kesal.

“Ah, merepotkan sekali punya teman yang bisa mengulang waktu. Kau seperti membaca pikiranku saja.” Ucap Kevin sambil terus membaca buku.

“Jadi apa kau percaya sepenuhnya terhadapku sekarang?” Tanyaku serius.

Kevin memejamkan matanya dan menutup bukunya. Dia mulai memasang wajah serius. Aku yakin dia akan menjelaskan panjang lebar tentang force majeure itu.

“Kau benar-benar melampaui kemampuan manusia Dirga. Seperti yang kau katakan tadi, kita melewati jembatan tua dan Rian ternyata takut ketinggian. Ditambah tata letak tenda sama seperti apa yang kau katakan. Aku benar-benar tidak percaya hal ini terjadi di dekatku. Hal ini benar-benar tidak masuk akal.” Kevin menggelengkan kepala heran.

“Aku berkata benar bukan. Sekarang apa yang harus kita lakukan Kevin? Aku takut sekali akan kekuatanku.”

“Seperti yang kau katakan sebelumnya, kita harus melakukan sesuatu untuk menyelamatkan teman-teman dan berusaha agar bencana kecil ini tak mengganggu tatanan masa depan. Hal ini benar-benar tidak bisa dihindari dan dunia mengutusmu untuk mencegah hal itu. Kau tahu, bencana kecil bisa berpengaruh sangat fatal. Kau harus bisa mengubah masa depan dengan Force Majeurmu, kekuatan time travelmu ”

“Mengapa bencana kecil bisa berakibat fatal pada masa depan dunia? Mengapa aku mendapatkan kekuatan ini?”

“Kau pernah mendengar Chaos Theory?”

Aku menggeleng.

“Chaos Theory adalah sebuah teori yang mengemukakan tentang bagaimana sebuah kekacauan yang terjadi baik sengaja maupun tidak sengaja ternyata bisa berpengaruh sangat besar di masa yang akan datang. Yang berarti, sekecil apapun bencana atau peristiwa yang terjadi bisa berdampak besar di masa depan.”

Aku terperangah akan penjelasan Kevin. Dia menatapku dengan matanya yang tajam kemudian melanjutkan kalimatnya.

“Sesuatu yang besar akan terjadi jika bencana ini atau bisa kita sebut pembunuhan masal ini dibiarkan. Chaos Theory ini memancing dirimu di masa lalu dengan force majeure, sesuatu yang melampaui kemampuan manusia dan tidak bisa dihindari agar dunia di masa depan tidak hancur.”

Aku membeku untuk beberapa saat, aku tidak menyangka akan menanggung beban yang sangat berat seperti ini. Bila benar dari pembunuhan masal ini menyebabkan masa depan hancur, lebih dari tujuh miliar nyawa dimasa depan menjadi tanggung jawabku. Ah, rasanya kepalaku akan pecah saat memikirkan hal ini.

“Kau harus mengepakan sayap kupu-kupu untuk mengubah masa depan.”

Eh, Kupu-kupu? Apakah yang dimaksud Kevin itu kupu-kupu yang selalu lewat ketika aku merasakan sakit kepala dan pingsan?

“Aku akan menjelaskan sedikit sejarah dan pengertian tentang butterfly effect ini.”

“Edward Norton Lorenz pada tahun 1961 mengemukakan sebuah teori, bahwa seluruh kejadian dalam kehidupan kita pada dasarnya adalah rangkaian dari kejadian acak atau random. Dengan simulasi program di komputer, ia berusaha memprediksi kondisi cuaca. Hingga akhirnya ia menemukan angka faktor 0,506. Semakin kecil ia masukkan bilangan desimal, makin presisi pula perkiraan yang didapatkan. Saat ia masukkan angka 0,506127, ia menemukan bahwa dampak dari desimal terkecil tersebut setara dengan efek kepakan sayap kupu-kupu. Lorenz terhenyak saat mendapatkan gambaran, satu kepakan sayap kupu-kupu bahkan bisa menghasilkan efek tornado yang dahsyat. Inilah yang disebut sebagai teori butterfly effect.”

“Kevin, aku sama sekali tidak mengerti apa yang kau bicarakan, pikiranku benar-benar kacau saat ini.” Ucapku lemas sambil memegang kepala.

Kevin menghela napas dan berdecak kesal sambil memutar bola matanya.

“Begini saja deh, hal kecil apapun yang kau lakukan sekarang, berdampak besar di masa depan. Itulah butterfly effect. Sebagai contohnya, kepakan sayap kupu-kupu di hutan belantara Brazil secara teori dapat menghasilkan tornado di Texas beberapa bulan kemudian.”

“Kau harus mengubah masa depan Dirga, dengan force majeuremu, dengan hal sekecil apa pun.”

Astaga aku seperti berada di dalam film bergenre sci-fi. Hal yang tidak masuk akal dan di luar nalar terjadi padaku. Apa aku dikutuk atau bagaimana? Aku mulai panik sekarang. Ah, lupakan tentang itu, sekarang aku punya urusan yang benar-benar serius.

“Kevin, di luar sepi sekali. Dimana kawan-kawan?”

“Oh, mereka baru saja berangkat untuk jurit malam.”

Glek!

Aku menelan ludah, jantungku rasanya berdegup dengan sangat kencang.

“Kevin! Cepat cari senjata! Apa saja yang bisa digunakan!” Teriakku panik.

“Memang ada apa Dirga?” Tanya Kevin keheranan.

“Pembunuhan itu dimulai dari kelompok satu. Kelompok Sasha yang pertama kali dibunuh, Selanjutya di perkemahan ini Pak Koko menjadi gila dan membunuh Bu Nina!” Jelasku sangat panik.

“Pak Koko mejadi gila? Bagaimana bisa?”

“Sudahlah kita pikirkan itu nanti. Sekarang cepatlah cari senjata dan segera pergi ke rute jurit malam sebelum semua ini terlambat!” Ucapku memerintah.

Saat kami sedang mencari senjata di setiap tas teman-teman, tiba-tiba resleting tenda terbuka. Terlihat bayangan seseorang dari luar tenda. apakah itu Si pembunuh? Kami mematung beberapa saat. Kami berbicara terlalu keras pasti pembunuh itu mendengar dengan jelas apa yang kami bicarakan. Bagaimana ini? Apa yang yarus aku  lakukan? Aku menatap Kevin dengan perasaan cemas.

Sret.

Tenda terbuka dan seseorang itu masuk ke dalam.

“Aisyah!” Teriakku dan Kevin bersamaan.

Aisyah tampak kaget dan takut saat kami berteriak keras menyebut namanya. Astaga kami berdua seperti orang bodoh saja. Berpikir yang tidak-tidak padahal tidak ada apa-apa.

“Aisyah maafkan kami.” Ucap Kevin.

Aisyah menggerakan tangannya kemudian tersenyum. Kevin menjelaskan kepada Aisyah bahwa tempat ini tak aman jadi kita semua harus pergi. Untungnya Aisyah anak penurut dan tak banyak tanya jadi kami tak perlu repot menjelaskan banyak hal padanya. Walaupun aku tahu Aisyah sangat kebingungan sekarang.

Kami segera berlari keluar tenda, terlihat Pak Koko sedang asyik mengobrol dengan Bu Nina di dekat api unggun.

“Pak Koko! Ayo cepat kita pergi ke rute jurit malam!” Teriakku kepada Pak Koko.

“Eh, ada apa? Kau ingin ikutan jurit malam juga? San-“

Sebelum Pak Koko menyelesaikan kalimatnya, Kevin sudah lebih dulu memotong berbicara.

“Bukan. Ini hal yang sangat berbahaya! Akan terjadi pembunuhan masal di sini Pak!”

“Ah, kalian ini, terlalu banyak nonton film horror ya? Tenang saja tidak akan ada yang terjadi.” Ucap Bu Nina sambil mengibaskan tangannya.

“Bu Nina! Percayalah, kami tak bohong!” Ucapku yang semakin panik.

“Kepalamu sepertinya tidak beres Dirga hahaha, sepertinya efek bangun dari pingsan.” Bu Nina tertawa geli mendengar apa yang kami katakan.

Kevin nampaknya mulai jengkel atas perilaku Pak Koko dan Bu Nina. Dia pun mendekati mereka dan berbicara begitu intens dengan tatapan tajamnya.

“Ada seseorang yang sudah mengintai tempat ini dan menunggu saat yang tepat untuk membunuh kita semua. Silakan tinggal jika kalian ingin mati di sini.” Ucap Kevin pelan dengan penuh penekanan disetiap kalimatnya.

Mendengar apa yang dikatakan Kevin tersebut, Pak Koko dan Bu Nina menjadi gentar dan mulai ketakutan.

“Apa yang kau katakan Nak, di tempat seperti ini mana mungkin ada hal seperti itu.” Ucap Bu Nina ketakutan.

“Lebih baik kita segera pergi ke rute.” Ucap Kevin dingin.

Pertama kalinya aku melihat Kevin yang seperti ini, ternyata dia lihai sekali memanipulasi orang dengan kata-katanya. Meskipun apa yang dikatakannya bukanlah suatu kebenaran, tapi bukan tidak mungkin jika ada yang mengintai kami di perkemahan ini. Tanpa membuang waktu kami pun berlari dengan cepat menuju rute jurit malam. Aku harap aku tidak terlambat untuk ini Tuhan. Aku tidak ingin lagi melihat teman-temanku terbunuh. Aku harus menyelamatkan mereka semua dan menghentikan rencana pembunuhan ini.

Aaaaaaa!!!

Kakiku bergetar dan semangatku pudar setelah mendengar suara teriakan barusan. Apa aku terlambat? Aku segera berlari ke tempat dimana kelompok satu jatuh di rewind sebelumnya diikuti yang lainnya. Sesampainya di sana aku segera memeriksa jurang di tempat itu.

“Oh, tidak, bagaimana kau tahu semua ini akan terjadi Nak?” Tanya Pak Koko dengan tubuh gemetar.

Aisyah yang melihat kebawah jurang mulai menangis, Kevin memeluknya dengan erat. Dia tampak mengernyitkan alisnya sesaat.

“Dirga, pembunuh ini memiliki pola.” Ucap Kevin sambil memeluk erat Aisyah.

“Pembunuh ini mulai membunuh dari objek yang paling lemah. Kelompok satu berisi tiga wanita manja dan penakut, target yang mudah untuk di eksekusi. Si pembunuh ini ingin membunuh dengan cepat dan efektif. Makanya dia tidak bisa melakukan ini sendiri. Dia mencari sekutu ah, tidak, dia membuat musuh menjadi anjing pribadinya.”

“Maksudmu?” Tanyaku singkat.

“Pak Koko menjadi gila dan membunuh Bu Nina di rewind sebelumnya bukan karena disengaja. Tapi ada sesuatu yang mempengaruhi otaknya. Bisa jadi hipnotis atau suatu bahan kimia yang membuatnya seperti itu.”

“Hipnotis tidak akan segila dan seagresif itu Kevin. Tidak akan sampai mengejar kami ke hutan sambil berteriak menakutkan.”

“Lupakan sejenak masalah ini. Ingat, pembunuh ini menggunakan pola dalam aksinya yaitu dari yang terlemah ke yang tersulit. Sama seperti mengerjakan soal ulangan bukan?”

“Apa yang kalian bicarakan anak-anak?” Bu Nina bertanya dengan khawatir.

“Bukan apa-apa Bu.” Jawab Kevin berbohong.

“Dari yang terlemah.. ke yang tersulit….” Ucapku sambil berpikir.

“Target selanjutnya adalah kelompok dua! Disana hanya ada dua orang laki-laki!” Ucapku setengah berteriak.

“Tepat sekali Dirga, ayo kita harus kesana sekarang!”

Kevin melepaskan pelukannya dan tersenyum  ke arah Aisyah.

“Aku akan kembali, tetaplah bersama Pak Koko dan Bu Nina di sini.”

Aisyah mengangguk dan kami pun segera berlari mencari kelompok dua.

“Tunggulah Rizky! Aku pasti akan menyelamatkanmu kawan!” Ucapku mantap dalam hati.

Malam semakin larut saat kami melihat sesuatu di dekat semak-semak tempat kelompok dua di rewind sebelumnya. Dengan segera kami berlari menuju semak-semak itu.

“Kita terlambat.”

Aku menatap sedih sesuatu atau lebih tepatnya sesosok tubuh yang sudah tidak bernyawa itu. Bagas yang malang, dia meninggal begitu mengenaskan. Aroma darah jelas tercium dari tubuhnya. Lehernya sobek oleh benda tajam hingga urat nadinya terputus. Rahangnya patah, membuat mulutnya menganga lebar begitu menyeramkan. Aku yakin seseorang telah menarik rahangnya dengan paksa dan brutal. Sejenak aku merasa mual dan ingin muntah, berbeda dengan Kevin yang begitu tenang menatap setiap jengkal tubuh berlumuran darah itu.

Aku memejamkan mataku dan menarik napas dalam-dalam, berusaha tenang dalam kondisi yang sangat kacau ini. Aku heran, kenapa Kevin bisa setenang ini, apa dia sering menonton film horor? Atau memang dia pernah mengalami hal yang seperti ini?

“Dirga, ada kemungkinan Rizky masih hidup. Si pembunuh sepertinya hanya berhasil membunuh Bagas saja. Dilihat dari luka Bagas, kurasa dia mengendap-endap lalu membungkam mulut Bagas dengan tangannya dan mulai menusukan pisau ke lehernya. Mungkin rahangnya patah karena Bagas berusaha melawan Si pembunuh. Bisa saja Bagas menggigit tangannya atau menginjak kakinya. Kemudian dengan refleks Si pembunuh melepaskan pisaunya dan tak sengaja mematahkan rahang Bagas.” Jelas Kevin panjang.

“Lalu bagaimana dengan Rizky?” Aku bertanya dengan khawatir.

“Aku yakin Rizky juga terkena serangan, tapi tidak parah dan berhasil melarikan diri. Lihat ini.”

Kevin menunjukan bercak darah tidak jauh dari mayat Bagas.

Aku tersentak kaget. Bercak darah ini samar sekali apalagi dengan gelapnya malam hampir tidak mungkin untuk menyadari ada bercak darah di sini. Kevin sungguh jeli. Jika dilihat baik-baik, bercak darah ini berceceran cukup banyak dan membuat jejak ke suatu tempat. Pasti Rizky belum pergi terlalu jauh.

“Bagaimana menurutmu, apa kita akan mengikuti jejak darah ini?’ Tanya Kevin padaku.

Seketika otakku berkecamuk. Terlalu berbahaya pergi tanpa persiapan sedikit pun. Tapi jika kami tak pergi, bagaimana dengan Rizky?

“Aku tidak tahu Kevin, terlalu berbahaya untuk mengikuti jejak itu. Apa sebaiknya kita menyuruh Pak Koko saja?” Tanyaku ragu-ragu.

“Tidak, Pak Koko tidak akan pergi ke sana. Dia tidak akan mengambil resiko.” Jawab Kevin dingin.

Tiba-tiba sebuah cahaya tersorot ke arahku membuat pupil mataku mengecil akan silaunya.

“Ga… Dirga..!!”

Aku memicingkan mata untuk melihat siapa seseorang di sebrang sana. Ternyata Roy dan teman-teman yang lain. Aku melambaikan tangan dan tersenyum senang melihat mereka baik-baik saja.

“Dirga di belakangmu!”

Bzzttt!

Sesuatu menyetrumku dari belakang. Kesadaranku pun perlahan menghilang.

 

 

Kubuka mataku perlahan, Dimana ini? Kulihat langit-langit ruangan yang berwarna putih. Eh, tunggu, ruangan ini. Sepertinya aku mengenali tempat ini. Ini ruangan yang kulihat dalam mimpiku!

Astaga apa yang terjadi? Jangan-jangan teman-teman sudah..

Clek.

“Selamat datang di Blank Room wahai teman-temanku.”

Terdengar sebuah suara misterius bersamaan dengan pintu yang di buka. Kulihat di ujung sana ada Kevin yang matanya ditutup dengan kain dan tubuhnya diikat di sebuah kursi.

“Kevin! Kevin!!” Aku berteriak memanggil Kevin. Aku berusaha menggerakan tubuhku, tapi sialnya tubuhku juga terikat kuat di sebuah kursi.

“Dirga? Apakah itu kau? Dimana kita?” Kevin menoleh ke kanan dan ke kiri dengan mata yang ditutup kain hitam dan berteriak begitu panik. Sepertinya dia merasakan sesuatu yang buruk akan terjadi.

“Aku juga tidak tahu! Urgh!” Aku berusaha melepaskan tubuhku dari ikatan ini. Namun sia-sia, ikatan tali ini terlalu kuat.

“Repleti sunt ira et dolore.” Ucap misterius seseorang yang datang dari sebuah pintu.

Kurasa orang itu adalah orang yang mengatakan selamat datang tadi. Dilihat dari gerak-gerik dan hawa membunuhnya yang mengerikan, aku yakin orang itu adalah orang yang membunuhku di rewind sebelumnya. Orang itu masih memakai topeng yang sama, topeng gas yang membuat suaranya terdengar tak jelas dan tak bisa kukenali. Dia mendekati Kevin dengan pisau di tangannya. Apa yang harus kulakukan? Tak mungkin aku membiarkan Kevin mati dibunuh seperti apa yang kulihat di mimpiku.

Keringat mulai bercucuran di pelipisku, aku mulai ketakutan. Aku harus melakukan sesuatu sebelum hal yang buruk terjadi. Setidaknya aku harus menemukan suatu petunjuk atau apapun untuk menolong Kevin. Berpikir Dirga! Berpikir!

“Di Blank Room ini kalian akan-“

“Hey, manusia bertopeng! Sudah lama ya, kita tidak bertemu!” Kuberanikan diri untuk berteriak dan mengalihkan perhatiannya dari Kevin.

Aku menatap orang itu dengan tatapan penuh kebencian, walau harus kuakui aku sedikit gentar saat menatap matanya yang berkilat tajam. Orang itu melihat ke arahku dan mulai mendekatiku. “Diamlah anjing kecil, kau tidak berhak sama sekali memotong omonganku.” Ucapnya sambil mengelus pipiku.

Kulihat Kevin yang bergerak gelisah tak tau dengan pasti apa yang terjadi karena matanya yang ditutup. Tubuhku bergetar ketakutan, namun dengan nekat aku tetap menatapnya. Aku harus bisa mendapatkan banyak petunjuk di sini. Aku harus tetap tenang, jika aku mati aku masih bisa hidup dengan merewind waktu. Tak ada yang perlu ditakutkan. Aku mulai meyakinkan diriku.

“Baru pertama kali aku bertemu seseorang seberani kau. Itu hebat sekali tapi kau juga harus tau bagaimana posisimu.” Ucapnya sambil mengayunkan pisau.

Eh, apa yang barusan dikatakannya? Bukankah di rewind sebelumnya kita pernah bertemu. Apa dia lupa?

Cleb!

Arrrghh!

Pisau orang bertopeng itu menancap di kakiku. Aku mulai menangis dan meringis kesakitan. Darah mulai bercucuran dari kakiku.

“Dirga! Apa yang terjadi? Apa kau baik-baik saja?!” Teriak Kevin begitu cemas.

“Lepaskan aku psikopat sialan!!”

Kevin berteriak tak karuan sampai kursi yang di dudukinya bergerak. Sementara aku diam meringis menahan nyeri yang perlahan menjalar ke seluruh tubuhku.

“Tenang saja, kau dan Dirga tidak akan kubunuh secepat itu. Kalian itu spesial, bisa mengetahui rencanaku bahkan pola membunuhku. Sebagai rasa hormatku, kalian akan bermain game yang sangat seru bersamaku.” Ucapnya dingin tapi dengan wajah yang terlihat begitu senang.

“Dimana yang lain?” Tanyaku sambil menahan sakit.

“Oh, yang lain? Mereka sudah berkumpul di alam sana. Ah, mungkin kalian juga akan bertemu dengan mereka setelah gamenya selesai hihihi.”

Aku terpaku mendengar ucapan orang itu. Dia sudah sinting mengatakan hal seperti itu bagai angin lalu. Tawanya yang menyeramkan berdengung di telingaku. Kevin yang matanya tertutup pun berhenti bergerak dan termangu diam.

“Kau… bohong bukan?” Kevin bertanya dengan datar, emosi seperti hilang dari nada suaranya.

“Untuk apa aku berbohong? Apa kau ingin bukti? Aku bisa memberikannya padamu. Haha“

Orang misterius itu berjalan menghampiri Kevin dan membuka menutup mata yang terpasang di kepalanya. Kevin masih tak bergerak sedikit pun, tatapan matanya terlihat kosong. Kemudian dia bertanya sekali lagi dengan dingin.

“Dimana Aisyah?”

“Kau sepertinya suka sekali pada gadis bisu itu-“

“Dimana Aisyah?!!”

Kevin berteriak penuh emosi. Suaranya yang datar dan dingin seakan lenyap digantikan emosi yang begitu meluap sampai tubuhnya bergetar begitu hebat. Kevin terlihat mengerikan dengan tatapan tajam yang berkali kali lebih menakutkan dari sebelumnya. Karena Aisyah Kevin sampai hilang kendali seperti ini. Aku tidak mengerti mengapa Aisyah sangat berharga untuk Kevin.

“Dimana Aisyah?!” Bentak Kevin.

Tanpa mengindahkan pertanyaan Kevin, orang itu berjalan kearah pintu dan keluar sambil terkikik geli.

“Kev, Jangan lakukan hal yang bodoh, tenanglah jangan terlalu emosional seperti itu..” Ucapku sambil menahan sakit.

“Aku tidak bisa tenang Dirga! Aisyah! Aisyah lebih berharga dari apa pun di dunia ini! Aisyah adalah Jeanne D`Arc, pahlawanku.”

Aku terpaku mendengar semua ucapan Kevin. Tak pernah kulihat sebelumnya dia dalam keadaan seburuk itu.

“Semua ini salahku, jika saja aku mempercayaimu dari awal. Mungkin kita bisa membuat rencana yang lebih matang dan bisa mencegah semua ini terjadi.” Ucapnya penuh sesal.

“Sudahlah Kevin, ini bukan salahmu.“

“Jika… Jika kita mati di sini dan kita kembali bertemu di time line sebelumnya. Tolong buat aku percaya denganmu. Bilang kepadaku ‘Kita akan menyelamatkan Jeanne’. Jika diriku yang bodoh itu tetap tidak percaya, silakan tampar aku sekerasnya.” Kevin tersenyum dengan berlinang air mata.

Aku menganggukan kepala dengan kaku. Melihat Kevin menangis dan tersenyum secara bersamaan merupakan hal yang sangat langka. Ah, mungkin aku tidak akan melihatnya lagi walaupun aku kembali ke time line awal.

“Maaf membuat kalian menunggu lama.”

Tiba-tiba pintu kembali terbuka dan orang misterius itu masuk sambil mendorong Aisyah yang berada di kursi roda. Dipangkuannya terdapat sebuah kotak yang entah apa isinya. Kevin yang melihat Aisyah duduk diam tak sadarkan diri berteriak memanggil Aisyah, namun entah mengapa Aisyah tak kunjung membuka matanya.

“Kevin… Kevin…”  Orang misterius itu menggeleng-gelengkan kepalanya.

“Aku sudah memasukan Botulinum Troxin ke tubuhnya, sekarang dia sedang mengalami botulisme. Zat ini mengakibatkan kelumpuhan otot, maka dari itu Aisyah tertidur pulas saat ini. Jika kau ingin menyelamatkannya, kau harus bisa membuka kotak yang terkunci ini. Di dalamnya ada penawar untuk Aisyah”

Orang misterius itu membawa sebuah aquarium berisi air dan diletakan di meja yang ada di dekat Kevin. Di dasar aquarium itu terdapat banyak jarum suntik. Apa yang akan dia lakukan?

“Di dasar aquarium ini terdapat kunci yang bisa membuka kotak yang berisi penawar di pangkuan Aisyah. Tapi tidak semudah itu Kevin, air di dalam aquarium ini bukan air biasa. Air ini sebenarnya air accu yang sudah kuambil dari bus sekolah. Air ini bisa melepuhkan kulitmu kapan saja. Hahahaha..!”

Sungguh, orang ini benar-benar sudah sinting. Dia tertawa seolah akan melihat hal yang sangat menyenangkan dan menghibur. Dia mulai membuka ikatan tangan Kevin, tanpa berbicara apapun Kevin menatap kunci di dalam aquarium itu. Aku mulai menangis panik. Apa yang harus aku lakukan? Aku tidak ingin melihat teman-temanku meninggal lagi. Aku tidak ingin terjebak dalam lingkaran kematian ini.

“Orang itu sudah gila!  jangan lakukan itu Kevin, tanganmu akan terluka sangat parah!” Aku berteriak panik.

“Orang ini memang gila. Tapi aku tak bisa membiarkan Aisyah terluka. Dirga, jika kau kembali ke kejadian sebelumnya, kau harus terus mengepakan sayap kupu-kupumu Dirga. Terbanglah dari lingkaran kematian ini dan ubahlah masa depan.” Kevin mulai memasukan tangannya ke aquarium.

“Tidak.. Keviin!“

Arrgghh!

Sudah terlambat. Aku tak bisa mencegah Kevin. Rasa sakit saat tangannya mulai memerah dan melepuh akibat air accu tak dihiraukannya. Kevin terus mencari kunci itu walaupun dia mengerang kesakitan dan menangis penuh penderitaan.

Aku memejamkan mataku dan mengambil napas dalam-dalam. Aku harus tenang. Ini akan sangat merepotkan dan menyakitkan tapi apa boleh buat, harus kulakukan.

“Repleti sunt ira et dolore.” Aku menggumamkan kalimat yang dikatakan orang sinting itu sebelumnya. Ah, bahkan aku tak tau apa artinya tapi malah kuucapkan. Bodoh sekali.

Tak kusangka orang bertopeng itu menoleh begitu aku mengucapkan kalimat tadi. Ini kesempatanku, aku harus memanfaatkan ini.

“Hey, orang sinting! Apa kau percaya aku tidak takut akan kematian?!” Aku berteriak menatap orang itu tanpa ragu.

Orang itu mulai berjalan mendekatiku sambil mengeluarkan sebilah pisau. Setelah membunuh Bagas dengan pisau, melukai Rizky ditambah menusuk kakiku dia ternyata masih punya pisau untuk melukaiku. Ah, sebenarnya dia punya berapa pisau sih?

“Bisakah kau diam sebentar? Aku sedang asyik melihat gameku yang seru.“ Ucapnya datar dengan tatapan mata yang tajam.

Glek.

Aku menelan ludah, dia menyeramkan sekali. Tenang Dirga, jangan terlihat panik apalagi ketakutan. Aku menyemangati diriku sendiri.

“Blah…blah…blah…..”

“Kau ini memang sangat sensitif dan cerewet ya! Aku tidak menyangka kau aslinya seperti ini. Padahal saat kau membunuhku dan Bagas kau terlihat sangat menyeramkan.”

“Aku belum membunuhmu sialan.”

Craatt.

Arrgh.

Orang itu mencabut pisau di kakiku dengan paksa. Aku menggigit bibirku, rasanya sakit sekali. Sepertinya ini tidak akan berakhir dengan cepat dan aku pun akan merasakan rasa sakit yang luar biasa untuk beberapa menit ke depan. Aku meringis namun tetap mempertahankan sikap datarku.

“Kau memang benar-benar tidak bisa gentle ya. Menarik pisau saja menggunakan tenaga dan emosi.”

“Diamlah Dirga, aku pastikan kau akan mati dengan cara yang mengenaskan!” Orang itu mulai menodongkan pisau kearahku.

“Apa kau tidak ingat? Aku sama sekali tidak takut akan kematian. Kupastikan aku akan menghajarmu saat kita bertemu lagi.” Aku menatap tajam orang itu.

“Hahahaha….!! Sepertinya kau sendiri  yang sinting mengatakan tidak takut akan kematian. Aku tidak menyangka kau ini memang anak yang sangat unik Dirga. Sayang sekali aku harus membunuhmu sekarang.”

Aku menarik napas dalam-dalam. Ini akan menjadi bagian terburuk dari semua kejadian ini. Haaah ini waktunya untuk mengulang waktu.

Cleebb!

Clebb!

Clebb!

 

 

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!