Malam Kedua

Mendengar pintu kamar mandi yang tertutup membuat Naiya memberanikan diri membuka matanya dan bernapas lega karena tak melihat Shaka lagi. Ia kemudian memungut pakaian Shaka yang tadi jatuh saat dilempar pria itu kemudian membawanya ke tempat cucian baju.

Dua hari tinggal di rumah ini sebenarnya tidak terlalu buruk karena ada Bi Nur yang sangat baik kepadanya. Walaupun Shaka terlihat membenci dirinya dan sering berkata ketus, tapi Naiya dapat memahami itu. Apalagi suaminya itu tahunya dia yang ingin menjebak Azka dalam sebuah pernikahan.

Seandainya Shaka tahu yang sebenarnya, dapatkah mereka bisa menjalani pernikahan seperti pasangan pada umumnya? Karena jauh di dalam lubuk hati Naiya, ia hanya ingin menikah satu kali seumur hidup dan dapat menjalani pernikahannya dengan bahagia seperti harapan mamanya sebelum meninggal.

Namun sepertinya Naiya tak boleh berharap lebih. Selain keadaan saat ini yang sama sekali tidak mendukung, ia merasa bukan wanita yang cocok untuk Shaka. Pria itu terlalu sempurna untuk dirinya yang telah hancur luar dalam. Ia tak ingin orang lain ikut merasakan lukanya. Ia ingin menyembuhkannya sendiri tanpa menyusahkan orang lain.

Tak butuh waktu lama untuk menyelesaikan tugasnya, Naiya sekarang telah berada di dapur bersama Bi Nur. Wanita itu telah berganti baju dan mandi sehingga terlihat lebih fresh daripada sebelumnya.

"Mau masak apa, Bi?" tanya Naiya kepada Bi Nur yang sedang mencuci bahan masakan di wastafel dapur.

"Eh, kamu ngagetin Bibi aja. Ini mau masak makanan kesukaannya Nak Shaka," ucap Bi Nur.

"Memangnya Kak Shaka suka makanan apa, Bi?" tanya Naiya kepo.

"Cumi saus padang," jawab Bi Nur membuat Naiya sedikit termenung.

"Dulu saat nyonya besar masih hidup, beliau pasti setiap hari memasak makanan ini," lanjut Bi Nur kemudian.

"Nak Naiya, kenapa?" tanya Bi Nur menyadarkan Naiya yang melamun seperti memikirkan sesuatu.

"Eh, gak apa-apa, Bi. Yaudah ayo Naiya bantu," ucap Naiya saat tersadar dari lamunannya. Kemudian mereka berdua mulai memasak sambil sesekali mengobrol ringan.

"Tadi Bibi dengar teriakan dari kamar, itu suara kamu ya?" tanya Bi Nur.

"Eh?"

"Kenapa? Ada sesuatu yang terjadi?" tanya Bi Nur lagi.

"Gak apa-apa kok, Bi. Itu tadi Nai cuma kaget karena ada kecoa," jawab Naiya. Tidak mungkin ia mengatakan yang sebenarnya bahwa ia berteriak karena ulah Shaka yang memalukan tadi.

"Bibi kira ada apa tadi. Ternyata cuma kecoa," ucap Bi Nur lega.

Setelah beberapa menit, akhirnya masakan cumi saus padang itu telah tersaji sempurna di meja makan. Naiya segera mengambil nasi dan beberapa lauk pelengkap untuk dibawa ke ruang kerja Shaka. Pasti pria itu sudah menunggu sejak tadi.

"Naiya ke atas dulu ya, Bi," pamit Naiya sembari membawa nampan berisi makanan dan minuman untuk Shaka.

"Loh, kamu gak makan dulu?" tanya Bi Nur.

"Nanti, Bi. Aku mau nganterin ini dulu ke ruang kerja Kak Shaka soalnya dia mau makan di sana," jawab Naiya

"Ya Sudah. Tapi nanti Nak Naiya jangan lupa makan ya?" ingat Bi Nur dibalas anggukan oleh wanita itu sebelum Naiya pergi dari sana dan menaiki tangga menuju ke ruang kerja Shaka.

Tok tok tok

"Masuk!"

Naiya membuka pintu ruangan itu dan melihat Shaka yang tengah fokus pada MacBook di tangannya. Harus Naiya akui, Shaka benar-benar terlihat tampan dengan celana bahan serta kaos polo hitam yang melekat di tubuh kekarnya.

Rambut setengah basah dan juga kacamata yang jarang dipakai itu semakin menambah kesan dewasa seorang Arshaka Reynand Wijaya. Naiya jadi berpikir, apakah sebelum menikah dengannya, Shaka memiliki kekasih? Jika iya, ia akan merasa sangat bersalah karena telah menyakiti hati wanita lain.

"Ngapain kamu diam disitu?" tanya Shaka membuat Naiya tersadar dari lamunannya. Wanita itu membawa langkahnya untuk mendekat ke arah Shaka.

"Ini makanannya, Kak. Maaf lama soalnya tadi masak dulu," ucap Naiya meletakkan nampan yang dipegangnya di meja kerja Shaka.

Shaka hanya melihatnya sekilas lalu kembali fokus pada pekerjaannya. Melihat itu membuat Naiya jadi bingung. Ia tak tahu harus meninggalkan ruangan ini atau menunggu hingga Shaka menghabiskan makanannya.

"Ngapain kamu masih diam disitu?!" tanya Shaka tanpa melihat ke arah Naiya.

"Ehm, kalau begitu aku permisi dulu. Nanti kalau sudah selesai, kamu bisa panggil aku, Kak."

"Siapa yang suruh kamu pergi?!"

Suara Shaka yang terdengar kesal itu menghentikan langkah Naiya yang hendak pergi dari ruangan itu. Ia berbalik dan menatap Shaka penuh tanya.

"Suapi saya!"

"Hah?"

"Budeg kamu?! Saya bilang suapi saya! Kamu gak lihat kerjaan saya banyak seperti ini? Gak sempat buat makan," sentak Shaka membuat Naiya meneguk ludahnya kasar. Berada satu ruangan dengan Shaka saja membuat dirinya gugup. Apalagi harus berdekatan dengan waktu yang lumayan lama. Naiya jadi bingung harus bagaimana.

"Ayo cepat! Keburu lapar ini!"

"I-iya."

Karena tak ada pilihan lain, akhirnya Naiya menyuapi Shaka dengan posisi berdiri di sebelah pria itu. Sedangkan Shaka tetap fokus pada pekerjaannya. Tak peduli istrinya itu pegal-pegal karena terlalu lama berdiri. Ia makan dengan santai dan begitu lahap dari suapan Naiya.

Naiya sendiri dengan telaten menyuapi Shaka. Pada suapan yang kesekian kali, tak sengaja meninggalkan sedikit makanan pada ujung bibir Shaka membuat Naiya refleks mengelapnya menggunakan tangan tanpa jijik.

"Maaf, Kak. Ada nasi," ucap Naiya dengan ibu jarinya yang mengusap lembut ujung bibir Shaka. Tatapan mereka berdua terkunci untuk beberapa saat.

Shaka menatap wajah Naiya yang juga tengah menatapnya. Sungguh tak dapat dipungkiri, Naiya memang memiliki wajah yang cantik dan terkesan polos. Wanita itu memiliki hidung yang tidak terlalu mancung namun kecil dan bibir yang terlihat menggemaskan di mata Shaka.

Pria itu jadi teringat malam pertama mereka. Walaupun diselimuti rasa benci, Shaka masih mengingat jelas bagaimana rasanya bibir merah muda itu. Manis. Membuat ia beberapa kali menggigitnya.

Naiya yang sadar pertama kali segera menarik tangannya dan mengalihkan pandangannya. Ia kemudian kembali menyuapi Shaka namun reaksi dari pria itu sungguh diluar dugaan. Bagaimana tidak? Shaka malah menarik tangannya hingga ia terjatuh di pangkuan pria itu.

Tangan Shaka menyingkirkan helaian rambut panjang Naiya kebelakang telinga, "Saya memang masih lapar. Tapi ingin berganti menu makanan."

Naiya yang mendengar itu mengernyitkan keningnya bingung. Namun hal tersebut tak berlangsung lama karena yang terjadi selanjutnya membuat tubuh Naiya menegang hebat.

Tangan Shaka meraih tengkuk Naiya dan menyatukan bibir mereka dan menciumnya hingga menggigitnya membuat Naiya berusaha melepaskan tautan itu tapi tak berhasil. Bagaimanapun juga tenaganya kalah kuat dengan Shaka.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!