Setelah sarapan pagi, Rihan kemudian menuju ruang kerjanya diikuti oleh kedua asisten pribadinya. Rihan dengan tenang memeriksa semua laporan keuangan dan kinerja pegawai di cabang perusahaan R.A Group, juga laporan tentang aktivitas apa saja yang dilakukan oleh seorang Ariana.
Alex dan Alen tetap berdiri tegap dua langkah di depan meja kerja sang majikan sambil terus memperhatikan gerak-gerik Rihan. Mereka akan selalu siap jika sewaktu-waktu Rihan membutuhkan atau menanyakan sesuatu yang berkaitan dengan berkas-berkas yang ada di atas meja kerjanya.
"Kenapa keuntungan perusahaan pada bulan ini menurun, Lex?" Tanya Rihan mengerutkan keningnya merasa janggal dengan laporan keuangan cabang perusahaannya.
"Maaf, Nona. Saya sudah menanyakan hal itu pada bagian keuangan. Kata mereka, itu karena telah terjadi kecelakaan pada pembuatan produk yang akan dipasarkan. Seorang pegawai ceroboh dan salah memasukan bahan pembuatan produk perusahaan sehingga ketika produk dipasarkan, banyak konsumen yang mengajukan protes pada produk." Jelas Alex dengan tenang.
"Hm... itu murni kecerobohan?" Tanya Rihan datar tanpa mengalihkan pandangannya pada berkas di depannya. Sesekali dia akan mengerutkan keningnya.
"Iya, Nona. Itu murni kecerobohan pegawai itu. Dia juga sudah meminta maaf pada pihak perusahaan."
"Bagaimana keadaannya?" Tanya Rihan lagi.
"Pihak perusahaan sudah memecatnya, Nona." Alex terus menatap wajah Rihan.
"Kenapa? Bukannya dia sudah meminta maaf?" Rihan memandang sekilas wajah Alex kemudian beralih pada dokumen di depannya.
"Direktur Bimo tidak ingin anda kecewa dengan kinerja pegawai yang dia rekrut sendiri, sehingga Direktur Bimo langsung memecatnya." Jelas Alex masih dengan ekspresi yang sama yaitu datar.
"Apa aku pernah mengatakan pada kalian untuk memecat mereka yang melakukan kesalahan tanpa mendengar alasannya?" Tanya Rihan lalu mengalihkan pandangannya pada kedua asisten pribadinya.
"Tidak, Nona. Jika itu murni kecelakaan, maka bisa dimaafkan. Tetapi jika itu disengaja, maka harus ditindaklanjuti." Alex menjawab dengan gugup lalu menundukkan kepalanya takut bertatapan langsung dengan sang majikan.
"So... tunggu apa lagi?" Rihan masih dengan nada bertanya.
"Akan saya lakukan, Nona." Balas Alex yang mengerti maksud dari perkataan sang majikan.
"Maaf, Nona. Waktunya menghubungi nyonya besar." Alen mengingatkan Rihan untuk segera menghubungi sang Mommy.
"Hmm."
"Sudah tersambung, Nona." Alen memberikan ponsel milik Rihan yang sudah tersambung dengan sang nyonya besar.
"Hallo sayang. Bagaimana kabarmu? Sudah hampir satu bulan kamu tidak menelpon Mommy dan Daddymu. Kami rindu padamu, Sayang." Sebuah suara di seberang telepon yang merupakan Mommy Rihan.
"Aku baik, Mom." Jawab Rihan agak lembut lalu berdiri dan berjalan menuju balkon ruang kerjanya. Alex dan Alen tetap di tempat mereka karena tidak ingin mendengar pembicaraan sang majikan.
"Kapan kamu kembali ke sini?" Tanya Mommy Rihan dengan nada lirih.
"Jika urusanku sudah selesai, Mom." Rihan lalu mengalihkan pandangannya ke taman mini di samping mansionnya yang sedang dirawat oleh para tukang kebun.
"Ya, sudah. Jangan lupa selalu beri kabar keadaanmu pada Mommy dan Daddymu. Kami khawatir dengan keadaanmu." Suara sang Mommy semakin sendu di seberang telepon.
"Iya, Mom." Balas Rihan masih mempertahankan suara tenangnya.
"Bagaimana dengan pola makanmu? Jangan makan sembarangan. Ingat kondisi tubuhmu. Mommy tidak mau kamu sakit Nak." Suara Mommy Rihan kini terdengar isak tangisnya.
"Iya, Mom. Alen selalu menjaga pola makanku. Mommy jangan khawatir." Rihan menjawab pelan. Dadanya terasa sesak mendengar penuturan sang Mommy yang begitu perhatian padanya.
"Syukurlah kalau begitu. Kamu tahu, Sayang... Mommy dan Daddy sangat menyayangimu. Kamu adalah nafas hidup kami. Kamu adalah matahari kami, Sayang. Jangan pernah terluka, ya. Sudah cukup kamu terbaring lemah waktu itu. Mommy tidak mau kamu sakit lagi Nak.
hiks...hiks...hiks....
Kamu sangat berharga bagi kami. Jaga kesehatanmu. Sebentar lagi Daddymu akan pulang. Mommy tidak mau Daddymu tahu kalau Mommy menangis. Bisa hancur mansion kita. Mommy tutup teleponnya. Jangan lupa pesan Mommy. Bye sayang. Kami menyayangimu." Mommy Rihan berbicara panjang lebar dari isakan hingga kekehannya yang mengakhiri panggilan telepon mereka.
"Rihan juga menyayangi Mommy dan Daddy." Balas Rihan setelah panggilan telepon berakhir.
"Ya l, Tuhan... selalu berikan kesehatan untuk kedua orang tuaku. Jaga mereka selalu untukku. Terima kasih karena aku terlahir memiliki kedua orang tua seperti mereka. Terima kasih karena banyak cinta dan kasih sayang yang aku dapatkan dari mereka. Aku berharap mereka selalu bersamaku hingga ajal menjemputku. Aku juga berharap semoga kebahagiaan ini tetap ada selamanya."
Doa Rihan dalam hatinya tanpa disadari air matanya yang sudah lama tersimpan rapat sejak kejadian masa lalunya itu, kini jatuh juga.
...
Setelah mengakhiri panggilan teleponnya dengan sang Mommy, Rihan lalu menenangkan dirinya dengan memandang halaman mansionnya yang dipenuhi dengan para pekerja yang sedang melakukan tugas mereka. Ada yang merapikan taman bunga, pohon-pohon hias yang dipotong beberapa rantingnya agar terlihat rapi, rumput-rumput liar juga dicabut, dan pekerjaan lainnya.
Selain hanya melihat pemandangan mansionnya yang begitu asri, Rihan juga melihat pemandangan pohon-pohon liar yang tumbuh di sekeliling mansionnya. Mansion Rihan didesain sedemikian rupa dan terletak agak jauh dari ibukota, karena dirinya ingin ketenangan sehingga memilih mendirikan mansion di pinggiran ibukota yang dikelilingi oleh hutan lebat.
Merasa hatinya sudah tenang, Rihan kembali masuk ke dalam ruang kerjanya dan mendapati Alex dan Alen yang masih setia pada posisi masing-masing.
"Anda baik-baik saja, Nona?" Tanya Alen pada sang majikan karena meski memasang wajah datar seperti biasanya, tetapi Alen maupun Alex tahu suasana hati majikan mereka jika selesai menjawab telepon dengan keluarganya.
"Hmm."
Mendengar deheman dari Rihan, Alen dan Alex hanya bisa pasrah dan mengikuti sang majikan keluar dari ruang kerjanya dan menuju kamar tidurnya.
Sesampainya di kamar, Rihan membaringkan tubuhnya di tempat tidur tanpa mempedulikan tatapan khawatir dari kedua asisten pribadinya. Bagi Alex dan Alen, sikap sang majikan yang sekarang menunjukan bahwa dirinya tidak baik-baik saja.
Alen dengan cepat menghampiri Rihan yang tengah berbaring. Alen lalu memperbaiki selimut yang dipakai Rihan hingga ke dada.
Entah kenapa Rihan tiba-tiba merasa pusing ketika kembali dari balkon ruang kerjanya. Rihan juga heran akan fisiknya yang tidak seperti biasanya yang tiba-tiba pusing.
Melihat sang majikan yang sudah beristirahat, Alex lalu keluar dari kamar sang majikan dan menelpon dokter pribadi milik Rihan agar segera datang dan memeriksa kondisi sang majikan. Sedangkan Alen, gadis itu masih setia duduk di samping tempat tidur dan memandang intens wajah cantik Rihan yang terlelap dengan nafas teraturnya.
"Nona... Terima kasih sudah membantuku dan kak Alex hingga sekarang. Terima kasih sudah percaya pada kami. Maafkan kami yang belum bisa membantu Nona. Kami akan berusaha mengobati luka Nona dengan selalu berada disisi anda, Nona. Terima kasih untuk semua kebaikanmu pada kami." Ujar Alen dalam hatinya lalu mengusap lembut tangan Rihan yang sedari tadi digenggamnya. Jangan lupa dengan air mata yang sudah mengalir membasahi pipinya.
"Sebentar lagi Dokter Galant akan datang memeriksa keadaan Nona." Alex baru saja masuk dalam kamar Rihan dan melihat saudari kembarnya yang sedang menggenggam erat tangan sang majikan.
"Kak... Nona sangat baik hati tetapi kenapa ada yang iri padanya? Aku kasihan padanya, Kak. Meski aku tahu kalau nona wanita yang kuat... Tapi, tetap saja nona punya sisi rapuh seperti yang kita lihat ini," Nada suara Alen pelan. Alen berbicara tanpa menatap Alex.
"Hmm. Karena itu, kita harus selalu di samping nona dan menjaga nona dari orang-orang di masa lalunya.
Sepertinya Dokter Galant sudah sampai. Kakak akan menjemputnya di bawah. Kamu jaga nona di sini," Balas Alex lembut pada sang adik lalu menepuk pelan bahu Alen kemudian keluar dari kamar Rihan dan menjemput Dokter Galant yang baru saja memasuki gerbang mansion dengan mobilnya.
"Iya, Kak." Alen mengangguk pelan pada sang kakak.
Tak lama kemudian Alex dan Dokter Galant masuk ke dalam kamar Rihan. Alen yang melihat kedatangan mereka segera berdiri dan memberikan ruang pada Dokter Galant untuk memeriksa keadaan Rihan.
"Bagaimana keadaan nona, Dok?" Tanya Alex dan Alen hampir bersamaan setelah melihat Dokter Galant selesai memeriksa majikan mereka.
"Nona baik-baik saja. Hanya saja organ tubuhnya tidak sekuat yang diperkirakan. Apalagi dipaksakan untuk melatih bela diri dan aktivitas fisik lainnya. Awalnya memang baik-baik saja, tetapi lama kelamaan organ dalam nona bisa terganggu. Usahakan nona tidak memaksakan diri untuk berlatih atau olahraga yang berat yang bisa mengganggu fisiknya.
Saya harap kalian memperhatikan kondisi tubuh nona. Kalian tahukan jika hampir semua organ tubuh nona diganti dengan yang baru karena kejadian masa lalunya, sehingga harus selalu dijaga dengan baik.
Saya sudah menyuntikkan obat penenang pada nona sehingga dia akan beristirahat lebih lama agar kondisi tubuhnya lebih baik." Jelas Dokter Galant sambil menatap bergantian wajah Alex dan Alen.
"Baik, Dok. Terima kasih sudah merawat nona." Alen membungkukkan badannya berterima kasih pada sang dokter.
"Itu sudah tugas saya, jadi tidak perlu seformal itu padaku. Panggil saja aku Galant. Jangan lupa jika kita seumuran." Ucap Dokter Galant ramah.
"Baiklah jika begitu, Lan. Mari kuantar ke depan." Alex lalu mengantar Dokter Galant memasuki mobilnya dan pergi dari mansion Rihan. Sedangkan Alen tetap di kamar sang majikan dan terus berdiri di samping tempat tidur Rihan dan memandang wajah cantik yang sedang terlelap itu.
***
Tepat pukul 12 siang Rihan membuka matanya dan mendapati kedua asisten pribadinya yang sedang berdiri tegap di samping tempat tidurnya sambil menatap lekat wajahnya.
"Berapa jam aku tidur?" Tanya Rihan setelah bangun dan bersandar pada kepala tempat tidur dibantu oleh Alen dengan menambahkan bantal untuk sandarannya.
"3 jam, Nona." Jawab Alex pada sang majikan.
"Jam berapa kelas siangku dimulai?" Tanya Rihan lalu menatap lekat wajah Alex.
"Satu jam lagi, Nona. Tepatnya pukul 1 siang." Jawab Alex yang kini menunduk gugup ketika ditatap lekat oleh sang majikan.
"Hmm. Bantu aku bersiap, Len." Pintah Rihan pada Alen dan bersiap untuk turun dari tempat tidur.
"Maaf, Nona. Kata dokter, nona harus beristirahat lebih banyak agar tubuh nona lebih baik. Nona terlalu memaksakan diri hingga organ tubuh nona bereaksi sehingga menjadi seperti ini." Jelas Alen pada sang majikan.
"Baiklah," Rihan kembali bersandar pada kepala tempat tidur.
"Saya akan mengurus izin anda, Nona."
"Hmm."
"Waktunya makan siang, Nona. Saya akan membawa makan siang anda ke sini." Alen memberitahu dengan pelan.
"Ya."Rihan setuju karena dia sedikit pusing jika harus berjalan lagi ke lantai satu.
Alen lalu pergi dari kamar Rihan setelah pamit untuk mengambil makan siang untuk sang majikan menyisakan Alex yang masih setia dengan posisinya.
"Kamu tidak memberitahu Mommy tentang kondisiku, 'kan?" Tanya Rihan pada Alex ketika Alen sudah keluar dari kamarnya.
"Tidak, Nona. Bisa heboh satu Indonesia nanti karena kedatangan nyonya dan tuan besar." Jawab Alex lembut. Alex tidak mungkin memberitahukan kondisi sang majikan, karena pasti akan terjadi kehebohan. Jika mereka tahu, maka orang terkaya kedua itu akqn datang ke Indonesia dengan arak-arakkan karena khawatir dengan anak kesayangan mereka.
Rihan hanya menganggukkan kepalanya tanda membenarkan penuturan asisten pribadinya itu.
Setelah Alex menjawab, keheningan lalu terjadi dalam kamar Rihan hingga Alen masuk ke kamar membawa nampan berisi makanan sehat untuk Rihan dibantu oleh Lulu karena para pelayan tidak diijinkan memasuki kamar sang majikan.
Alen kemudian menata semua makanan mewah dan sehat itu di atas meja yang sudah lebih dulu disiapkan oleh Alex. Bukan hanya satu porsi tetapi tiga porsi makanan juga disiapkan oleh Alen karena Rihan tidak suka makan sendiri. Sedangkan Lulu, setelah membantu membawa makanan, robot itu lalu kembali ke tempatnya.
Rihan segera mengambil posisi duduk di pinggir ranjang dengan kaki yang digantung ke bawah dan berhadapan dengan meja makan. Sedangkan Alex dan Alen juga mengambil posisi yang sama di depan Rihan tetapi mereka duduk di kursi yang mengelilingi meja.
"Selamat makan, Nona." Ujar Alex dan Alen bersamaan kepada sang majikan setelah Alen mengambil makanan untuk Rihan dan diletakkan di depan Rihan.
"Hmm."
Mereka bertiga lalu menikmati makan siang dengan tenang di kamar Rihan.
***
Terima kasih sudah membaca ceritaku.
Jangan lupa tinggalkan jejakmu dengan menekan,
Like
Komen
Rite and
Vote.
See You.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 254 Episodes
Comments
Yura_K🦖(?)
Aku telat bacanya ya thor?
soalnya aku 2024 sendiri😭🗿
2024-07-11
2
ANAA K
Mampir lagi thor👋🏾👋🏾👋🏾
2021-11-08
1
Mommy Gyo
like
2021-09-30
0