Setelah keluar dari kantin, Rihan lalu melihat jam tangannya yang menunjukan pukul 12.20 siang.
Itu berarti masih ada waktu sebelum kelas siangnya dimulai.
"Bagaimana keadaan perusahaan di Amerika?" Tanya Rihan dingin pada Alex di saat keduanya sedang dalam perjalanan menuju Fakultas Kedokteran.
"Perusahaan baik-baik saja. Perusahaan Tuan Besar sedang mengajukan kontrak kerja sama dengan R.A Group. Dan juga, saham perusahaan semakin meningkat setiap harinya, Tuan." Jawab Alex sopan.
"Setelah ini, kirimkan kontrak kerja sama itu ke emailku." Perintah Rihan datar.
"Baik, Tuan Muda." Balas Alex sambil mengangguk.
Selama Rihan di Indonesia, R.A. Group dia serahkan sementara pada orang kepercayaannya, sehingga dia tidak perlu khawatir. Rihan hanya memantau pekerjaan mereka dari sini, dan jika ada kontrak atau hal penting yang membutuhkan persetujuan darinya, akan dikirim melalui email atau Rihan sendiri yang akan terbang ke Amerika jika itu keadaan darurat.
Untuk cabangnya yang di Indonesia akan ditangani sendiri olehnya, tetapi secara diam-diam karena banyak pasang mata yang selalu memperhatikan gerak geriknya.
Jika ditanya bagaimana dengan perusahaan milik sang Daddy, maka untuk sementara masih ditangani oleh sang Daddy. Walaupun sebenarnya sudah dialihkan atas nama Rihan. Tetapi karena rencana balas dendamnya, maka untuk sementara, sang Daddy yang mengambil alih.
...
Tidak jauh dari tempat Rihan berdiri, pandangannya teralihkan pada taman Fakultas Kedokteran yang menarik perhatiannya. Bukan taman yang menjadi perhatiannya, tetapi seorang gadis yang sedang duduk sambil menikmati sepotong roti dengan sebotol aqua di sampingnya.
Timbul rasa iba dalam hatinya melihat gadis itu menikmati makan siangnya hanya dengan sepotong roti. Sedangkan Rihan, makan siangnya saja tidak sempat dia habiskan.
Beruntung sekali dirinya yang lahir dalam keluarga yang berkecukupan. Bukan lagi berkecukupan, tetapi sudah masuk pada tahap berkelebihan, sedangkan masih banyak orang di luar sana yang menikmati hidup mereka dengan pas-pasan bahkan berkekurangan.
Sungguh miris.
Entah kenapa mereka bisa seperti itu. Apa mungkin kesalahan mereka sendiri atau orang lain, Rihan pun tidak tahu.
Karena rasa ibanya, sehingga Rihan merekrut orang-orang yang tidak mempunyai tempat tinggal untuk bekerja dengannya. Bukan hanya itu, para preman juga direkrut. Karena Rihan tahu jika mereka menjadi preman untuk memenuhi kebutuhan mereka juga, sehingga dia berinisiatif untuk merekrut mereka dan bekerja bersamanya.
Melihat sang majikan yang sedang memperhatikan seorang gadis, Alex pun mengerti. Dia sangat tahu kepribadian tuannya ini yang akan cepat merasa iba melihat hal-hal seperti itu.
Hanya tiga tahun bekerja bersama Rihan, Alex sudah dapat mengetahui kepribadian sang majikan. Memang dia terkenal dingin dan datar dari luar, tetapi sangat baik hati dari dalam. Dengan cepat Alex merespon sang majikannya.
"Saya akan menelpon Alen, Tuan." Ujar Alex pada Rihan sambil matanya tetap tertuju pada gadis yang masih asik menikmati makan siangnya.
"Hmm."
Alex kemudian menghubungi saudari kembarnya untuk membawakan makan siang pada gadis itu. Alen dengan cepat merespon apa yang disampaikan oleh Alex dan segera mempersiapkan apa yang diinginkan sang majikan. Setelah itu, Rihan melanjutkan perjalanannya menuju kelas diikuti oleh Alex dari belakang.
Sedangkan di sisi gadis yang duduk di taman.
"Iya, Nek. Aku juga sedang makan siang," Gadis itu berbicara dengan senyum tipis pada orang di seberang sana melalui ponselnya sambil terus mengunyah roti yang ada di tangan kirinya.
..............
"Makan enak dong, Nek. Di sini ada sup ayam, ayam bakar, steack daging... Pokoknya banyak Nek. Jadi Nenek tidak usah khawatir. Dian baik-baik saja.
Nenek mau Dian bungkus ayam bakar juga?" Tawar gadis bernama Dian itu pada sang Nenek.
............
"Ya, sudah Nek, istirahalah. Nanti Nenek sakit lagi. Dian masih ada kelas siang. Sampai ketemu nanti, Nek. Da...dah... Dian sayang Nenek."
Panggilan pun berakhir.
"Hufttt... Maafkan aku, Nek. Aku tidak ingin Nenek khawatir. Aku tidak mau nenek tambah sakit. Biar aku yang akan bekerja untuk kita. Melihat nenek bahagia sudah cukup bagiku." Monolog Dian sambil memandang langit yang begitu cerah tetapi tidak secerah hatinya yang sedang mendung.
Diana Violet Purnama. Semua orang memanggilnya Dian. Gadis yatim piatu yang tinggal bersama neneknya yang sering sakit-sakitan. Gadis manis berusia 19 tahun itu berkulit sao matang, berbola mata hitam, hidung mungil, bibir tipis semerah cerry, berambut hitam sebahu sudah menjadi kecantikan tersendiri yang memikat.
Gadis cerdas yang memiliki cita-cita menjadi seorang dokter muda. Karena cita-citanya dia berusaha dengan keras untuk belajar dan mengambil beasiswa dan berkuliah di Universitas ternama di Jakarta.
Diam tinggal bersama neneknya di saat kedua orang tuanya mengalami kecelakaan dan meninggal dunia pada usianya yang ke 10 tahun. Awalnya sang nenek yang selalu mencukupi kebutuhan mereka dengan berjualan di pasar. Akan tetapi, ketika neneknya mulai sakit-sakitan, Dian terpaksa harus mencari pekerjaan di umurnya yang masih terbilang muda yaitu 12 tahun.
Dian mulai membantu di beberapa warung yang dekat dengan rumahnya dan sang nenek untuk mencuci piring-piring kotor, hanya agar diberi makan oleh pemilik warung. Gajinya juga tidak seberapa. Uang hasil mencuci piringnya hanya cukup untuk makan bersama sang nenek. Belum dengan uang sekolahnya.
Akhirnya Dian menambah lagi pekerjaannya dengan membantu menjual kue tetangga sebelah rumahnya.
Selain menjual kue tetangganya, Dian juga membantu membersihkan rumah mereka sehingga uang yang di hasilkan sedikit demi sedikit ditabung untuk keperluan sekolahnya.
Karena Dian anak yang cerdas, sehingga dia mendapat beasiswa sebagai murid cerdas dan kurang mampu. Sampai sekarang Dian tetap mempertahankan beasiswanya hingga perguruan tinggi. Selain itu, Dian tetap bekerja sebagai tukang cuci piring, menjual kue, dan bersih-bersih rumah. Ketiga pekerjaan itu dikerjakan dengan tekun tanpa menghambat pendidikannya.
Semua pekerjaan dilakukan hingga Dian berumur 16 tahun. Di umurnya yang ke 16 tahun, warung tempatnya bekerja direnovasi menjadi sebuah restoran sehingga Dian diangkat menjadi pegawai tetap di sana. Setelah bekerja menjadi pegawai restoran itu, kehidupannya dan sang nenek menjadi lebih baik. Setidaknya kebutuhan mereka tercukupi meski pas-pasan.
Hingga sekarang, Dian masih bekerja di restoran itu. Awalnya kebutuhan mereka masih tercukupi, akan tetapi beberapa bulan yang lalu neneknya divonis menderita kanker yang memerlukan perawatan yang lebih baik. Awalnya Dian ingin neneknya agar dirawat inap. Tetapi sang nenek tidak ingin membebaninya sehingga dia memilih rawat jalan yang dilakukan setiap seminggu sekali agar biayanya juga sedikit berkurang.
Dian hanya bisa mengikuti kemauan sang nenek. Akhirnya, untuk biaya perawatan neneknya, Dian harus lebih hemat akan biaya pengeluaran mereka sehingga setiap di kampus, dia hanya makan siang dengan sepotong roti.
***
Syukuri apa yang ada padamu. Baik itu fisik, psikis, maupun materi karena setiap orang memiliki berkatnya tersendiri.
Liana'S
***
Terima Kasih sudah membaca ceritaku.
Jangan lupa tinggalkan jejakmu, ya.
See You.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 254 Episodes
Comments
Mommy Gyo
like ❤️
2021-09-19
1
Abu Alfin
like thor
2021-04-13
1
🌻Ruby Kejora
3 like mendarat thor... sukses trus
2021-03-01
1