Aku terbangun dengan rasa tegang yang luar biasa dari syarafku, tak kuhiraukan keringat yang mengucur deras dari pelipisku. Rian adalah manusia bertopeng? Bagaimana mungkin, bukankah sebelumnya dia sudah mati? Lalu kaki siapa yang dikirimkannya di dalam kardus itu?
Teman-teman berlalu lalang di hadapanku menurunkan barang bawaan mereka, sementara aku malah termenung seperti orang gila disini, bertanya-tanya tentang banyak hal tanpa bisa menjawabnya satu pun. Aku mengacak-acak rambutku frustasi.
Aku melihat keluar jendela bus. Ada Rian di sana, dia sedang bercakap-cakap sambil menggendong ranselnya. Ya, ransel yang selalu digendongnya kemanapun itu pasti berisi zat delirian yang akan membuat acara perkemahan ini menjadi kekacauan besar. Aku tidak mengerti mengapa dia diberi misi untuk membunuh kami semua. Aku juga tidak tahu mengapa dia meminta maaf saat membuuhku di rewind sebelumnya. Apa dia terpaksa melakukan ini? Apa dia memiliki alasan khusus? Ah, aku tidak peduli, dia memang sudah gila dari awal. Dia harus segera dihentikan agar tidak ada kekacauan lain yang terjadi.
“Dirga, akhirnya kau bangun. Kau tak apa?” Tanya Bagas khawatir dan mengahampiriku sambil menenteng gitarnya.
Aku menggelengkan kepala sambil tersenyum.
“Aku tidak apa-apa Bagas. Busnya mogok bukan? Kau keluar duluan saja Bagas, aku akan segera menyusul.”
Bagas memasang ekspresi terkejut.
“Wow Dirga, padahal kau tertidur sepanjang perjalanan. Bagaimana kau bisa tahu busnya mogok? Apa kau cenanyang? Kau bisa meramal? Atau mempunyai kemampuan aneh lainnya?” Bagas bertanya dengan antusias.
Aku terdiam.
“Sebenarnya aku ini time travel Bagas. Aku sudah melewati kejadian ini berulang kali. Aku sudah tahu apa yang akan terjadi beberapa jam kedepan, dan aku benci kekuatan ini.” Aku menjawab pertanyaan Bagas dalam hati.
“Ah, pokoknya segera keluar dari bus ini ya! Kita harus segera sampai di perkemahan. Tempatnya sangat asri dan indah. Tempat yang cocok untuk melepaskan stres kita sebagai pelajar.” Ujarnya sambil melangkah meninggalkanku.
Melepas stres ya? Bagas benar, jika tidak ada kejadian mengerikan ini. Mungkin tempat ini sangat cocok untuk melepaskan beban dan stres.
Pukk! Pukk!
“Semangat Dirga! Jangan biarkan energi negatif menyerang dirimu! Kau harus bisa mengubah semua ini!” Ucapku sambil menepuk-nepuk pipiku.
Baiklah saaatnya berpikir, aku tidak bisa mengatasi Rian sendirian. Aku memerlukan bukti untuk membuktikan Rian adalah pembunuhnya. Walaupun aku sudah melihat Rian dengan mata kepalaku sendiri dia adalah pelakunya, tapi tetap saja teman-teman tidak akan mempercayai tentang fakta bahwa aku adalah time traveler. Mungkin yang hanya akan percaya hanya Kevin dan Sasha saja.
Pertama, aku harus menanyakan Sasha tentang arti kalimat latin yang sering disebut oleh pembunuh itu dan memberitahukan Kevin untuk menjaga Aisyah. Karena target Si pembunuh salah satunya adalah Aisyah, aku harap di timeline saat ini Aisyah tidak meledak lagi.
Kedua, aku harus meminta bantuan kepada Sasha untuk memeriksa tas Rian. Aku tidak bisa memeriksanya secara langsung karena aku pasti akan pingsan. Ah, efek samping kekuatan anehku ini memang sangat menyebalkan. Andai saja aku tidak pingsan, mungkin aku bisa membuat banyak perubahan dan mengakhiri kejadian mengerikan ini dengan cepat. Tapi ini bukan saatnya berandai-andai. Itu hanya hal tidak berguna yang membuang waktuku saat ini.
“Yup! Mari lakukan ini! Semoga berjalan sesuai rencana!”
Aku segera berdiri lalu mengambil ranselku dan berjalan keluar bus. Kulihat Kevin sedang berbicara dengan Aisyah, aku harus menanyakan arti “Repleti sunt ira et dolore” kepada Aisyah sekarang.
“Mau apa kau ke sini? Jika kau hanya ingin mengganggu kami berdua, segera langkahkan kakimu dari sini.” Baru beberapa langkah kulangkahkan kakiku ke arah mereka, Kevin sudah memberi ultimatum. Argh, dia benar-benar menyebalkan.
Ah, sepertinya aku punya ide untuk membalas sikap menjengkelkanya itu. Aku menyeringai jahil.
“Aku hanya ingin memberitahu Aisyah soal Jeanne D’Arc Kev. Dia sangat menyukai sejarah orleans bukan? Aku juga ingin menceritakan sebuah kisah tentang seorang pemuda yang mencintai teman sekelasnya saat SMP kepada Aisyah. Pria itu langsung jatuh cinta loh, padahal dia belum lama kenal dengan gadis itu.” Ucap kusambil mengedipkan sebelah mataku mencoba menggoda Kevin.
Kevin kaget mendengar ucapanku dan dengan sigap menutup mulutku.
“K-Kau tahu darimana cerita itu hah?” Kevin berbisik kepadaku.
Hmmpp.
Aku menggeleng. Mana bisa kujelaskan aku tahu darimana cerita ini jika mulutku saja dibekap kuat oleh tangannya. Dia benar-benar sensitif akan hal ini dasar Mr.Overprotective.
Kevin melepaskan bekapan tangannya dan menatapku tajam.
“Jangan pernah ceritakan Aisyah tentang anak lelaki SMP itu dan cepat katakan kepadaku apa yang kau inginkan Dirga.” Kevin memasang intonasi serius.
Ternyata, sungguh mengasyikan sekali menggoda temanku yang satu ini. Aku tersenyum puas.
“Pertama, aku membutuhkan Aisyah untuk menerjemahkan sesuatu.” Ucapku sambil menunju Aisyah.
Aisyah memiringkan kepalanya, sepertinya dia bingung.
“Menerjemahkan apa Dirga? Tugas sekolah? Oh, ayolah jangan membicarakan tugas sekolah disaat kita liburan seperti ini. Nikmati momen ini Dirga.”
Aku menghela napas.
“Baiklah, sepertinya aku harus menceritakan hal ini lagi kepadamu Kevin. Apa kau membawa minuman berdosa? Aku pasti haus setelah menceritakan semua ini padamu.”
Kevin terkejut.
“Hey, bukannya itu leluconku? Sejak kapan kau mengetahui itu?”
Aku tersenyum kecil, ternyata menjadi time traveler tidak buruk juga. Aku bisa mempermainkan Kevin seperti ini, rasanya sangat menyenangkan.
Aku menarik napas dan mulai menceritakan apa yang telah terjadi secara singkat kepada Kevin. Ini pasti akan melelahkan. Semoga saja ini terakhir kalinya aku menceritakan ulang kejadian apa yang telah terjadi kepada Kevin.
…
…
…
Kevin mengangguk-anggukan kepalanya setelah mendengar semua ceritaku, sedangkan Aisyah sepertinya kebingungan dan sama sekali tidak mengerti akan ceritaku ini. Tapi aku memakluminya, karena hal ini memang di luar akal sehat.
“Jadi sekarang kita memerlukan bukti untuk menghentikan Rian?” Kevin bertanya kepadaku.
“Ya, setelah mendapat beberapa bukti, kita bisa menangkapnya. Kevin, beberapa saat kedepan aku akan pingsan karena efek samping kekuatanku ini. Kau tolong awasi Rian ya. Jangan biarkan dia melakukan hal yang aneh.” Ucapku dengan intonasi serius.
Kevin mengangguk mantap.
“Ah, ya kau benar, setiap kau membuat cabang baru dari timeline utama, pasti kau akan pingsan karena itu menguras banyak energimu. Aku harap ini tidak bedampak buruk padamu. Lalu, tentu saja, aku siap mengawasi Rian. Aku tidak akan membiarkan Jeanneku terbunuh kembali dengan cara yang mengerikan.” Kevin menggenggam lengan Aisyah dengan erat.
Aku melirik ke arah Aisyah.
“Jadi apa arti Repleti sunt ira et dolore Aisyah? Kau menguasai banyak bahasa bukan?” Tanyaku dengan serius kepada Aisyah.
Aisyah mengangguk dan mulai menggerakan tangannya.
“Artinya, Dipenuhi amarah dan rasa sakit.” Ucap Kevin menerjemahkan bahasa isyarat Aisyah.
“Apa maksudnya?” Tanyaku kepada Kevin.
Kevin menggeleng.
“Aku tidak tahu Dirga, mungkin ini berhubungan dengan kenangan Si pembunuh. Kenangan yang membuat dirinya seperti sekarang.”
Aku menghela napas. Aku kira setelah menerjemahkan kalimat Rian kepada Aisyah bisa memberikanku petunjuk dan menjelaskan beberapa hal, tapi ternyata aku malah semakin bingung saja. Tapi ya sudahlah, setidaknya aku sudah tahu artinya.
“Apa hanya ini yang kau perlukan dari kami?” Tanya Kevin.
“Iya, hanya ini. Terimakasih ya teman-teman.” Aku mengangguk mantap dan pergi meninggalkan Kevin.
Oke, langkah pertama rencanaku berjalan dengan lancar. Selanjutnya adalah Sasha, aku harus meminta bantuan Sasha untuk mengambil delirian di tas Rian dan menjadikannya barang bukti dan membatalkan jurit malam. Semoga aku tidak tiba-tiba pingsan.
Aku menghampiri Sasha dan Rizky yang sedang berbicara. Saat mereka melihatku mendekat, Sasha menyikut perut Rizky, seperti memberikan kode kepadanya.
“E-Eh.. Halo Dirga. Anu, itu.. A-aku minta maaf ya telah memaksamu ke acara perkemahan ini.” Rizky menggaruk-garuk kepalanya. Sepertinya mereka sedang membahas aku yang dipaksa hadir di perkemahan ini oleh Rizky semalam.
“Jujur aku kesal karena kau sudah memaksaku datang ke acara ini. Tapi itu tidak penting lagi sekarang. Aku membutuhkan bantuan kalian.” Ucapku dengan intonasi serius.
Sasha menepuk pundakku.
“Tenang saja, kami pasti akan membantumu. Kita sudah cukup dekat bukan? Kau juga sering menolong kami jika kami ada masalah. Benarkan Rizky?” Tanya Sasha sambil mengedipkan sebelah matanya.
Rizky mengangguk.
“Ya, jika kau ada masalah cerita saja kepada kami Dirga. Kami siap membantu.”
Aku terdiam sejenak. Lalu menatap Rizky dan Sasha serius.
“Malam ini, di perkemahan ini, akan terjadi pembunuhan yang akan membunuh kita semua.”
Seketika mereka terdiam. Rizky tersenyum kecil sambil menahan tawa.
“Oh Dirga, ayolah, sepertinya kau terlalu banyak menonton film horor.”
“Tidak, aku punya bukti yang cukup kuat.” Ucapku yakin.
Mereka melihatku kebingungan.
“Dengarkan, aku ini time traveler, aku mempunyai kekuatan dimana ketika aku mati aku akan mengulang waktu. Aku sudah berulang kali mati dan melakukan rewind waktu dan akhinya aku tahu siapa dalang dibalik semua ini. Aku membutuhkan bantuan kalian untuk memeriksa dan mengambil delirian yang ada di dalam tas Rian. Dia akan menggunakan zat itu untuk mengacaukan perkemahan ini.”
“Tunggu Dirga, itu mungkin hanya imajinasimu saja.“ ucap Sasha menolak pernyataanku.
“Sebagai buktinya, aku tahu rahasiamu Sasha.” Aku tersenyum kecil.
“R-Rahasiaku?” Sasha dan Rizky saling melirik.
“Kau memiliki penyakit yang cukup parah bukan? Di dalam tas selempang yang selalu kau bawa itu terdapat obat untuk penyakitmu. Aku juga tahu tentang sahabat-sahabat riddlemu, walaupun kau tak menceritakannya dengan jelas.”
Sasha terdiam. Mukanya memucat.
“T-teman.. riddle?” Tanya Sasha gelagapan.
Aku mengangguk puas.
“Ya, aku benar bukan? Dan….”
Tiba-tiba kepalaku terasa sangat sakit, jantungku berdetak lebih kencang. Perlahan keringat mulai bercucuran dari pelipisku. Sialan, kenapa ini terjadi sekarang? Aku belum meyakinkan mereka berdua untuk menolongku!
Aku memegang kepalaku dengan erat.
Uwaaahhh!!!!
Sasha berteriak dengan kencang, dia memegang kepalanya dengan erat dan mulai menangis. Air matanya berlinang membasahi pipi. Ada apa ini? Apakah penyakitnya kambuh? Ah, tidak mungkin, di rewind sebelumnya dia tidak pernah kambuh di jam ini. Dia juga bertingkah seperti ini di rewind sebelumnya saat kami dikejar oleh Rian.
Apa jangan-jangan, dia mempunyai kekuatan yang sama denganku?
Nyuut.
Kepalaku terasa semakin sakit, kesadaranku semakin menghilang. Sialan, sepertinya rewind kali ini akan sama kacaunya dengan rewind-rewind sebelumnya.
Brukk!!
…
…
…
“Ga… Dirga... Dirga...”
Samar-samar kudengar seseorang memanggil namaku.
“Dirga.. Bangguun…”
Kubuka mataku perlahan, kulihat Rian dengan wajah paniknya.
“R-Rian? Ada apa?”
Aku mencoba berbicara dengan Rian, tapi badanku masih lemas dan kepalaku masih terasa sakit. Rian terlihat panik sekali, apa sesuatu yang buruk telah terjadi? Ah, jika memang ada sesuatu yang buruk terjadi itu pasti ulahnya .
“Shusst.. Pelankan suaramu Dirga. Keadaan di sini cukup berbahaya.” Rian meletakan telunjuk di bibirnya.
Aku tak mengerti apa yang terjadi dan apa rencana psikopat gila di hadapanku ini.
“Aku disuruh menjagamu dan Sasha yang pingsan semenjak keluar di bus tadi. Awalnya Kevin yang menjagamu di sini, tapi aku menggantikannya sejenak karena Kevin ingin memeriksa apa yang dilakukan Aisyah” Rian mulai menjelaskan situasi.
Sasha juga pingsan? Aku melirik ke sebelahku, di sana terlihat Sasha yang masih terbaring tidak sadarkan diri. Aku sedikit heran, mengapa Sasha tiba-tiba pingsan bersamaan denganku? Apa dia mempunyai kekuatan yang sama? Atau dia pingsan karena penyakitnya? Ini semua semakin membingungkan.
“Tapi tiba-tiba terjadi sesuatu, beberapa murid berteriak histeris. Aku bisa mendengar teriakan Pak Koko. Samar-samar kudengar juga teman-teman yang berteriak tentang manusia bertopeng. Sepertinya dia membawa pistol handgun Glock 20 lengkap dengan peredamnya.”
Tunggu, pistol dengan peredam? Itu senjata yang digunakan untuk membunuhku di rewind kedua. Aku ingat dengan jelas manusia bertopeng itu menodongkan pistol itu kepadaku. Tapi apa aku harus percaya dengan apa yang dikatakan Rian? Jelas-jelas dia adalah dalang dibalik semua ini.
Ugh…
Kudengar Sasha mengeluh pelan, sepertinya dia sudah siuman. Dia memegang kepalanya dengan kuat. Sepertinya sakit di kepalanya masih terasa sampai sekarang.
“Pembunuh itu masih berkeliaran di luar Dirga. Kita harus menyusun rencana dan kabur dari tenda ini dengan selamat.”
Aku terdiam sejenak dan menatap Rian dengan serius.
“Ini semua pasti rencanamu bukan? Kau pasti dalang dibalik semua ini. Kau baik dan kooperatif seperti ini, aku yakin ini pasti bagian dari rencana jahatmu. Kau pasti rekan polisi gila yang siap menghabisi kami.”
Rian tampak sangat terkejut dengan apa yang kukatakan kemudian dia menggelengkan kepalanya dengan panik.
“A-Apa yang kau maksud Dirga? Sebelum kejadian gila ini terjadi, aku sudah ada di sini bersamamu. Jangan asal menuduh tanpa bukti.” Rian menunjukan ekspresi kesal.
Aku mengepalkan tanganku dengan erat.
“Jangan bohong Rian! Aku tahu kau dalang dibalik semua ini. Aku tidak menuduhmu tanpa bukti, aku punya buktinya dan aku melihat sendiri bahwa kaulah pelakunya.” Ucapku dengan intonasi naik.
“Apa? Kau punya bukti? Lalu tunjukan bukti itu sekarang juga!”
Aku menunjuk ransel yang digendong Rian.
“Di dalam tasmu terdapat biji pala yang mengandung zat delirian. Kau akan menggunakan delirian itu untuk membuat teman-teman menjadi gila dan agresif, sehingga mereka saling membunuh satu sama lain dan perkemahan ini pun kacau dan hancur sesuai rencanamu.”
Drap….Drap….
Asyik berdebat dengan Rian, membuat kami tidak menyadari Sasha sudah berjalan meendekati pintu tenda sambil terus memegang kepalanya. Apa yang akan dilakukannya? Kondisinya belum pulih. Tunggu, sejak kapan pintu tenda terbuka?
“Sasha! Jangan keluar!” Teriak Rian.
Kyaaa!!!
Tepat saat Rian berteriak. Tangan Sasha ditarik paksa keluar tenda oleh seseorang.
Fwoosh!
Tiba-tiba tenda yang kami tempati dilahap api. Sebenarnya apa yang terjadi? Apa Rian yang melakukan ini? Rasanya tidak mungkin, dia berada bersamaku sejak tadi. Lalu siapa yang membakar tenda ini?
“Sialan, sepertinya orang itu menggunakan obor perkemahan untuk membakar tenda ini!” Rian berseru panik.
Aku mulai berkeringat dingin saat mendengar teriakan Rian. Apalagi api terlihat mulai menyebar membakar sekeliling tenda. Apa kami akan hangus terbakar di tenda ini? Astaga, beri aku waktu untuk istirahat sejenak, aku baru saja bangun dari pingsanku!
Klontang~
Sebuah benda menggelinding ke arah kami dari luar tenda. Kaleng soda? Siapa yang melemparkan benda ini? Aku mengulurkan tangan untuk mengambil kaleng soda itu.
“Jangan ambil kaleng itu! Itu jebakan!”
Rian dengan cepat menarik tanganku dan menyeretku keluar dari tenda.
“Lompat!”
Refleks, aku melompat seperti yang diperintahkan Rian. Kemudian dia berlari sambil menarikku menjauhi tenda. Sebenarnya apa isi kaleng tersebut? Apakah itu sesuatu yang berbahaya dan bisa mengancam nyawa?
“Merunduklah Dirga!”
“Ada ap-“
Boom!
Terjadi ledakan di dalam tenda. aku berdiri mematung, kaget dengan suara ledakan barusan. Rian benar, minuman kaleng soda itu sangat berbahaya. Benar-benar minuman berdosa! Jika aku mengambilnya, tanganku bisa terluka sangat parah dan diamputasi.
“Dirga, orang itu masih di sini!” Rian berseru sambil menunjuk seseorang.
Aku segera menolehkan kepala ke arah yang ditunjuk Rian. Kulihat manusia bertopeng itu sedang berdiri di dekat api unggun sambil mencengkram lengan Sasha dengan erat. Sepertinya Sasha juga tidak bisa melawan, dia terus menerus memegang kepalanya kesakitan. Penyakitnya pasti sedang kambuh. Sialan, jika kondisinya seperti ini, kami akan kesusahan menyelamatkan Sasha!
“Sepertinya aku bisa bersenang-senang sekarang. Tidak perlu meneror kalian dengan sembunyi-sembunyi apalagi menggunakan benda ini lagi.” Orang itu mencabut peredam pistolnya.
“Rian, sepertinya kita tidak bisa menyelamatkan Sasha. Dia memiliki senjata api, kita akan kalah telak jika berani melawan.”
Rian menggigit bibirnya. Orang itu mulai memasukan magazine baru ke dalam pistolnya.
Crekk!!
Manusia bertopeng itu mengokang pistolnya dan mengarahkan moncong pistolnya ke arahku.
Dor!
Pelatuk pistol Glock ditarik oleh orang itu. Bubuk mesiu yang ada didalam peluru mulai meledak menghasilkan suara 140 desibel yang dapat merusak gendang telinga. Peluru mulai melesat dari dalam pistol, membelah udara bersiap mendarat menembus kepalaku.
Aku tahu aku harus bergerak menghindari peluru itu sekarang. Tapi aku membeku! Badanku tidak bisa digerakkan walaupun otakku memerintahkan untuk bergerak.
“Dirga!! Awaas!!”
Brukk!
Tubuhku terguling di atas tanah karena didorong Rian dengan sekuat tenaga. Terdapat beberapa memar dan goresan luka akibat benturan dengan tanah tersebut, namun hal itu tidak menjadi perhatianku saat Rian sudah berteriak padaku untuk segera berlari.
“Dirga, ayo cepat!” Rian segera bangkit dan mengulurkan tangannya kepadaku.
Aku menatap Rian dengan pandangan kosong, aku benar-benar diserang detik-detik genting saat peluru itu hampir membunuhku. Sepertinya Rian memang bukan tokoh jahat di sini. Meskipun begitu, aku benar-benar yakin, di rewind sebelumnya dia adalah pembunuh yang memakai topeng gas itu. Tapi mengapa dia menyelamatkan nyawaku tadi? Apakah ini bagian dari salah satu dari rencana liciknya?
Baiklah, lupakan itu. Prioritasku sekarang adalah lari dan bersembunyi!
Aku menerima uluran tangan Rian dan segera bangkit. Manusia bertopeng itu sepertinya tidak akan membiarkan kami kabur begitu saja.
“Ayo lari!!!” Seru Rian.
Dengan refleks aku segera berlari mengikuti instruksi Rian. Aku harus mendengarkan baik-baik kapan mesiu dalam peluru itu meledak dan segera menghindar. Aku tidak boleh mati tertembak disini!
“Mau kemana kalian? Kalian tidak bisa kabur begitu saja dariku!”
Dor!
Manusia bertopeng itu kembali menarik pelatuk pistolnya. Aku bisa mendengar mesiu dalam peluru itu meledak dengan jelas. Aku harus menghindar!
Aku segera menggulingkan badanku dengan cepat setelah mendengar ledakan mesiu itu. Tepat setelah aku menghindar, peluru itu bersarang di tanah. Telat satu detik saja, aku pasti akan terkena luka fatal dan mungkin tidak bisa berlari lagi.
“Teruslah menghindar, kalian tidak akan bisa lari dariku! Haha.”
Dor!!
“Rian menghindar!!” aku berteriak memberi instruksi.
Dengan sigap Rian melompat menghindari peluru yang melesat ke arahnya. Ledakan mesiu peluru itu membuat gendang telingaku benar-benar sakit. Aku heran, mengapa manusia bertopeng itu biasa saja terhadap suara ledakan mesiu. Apa dia orang yang terlatih dalam urusan senjata api?
Dor!
Door!
Dooor!!
Manusia bertopeng itu memang psikopat! Dia terus menembaki kami dengan membabi buta. Beruntung tak ada satu pun peluru yang dimuntahkan pistol itu mengenai kami. Kami terus berlari sampai akhirnya bisa kabur dengan selamat dari orang bertopeng itu.
Haah.. haah..
Jantungku berdetak dengan sangat cepat, keringat bercucuran di keningku, dan aku tidak bisa bernapas dengan normal. Aku jadi teringat permainan sederhana saat aku masih berada di Sekolah Dasar. Namanya tembak ikan, permainan ini dibagi dua kelompok, penembak dan ikan. Tugas penembak adalah melempar bola sebagai aksi tembakan kepada ikan. Jika ikan itu terkena bola, dia dinyatakan kalah. Tentu saja ikan harus menghindari bola yang dilemparkan penembak. Jika dalam waktu 7 menit terdapat ikan yang masih hidup alias tidak terkena bola, ikan tersebut dinyatakan menang. Namun, jika tidak terdapat satu pun ikan yang masih hidup, penembak dinyatakan menang.
Permainan itu sangat mirip dengan kejadian tembak menembak tadi bukan? Sekali saja aku terkena peluru, aku dinyatakan kalah alias mati. Game Over untukku.
Bruk.
Tubuhku ambruk, aku benar-benar lelah sekali. Dikejar orang sambil terus ditembaki rasanya benar-benar lebih melelahkan dari dikejar masa karena disangka maling. Tenagaku benar-benar terkuras di game “tembak ikan” tadi. Mungkin Rizky masih bisa bertahan karena dia atlet futsal di sekolah kami. Sedangkan aku? Hobiku tidur dan menghabiskan waktu di rumah. Aku tidak kuat dengan kegiatan fisik yang berat.
“Dirga, apa kau haus?” Rian menawariku satu botol air mineral.
Aku menatap Rian, ragu menerima botol air mineral itu. Bagaimana jika di dalam botol itu terdapat racun yang bisa membunuhku? Aku belum sepenuhnya bisa mempercayai Rian. Karena di rewind sebelumnya aku sangat yakin dialah dalang dibalik semua ini. Dialah manusia bertopeng itu.
“Kenapa?” Rian memiringkan kepalanya.
“R-rian.. sebenarnya apa isi kaleng minuman itu?” Aku mengalihkan pembicaraan untuk menghindari botol miuman yang ditawarkan Rian.
“Itu bom Dirga, bom yang bisa kau buat sendiri di rumah dengan bahan bahan yang mudah didapatkan.”
“Kaleng soda itu bom?”
“Iya. Gula, minuman kaleng soda, sodium chlorate, dan lakban. Dengan bahan yang sangat sederhana seperti itu saja kau bisa menciptakan sebuah bom.” Jelas Rian.
“Darimana kau tahu hal itu?”
“Dari game tentunya. Aku pernah memainkan game, dan untuk membuka pintu yang terkunci aku harus membuat bom sederhana itu.” Jawabnya meyakinkan.
Aku terus memperhatikan Rian. Apa benar dia mendapatkan pengetahuan seperti ini dari game?
“Ada apa Dirga? Jangan-jangan kau masih menganggapku bapak-bapak tukang fogging itu?” Merasa dirinya diperhatikan Rian bertanya.
Aku terdiam sejenak.
“Fogging? Apa maksudmu?” Tanyaku bingung.
“Kau tahu, pembasmian nyamuk demam berdarah itu loh. Yang meyemprotkan gas sedangkan yang melakukan foggingnya menggunakan topeng gas. Mirip dengan tukang fogging bukan? Hahaha.” Rian teratawa merasa candaannya lucu.
Aku terdiam, aku tidak ingin bercanda saat ini. Aku masih sangat ragu dia ini kawan atau lawan. Firasatku mengatakan dia ini otak dibalik semua kejadian mengerikan malam ini. Sepertinya aku harus memastikan beberapa hal kepada Rian.
“Rian, apa kau tahu sesuatu tentang kalimat Repleti sunt ira et dolore?” Aku bertanya serius.
“Aku tidak tahu, tapi sepertinya itu berasal dari bahasa latin ya? Untuk apa kau menanyakan hal itu kepadaku? Apa itu sesuatu yang penting dan berkaitan dengan kejadian mengerikan ini?” Ucapnya balik bertanya.
Bisa saja Rian berbohong tidak tahu apa-apa tentang kalimat “Repleti sunt ira et dolore” Aku harus memastikan hal lain yang bisa membuktikan apakah dia ini benar-benar kawan atau malah lawan.
“Rian, akan kukatakan secara langsung saja, jika kau ingin aku mempercayaimu, aku harus memastikan sesuatu darimu.”
Rian terdiam sejenak.
“Tentu, aku akan sangat senang jika kau percaya padaku.”
“Aku ingin memeriksa tasmu. Apa di dalamnya ada sesuatu yang mencurigakan. Atau mungkin saja ada zat delirian lainnya yang bisa membuatku kapan pun menjadi gila dan lepas kendali.” Ucapku sambil menunjuk tas Rian
“E-Eh? Kau tidak p-perlu memeriksa tasku Dirga, t-tidak ada apa-apa di dalam tasku.” Ucap Rian gugup.
Aku menaikan alis, tingkah anehnya itu membuatku lebih mencurigainya. Jika dia memang tidak bersalah, untuk apa dia gugup? Aku yakin, ada sesuatu yang disembunyikan Rian selama ini. Sesuatu yang mungkin bisa menjadi bukti atau petunjuk besar dalam kasus ini.
“Mengapa kau gugup Rian? Apa kau menyembunyikan sesuatu dariku?” Tanyaku penuh selidik.
“Ahahaha, kau ini kenapa sih Dirga?” Rian tertawa canggung.
“M-membuka tas orang lain secara paksa itu melanggar hak privasi loh. Kau tidak berhak sama sekali melihat isi tasku.” Ucap Rian berusaha menyembunyikan kegugupanya.
“Apa privasi sangat penting disaat seperti ini? Jika diambil garis lurus dari semua petunjuk yang kudapatkan selama ini. Pelaku dari insiden ini salah satu dari kita. Tentu saja hal itu membuatku harus berhati-hati bersama orang lain, tidak terkecuali dirimu. Jika kau tidak menunjukan tas itu kepadaku sekarang juga. Aku akan mengambilnya dengan paksa.” Aku mengepalkan tanganku.
Rian terlihat semakin gugup. Tangannya bergetar, mungkin dia sangat takut isi tasnya dilihat olehku. Benar-benar mencurigakan.
“A-Aku menolak! Lagi pula bagaimana bisa kau mengumpulkan bukti dan petujuk? Insiden ini baru dimulai. S-Seharusnya kaulah yang pantas dituduh menjadi dalang dibalik semua ini. Kaulah yang paling mencurigakan, kau pelakunya!” Rian mengacungkan jarinya padaku.
Aku memasang wajah serius.
“Dengar, jawabanku ini mungkin bisa membuatmu tidak mempercayaiku lagi. Tapi aku dapat mengetahui beberapa petunjuk dan bukti karena aku adalah time traveler. Jika aku mati, aku akan kembali ke waktu dimana aku terbangun dari tidur di bus sekolah yang mogok.”
Rian mengepalkan tangannya.
“Itu sangat tidak masuk akal Dirga! Kau pasti mengarang semua ini agar bisa terus memojokanku dan menuduhku sebagi pelaku dari insiden ini.”
“Aku mempunyai bukti Rian, dan aku harap setelah ini kau akan memberikan tasmu kepadaku.”
Rian tampak terkejut, sepertinya dia tidak menyangka aku mempunyai bukti. Ah, menjadi time traveller tidak buruk juga, aku jadi punya sesuatu yang cukup kuat sebagai bukti. Kalau aku tidak mempunyai kekuatan ini, aku pasti sudah terpojok oleh Rian saat ini. Betapa memalukannya jika hal itu terjadi.
“Kau ingat Rian, saat turun dari bus dan berbicara dengan kawan-kawan aku jatuh pingsan. Ah, Sasha juga pingsan pada saat itu. Kami pingsan secara bersamaan.”
“Lalu apa yang bisa kau jadikan sebagai buktimu?”
Aku tersenyum tipis.
“Aku tahu bagaimana jalan menuju ke perkemahan Rian. Padahal pada saat itu aku pingsan.”
Rian memasang ekspresi terkejut.
“Kau pasti bohong. Jangan mengada-ada Dirga.”
“Aku tahu waktu tempuh berjalan kaki setelah bus mogok sekitar tiga puluh menit. Setelah itu kita memasuki hutan dengan jalan setapak kecil sebagai aksesnya. Keluar dari hutan kita berjalan beberapa meter dan menyebrangi sebuah sungai deras. Untuk menyebrangi sungai ini kita melewati sebuah jembatan tua. Jembatan ini cukup tinggi dan rapuh.”
“Kau.. kau pasti pernah berlibur ke sini sebelumnya bukan? Makanya kau tau jalan menuju perkemahan ini.”
Seolah tidak ingin mempercayai apa yang didengarnya, Rian melemparkan pertanyaan lain padaku. Aku tersenyum tipis.
“Bagaimana jika kusebutkan, ‘kau ternyata takut ketinggian’. Masih segar di ingatanku bagaimana kau berjalan dengan sangat hati-hati di atas jembatan tua itu. Kau bahkan sempat berteriak bersaama anak perempuan ketika jembatan itu bergoyang. Oh, Rian yang sangar ternyata takut ketinggian!”
Aku terkikik geli melihat wajah Rian yang memerah, sepertinya dia malu rahasia terbesarnya itu terbongkar.
“K-Kau pasti mengetahui cerita itu dari kawan-kawan lain. Kalian menggosipkanku, jadi kau tahu aku sangat takut ketinggian!”
“Apa kau tidak ingat Rian? Aku ini pingsan dan kau yang menemaniku. Pada saat aku siuman, di luar sana sudah seperti neraka. Bagaimana caranya aku bergosip tentang dirimu dengan kawan-kawan yang lain?” Aku membalas pernyataannya dengan pertanyaan.
Rian terdiam tidak menjawab.
“Oh ayolah Rian, menyerahlah. Aku hanya ingin melihat isi tasmu untuk memastikan kau ini benar-benar kawan atau lawan.”
Rian tetap diam tidak mejawab pertanyaanku.
“Aku sudah membicarakannya baik-baik, tapi sepertinya kau ingin cara yang kasar.” Ucapku sambil mengepalkan tangan.
Mungkin aku akan babak belur disini. Rian yang memiliki badan atletis melawanku yang sehari-harinya hanya mengurung diri di rumah bermain game dan tidur. Sungguh pertarungan yang tidak adil. Tapi siapa peduli, aku harus menang.
Aku berlari sekuat tenaga dan mulai melayangkan tinjuku ke arah perut Rian. Aku harus mengenai organ vitalnya dan melumpuhkannya secepat mungkin. Lalu aku harus membawa tasnya dan memeriksa apa yang disembunyikan Rian selama ini.
Bugg!
Sesuatu mengenai perutku terlebih dahulu sebelum tinjuku melayang di perut Rian. Perutku terasa terbakar karena rasa sakit. Tanpa kusadari tubuhku sudah jatuh dan berguling di atas tanah. Beberapa bagian kulit lenganku terluka karena gesekan tanah yang keras. Sepertinya setelah aku mengakhiri semua ini aku harus belajar seni bela diri.
Uhukk!
Aku terbatuk kesakitan, kulihat Rian menurunkan kakinya yang terangkat, sepertinya tadi dia menyerangku dengan menggunakan kakinya. Ah, aku baru ingat. Rian pernah memenangkan juara bela diri judo tingkat provinsi. Aku bisa mati jika melawannya terus. Aku harus memikirkan cara untuk mengalahkannya!
“Kau tidak akan menang melawanku Dirga. Sudahlah, kau menyerah saja dan percaya kepadaku. Aku bukanlan dalang dibalik peristiwa ini. Aku juga korban sama sepertimu kawan.” Rian mendekatiku dan mengulurkan tangannya kepadaku.
Aku tersenyum.
“Baiklah, aku menyerah. Aku akan percaya kepadamu Rian.” Aku menerima uluran tangan Rian dan perlahan berdiri.
“Aku percaya kepadamu. Tapi, tidak sekarang!!”
Aargh.
Tanpa Rian tahu, aku sudah menggenggam tanah saat dia mengulurkan tangannya padaku. Dengan segera aku segera melumpuhkan Rian setelah dia kehilangan fokus karena tanah yang kulemparkan ke matanya.
Bugg!!
Aku menendang kaki Rian sekuat tenaga. Dia tampak sedikit oleng karena tendanganku barusan. Hebat sekali, meski dengan mata yang perih dan memerah dia masih bisa bertahan dari tendanganku.
Bugg!!
Aku mengangkat kakiku dan menendang Rian sekali lagi. Kali ini dia tidak bisa bertahan, tubuhnya dengan segera kehilangan keseimbangan dan ambruk di tanah. Tentu saja dengan rasa perih dari matanya itu kewaspadaannya berkurang drastis.
Aku menahan kepala Rian dengan lututku. Aku segera mengambil pulpen limited edition yang selalu berada di saku celanaku. Pulpen ini pemberian orangtuaku sebagai hadiah saat aku lulus SMP. Harganya bisa mencapai lima juta karena pulpen ini dilapisi oleh emas. Aku menganggap pulpen ini sebagai jimat keberuntunganku, aku selalu membawanya kemana pun. Tapi kali ini, tidak hanya sebagai jimat, pulpen ini akan kugunakan sebagai senjataku.
“Mungkin ini hanya pulpen, tapi pulpen ini bisa membunuhmu kapan saja.” Aku mengarahkan pulpenku ke arah urat nadi Rian.
“Kau tidak takut membunuh Dirga? Wah, ternyata kau sama gilanya dengan tukang fogging itu.” Rian tertawa hambar.
Aku menekan pulpenku kuat ke urat nadinya.
“Aku tidak peduli Rian, lagipula aku sudah sering mati dibunuh. Yang terpenting, sekarang aku harus menemukan siapa dalang dibalik semua ini. Jika kau tidak mau menyerahkan tasmu, maka dalam sepuluh detik lagi kau akan mati.”
Hening seketika. Rian tersenyum mendengar kalimatku. Hal itu benar-benar membuatku semakin curiga padanya.
Satu.
Dua.
Tiga.
Aku mulai berhitung, berharap Rian memberikan reaksi yang sesuai keinginaanku. Segera menyerah dan memberikan tasnya padaku.
Empat.
Lima.
Enam.
Sialan! Dia masih saja diamtak bergerak. Apa dia siap untuk mati?
Tujuh.
Delapan.
Sembilan.
Aku semakin menekan pulpenku ke urat nadinya. Aku sebenarnya takut untuk membunuh, tapi tidak ada cara lain. Aku harus mengubah masa depan! Aku tidak boleh membuat kejadian gila ini terus berulang!
Sepuluh!!
“Stop!! Baiklah, aku menyerah kawan. Aku belum mau mati, aku harus terus menjaga kekasihku!”
Kekasih? Bukannya selama ini Rian tidak memiliki pacar? Lalu kekasih mana yang dia maksud? Ah lupakan saja, aku harus segera melihat isi tasnya!
“Berikan tasmu Rian! Cepat!”
“Baiklah.. ” Dengan setengah hati Rian melepaskan tas yang sedari tadi menempel di punggungnya dan memberikannya kepadaku.
Sreet!
“B-bukankah ini..”
Aku membeku beberapa saat setelah melihat isi tasnya.
“R-Rian? Apa-apaan ini??”
“Hahahaha! Kenapa Dirga? Kau terkejut? Jangan bilang kepada siapa pun ya! Ini rahasia kita berdua. Jika kau berani membocorkannya akan kubunuh kau!” Ucapnya tegas.
Aku mengangguk pelan.
Kukira di dalam tas Rian akan ada hal yang berguna yang bisa memberiku petunjuk tentang kasus ini. Tapi di dalamnya hanya ada barang-barang normal sebagaimana mestinya orang-orang pergi ke perkemahan. Yang terlihat tidak wajar hanya satu, foto. Foto yang sangat banyak! Terlebih semuanya adalah foto Sasha!
Aku menunjuk salah satu foto Sasha dengan wajah penuh tanya.
“Apa Dirga? Kau menanyakan dari mana aku mendapatkan foto-foto itu? Ya, aku memotretnya sendiri.”
“Apa kau meminta izin kepada Sasha?” Aku bertanaya penasaran.
“Tentu saja tidak hahahaha!!” Rian tertawa terbahak-bahak.
Aku terdiam dan menelan ludahku secara paksa.
“Jadi selama ini kau stalker?!”
Rian mengangguk-anggukan kepalanya sambil tertawa. Aku tidak menyangka stalker gila yang sering kulihat di film benar-benar ada dan nyata di dunia ini. Astaga, dunia ini memang sudah kacau balau! Aku tak bisa membayangkan betapa marahnya Sasha saat memeriksa tas Rian di rewind sebelumnya.
“Walaupun aku ini stalker, aku bukan dalang dibalik semua ini. Percayalah kepadaku, jika kita terpecah belah seperti ini dan tidak saling mempercayai satu sama lain. pembunuh itu semakin mudah menghancurkan kita.”
Aku menghela napas panjang. Apa yang dikatakan Rian ada benarnya, kami tak boleh terpecah seperti ini. Mungkin Rian memang bukan pelaku dibalik semua kejadian ini. Lalu apa yang terjadi di rewind sebelumnya? Mengapa Rian bisa menggunakan topeng itu dan mencoba membunuhku?
“Sepertinya di rewind sebelumnya aku dimanfaatkan oleh seseorang.” Ucap Rian serius setelah dengan ‘bangganya’ mengaku stalker Sasha.
Aku memiringkan kepala, tidak mengerti apa yang ingin Rian sampaikan.
“Sepertinya penjahat sebenarnya memanfaatkan dan memaksaku menjadi pembunuh.”
“Bagaimana bisa? Apa hal seperti itu masuk akal?” Aku mengerutkan kening.
“Itu masuk akal Dirga. Sepertinya Si pembunuh mempunyai sandera dan itu bisa saja Sasha. Dia pasti mengancamku, jika aku tidak menjadi pembunuh di tempat ini, nyawa Sasha akan terancam. Pembunuh itu tahu aku sangat menyukai Sasha.”
Seketika aku teringat Kevin dan Aisyah. Kevin sangat mencintai Aisyah, dia rela melakukan apapun untuk membuat Aisyah aman dan selamat. Di rewind ke tiga dia bahkan rela memasukan tangannya ke aquarium yang berisi air accu hanya untuk menyelamatkan Aisyah. Jadi masuk akal Rian pun akan melakukan apa saja untuk membuat Sasha tetap hidup dan selamat.
“Rian, bukankah tadi Sasha ditarik oleh orang itu saat di tenda. Jangan-jangan Sasha…”
“Ya, Sasha disandera…” Ucap Rian sambil tersenyum kecut.
Aku menelan ludah, kenapa semua ini semakin rumit saja? Mengapa Rian sangat mencintai Sasha, padahal melihat mereka berbicara saja sangat langka.
“Kau pasti bertanya-tanya mengapa aku menyukai Sasha.”
Aku mengangguk-angguk mengiyakan ucapan Rian barusan. Aku penasaran apa yang membuat Rian sangat menyukai Sasha.
“Akan kuceritakan semuanya dari awal. Semoga kau tidak bosan mendengar ceritaku ini.” Rian terkekeh.
…
Brak!! Terdengar suara keributan yang berasal dari halaman depan.
“Raka!! Kau tidak bisa membiarkan anakmu hidup di dunia yang seperti ini!! Selama ini kau selalu mengajarkan anakmu hal yang salah! Kau membuat masa depannya suram!”
“Orangtua sepertimu sebaiknya diam saja. Jangan sekali-kali mengatur hidupku termasuk hidup Rian. Dia darah dagingku, aku bebas melakukan apa saja yang kuinginkan. Masa depannya suram ataupun cerah, itu semua terserahku!”
Merasa sudah terbiasa, aku menyaksikan keributan di halaman rumahkudengan diam. Sejak lahir hidupku memang seperti sudah ditakdirkan begini. Tidak pernah tenang, selalu ribut setiap saat.
“Dasar anak tidak tahu diri!!”
Plak.
Dengan marah kakek menampar Raka, ayahku dengan keras. Aku yakin, sebentar lagi halaman rumah ini akan menjadi medan perang antara ayahku dan kakekku. Dan benar saja, mereka kini beradu mulut tentang kesopanan orangtua yang memukul anaknya atau anaknya yang memukul orangtuanya. Entahlah, terserah mereka saja. Aku tidak akan mengganggu mereka. Malah aku berharap salah satu dari mereka binasa dari dunia ini. Aku benci mereka, mereka hanya mementingkan egonya masing-masing. Aku selalu menderita karena mereka berdua!
Dahulu, ayahku merupakan salah satu siswa yang cerdas. Dia berhasil memenangkan lomba science nasional dan mengharumkan nama sekolahnya. Tidak usah heran, dia memang sudah berbakat dari lahir. IQ 130, nilai yang sangat besar, dia murid superior di zaman nya.
Walaupun ayah sangat cerdas dan sangat berbakat dibidang science. Ayahnya alias kakekku selalu bertindak keras terhadapnya. Ayah selalu dipaksa belajar non-stop oleh kakekku. Makan, belajar, dan tidur. Hanya itu kegiatan sehari-harinya. Ayahku tidak diberi kesempatan untuk bermain dan bersosialisasi dengan temannya di luar jadwal sekolah.
Hal itu tentu berdampak besar terhadap mental ayah. Ayah yang awalnya menurut dan patuh karena takut akhirnya mulai memberontak saat ia beranjak remaja, tepatnya saat ia berada di bangku SMA. Ayah mulai berani melawan perintah absolut kakek. Ayah sering kabur dari rumah, membuat masalah di sekolah, dan berani menggunakan obat-obatan terlarang.
Di penghujung tahun pendidikan SMA, ayah membuat kesalahan yang sangat fatal. Dia melakukan kegiatan tabu di usianya yang masih sangat muda bersama pacarnya. Awalnya tidak ada yang mengetahui kegiatan terlarang yang dilakukan ayah dengan pacarnya. Tapi ketika seorang perempuan hamil, tentu saja perutnya akan membesar. Saat itulah mereka ketahuan melakukan hal terlarang oleh orang-orang. Mereka di panggil ke ruang BK dan akhirnya mereka dikeluarkan dari sekolah tepat sebelum mereka lulus beberapa bulan lagi.
Kakek yang mengetahui hal itu menjadi sangat marah. Kakek menyiksa ayahku selama seminggu. Cambuk, rotan, bahkan pisau dia gunakan. Nenek yang tidak bisa menghentikan perbuatan suaminya, akhirnya stres dan meninggal sebulan kemudian karena sakit.
Ayah dan pacarnya dinikahkan secara terpaksa. Hanya itu jalan keluar untuk mereka. Beberapa bulan kemudian, aku pun lahir sebagai anak haram. Hidup bahagia, sekolah yang baik dengan banyak teman yang menyenangkan, ataupun menghabiskan waktu berlibur dengan keluarga. Semua itu tidak pernah kurasakan, aku tidak pernah bahagia dan hidup dengan tenang. Tak jarang aku sering diperlakukan seperti manusia rendahan hanya karena aku lahir sebagai anak haram.
Beberapa tahun kemudian, ayah dan ibuku pindah dari tempat tinggal kami karena selalu dicibir tetangga tentang ibuku yang hamil diluar nikah. Namun, semua itu percuma, layaknya asap yang terbawa angin, desas desus tentang ibuku yang hamil diluar nikah akhirnya diketahui oleh semua tetangga di tempat tinggal baru kami.
Pada dasarnya ayah ibuku memang masih sangat muda untuk mempunyai anak, apalagi ibuku yang tidak kuat terhadap pandangan orang lain yang merendahkannya. Lama kelamaan ibuku menjadi tertekan dan bunuh diri.
Tinggalah aku dan ayahku. Saat itu aku masih berusia sepuluh tahun, tapi ayah tidak pernah memberikan contoh yang baik. Bahkan pada usia yang masih belia seperti itu, aku malah diajarkan cara menjadi pencopet oleh ayah. Aku sebenarnya tidak ingin mempelajari hal buruk seperti itu. Namun, jika aku menolak atau membanatah, ayah akan menghukumku dengan kejam. Aku pernah mengalami patah tulang pada umur 13 tahun karena menolak belajar cara membobol kunci rumah.
Sekarang, ayah dan kakek bertengkar di halaman rumah hanya karena memperebutkanku. Jujur, aku tidak ingin tinggal dengan siapa-siapa di antara mereka, aku lebih baik hidup sendiri Jika tinggal dengan ayah, aku bisa berakhir menjadi kriminal. Jika tinggal dengan kakek, aku akan terus dipaksa belajar. Ayah saja yang otaknya cemerlang stres apalagi aku yang memiliki otak pas-pasan.
…
“R-Rian… Kau boleh berhenti jika kau tidak kuat menceritakannya kepadaku.” Ujarku memotong cerita Rian.
Rian menoleh kepadaku.
“Tidak apa Dirga, aku ini sekuat baja loh hahahaha.”
“Tapi kau takut ketinggian Hahahahaha.” Aku tertawa terbahak-bahak.
Wajah Rian mulai memerah, dia segera memalingkan wajahnya dariku. Dia pasti merasa sangat malu.
“Setelah itu, aku tinggal bersama kakekku.” Rian melanjutkan ceritanya.
“Ayah membiarkanku dirawat kakekku. Tapi daripada disebut merawat, lebih cocok jika disebut menyiksa. Hari-hariku tidak jauh berbeda dengan sebelumnya saat aku tinggal bersama ayah. Aku menderita dipaksa menelan banyak pelajaran yang sama sekali tidak kumengerti.”
Rian terdiam sebentar dan mengusap wajahnya.
“Hingga akhirnya aku terjatuh ke jalan yang sama dengan ayahku. Aku mulai meminum minuman keras, berjudi, dan hal tabu lainnya di luar sepengetahuan kakek tentunya. Aku bahkan tidak percaya dengan adanya Tuhan. Namun, hingga akhirnya hari itu tiba, Tuhan menyelamatkanku dan mempertemukanku dengan bidadarinya.
“Itu pasti Sasha.” Aku bersiul jahil.
Rian menggeleng.
“Aku tidak tahu, aku tidak tahu itu Sasha atau bukan. Semua itu masih menjadi misteri. Dimana Saras? Siapa Sasha? Misteri itu masih belum bisa kupecahkan sampai detik ini.” Rian terlihat murung.
Jawaban yang diberikan Rian sangat berbeda dengan yang kubayangkan. Aku mengira Sasha yang membuat hidupnya berubah menjadi lebih berwarna layaknya Kevin yang kehidupannya berubah setelah bertemu Aisyah. Lalu siapa Saras?
“Pasti kau tambah bingung juga siapa Saras bukan?” Seakan bisa membaca pikiranku, Rian mengatakan hal yang sangat sesuai dengan benakku.
…
…
…
Bip~ Bip~
Samar-samar kudengar bunyi sesuatu yang cukup familiar. Aku membuka mataku perlahan, kudapati electrocardiograph ada di sebelahku. Aku melirik tangan kananku. Terdapat selang infusan yang menempel di sana. Sebenarnya apa yang telah terjadi? Mengapa aku tiba-tiba berada di rumah sakit?
“Saras! Apa kau gila! Kemarin kau memaksa kita untuk membawa berandalan ini ke rumah sakit! Sekarang daripada memecahkan riddle kau memilih menjenguk dia? Jika kita bisa memecahkan riddle ini lebih cepar daripada siapapun kita akan semakin terkenal!”
“Oh Azka, apa kau lupa? Tujuan kita memecahkan berbagai teka-teki di dunia ini bukan untuk menjadi terkenal!”
“Saras benar Azka. Jangan sampai kasus ini membuat dirimu kehilangan sisi kemanusiaanmu.”
“Siska, jangan menjadi orang berhati lembek seperti Saras. Dia itu terlalu baik kepada setiap orang, dan kebaikannya itu akan mencelakakan kita suatu saat nanti!”
“Aku tidak ikut berdebat ya. Aku tim netral. Aku tidak memihak siapapun disini”
Di depanku ada empat gadis berseragam SMP yang sedang berdebat panas. Ah, sebenarnya siapa sih mereka? Apa mereka tidak sadar di ruangan ini ada pasien yang terbaring lemah? Benar-benar tidak memiliki etika.
“Ah, halo! Ternyata kamu sudah siuman ya? Padahal dokter bilang kau mungkin akan siuman 3 hari ke depan. Mungkin gara-gara kami yang berisik kau jadi terbangun cepat ya? Hahaha”
Siuman? Sebenarnya sudah berapa lama aku berada di rumah sakit ini?
“Apa yang terjadi? Sudah berapa lama aku disini?” Tanyaku datar.
“Kemarin, saat kami berjalan-jalan di kota. Kami melihatmu tertabrak truk. Kondisimu sangat parah pada saat itu. Supir truk itu gila, bukannya membawamu ke rumah sakit. Dia malah menginjak gas mobilnya dengan kuat dan pergi meninggalkanmu. Lantas, kami menolong dan membawamu ke rumah sakit Cipta Cahya Darma ini. Oh, iya, aku belum memperkenalkan diri. Perkenalkan namaku Saras, yang keras kepala dan pemarah itu bernama Azka, yang dingin dan terlihat tidak peduli dengan apapun itu bernama Ratih, dan yang terakhir bernama Siska, dia tampak sangat disiplin dan sedikit menyeramkan. Tapi jangan khawatir, dia itu dalamnya asyik kok!”
Aku memalingkan wajahku.
“Aku tidak menanyakan nama kalian. Aku hanya menanyakan mengapa aku bisa sampai dirawat jalan di rumah sakit ini.” Ucapku dingin
Brakk!!
Azka memukul ranjang pasienku. Sebagai seorang pasien yang baru siuman dan masih belum sepenuhnya sadar, sontak saja hal itu membuatku sedikit terkejut. Sepertinya dia marah akan ucapanku.
“Dasar berandalan tidak tahu diri!! Kau tertabrak oleh truk itu gara-gara kau mabuk! Aku benar-benar tidak sudi menolongmu pada saat itu. Jika saja Saras tidak memaksa, mungkin aku akan membiarkanmu mati di jalan karena kehabisan darah!”
“Apakah aku meminta kalian untuk menyelamatkanku pada saat itu?”Aku menatap tajam Azka.
“Orang ini benar-benar membuatku jengkel! Ayo Saras! Siska! Ratih! Kita pergi dari sini.”
Azka sekali lagi memukul ranjang pasien dan pergi keluar.
“Dia itu selalu keras kepala dan pemarah ya?” Ucap Siska sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.
“Sebaiknya kita ikuti apa kata dia dulu. Jika tidak, dia pasti akan meledak seperti gunung Krakatau.” Ucap Saras sambil menggaruk-garuk kepalanya dan melangkah keluar meninggalkan ruangan.
Saat itu, aku kira mereka tidak akan ada lagi yang menjengukku. Tapi ternyata aku salah, Saras selalu datang menjenguk setiap hari. Walau terkadang aku acuhkan dia seharian penuh. Dia selalu bercerita tentang kehidupan sekolahnya, teman-temannya, hobinya memecahkan riddle, dan beberapa kisah inspiratif yang membuatku berhenti berpikir bahwa aku terlahir di dunia ini hanya untuk merasakan penderitaan dan rasa putus asa.
Disaat aku mulai terbuka dan ingin berteman dengan Saras, hari itu dia membicarakan hal yang tidak terduga kepadaku.
“Aku telah terjatuh ke hal yang mengerikan Rian, kesalahan terburuk dalam hidupku. Tapi aku tidak bisa kembali lagi. Jika suatu saat aku menghilang, tolong jangan cari aku. Kau akan dalam masalah besar. Tidak hanya dirimu, tapi seluruh orang yang dekat denganmu akan terkena masalah.”
Dan beberapa hari sejak dia membicarakan hal itu..
Dia menghilang…
…
Rian menghela nafas panjang. Matanya berkaca-kaca. Sepertinya dia merasa kehilangan seseorang yang berharga baginya. Yang mengubah cara pandang dirinya terhadap dunia ini.
“Aku telah mencari Saras kemana-mana. Memasang poster orang hilang, melapor ke polisi, dan mencari informasi tentang Saras layaknya stalker. Tapi semua itu sia-sia, Saras tidak pernah ditemukan sampai detik ini.”
Rian mengusap wajahnya.
“Hingga akhirnya aku bangkit. Aku tidak lagi tinggal bersama kakek atau ayah. Aku tinggal di asrama sekolah. Aku memulai kehidupan baru di sana, aku berhenti mejadi berandalan dan belajar beberapa teknik beladiri agar tidak ada yang berani macam-macam denganku.”
“Wah, cerita yang menarik ya! Kau seperti pahlawan-pahlawan di film saja. Ah, berbicara tentang Saras, kau sudah bertermu dengannya lho, bahkan Sangat sering, setiap hari kau bertemu dengannya.” Seseorang tiba-tiba berceletuk mengomentari cerita Rian sambil bertepuk tangan.
Refleks, aku segera menoleh ke asal sumber suara dan begitu terkejut saat melihat manusia bertopeng yang entah muncul darimana. Sejak kapan dia disana dan mendengarkan cerita Rian? Lalu apa maksudnya Rian sering melihat Saras? Bukannya Saras masih belum ditemukan?
“Ternyata selama ini dugaanku benar ya? Seharusnya aku harus lebih percaya diri dengan hasil penyelidikanku!” Ucap Rian setelah kembali dari rasa terkejutnya.
“Rian, apa maksudnya? Sebenarnya kemana Saras? Apa hubungannya dengan Sasha? Apa Sasha kunci penting dalam kasus ini?”
Berbagai pertanyaan aku lontarkan kepada Rian. Tapi, Rian menatapku tajam dan menggelengkan kepalanya dengan tegas. Sepertinya ini waktu yang salah bagiku untuk bertanya.
“Sebenarnya siapa dirimu? Apa yang telah kau lakukan kepada Saras?” Rian bertanya dengan penuh emosi.
Hahahaha!!!!!
“Siapa diriku? Kau sangat ingin mengetahui siapa diriku?” Ucap orang misterius itu sambil terkikik geli.
Aku dan Rian diam tidak menanggapi pertanyaan orang aneh itu. Dia hanya bermain-main dengan ku dan Rian. Tentu saja kami ingin mengetahui siapa dia, tapi sepertinya mustahil, dia tidak akan pernah memberitahukan identitasnya.
“Aku adalah salah satu diantara kalian. Teman satu kelas kalian dan orang-orang biasa menyebutku Elizabeth Bathory. Kau bertanya apa yang kulakukan pada gadis itu? Tidak banyak, aku hanya bereksperimen dengannya untuk mewujudkan dunia rhythm 0, dunia yang selalu diimpikan oleh ras kami. Dunia dimana kami akan duduk jauh di atas kalian, semua ras rendah. Kalian semua akan menjadi budak kami.” Manusia bertopeng itu tertawa keras.
Aku terkejut mendengar ucapan orang itu. Tidak hanya terkejut karena dia mengatakan bagaimana orang-orang memanggilnya, tapi juga tekejut dengan pengakuannya tentang dunia rhythm 0. Sepertinya Rhythm 0 adalah dunia yang dihasilkan dari kejadian kecil ini. Dunia yang akan menghancurkan tatanan dunia. Chaos Theory ternyata memang benar!
Crek!
Orang itu mengokang pistolnya dan mulai mengarahkannya kepalaku. Tampaknya sebentar lagi aku akan melakukan rewind kembali. Ya, rewind yang tiada hentinya. Terus maju mundur di alur dunia yang gila ini.
“Karena kalian sudah kuberi tahu informasi penting, kalian pasti bisa beristirahat dengan tenang.” Elizabeth mengarahkan moncong pistolnya kepada Rian.
“Ah, aku tarik ucapanku yang tadi. Rian, kau sebaiknya istirahat duluan ya. Dirga akan menyusul setelah aku puas bermain-main dengannya hahahahaha...!” Elizabeth mulai tertawa seperti orang gila.
“Aku tidak akan mati disini! Aku harus menyelamatkan Saras!”
Rian berlari secepat tenaga meninggalkanku. Dasar bodoh, orang itu punya senjata, kenapa Rian malah berlari dengan bebasnya?
“Aku tidak akan membiarkanmu lolos begitu saja, Rian. Tembakanku pasti akan pas sekarang.”
Elizabeth mulai mengenggam pistolnya dengan mantap. Kemudian menutup sebelah kelopak matanya agar bidikannya menjadi lebih akurat.
“Selamat tinggal. Akan kujaga Saras dengan baik, dia aset yang berharga untuk organisasi kami.”
Dor!
Peluru melesat cepat membelah angin langsung menembus kepala Rian. Tubuh Rian jatuh dengan keras. Darah yang dihasilkan peluru handgun itu perlahan keluar dengan sangat banyak. Aku tak tahu harus bereksi seperti apa, aku sudah sering melihat pembunuhan di rewind sebelumnya. Tapi aku tetap tak bergeming sedikitpun dari tempatku.
“Dirga, kau tahu? Yang menyebabkan semua kekacauan ini memang organisasi kami, tapi ada cerita menarik dibalik terciptanya organisasi ini menjadi organisasi yang besar. Cerita menarik dan inspiratif itu melibatkan dirimu Dirga, kaulah penyebab semua kejadian ini terjadi.” Orang itu berjalan mendekat ke arahku.
Aku terkejut mendengar kalimat yang diucapkan Elizabeth. Akulah penyebab semua kejadian gila ini? Ah, rasanya sangat mustahil. Seumur hidupku, aku tidak pernah berhubungan dengan organisasi aneh dan mencurigakan. Dia pasti berbohong!
“Sepertinya kau tidak percaya padaku ya, Dirga? Yeah, percaya atau tidak percaya itu terserah dirimu. Toh, sudah kuberitahukan hal yang sebenarnya kepadamu. Kaulah penyebab kejadian malam ini. Kaulah yang membuat organisasi kami bisa berdiri kokoh seperti sekarang.”
Aku mengepalkan tanganku dengan erat.
“Kau…! Jangan coba-coba membohongi dan mempengaruhi pikiranku! Di sini aku adalah korban dari kejadian gila ini. Aku sudah berulang kali melihat teman-temanku mati terbunuh dikarenakan rencana gilamu dan organisasi bodohmu itu! Sekarang kau bilang aku penyebab kejadian ini? Itu sungguh tidak masuk aka-”
Dor!
Arrrghh!!
Seketika, aku merasakan sesuatu telah melubangi otot pahaku. Rasa sakit perlahan menjalar ke seluruh tubuhku dengan darah yang bercucuran deras. Sialan, aku terlalu terbawa emosi sampai akhirnya menjadi kurang waspada.
“Dirga, kau ini berisik sekali. Ah sudahlah, sekarang aku punya hal menarik yang akan kulakukan denganmu. Eksperimen kecil-kecilan.” Elizabeth bersiul pelan.
Aku menelan ludahku dengan paksa, jantungku berdegup lebih kencang. Aku bisa merasakan hal buruk akan terjadi kepadaku.
“Ayo kita bermain sobat…”
Dor!!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 11 Episodes
Comments