"Nangis aja terus. Cengeng!"
Mendengar ucapan ketus Shaka itu semakin membuat Naiya menangis. Badannya benar-benar terasa remuk akibat ulah Shaka. Sesuatu yang terjadi di malam pertama mereka terulang kembali.
Sekarang Naiya hanya duduk di closet kamar mandi dengan Shaka yang sedang memandikannya seperti bayi. Pria itu sebenarnya tidak tega melihat Naiya kesakitan tadi. Tapi entah mengapa setiap melakukan hal itu, ia tidak bisa menahan dirinya.
"Sakit...," rintih Naiya dengan tangan yang meremas pelan lengan kekar Shaka.
"Diem atau saya lakban mulut kamu!" ancam Shaka membuat Naiya refleks menutup mulutnya dengan kedua tangan.
Shaka yang melihat reaksi Naiya itu sebenarnya ingin tertawa namun ia tahan. Pria itu kini sedang berjongkok di depan Naiya dan dengan tanpa rasa jijik membersihkan bagian bawah tubuh Naiya menggunakan tisu dan membasuhnya dengan air hangat. Tak lupa juga menyabuni seluruh tubuh Naiya dan menyiramnya dengan air. Tak ada satu inci pun yang terlewat.
Sedangkan Naiya sejak tadi hanya diam memperhatikan Shaka yang sedang fokus dengan kegiatannya. Pipi wanita itu memanas kala merasakan perlakuan lembut Shaka pada tubuhnya yang sangat jauh berbeda dari tadi malam dan beberapa saat yang lalu ketika mereka melakukan kegiatan yang suami istri biasa dilakukan.
Shaka melakukannya lumayan kasar dan tidak tahu tempat. Tadi malam saja mereka melakukannya di ruang kerja pria hingga tertidur di sofa kemudian paginya berlanjut di kamar mandi.
Naiya yang tidak pernah sedekat dan seintim ini dengan pria manapun sebelumnya merasa gugup yang teramat sangat. Tubuhnya sedari tadi kaku dan tak tahu harus bereaksi apa. Mungkin Shaka juga menyadari itu.
Apalagi dengan jarak yang begitu dekat seperti ini membuat Naiya benar-benar mengagumi paras seorang Arshaka Reynand Wijaya. Garis rahang yang tegas, hidung mancungnya, bibir tipis serta warna kulit tan pria itu yang membuatnya semakin terlihat manly.
"Ngapain lihatin saya begitu?" tanya Shaka. Walaupun dari tadi ia tak menatap Naiya namun ia tahu bahwa wanita itu tak sedikitpun mengalihkan pandangan terhadapnya.
"Kamu udah punya pacar belum, Kak? Eh!" tanya Naiya balik sebelum ia menutup mulutnya karena sadar bahwa seharusnya tak bertanya seperti itu. Entah mengapa mulutnya ini refleks mengucapkan kalimat yang membuat Shaka mengernyitkan keningnya bingung.
"Maksudnya itu bukan aku gak tanya gitu, kok," panik Naiya.
Sedangkan Shaka hanya diam tak menanggapi ucapan Naiya. Ia masih fokus pada kegiatannya membersihkan tubuh Naiya yang jauh dari kata proporsional.
Shaka saja heran mengapa dirinya bisa begitu nafsu melihat tubuh kurus kerempeng milik istrinya ini. Disenggol sedikit saja mungkin sudah ambruk.
"Keringkan sendiri! Saya mau berangkat ke kantor," ucap Shaka melempar handuk ke arah Naiya setelah selesai melakukan kegiatannya. Pria itu kemudian berjalan menuju pintu ingin keluar dari kamar mandi tersebut.
"Saya punya pacar, lebih cantik dan sexy tentunya daripada kamu," lanjut Shaka lalu melenggang begitu saja meninggalkan Naiya.
Tentunya ucapan Shaka itu hanya sebuah kebohongan belaka. Entah apa tujuannya berucap seperti itu.
Sedangkan Naiya yang mempercayai saja ucapan Shaka hanya terdiam membisu. Ternyata benar apa yang dipikirkannya selama ini bahwa Shaka sudah mempunyai pacar. Secara tidak langsung berarti ia sudah merusak hubungan keduanya.
Ia jadi merasa sangat bersalah sekarang. Apa kekasih Shaka mengetahui pernikahan mereka? Ya tuhan, apa yang harus Naiya lakukan sekarang. Menemui kekasih Shaka dan meminta maaf rasanya juga percuma saja. Semuanya terlanjur terjadi.
Ia mungkin berhasil untuk tidak menyakiti perasaan Vira, kekasih Azka. Tapi sama saja, ia sudah menyakiti perasaan wanita lain yaitu kekasih Shaka, suaminya sendiri.
Naiya meremas handuk di tangannya dengan kencang. Ia bertekad untuk tidak boleh memiliki perasaan apapun kepada Shaka selama apapun mereka nanti akan bersama dan apapun nanti yang akan terjadi.
Sementara itu Shaka yang sudah siap untuk pergi ke kantor berjalan menuruni tangga. Ia melirik jam yang ada di tangannya. Waktu sudah menunjukkan pukul 8 dan bisa dikatakan hari ini adalah hari paling telat ia pergi ke kantor selama dia bekerja.
"Loh, Nak Shaka baru mau berangkat? Bibi kira tadi hari ini tidak berangkat ke kantor," tanya Bi Nur yang melihat Shaka yang menduduki kursi di meja makan untuk sarapan.
"Berangkat kok, Bi. tadi bangun kesiangan soalnya," jawab Shaka seadanya. Pria itu mulai makan makanan yang diambilkan oleh Bi Nur dengan tenang.
"Nak Naiya juga belum bangun, ya? Soalnya sejak mengantar makanan buat Nak Shaka kemarin malam, dia gak turun-turun. Padahal sepertinya Naik Naiya belum makan," ujar Bi Nur.
"Gak tahu. Masih di kamar mungkin. Bibi gak usah terlalu perhatian sama dia. Nanti jadi besar kepala dan keenakan di sini," tutur Shaka.
"Loh, kok gak boleh perhatian? Dia kan istri kamu. Bibi lihat sepertinya dia wanita baik-baik," sanggah Bi Nur membela Naiya.
"Wanita baik-baik apa yang ngerusak hubungan orang? Pelakor gitu," ucap Shaka dengan nada yang tak biasa lalu melanjutkan melahap makanannya.
"Tapi mau bagaimanapun dia adalah istri kamu, Nak. Gak boleh berbicara buruk seperti itu."
"Fakta, Bi. Udahlah, Shaka malas bahas dia."
Jawaban Shaka itu membuat Bi Nur menggelengkan kepalanya heran. Walaupun perempuan paruh baya itu tahu bahwa pernikahan Shaka dan Naiya memang tidak direncanakan dan terkesan tiba-tiba, namun perasaannya mengatakan bahwa Naiya adalah wanita yang tepat untuk Shaka. Beberapa hari berinteraksi secara langsung, Bi Nur merasa Naiya itu sosok yang baik dan tulus.
Sedangkan tanpa mereka berdua sadari, Naiya yang telah berdiri sejak tadi di tangga untuk berjalan turun ke meja makan terpaksa menghentikan langkahnya ketika mendengar semua kata-kata Shaka yang entah kenapa sangat menyakitkan baginya.
Tapi bukankah semua yang dikatakan suaminya itu memang benar? Dia adalah perusak hubungan orang. Walaupun sebenarnya itu bukan kemauannya sendiri.
"Aku berangkat dulu ya, Bi," Shaka mencium tangan Bi Nur sebelum berangkat ke kantor. Pria itu juga tersenyum lembut kepada wanita paruh baya yang telah dianggap sebagai keluarganya sendiri itu.
Apalagi setelah mamanya meninggal, Shaka menganggap Bi Nur sebagai mamanya sendiri. Karena sejak kecil, Bi Nur juga yang telah membantu mamanya mengurus dirinya dan juga Azka.
Naiya yang melihat Shaka tersenyum dengan Bi Nur itu tertegun beberapa saat. Ini pertama kali ia melihat Shaka tersenyum seperti itu. Selama ini suaminya itu hanya menampilkan wajah datar dan terkesan cuek.
"Iya. Hati-hati," balas Bi Nur dengan tangannya yang sudah mulai keriput itu mengelus rambut Shaka penuh sayang.
Setelah Shaka pergi dan menghilang di balik pintu, Naiya akhirnya melanjutkan langkahnya berjalan menuruni tangga menuju ke meja makan.
"Akhirnya kamu turun juga, Nak. Sini sarapan. Bibi udah masak banyak," ujar Bi Nur menarik tangan Naiya untuk duduk.
Agar tidak menimbulkan rasa curiga, Naiya menghela napasnya sebentar lalu tersenyum seperti tidak terjadi apa-apa.
"Wah, makanannya banyak banget, Bi. Pasti enak, nih!" ujar Naiya semangat lalu mengambil piring beserta nasi dan lauk pauknya. Wanita itu kemudian memakannya dengan lahap.
"Gak usah terlalu dipikirkan ya ucapan Nak Shaka tadi ya," ucap Bi Nur tiba-tiba.
"Hah? Kok Bibi tahu?" tanya Naiya dengan polosnya. Wanita itu menatap Bi Nur dengan mulut yang masih penuh dengan makanan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 23 Episodes
Comments