Mawar Putih

Bi Nur tersenyum melihat reaksi Naiya, "Bibi udah lihat kamu turun tadi. Cuma iseng aja tanya sama suami kamu tapi jawabannya malah begitu. Maaf ya?"

Naiya menelan makanannya kemudian menggeleng, "Bibi gak perlu minta maaf, yang dikatakan Kak Shaka memang benar, kok."

"Bibi gak tahu apa yang sebenarnya terjadi, tapi Bibi yakin kamu orang yang baik," Bi Nur tersenyum menatap wanita di hadapannya itu. Walaupun baru mengenal beberapa hari, tapi entah mengapa rasa sayangnya untuk Naiya sudah mulai tumbuh.

Naiya yang merasa terharu mendengar jawaban Bi Nur itu refleks menoleh lalu memeluk pinggang wanita paruh baya yang sedang berdiri di sebelahnya. Air matanya luruh begitu saja.Cengeng memang. Tapi ia merasa sangat bahagia karena dari sekian banyak orang yang menganggapnya jahat, ternyata masih ada seseorang yang melihat dirinya sebagai orang baik setelah apa yang terjadi.

"Makasih ya, Bi. Nai sayang sama Bi Nur," Naiya mendongakkan kepalanya lalu tersenyum kepada Bi Nur. Kemudian ia merasakan kepalanya dielus lembut oleh wanita paruh baya di hadapannya itu.

"Nak Naiya hari ini nggak bekerja, kan? Mau ikut Bibi berkebun?"

Naiya mengangguk. Ia memang tidak niat untuk masuk kerja hari ini. Selain karena sudah telat, ia juga merasa lelah dan malas, "Iya, Bi. Aku mau!"

"Kalau begitu dihabiskan dulu makanannya," titah Bi Nur.

Naiya hanya mengangguk kemudian kembali melanjutkan makanannya.

Dan disinilah mereka berdua sekarang, di taman belakang rumah Shaka yang ternyata cukup besar. Di Tengah-tengah taman tersebut ada kolam renang dan juga gazebo.

"Wah, bagus sekali Bi tamannya. Ini semua Bibi sendiri yang merawat?" tanya Naiya yang masih takjub melihat betapa indah taman di hadapannya itu. Berbagai macam bunga dan tanaman tumbuh dengan sangat baik.

"Kalau yang menanam semua ini ya Bibi. Tapi untuk menyiram biasanya para pembantu yang lain," jawab Bi Nur. Memang selain Bi Nur, ada dua pembantu lain yang bekerja namun akan pulang pada sore hari.

Naiya kemudian teringat sesuatu, "Bi aku boleh menanam bunga mawar putih disini nggak?"

Bi Nur mengangguk, "Tentu saja. Nanti Bibi belikan bibitnya."

Naiya langsung tersenyum senang mendengarnya, "Terima kasih, Bi."

"Kamu suka bunga mawar putih, ya?" tanya Bi Nur.

"Mama Bi. Mama sangat suka bunga mawar putih. Aku selalu bawain mama bunga mawar putih kalau berkunjung ke makamnya," ujar Naiya. Terakhir kali ia pergi ke sana hari itu, ia lupa membawa bunga kesukaan mamanya.

"Kata mama, bunga mawar putih itu simbol dari ketulusan dan cinta sejati. Dan sebagai bentuk rasa cintaku ke mama, aku selalu bawain bunga itu ke makam mama," ucap Naiya sembari tersenyum mengingat kenangannya bersama sang mama. Ah, dia jadi rindu dengan mamanya sekarang.

"Pasti Mama Nak Naiya di sana bahagia sekali selalu mendapatkan doa dan cinta yang tidak pernah putus dari anak perempuannya yang cantik ini."

Naiya tersenyum kemudian meraih tangan Bi Nur yang sudah mulai keriput itu lalu menggenggamnya erat, "Nanti kalau bunga itu sudah tumbuh, Naiya bakal kasih pertama kali buat Bi Nur."

"Loh, kok Bibi?"

"Karena Bibi salah satu orang yang Nai cintai," ucap Naiya.

"Bisa aja kamu. Yaudah bibi tunggu ya bunganya. Nanti bibi awetkan, deh."

Mereka berdua pun berkebun bersama dengan Naiya yang tampak begitu semangat. Ternyata bersama Bi Nur membuatnya sejenak melupakan hal-hal berat yang telah terjadi maupun yang akan terjadi di hidupnya.

-o0o-

Nada menatap bangunan yang menjulang tinggi di hadapannya. Tak pernah terbayangkan bahwa ia memiliki kesempatan untuk bekerja di salah satu perusahaan terbesar di Indonesia ini. Walaupun sebelumnya ia juga bekerja di hotel milik Keluarga Pranata dengan jabatan yang lumayan tinggi, namun keduanya tetap tidak bisa disandingkan begitu saja. Siapa yang tidak mengenal perusahaan Wijaya Artistic? Bahkan keluarga Wijaya saja selalu menjadi sorotan publik setiap hari, apalagi bisnisnya.

Seminggu yang lalu, Nada resmi menjadi staff bagian operasional dan langsung bekerja hari itu juga. Walaupun awalnya kesulitan, namun akhirnya ia bisa memahaminya sedikit demi sedikit berkat bantuan beberapa seniornya. Dan hari ini adalah hari kedua wanita itu bekerja.

"Pagi Nada," sapa teman stafnya yang Nada tahu bernama Yana.

"Pagi Kak Yana," jawab Nada dengan senyum yang menghiasi wajahnya.

"Oh, ya. Kamu udah tahu belum kalau hari ini ada rapat internal dengan pimpinan?" tanya Yana.

Wanita berumur dua puluh empat tahun itu menggeleng cepat, "Apa semua staf akan ikut?"

"Tentu saja. Semua staf bagian operasional akan ikut karena hari ini perwakilan dari kita akan presentasi di depan direktur operasional," jawab Yana.

"Em begitu ya? Kita cuma menyimak saja kan berarti?"

"Betul. Tapi tetap saja kita harus memahami presentasi tersebut karena terkadang Pak Direktur akan menunjuk acak untuk bertanya tentang perkembangan proyek yang sedang berjalan," jelas Yana.

"Oke aku akan coba memahaminya nanti. Terima kasih, Kak," Nada menampilkan senyum tulusnya kepada Yana. Senior yang cukup baik kepadanya sejak pertama kali bertemu. Nada bersyukur bisa mendapatkan teman yang baik di awal ia bekerja.

"Sama-sama. Kalau ada yang tidak paham tanyakan saja, ya?"

"Tentu," Nada mengangguk kemudian mulai fokus menyelesaikan pekerjaannya. Beruntung ia selalu menyempatkan sarapan sehingga tubuhnya dapat diajak kerja sama.

Namun sayangnya, ketika ia mulai tenang dan menikmati pekerjaannya, Nada teringat bahwa ia dikirim ke sini bukan sekadar untuk bekerja, tapi ada tujuan tertentu dan perintah yang harus ia laksanakan.

Memikirkan hal tersebut membuatnya jadi kembali bersedih. Ya tuhan, kapan ia dapat hidup dengan tenang tanpa tekanan dari orang-orang gila seperti Wira dan juga Alya. Ia tak mau lagi mengorbankan nyawa seseorang demi kebahagiaan dua orang berhati iblis itu.

Nada berusaha memfokuskan dirinya untuk kembali bekerja. Ia mencoba mempelajari beberapa data yang akan menjadi topik bahasan pada saat rapat nanti.

Satu jam kemudian, seluruh staff akhirnya telah berkumpul di ruang rapat.

"Nada, kamu gak apa-apa? Mukamu pucat," tanya Yana yang duduk tepat di sebelah Nada . Mereka dan para staf saat ini sedang menunggu kedatangan direktur operasional di ruang rapat.

"Gak apa-apa, Kak. Mungkin karena aku belum sarapan tadi," bohong Nada . Tak mungkin juga ia mengatakan bahwa saat ini dirinya sedang gelisah karena memikirkan masalahnya itu.

Nada sendiri juga tidak tahu mengapa setiap memikirkan hal-hal berat dan mengingat sesuatu yang ia benci, hatinya langsung gelisah. Kepalanya pening dan kedua tangannya bisa sampai bergetar hebat. Setiap mengalami hal seperti itu, ia berusaha keras mengontrol dirinya agar tak hilang kendali.

"Yaudah. Habis ini kita makan bareng, ya?" tawar Yana. membuat Nada tersenyum dan mengangguk. Rupanya hal sederhana tersebut dapat mengurangi perasaan gelisahnya.

"Eh, itu Pak Direktur udah datang," bisik Yana kepada Nada membuat wanita itu menoleh.

Loh, itu kan? batin Nada saat melihat seorang pria tampan dengan setelan jas formal lengkap yang tak asing lagi baginya.

"Selamat Pagi! Maaf saya terlambat."

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!