Nirma memejamkan mata, berusaha mengontrol emosi yang nyaris meledak, apalagi di ruang istirahat khusus wanita ini, ada tiga perawat lain termasuk Dwi. Ia mundur dua langkah, tanpa mau menanggapi langsung hendak melangkah keluar, tapi ….
“Mengapa diam? Atau jangan-jangan, apa yang kukatakan benar adanya? Betul macam tu, mantan sahabat?” Linda bersedekap tangan, dirinya dan Nirma pernah tinggal satu kost kala berkuliah di ibukota, hubungan mereka pun sangat dekat.
Namun, hanya Nirma menganggap Linda seorang sahabat, ia begitu lugu, naif, menceritakan semua hubungan terlarang antara dirinya dengan Yasir Huda, yang kala itu masih berstatus tunangan kakak kandungnya.
“Benar ataupun tidak, bukan urusan mu, Lin! Yang jelas, aku disini bekerja. Bukan jual diri!” Nirma membuka pintu, lalu menutup kembali, sedikit membanting sampai terdengar nyaring.
Mereka yang masih dalam ruangan terhenyak, sedikit tidak percaya kalau sosok Nirma bisa berbuat sedikit kasar, padahal sebelumnya ibu dari Kamal itu di juluki wanita penyabar, lemah lembut.
“Kalian lihat sendiri ‘kan? Memang seperti itulah sifat aslinya. Munafik, manipulatif, suka memutar balikkan fakta, dia juga begitu tega merebut tunangan kakak kandungnya.” Linda menatap satu persatu ketiga sosok teman Nirma.
“Betulkah? Masa suster Nirma begitu?” tanya salah satu dari mereka tidak percaya.
“Untuk apa aku berbohong, tak ada untungnya sama sekali,” kilah Linda.
“Lantas, mengapa kau membeberkan aib orang lain? Apa ada untungnya untukmu?” Dwi yang sedari tadi diam, mulai naik pitam.
Linda menatap nyalang pada sosok yang hari ini terakhir masuk kerja. “Ya biar kalian waspada saja. Takutnya, hobi merebut milik orang lain itu masih melekat pada tubuh Nirma. Siapa tahu, diantara pasangan kalian ada yang menarik matanya.”
“Tapi, kalau boleh tahu. Macam mana nasib kakaknya Suster Nirma sekarang?” tanya lainnya penasaran.
“Mana ku tahu. Palingan ya frustasi atau lebih parah lagi, jadi gila. Coba kalian bayangkan! Kakaknya tu sudah tunangan selama lima tahun, tiba-tiba calon suaminya direbut adik kandungnya sendiri. Besar kemungkinan mentalnya pasti terganggu! Mana mereka tinggal di pelosok lagi, tahu sendiri kan? Macam mana mulut orang kampung.” Linda mengedikkan kedua bahunya.
Kedua teman Nirma mulai terprovokasi, tapi tidak dengan Dwi. Ia percaya bila sahabatnya telah berubah, meskipun Nirma pernah sekali menceritakan garis besarnya bila dirinya seorang pendosa, tapi bukan berarti sosoknya layak dihakimi secara sepihak.
.
.
Seminggu telah berlalu.
Nirma sedang berkeliling guna membantu pasien minum obat, mengecek botol infus, serta tindakan medis lainnya yang memang tugas seorang perawat. Ia sendirian, biasanya berdua dengan teman sejawatnya.
Entah sudah berapa kali Nirma menghela napas panjang, hari yang biasanya berlalu begitu cepat, kini terasa sangat lambat. Jujur, ia ingin cepat pulang dan memeluk putranya, mencari kedamaian kala hatinya sedang tidak baik-baik saja.
Nada-nada sumbang itu semakin kencang berhembus layaknya angin berkecepatan tinggi, bukan lagi cuma tatapan menghakimi, tapi kini para sosok yang sebelumnya ia kira teman, begitu berani menyindir secara terang-terangan.
Semua itu ulah si Linda, entah apa salah Nirma, sehingga ia begitu dibenci. Padahal sewaktu masih sama-sama berstatus mahasiswi, mereka baik-baik saja .
“Ayo wee! Mulai sekarang, bila pasangan kita menjemput, suruh mereka menunggu diluar pagar rumah sakit saja. Takut kali aku kalau sampai suster Nirma melihat rupa mereka,” gerutu seorang wanita berpakaian perawat.
“Iya ya, mana aku baru nikah lagi, dan suamiku itu lumayan tampan, keuangannya pun cukup mapan, mangsa yang empuk untuk dijadikan ladang uang,” timpal lainnya.
Nirma tidak jadi ikut bergabung, ia menutup kembali kotak bekal makan siangnya, berlalu dari ruang istirahat, berjalan ke belakang bangunan yang sepi, duduk dibawah pohon rindang.
Buliran bening jatuh tepat di atas nasi putih, tangannya bergetar kala menggenggam sendok, bahunya naik turun, tenggorokannya terasa tercekat.
“Taknya kalian lihat, menu makan ku begitu sederhana, hanya ada tumis bayam dan tahu goreng, aku memilih hidup bak orang melarat daripada menjadi seorang keparat macam dulu.” Monolognya sambil mencoba mengunyah nasi yang terasa seperti batu.
“Mengapa semakin kesini, bertambah sulit saja menjalani hari. Rasanya aku ingin menyerah. Ya Rabb, hamba paham bila diri ini penuh dosa, tapi kenapa mereka tak mencoba memberikan kesempatan saat hamba ingin membuktikan bila kini tak lagi jahat seperti dulu,” Nirma terus meracau, buliran bening semakin cepat terjun bebas, ia makan nasi campur dengan air mata.
.
.
“Assalamualaikum.” Nirma membuka sepatu flatshoes nya, ia sampai di rumah kontrakan.
Namun, tidak ada orang, padahal pintu terbuka separuh. “Wak! Wak Sarmi!”
“Ya! Kami dibelakang, Ima!” sahut Wak Sarmi.
Nirma pun bergegas ke belakang, netranya langsung disuguhi pemandangan manis.
“Buk, lihat anak kita sudah minta titah!” Juragan Byakta terlihat begitu antusias, melangkah seraya menggenggam kedua tangan Kamal.
“Masya Allah,” tanpa mengenakan alas kaki, Nirma mendekati sang putra, berjongkok lalu mendekap erat tubuh padat Kamal. “Anak Ibuk pintar sekali.”
Bayi berumur 7 bulan lebih itu tertawa riang, seraya menggeliat geli kala lehernya dikecup bertubi-tubi.
Juragan Byakta menatap rumit dua sosok yang masih terus berbalas tawa, Nirma yang gemas, dan Kamal kegirangan.
Wak Sarmi memilih masuk rumah, memberikan privasi bagi Nirma dan juragan Byakta.
“Bagaimana pekerjaannya, Buk? Lancarkan?” tanyanya, kini mereka duduk di bangku kayu, berjarak sedikit jauh. Kamal bermain di tanah memungut daun jambu. Halaman belakang rumah kontrakan tidaklah luas, tapi sudah dipagar tembok.
“Alhamdulillah, baik-baik saja, Yah,” jawabnya lirih tanpa menatap lawan bicaranya.
‘Sebetulnya tak baik, aku susah bernapas bila di sana, setiap hari bertambah saja mulut yang mencaci maki. Namun, selagi nama anakku tak dibawa-bawa, segala sesuatunya masih bisa ku tahan,’ tambahnya dalam hati.
“Ima, tak lama lagi Kamal akan di operasi. Apa kau tak butuh biaya tambahan?”
Nirma menoleh, menatap sendu juragan Byakta yang mengawasi Kamal. “Sepertinya tak perlu, Mas. Alhamdulillah uang tabunganku cukup.”
“Benarkah?” Juragan Byakta membalas tatapan Nirma yang netranya terlihat berkaca-kaca.
“Iya,” dustanya, nyatanya uang tabungannya terus berkurang, ia ambil sedikit demi sedikit untuk kebutuhan makan sehari-hari dan membeli keperluan Kamal, gajinya tidak lagi cukup.
“Bila butuh sesuatu, apapun itu, jangan sungkan meminta pada saya, Ima.”
Nirma manggut-manggut, memilih menatap putra semata wayangnya.
Tidak lama kemudian, juragan Byakta pamit pulang, dirinya ditangisi oleh Kamal yang begitu lengket dengan ayah angkatnya.
“Besok ayah kesini lagi ya, Nak. Sekarang sudah mau petang, Kamal pun harus istirahat.” Juragan Byakta mencium pipi putranya, mengelus lembut pucuk kepala.
“Dadah Ayah ….” Nirma mengangkat tinggi-tinggi tangan sang putra, lalu melambaikannya.
“Cup cup, anak sholeh nya Ibuk, sudah ya nangisnya, nanti susah napas loh, Dek!” Nirma mengelus dada Kamal yang masih menangis sampai sesenggukan.
Satu jam kemudian, Kamal yang tadi menangis hebat, sudah tertidur di atas kasur kamar. Nirma menatap sayang buah hatinya, kekuatan sekaligus penyemangat nya yang begitu berarti.
Tiba-tiba ponselnya berdering, ia meraih benda berbentuk tebal dan ada antenanya itu, menekan tombol hijau.
“Assalamualaikum,” sapanya lembut.
Napasnya memburu, tenggorokannya tercekat, dirinya sampai membekap mulut agar tidak berteriak. Kabar yang baru saja ia dengar layaknya bunyi guntur di siang hari.
“Bagaimana mungkin? Cobaan apalagi ini ya Allah …?”
.
.
Bersambung.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 31 Episodes
Comments
Yuli a
di dunia ini Nggak semuanya bisa kita percaya. kadang yang baik didepan bisa menusuk dari belakang... didepan kita manis, dibelakang sadis .... ingat nirma, yang namanya bunglon beda tempat beda warna...
2025-04-08
9
💛⃟🤎🏠⃟ᴛᴇᴀᴍ ɢͩᴇͥɴͩᴀᷲᴘͪ🥑⃟𝐐⃟❦
Linda ya ya Linda.....apakah dia kerjasama dgn Byakta gk siii.....jd su'udzon sama juragan weiii....maaf ya juragan 🙏🏻....abisnya dirimu ambisius sekali pen miliki Nirma.... secara kan beliau duren sawit....apa sihh yg gk bisa dia raih dgn menggunakan semua kekuasaan dan hartanya ....🤔
2025-04-08
7
jumirah slavina
jahit cepat mulut'y Nir...
2025-04-08
4