Duar!!!
"Alloh!!!"
Kita semua langsung terbangun ketika mendengar suara guntur yang sangat keras. Lalu diiringi oleh suara hujan yang semakin lama semakin deras dan suaranya semakin kencang. Kilat di langit malam seakan saling beradu, bersahut-sahutan ke sana ke mari.
Memang sekarang adalah bulannya
musim peralihan. Pancaroba lebih sering disebutnya. Kemarin padahal masih sangat panas mataharinya, sekarang langsung hujan begitu deras.
Aku melihat Salma tengah berdoa.
"Doa apa Sal?"
"Doa semoga diturunkan hujan yang baik" jawabnya.
Aku penasaran, maka dari itu aku meminta Salma untuk mengajariku. Doa nya sangat mudah ternyata, tapi tidak pernah kubaca. Malah ketika hujan turun, lebih sering aku menggerutu daripada bersyukurnya.
"Allohumma shoyyiban nafi'aa" yang baru kutahu artinya adalah 'Ya Allah, turunkanlah pada kami hujan yang bermanfaat'
Kita semua yang sudah terduduk melingkar bingung mau melakukan apa. Kalau sudah terbangun di tengah malam begini pasti sangat susah untuk tidur lagi. Rupanya Salma, Tika, dan Iren juga merasa begitu.
"Jam berapa ini?" Tanya Iren yang membuat Salma merogoh tempat di mana HP nya berada.
Karena memang hanya mengandalkan remang-remang cahaya lilin, berarti masih pemadaman bergilir.
"Masih jam satu Tik"
"Yaahh! Masih lama dong subuhnya" aku menghela napas panjang.
Kriuk! Kriuk!
Dasar Iren!
Masih sempat-sempatnya ngemil popcorn sisa tadi malam. Tapi kalau dipikir-pikir, boleh juga. Hujan-hujan sambil makan popcorn. Tika dan Salma juga ikut-ikutan, jadinya toples itu ditaruh di tengah-tengah.
"Oh iya Ren, aku mau tanya. Gak boleh main HP waktu ada guntur itu fakta apa mitos sih?" Tanyaku ke Iren yang memang anak Ilmu Komputer. Soalnya daripada cuma makan, aku mau main HP. Nge-game lebih tepatnya.
"Boleh kok. Asal kamu main HP nya enggak di atas gedung atau di atas pohon. Kan petir itu nyari tempat yang tinggi-tinggi"
"Oohh.. gitu" ya sudah, aku langsung mencari HP ku dan membuka game yang sudah lama enggak aku mainkan.
Maklum, kalau ada waktu luang aku lebih suka baca novel ketimbang main HP.
Brakk!!
"AAAAAAAAA!!!"
Di tengah-tengah santainya kita, tiba-
tiba ada pecahan genteng yang jatuh. DAN ITU TEPAT DI SAMPING SALMA!! Kalau geser sediki posisi Salma, sudah pasti kepalanya jadi korban.
Eh.
Ini kan masih hujan.
Berarti....
"Bocor! Bocor!!!!"
Kita berempat langsung menghamburkan diri masing-masing. Menyelamatkan benda-benda agar tidak basah semua. Karena buru-buru dan keadaan gelap, kita malah sering bertubrukan.
"Nala! Cepat ambil ember di dapur!!"
"Oke. Oke!" Dengan secepat kilat aku menuruti kata Salma.
Bugh!
"Aww!!! Keningku kena pintu lagiii!!" Dan itu tepat terkena di tempat yang sama dengan luka kemarin. Padahal yang kemarin bau kering, nah sekarang malah ditambahin lagi.
"Hati-hati dong Na! Nyalain flash kamu!"
Oh iya. Karena panik, otak jadi blank gini.
"Iya Sal!" Segera aku menuju dapur sambil memegangi keningku yang nyut-nyut an.
Aku mengambil ember yang cukup besar, karena bocornya cukup besar. Kuyakin pasti sekarang kamar kita malah kelihatan seperti terkena banjir ketimbang terkena genteng bocor.
"Ini Sal embernya!" Salma langsung meletakkan ember besar itu di bawah atap yang berlubang.
"Lantainya basah semua deh!" Keluh kita.
"Ya sudah, dipel besok aja. Sekarang kita keluar. Nyari tempat yang aman" saran Salma bagus juga.
Ketika keluar dari kamar, kita juga melihat anak kamar sebelah juga keluar. Sepertinya mereka terbangun ketika mendengar kehebohan kita.
"Ada apa Na?"
"Kamar kita atapnya bocor Ge. Jadi sekarang kita ngungsi ke kamar kalian ya?" Pintaku.
"Iya. Ayo masuk-masuk!" Gea mempersilakan kita semua masuk.
Sama seperti di kamar kita tadi, sekarang kita juga duduk melingkar bersembilan.
"Bocornya besar enggak?"
"Lumayan besar sih Re" jawab Salma.
Oh iya.
Kalau bocornya sebesar itu dengan hujan sederas ini pasti embernya cepat penuh. Akhirnya aku berinisiatif untuk kembali lagi ke dapur. Mencari beberapa ember atau timba yang kosong, dan ternyata cuma ada tiga. Lalu aku kembali lagi ke kamar yang atapnya bocor tadi.
"Benar kan!"
"Ada apa Na?" Rupanya teman-teman menyusulku.
"Itu!" Tunjukku pada ember yang sudah penuh air.
"HAH!? Sudah penuh?" Lebay deh Tik!
"Iya. Makanya aku cari timba kosong buat penggantinya.
Akhirnya malam ini kita habiskan dengan gotong royong. Menunggu ember yang terisi air. Jika sudah penuh langsung kita geser dan diganti dengan timba yang kosong. Lalu wadah yang penuh itu kita buang airnya ke teras dengan estafet. Begitu terus sampai hujan reda yang kira-kira sekitar jam empat. Tepat ketika adzan berkumandang.
Kali ini aku sangat bersyukur karena masih tanggal merah. Jadi tanpa basa-basi langsung pergi ke kamar sebelah lalu rebahan di sana.
Lelahnya...
Kemudian pintu berderit. Astri, Puput, dan Tika juga langsung merebahkan diri di sampingku.
"Capek!" Satu kata itu keluar dari mulutnya Astri.
"Iya. Kayanya tanganku ini udah kekar gara-gara ngangkatin air"
"Masa sih Tik?" Ketidakpercayaan Puput mewakili perasaanku juga. Malah dia memegang tangan Tika sungguhan. Mungkin mengecek kebenaran dari ucapan Tika.
"Apanya yang kekar?! Masih tetap tulang semua!" Kata-kata Puput membuat kita tertawa puas.
"Yee! Itu kan perumpamaan Put! Majas hiperbola"
Benar juga sih. Setiap Tika ngomong kan pasti hiperbola. Selalu berlebihan yang jatuhnya malah lebay.
Suara dengkuran halus terdengar. Aku menoleh ke samping kiriku. Ternyata Astri sudah tertidur. Dilihat dari mukanya, kayanya dia capek banget.
Kriett!
"Suara apa lagi tuh?!" Puput panik.
"Anak-anak lagi nimba di sumur belakang rumah Put! Kan kerannya enggak bisa digunain" perjelasku.
"Oh iya ya. Masih terbawa suasana horor tadi malam sih!"
Jadi sekarang kita asyik bercerita tentang horornya tadi malam. Kita jadi ketawa-ketawa sendiri sih kalau ingat itu. Mengingat betapa konyolnya kita waktu ketakutan setengah mati, mengira melihat penampakan yang ternyata cuma Pak Karto.
Tapi seru sih.
Bisa buat bahan cerita dan pemanis di ingatan kalau kita sudah berpisah. Ngomong-ngomong soal perpisahan, waktu kita kurang setengah perjalanan lagi. Kurang lebih masih tersisa dua minggu lagi untuk kita tinggal di desa. Pasti bakal kangen banget deh. Padahal baru dua belas hari kita di sini, tapi ada aja kejadian-kejadian seru yang membuat kita semakin dekat. Enggak tahu deh gimana nanti waktu sudah pisah.
Lap!
Aku memicingkan mata, menyesuaikan cahaya yang masuk. Lampu barusan sudah menyala. Berarti pemadamannya sudah selesai.
"Aku mau cuci muka dulu" pamitku ke mereka.
"Nala! Na!"
"Apa Sit?"
"Itu, kening kamu berdarah" pantes kok nyut-nyutannya berasa banget. Sampai ada darah gitu ternyata.
"Hehehe.. tadi habis nyium pintu" gurauku.
"Lagi?!" Sita tampak heran.
Iya sih heran. Kok ada orang yang mau terjatuh di lubang yang sama. Kaya aku contohnya.
"Enggak tahu ya Sit? Nala kan jodoh sama pintu. Jadi hobi banget kalau nubruk pintu" aku cuma bisa melotot ke Tika. Bukannya dia takut, malah ketawa tambah keras.
Ya sudah.
Aku ke kamar mandi untuk cuci muka sekalian mandi juga. Habis itu menempelkan plester ke lukaku. Siap-siap deh nanti dengar komentarnya teman-teman.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 75 Episodes
Comments