Ketemu lagi dengan hari Senin 🥳
Semoga kita semua sehat selalu, bahagia, dan tak kurang sesuatu apapun ... Aamiin 🤲 ❤️
...----------------...
Mala ~ “Walaikumsalam. Dek … ini Mbak.”
‘Mbak, Ima kangen.’ Nirma menggigit kuat bibirnya agar suara tangisnya tidak lolos, dadanya berdesir hangat kala mendengar suara lembut sang kakak kandung, Nur Amala.
Mala ~ “Dek … Nirma? Ini Mbak Mala,” ia mengulangi ucapannya kala tidak mendengar sahutan sama sekali.
‘Tanpa diberitahu, Ima lebih dari kenal suaramu Mbak. Nada lembut nan tegas itu sudah terpatri dalam memori ku dan terkoneksi dengan otak ini.’ Ia memegang sisi kepalanya, menelan kasar air ludah, mencoba menetralkan perasaannya agar suaranya tidak bergetar.
“Mbak Mala apa kabar?” tanyanya pelan nyaris berbisik.
Mala ~ “Alhamdulillah … Mbak kira apa tak ada sinyal atau habis pulsa, kok suaramu dari tadi nggak kedengaran,” ucapnya riang, tanpa Nirma tahu bila jemarinya sibuk menyeka air mata.
“Kau baik-baik saja ‘kan, Dek?” sambungnya dengan nada ringan, sesungguhnya ia memendam kekhawatiran luar biasa.
“Alhamdulillah baik Mbak. Ima dan Kamal sehat, kami tak kekurangan suatu apapun di sini!” tanpa dipinta, ia lebih dulu buka suara perihal keadaannya, tentu saja berdusta.
‘Kau bohong Nirma. Aku ini Mbak mu, mana mungkin tak mengenali suara sumbang menahan tangis itu,’ batinnya menjerit ingin menyuarakan protes, tetapi genggaman tangan sang kekasih halal segera mengingatkan tujuan ia menelepon sang adik.
“Alhamdulillah. Mbak senang mendengarnya bila kalian baik-baik saja,” katanya mencoba untuk menutup mata perihal kenyataan yang terpampang nyata.
Nirma terduduk di ujung ranjang, netra basahnya memandang wajah damai sang putra yang tertidur pulas.
“Ada apa gerangan dini hari menelepon Mbak? Sebenernya Mbak ada di mana? Kok bisa dapat sinyal?” tanyanya beruntun berbalut rasa penasaran membumbung.
Mala ~ “Mbak ada di kota Kecamatan. Soalnya besok jadwal imunisasi para keponakan mu, daripada berangkat pagi-pagi betul dari kampung kita, lebih baik menginap satu malam di ruko Abang iparmu Dek.”
“Oh … si kembar sehat kan Mbak? Sudah pintar apa mereka?” tanyanya bingung ingin membahas apa, jujur ia masih sungkan serta canggung berbicara dengan kakaknya setelah apa yang diperbuat dulu.
Mala ~ “Sudah banyak bisanya Dek. Nangis, merengek, minta nen, pipis, eek, mereka pintar kali kalau soal itu.”
Ha ha ha … Nirma tertawa spontan.
‘Alhamdulillah, akhirnya Mbak bisa mendengar tawa renyah mu lagi Nirma.’ Mala meremas telapak tangan besar yang ia genggam sebagai pelampiasan rasa haru sekaligus sesak menghimpit dadanya.
“Mbak ini, Ima tanya serius malah jawabannya terlalu jujur,” protesnya tanpa sadar mencebikkan bibir, persis seperti dulu saat merajuk pada sang kakak.
Mala ~ “Lagian kau pun lucu Dek. Memangnya bayi masih merah gitu bisa apa selain yang Mbak ucapkan tadi?”
“Iya ya ….” Tangannya sibuk mengusap buliran air mata.
Sesaat sambungan telepon genggam itu hening, tidak ada yang bersuara.
‘Dek … Mbak rindu sangat dengan mu. Seandainya saja kau tak keras kepala, pasti sudah Mbak jemput paksa.’ Mala menggigit bibir bawahnya, menjauhkan telepon genggam agar suara isak tangisnya tidak didengar oleh Nirma.
‘Mbak … Ima kangen! Rindu kalian peluk, tidur di paha Mamak, kangen Mbak suapi. Mbak … sekarang rambutku sudah panjang lagi, seandainya saja kita dekat, sudah pasti aku pinta Mbak untuk mengepangnya. Mbak … Ima di sini kesepian, sebetulnya diri ini takut. Namun, harus kuat demi Kamal ….’ Nirma meremas sprei, sebelah tangannya meremat ponsel, menyalurkan rasa sesak di dada.
“Nirma … apa kau tak bosan makan sayur rebusan terus?” tanyanya seraya mendongak agar air matanya tak lagi jatuh berderai, tetapi gagal.
Nirma tertawa sumbang, ia mengatupkan rapat-rapat bibirnya yang bergetar. “Mbak tu sebenarnya bertanya atau mengejek?”
Mala ~ “Keduanya … kata Wak Sarmi, kau masih malas kalau disuruh belajar masak. Jadi, kepintaran mu hanya sebatas merebus telur, sayur mayur. Untung saja keponakan Mbak masih bayi, belum mengerti mana makanan hambar dan gurih, coba bila ia telah paham. Pasti akan mengajukan protes, sebab ibunya selalu menyajikan_”
"Iihh! Mbak jangan fitnah ya! Ima tu udah pinter lo, tak cuma bisa merebus. Sekarang udah mahir menggoreng telur,” protesnya spontan.
‘Alhamdulillah, akhirnya Mbak kembali mendengar nada manja mu Dek.’
Mala ~ “Oh ya, goreng menggunakan minyak atau air? Apa udah berani menceburkan telur di dalam wajan? Tak nya kau ingat, sewaktu dulu kita nyaris terbakar kala dirimu mencemplungkan ikan sepat ke dalam minyak panas dari jarak dua langkah kaki dewasa … ingat ‘kan?”
Sekali lagi Nur Amala mendengar adik kesayangannya tertawa lepas, walaupun suaranya tidak keras, tapi ia paham betul bila tawa itu tulus serta ikhlas.
“Ya ampun, Mbak masih ingat saja. Padahal kalau tak salah ingat, hal tersebut terjadi sewaktu kita masih berumur 10 dan 12 tahun ya Mbak?”
Mala ~ “Betul sekali … Nirma, boleh tak Mbak cakap sedikit serius?”
Deg.
Perasaan yang tadi hangat, secepat kilat berubah canggung dan tegang. Degup jantung Nirma meningkat dua kali lipat. “Ya, apa Mbak?”
Mala ~ “Mbak cuma mau bilang, kalau pintu rumah Mamak dan Mbak, selalu terbuka lebar. Kami sangat menantikan kepulangan si bungsu yang dulu begitu manja, merengek minta dimasakin ikan laut asam pedas bila ia pulang liburan semester_"
"Pagi, siang, malam, tak lelah kami melihat kedepan rumah, siapa tahu ada kendaraan yang singgah, di mana ada sosok wanita cantik, pintar, yang kami harapkan serta doakan agar hatinya terketuk untuk kembali pulang!" sambungnya kala tadi menarik napas guna menata perasaannya yang kacau.
Hiks hiks hiks … pada akhirnya tembok pertahan Nirma runtuh jua, ia terisak-isak, tubuhnya luruh di lantai bersandar pada pinggiran ranjang. “Mbak ….”
Mala ~ “Ya Dek. Mbak dan Mamak rindu sekali denganmu! Dek … sudah ya menghukum diri sendiri! Ayo kembali pulang! Apa Ima tak kasihan lihat kami tersiksa batin dan perasaan?"
"Kami memendam rindu menggebu-gebu. Apalagi Mamak, ingin sekali ia menimang cucu kesayangannya yang belum pernah sekalipun ditemuinya. Hanya potret Kamal saja sebagai obat pelipur lara. Nirma ... yang lalu biarlah berlalu. Demi Allah! Mbak ikhlas dan sudah melupakan semua hal buruk itu.” Mala pun ikut tergugu, suaranya terdengar terbata-bata.
Nirma sudah tidak sanggup lagi melanjutkan percakapan ini, tanpa memberi tahu terlebih dahulu langsung ia menekan tombol off. Kemudian menangis tersedu-sedu.
.
.
Tanpa Nirma ketahui, bila didepan huniannya, tepatnya di bahu jalan bersebelahan dengan halaman rumah kontrakannya. Terparkir mobil hardtop warna biru milik Agam Siddiq, suami dari Nur Amala.
"Abang ... Ayo kita jemput paksa Nirma! Demi Allah, Nur sudah tak sanggup lagi melihatnya menderita macam ni." Mala melerai pelukan hangat itu, dalam kegelapan malam hanya diterangi cahaya remang-remang lampu jalan, ia menatap sendu wajah suaminya.
Pria bersahaja pemilik netra hitam pekat itu mengecup lembut nan dalam kening cinta pertamanya. "Sayang ... dengar Abang cakap ya?" pintanya sangat lembut.
"Untuk sekarang, jalan inilah yang terbaik bagi Nirma. Percuma kita paksa ia pulang, bila di hatinya masih mengakar kuat rasa bersalah tu. Biarkan dia memenuhi tanggung jawabnya terhadap putranya dulu! Setelah Kamal dioperasi, baru kita bawa mereka kembali ke kampung halaman!"
"Betulkah? Abang janji 'kan ...?"
.
.
Bersambung.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 31 Episodes
Comments
ora
Bener sih, kalau sekarang nggak akan mau. Semoga nanti bener aja mereka bakal bawa Nirma ke kampung halamannya. Sedih banget dengan keadaan Nirma yang hanya dengan Kamal.
Tentang Juragan nantinya, entahlah dia mau ngapain. Tapi nggak mau banget lihat Nirma sendirian🤭😔😔
2025-04-14
7
NNPAPALE🦈🦈🦈🦈
oalaaaaahhh ternyata mereka mengintai didepan rumah..... kenapa gak langsung masuk malaa,,, langsung peluk adekmu yg gak berdaya karna ulah si byakta perut glambir...
2025-04-14
2
💛⃟🤎🏠⃟ᴛᴇᴀᴍ ɢͩᴇͥɴͩᴀᷲᴘͪ🥑⃟𝐐⃟❦
Alhamdulillah.... piuhhhh akhirnya Nirma ada yg melindungi juga....abang ipar dan keluarganya sdh tau keadaan Nirma yg sebenarnya.....so pasti bang Agam gk tibggal diam.....dia nyuruh intel untuk me mata - matai Nirma secara sembunyi².....jd aman lah ikut tenang....se enggaknya Nirma tdk sendiri setelah di tinggal wak Sarmi....ada perlindungan bayangan abang ipar..../Determined//Determined//Determined/
2025-04-14
5