Setelah pulang dari rumahnya Tiara kita berempat langsung masuk ke rumah masing-masing. Aku yang memang sudah sangat capek memilihi untuk langsung ke kamar. Biar oleh-olehnya dibagikan oleh Salma. Sambil menunggu waktu maghrib yang tinggal setengah jam lagi, rebahan rebentar enggak apa-apa kali ya?
"Na, Nala! Bangun Na!"
"Hmmm"
"Bangun Nala! Udah maghrib!"
"Hmm.. iya-iya" ternyata, secara enggak sadar aku ketiduran setengah jam tadi.
Alhasil sekerang aku malah buru-buru buat ke mushola. Cepat-cepat ke kamar mandi, cuci muka, ganti baju, lalu wudhu.
Eh bentar.
Ini baju belakangku kok ada noda merah?
Aku ingat-ingat tanggal berapa sekarang. Untuk memastikan apa sekarang sudah masuk tanggal merahku apa belum.
Hmmm... ternyata benar.
Cepat-cepat aku menyelesaikan urusan kamar mandiku agar Salma dan yang lainnya tidak lama menunggu.
"Pssst! Salma!"
"Udah? Ayo berangkat!"
"Hehehe... lagi ada tamu bulanan ternyata" Kulihat Salma menghela napanya sambil geleng-geleng kepala.
"Yaudah kita tinggal dulu, jaga rumah baik-baik. Oke?" Aku menyatukan jari jempol dan telunjukku membentuk isyarat oke.
Setelah semua berangkat ke mushola, aku mengunci rumah dari dalam. Lalu kembali lagi ke kamar untuk membaca novel. Kalau mau rebahan lagi sudah enggak seenak tadi.
Samar-samar aku mendengar suara haha-hihi dari kamar sebelah. Daripada keburu takut, aku memilih mengetuk pintunya. Siapa tahu ada yang di dalam.
Benar saja, ternyata di dalam sana sudah ada Gea, Sita, juga Puput. Rupanya mereka juga sama sepertiku, tidak pergi ke mushola.
"Ada apa Na?"
"Enggak Sit, cuma mau nge-cek ada orang apa enggak di dalam"
"Oohh gitu"
"Oke aku ke kamarku dulu ya" sebelum aku berbalik badan, tanganku sudah dicekal dulu oleh Sita.
"Enggak mau gabung kita aja?"
Sebenarnya mau-mau saja. Tapi, berhubung ada aura-aura negatif di dalam sana. Maksudku bukan aura negatif dari mahluk astral ya, tapi dari satu mahluk perempuan dengan muka judes dan mata yang suka enggak santai kalau lihat aku. Siapa lagi kalau bukan Gea.
"Enggak deh, makasih ya!"
"Ohh oke" bersamaan dengan aku berbalik badan, suara pintu tertutup juga terdengar.
"Hhmmm... enaknya baca novel yang mana ya?" Gumamku.
Diantara beberapa tumpuk buku novel itu, terdapat satu buku bersampul cantik yang sangat kontras jika dibandingkan dengan novelku yang lain. Setelah kuambil baru aku ingat kalau ini adalah buku pemberian dari Salma. Judulnya
"Menjadi Muslimah yang Baik". Hmm.. penasaran juga, karena buku ini belum pernah kubaca. Coba aku baca, kira-kira aku sudah masuk dalam kriteria muslimah yang baik apa belum ya?
Setengah jam berlalu dan aku masih fokus membaca. Tamparan demi tamparan aku rasakan ketika membaca buku ini. Betapa aku begitu jauh dari kata muslimah yang baik. Penampilanku, sifatku, juga tingkah lakuku.
Iseng-iseng, aku mengambil kerudung milik Salma yang tengah digantung. Aku mencobanya sambil bercermin. Kupikir, tidak buruk juga berpenampilan dengan jilbab. Malah terlihat lebih anggun dan terlindungi.
Ekhm! Tenggorokanku terasa kering.
Aku segera pergi ke dapur untuk mengambil air minum, tapi terlebih dahulu aku menanggalkan jilbab yang kupakai.
Selesai menuangkan segelas air, aku berniat membawanya ke dalam kamar. Tapi dari balik lemari yang menjadi sekat antara ruang tamu dengan ruang tengah tempat kamar kita berada, aku mendengar sayup-sayup suara Gea.
Rupanya mereka kini beralih ke ruang tamu. Penasaran, aku mencoba mendekat.
"Enggak habis pikir deh sama Nala sok ayu itu" lah-lah, bawa-bawa namaku lagi. Jadi makin penasaran sama pembicaraan mereka. Lebih kudekatkan lagi telingaku di lemari.
"Enggak habis pikir gimana Ge?" Kayanya ini suara si Puput.
"Cewek itu kaya enggak tahu malu, masa semua cowok dideketin"
"Perasaanku enggak tuh, dia fine-fine aja. Ya kaya temenan biasa" beruntung ada Sita dan Puput yang enggak mudah terhasut sama omongannya Mak Lampir.
"Temenan apaan nempel-nempel kaya gitu!" Heh! Yang suka nempel-nempel kaya ulet bulu itu kamu ya Ge!
Huh! Sabar Na! Sabar.. dengerin dulu sampai mana dia mau ngejelek-jelekin kamu.
"Lagian ya, sering banget aku lihat dia sama Rendi, terus besoknya sama Radit. Malah yang terbaru nih, dia juga lagi deket sama anak Pak KaDes siapa itu namanya aku lupa"
"Mas Pandu?!" Yakin sih ini pasti Puput yang histeris.
"Nah ya itu! Sama Mas Pandu. Bisa-bisa, semua cowok dideketin sama dia"
Kupingku sudah panas, dadaku bergemuruh. Siapa yang enggak panas hati coba dijelek-jelekin di belakang kaya gini? Bahkan tanpa sungkan dia bilang gitu seakan-akan aku enggak ada di rumah. Rasanya sudah cukup aku bersembunyi. Aku melangkahkan kakiku menghampiri mereka. Bukan! Berpura-pura akan keluar maksudnya.
"Ekhm! Ghibahin orang di belakang dosa lho mbak!" Sindirku sambil membuka pintu.
"Kalau di depan orangnya langsung enggak dosa kan?" Pertanyaan memancing dari Gea membuat gerakanku terhenti.
"Mau kamu apa sih Ge? Emang aku punya salah apa sama kamu?" Akhirnya aku membalikkan badan, tidak jadi untuk keluar.
"Salah? Keberadaan kamu di kelompok ini itu udah salah!"
"Sayangnya aku sudah terlanjur menjadi bagian dari kelompok ini. Terus kamu mau apa?" Emosiku jadi terpancing gini kan.
"Mauku? Simple! Kamu jadi cewek jangan kecentilan! Semua cowok dideketin! Dasar jalang!"
Plakk!
Tanpa kurencanakan, tanganku bergerak bebas meninggalkan bekas di pipinya. Air mataku lolos begitu saja. Sesak.
Baru pertama kali ada yang menghinaku dengan serendah ini.
"Jaga ucapan kamu! Sekarang masih pipi kiri. Jangan sampai pipi kanan kamu jadi korban juga"
Selepas mengeluarkan amarah aku langsung keluar dan membanting pintu. Menambah kesan dramatis.
Masa bodo dengan kaki yang masih nyeker sama perut yang kelaparan. Beruntung tadi hanya tamparan, rasanya pengen aku cakar-cakar mukanya.
Dulu aku mungkin masih bisa bersabar menghadapi sikap ketidaksukaan Gea yang terang-terangan ditujukan padaku. Tapi tidak dengan malam ini. Biar dia tahu, bagaimana akibat mengganggu harimau yang sedang tidur.
Hmm.. tapi kalau dipikir-pikir, kok dingin juga ya di luar? Lupa enggak pakai jaket tadi.
Huh!. Dari tadi jalan enggak jelas tujuannya mau kemana. Enggak mungkin juga mau pulang, bisa-bisa emosiku meluap lagi.
Kira-kira mau tidur dimana nanti?
Pak Karto? Duh, sungkan banget. Setiap hari kok ngerepotin terus.
Mas Pandu? Jelas enggak mungkin banget!.
Ayo Na mikir! Mikir! Siapa orang di desa ini yang kamu kenal dekat?
Hmmm.... apa ke Mbak Ida aja? Iya deh. Udah enggak ada yang lain lagi soalnya.
Beruntung aku tahu alamat rumah Mbak Ida, jadi sekarang tinggal jalan ke sana.
"Assalamu'alaikum!" Lalu kuketuk pintu rumahnya. Kulihat jam tanganku, masih jam setengah delapan. Pasti belum tidur.
Cklek!
"Wa'alaikumsalam, loh Nala?" Mbak Ida tampak terkejut dengan keberadaanku di depan pintu rumahnya.
Bagaimana tidak? Penampilanku yang seperti ini sangat tidak pantas untuk bertamu. Tapi syukurlah, Mbak Ida tidak mengusirku. Malah menyuruhku masuk ke kamarnya. Tadi sebelum masuk ke kamar, aku sempat melihat Pak Mahmud di ruang tv. Beruntung beliau tidak bertanya macam-macam, karena kata Mbak Ida aku ingin menginap bersamanya malam ini. Memang benar sih alasanku datang ke sini untuk itu.
"Ayo sekarang cerita! Kenapa tiba-tiba ke sini? Penampilan kamu juga kusut gitu" jelas kusut lah mbak, sepanjang perjalanan nangis terus.
"Ini enggak ditawari minum apa gimana gitu mbak? Haus habis jalan dari rumah ke sini" dasar aku! Enggak tahu malu.
"Iya-iya" ketika sampai di ambang pintu aku memanggilnya lagi.
"Ada apa lagi Na? Mau makan juga?" Nah tepat! Belum juga dikasih tahu, udah bisa nebak aja.
"Hehehe.. iya mbak"
Dengan geleng-geleng kepala Mbak Ida berjalan ke dapur. Belum sampai lima menit, Mbak Ida kembali dengan segelas air putih yang langsung kusambut dengan gembira.
"Makanannya mana mbak?"
"Cari makan di luar aja yuk? Sambil cerita di alun-alun desa" hmm.. ide bagus juga.
"Boleh deh mbak"
Dengan memakai jaket serta sandal punyanya Mbak Ida, kita pergi ke luar mencari makanan. Ke alun-alun lebih tepatnya. Kata Mbak Ida, sekarang ada pasar malam. Jadi sekalian jalan-jalan untuk menenangkan hati.
Sampai di tujuan, tenda nasi goreng sepertinya menjadi pilihan kita. Sambil menikmati nasi goreng hangat lengkap dengan es teh nya, sedikit demi sedikit aku menceritakan kronologi kejadian tadi.
"Jadi gitu mbak, siapa yang enggak kesal kalau difitnah kaya gitu?"
"Iya sih Na. Tapi, mbak rasa pertikaian dengan teman itu biasa terjadi. Apalagi kalian, yang baru bertemu beberapa minggu. Pasti susah buat adaptasi satu sama lain. Saran mbak sih ya kalian saling memaafkan. Mbak rasa ini cuma kesalahpahaman"
"Yang disebabkan oleh cemburu buta" lanjutku mengakhiri kata Mbak Ida.
"Namanya juga cemburu Na, maklum lah Na"
Benar juga sih kata Mbak Ida. Memaafkan adalah jalan yang terbaik. Padahal baru tadi aku membaca buku tentang akhlak wanita. Eh, aku yang cuma kena masalah seperti ini sudah lepas kendali. Setan dengan sangat mudah menguasai emosiku. Aku harus meminta maaf ke Gea. Tidak peduli siapa yang salah, siapa yang memulai, atau siapa yang mengakhiri. Meminta maaf lebih dulu bukankah lebih baik?
"Gimana? Sudah baikan pikirannya?"
"Sudah mbak"
"Naik wahana mau?" Tawar Mbak Ida.
"Enggak deh mbak, besok-besok aja bareng sama temen-temen" sepertinya seru juga kalau mengajak mereka ke sini.
"Nanti jangan lupa ajak mbak juga"
"Iya mbak, lagian juga jalannya searah sama rumah Mbak Ida"
Setengah jam berlalu kita lewati dengan berbincang-bincang. Bertukar cerita juga bertukar pendapat. Hingga tak terasa jam sudah menunjukkan pukul sembilan malam. Akhirnya aku dan Mbak Ida memutuskan untuk pulang.
"Langsung ke kamar aja Na, aku mau ke kamar mandi dulu"
"Oke mbak"
Huh lelahnya!
Kasur I am coming!
"Na?!"
"Eh iya mbak?"
"Udah tidur?"
"Tadinya mau tidur mbak. Tapi Mbak Ida panggil, enggak jadi deh tidurnya" jawabku jujur.
"Hehehe maaf ya!" Aku kok mencium gelagat-gelagat aneh dari satu orang ini.
Tunggu-tunggu!
Kenapa pipinya Mbak Ida bersemu merah gitu? Mana dari tadi senyum-senyum enggak jelas lagi. Apa jangan-jangan kesambet jin kamar mandi lagi!!!
"Mbak Ida enggak apa-apa kan?"
"Enggak apa-apa kok Na, itu mbak cuma mau ngomong kalau di depan ada teman kamu"
Eh?
"Siapa?"
"Rangga" oh pantes Mbak Ida jadi enggak jelas gini.
"Sama seorang lagi Na"
"Abdul?" Tebakku.
"Ihh bukan Nala! Orangnya ganteng banget! Kaya aktor Turki gitu lo Na! Mbak jadi malu mau keluar"
Kaya aktor Turki?
Ke arab-arab an dong?
Apa mungkin Alif?
Iya! Siapa lagi temanku yang wajahnya kaya bule Arab kalau enggak Alif.
Segera aku beranjak keluar kamar, meninggalkan Mbak Ida dengan angan-angannya.
"Kalian ngapain ke sini?" Aku masih berakting cuek. Lagian, wajahnya Alif juga tampak tidak bersahabat.
"Ini!" Dia memberikan sebuah paper bag padaku. Kulihat isinya pakaianku.
"Menginap dulu di sini. Tenangkan dulu pikiran kamu. Tapi ingat! Hanya malam ini! Besok pulang ke rumah" setelah mengatakan itu dia kembali ke motor lalu memakai helm. Bersiap-siap untuk pergi.
"Rangga" aku menyenggol lengan Rangga.
"Kenapa Alif mukanya merah gitu?"
"Berarti dia marah Nala" masa sih dia marah?
"Marah sama siapa?"
"Menurut kamu?" Ish Rangga ini! Ditanya malah balik nanya. Kan bikin orang nebak-nebak sendiri.
Tapi kalau dalam situasi ini Alif marah, sasaran yang tepat pasti Gea. Melihat muka Alif yang masih merah itu aku enggak bisa membayangkan bagaimana marahnya dia tadi.
"Gea tadi diapain?" Tanyaku takut-takut.
"Dimakan" heh! Yang benar saja.
Belum saja aku menyanggahnya, Alif sudah memencet bel sepeda motor. Pertanda agar Rangga cepat menyusul dia. Tapi sebelum pergi, Rangga menyerahkan kotak persegi panjang yang kalau dibaca tulisan diatasnya pasti isinya adalah martabak manis.
"Tadi Alif yang beli, biar hati kamu enggak sedih terus" katanya terus berlari ke arah motor yang Alif tumpangi.
"Assalamu'alaikum!" Kompak mereka berdua.
"Wa'alaikumsalam"
"Ganteng ya Na?"
Ish! Mbak Ida ngagetin aja. Tiba-tiba muncul dari belakang.
"Mbak jangan naksir sama Alif ya! Sama Rangga aja udah cukup!" Peringatku.
"Kenapa enggak boleh? Apa hubungan kamu sama dia?"
Jleb. Cuma sekedar teman mbak.
"Ya pokoknya enggak boleh!"
"Ah! Mbak tau. Dia ehem-ehem kamu ya?" Dih. Enggak jelas.
"Ehem-ehem apaan sih mbak? Nala enggak paham"
"Gayanya enggak paham. Kamu suka sama dia ya? Uluh-uluh manisnya! Dibeliin martabak manis lagi" menghindari godaan dari Mbak Ida, aku memilih masuk ke dalam rumah dan segera tidur.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 75 Episodes
Comments