Bukan Karena Cinta

Naiya menatap wajah Shaka bingung, "Maksudnya?"

"Tidak usah sok polos di hadapan saya! Percuma!" bentak Shaka kesal.

Respon Shaka tersebut membuat Naiya berpikir keras bagaimana cara membuktikan dirinya hamil atau tidak hanya dengan semalam? Apa Shaka akan membawanya ke rumah sakit?

Geram dengan Naiya yang baginya hanya berpura-pura tidak tahu itu membuat Shaka membuka jasnya kemudian melemparkannya ke sembarang arah lalu beralih menatap Naiya yang masih mengenakan gaun pernikahan tadi.

Shaka tanpa aba-aba me robek gaun yang dipakai Naiya membuat wanita itu menjerit dan berusaha menutupi tubuh bagian atasnya, "Kamu mau apa? Kenapa di robek?"

"Bukannya kamu sering bermain dengan pria diluar sana? Kenapa harus bertanya?" tanya Shaka meremehkan.

Pria itu menarik kedua tangan Naiya yang sedang menutupi tubuh bagian atasnya lalu me ngikatnya kencang ke atas menggunakan dasi yang tadi ia gunakan.

Naiya me ronta berusaha melepas ikatan tersebut namun kekuatannya tak sebanding dengan Shaka, "L-lepas. Ini sakit akhhhh."

"Diam!! Saya akan tunjukkan bagaimana caranya mengetahui kamu memang sedang hamil atau tidak," ucap Shaka dengan tatapan tajamnya.

"Jangan...," mohon Naiya dengan air matanya yang telah tumpah. Ia sadar apa yang akan Shaka lakukan sekarang. Dirinya belum siap.

Shaka tak menghiraukan permohonan Naiya. Ia melakukan apa yang harus ia lakukan sekarang. Lagipula, mereka juga sudah sah menjadi suami istri. Tak ada yang salah jika Shaka melakukan hal tersebut kepada Naiya.

Anggap saja ini merupakan salah satu keuntungannya menerima pernikahan ini. Shaka merupakan pria dewasa yang normal dan perlu menuntaskan ha srat nya. Lagipula wanita itu adalah istrinya sendiri. Shaka yakin bahwa Naiya sudah sering melakukan hal ini dengan pria lain. Jika tidak, mana mungkin wanita itu bisa hamil sekarang.

Naiya memejamkan matanya merasakan sesuatu yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. Bagaimana tubuhnya disen tuh dengan begitu kasar hingga meninggalkan bekas-bekas yang memenuhi setiap inci dari kulitnya yang mulus itu.

Naiya tak bisa berbuat apapun. Jangankan untuk melawan, bergerak saja ia tak sanggup. Sen tuhan Shaka di tubuhnya benar-benar membuat dirinya lemas dan tak tahu harus berbuat apa. Air matanya yang jernih itu terus mengalir tanpa henti.

"Akhhhh!" jerit Naiya saat merasakan sakit yang teramat sangat di bagian bawahnya. Bibirnya yang sudah terluka sebelumnya karena ulah Shaka kini ia gigit hingga berdarah untuk melampiaskan rasa sakit tersebut.

"Darah?" gumam Shaka terkejut merasakan sesuatu yang mengalir di bawah sana. Ia tidak bodoh mengartikan hal ini. Pantas saja ia sempat merasa kesulitan untuk menembus sesuatu yang berharga dari wanita ini.

"Jadi... Kamu?" gumam Shaka tak percaya. Berarti benar jika wanita yang telah menjadi istrinya ini tidak sedang hamil.

"Sakittth," rintih Naiya membuat Shaka tersadar dari keterkejutannya.

Perasaan bersalah dan tidak tega menguap begitu saja ketika melihat wajah Naiya yang terlihat pucat dan kesakitan. Namun entah kenapa kenyataan ini tak membuat Shaka berhenti, semuanya terlanjur terjadi.

Bagaimanapun juga Naiya tetap berbohong dan memfitnah Azka. Satu hal yang membuat Shaka tetap merasa benci dengan wanita itu.

Malam itu Shaka melakukan sesuatu yang memang seharusnya ia lakukan dengan Naiya sebagai pasangan suami istri. Tak ada kelembutan sedikitpun dalam perlakuan Shaka karena sesuatu itu tercipta bukan karena cinta, namun karena perasaan benci yang diselimuti dendam.

Setelah menyelesaikan kegiatannya, Shaka beranjak dari sana untuk pergi ke kamar mandi membersihkan diri. Ia melemparkan kemejanya yang tadi ia pakai ke arah Naiya untuk menutupi tubuh wanita itu yang telan jang.

"Mulai sekarang kamu tidur di sofa ini. Dan jangan pernah sekalipun kamu menyentuh ranjang saya!" tekan Shaka kemudian berlalu dari sana.

Naiya hanya diam tak mampu menjawab sedikitpun. Kondisinya benar-benar berantakan. Untuk sekedar menggerakkan badannya saja ia tak mampu. Tubuhnya yang termasuk kurus dan kecil harus mengimbangi tubuh Shaka yang kekar, apalagi mereka melakukannya di atas sofa, bukan di ranjang yang lebih luas dan empuk.

Naiya lebih memilih untuk memejamkan matanya daripada memedulikan keadaannya yang begitu berantakan. Ia berharap semua yang terjadi hari ini hanyalah sebuah mimpi.

Di sisi lain, Shaka yang sedang berada di kamar mandi itu mengepalkan tangannya erat. Bisa-bisanya tadi ia hilang kendali dan melakukan sesuatu yang juga belum pernah ia lakukan sebelumnya. Shaka juga tak menyangka jika wanita yang berani menjebak adiknya bahkan hingga telanjang bersama di satu ranjang itu masih suci. Shaka jadi teringat ucapan papanya.

"Papa yakin Naiya bukan wanita seperti itu."

Shaka menjambak rambutnya frustasi, "Akhhh gilaa!"

Walaupun pandangannya kepada Naiya berubah karena hal tersebut, namun sama sekali tak mengurangi rasa benci dan ketidakpercayaan yang Shaka miliki terhadap istrinya itu. Ia tetap memandang Naiya sebagai wanita licik yang berusaha mengusik kebahagiaan wanita yang dicintainya, Vira.

Setelah membersihkan badannya, Shaka keluar dari kamar mandi dan tatapannya langsung tertuju kepada Naiya yang tidur meringkuk di atas sofa dengan keadaannya yang sungguh memprihatinkan. Tubuhnya hanya diselimuti oleh kemeja yang Shaka lempar tadi, bibirnya yang luka, serta bercak darah yang mulai mengering menghiasi pangkal pahanya.

Shaka sempat tertegun beberapa saat menyadari betapa gilanya dia tadi. Ia kemudian mengambil handuk kering dan membasahinya dengan air. Setelah itu, Shaka mendekati Naiya dan mulai membersihkan tubuh Naiya.

Shaka dengan telaten menyeka bagian tubuh Naiya yang terdapat cairan serta darah yang mulai mengering. Ia juga memperhatikan tubuh Naiya yang menurutnya terlalu kurus.

Shaka meringis ngeri saat melihat bagian bawah wanita itu yang lecet akibat ulahnya. Namun hal itu tak berlangsung lama saat Shaka mulai menyadari tindakannya itu terlalu berlebihan.

"Seharusnya gue biarin aja dia," batin Shaka.

Tak ingin berlama-lama disana, Shaka berdiri dan pergi menjauh meninggalkan Naiya. Namun, baru beberapa langkah, ia seperti mendengar wanita itu mengucapkan sesuatu.

"Mama...."

Shaka refleks menoleh. Tapi ternyata wanita itu masih tertidur namun dengan bibir yang terus bergumam. Shaka perlahan mendekati Naiya kembali untuk memastikan apakah wanita itu memang sadar atau hanya sekadar mengigau.

"Mama?" batin Shaka bingung.

Shaka jadi teringat sebelum acara pernikahan berlangsung, ia mengetahui dari papanya bahwa Mama Naiya telah meninggal tiga tahun yang lalu karena bunuh diri. Melihat Naiya yang seperti ini dan mengingat perkataan papanya tadi, entah mengapa membuat Shaka jadi sedikit merasa kasihan.

Shaka mengambil selimut untuk menyelimuti tubuh Naiya agar tidak kedinginan. Entahlah, semua itu ia lakukan begitu saja. Kemudian Shaka mulai beranjak dari sana sebelum sebuah tangan memeluk lengannya dengan begitu erat.

"Jangan pergi."

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!