Episode 11 - Runtuhnya Klan Strein, Deklarasi Sang Kaisar

Yoru Anzai—Kaisar Tirani.

...----------------...

Bulan masih menggantung di langit ketika suara jeritan terakhir menggema di kota yang telah jatuh. Klan Strein telah musnah.

Di alun-alun utama, tubuh-tubuh berserakan, bercampur dengan genangan darah yang belum mengering. Prajurit yang tersisa dari Klan Strein berlutut dalam barisan panjang, tangan mereka terikat, wajah mereka penuh debu dan luka.

Di depan mereka, Hannya, algojo dari Pasukan Naga Hitam, berdiri dengan tombaknya yang masih meneteskan darah. Helm hitamnya berkilau di bawah cahaya obor, dan mata tajamnya menyapu para tahanan dengan kebengisan seorang eksekutor tanpa ampun.

Di atas singgasana sementara yang dibangun dari reruntuhan kuil, Yoru Anzai duduk dengan tenang. Matanya yang merah menyala seperti bara api, penuh kekuasaan yang absolut.

"Pilihlah," suara Anzai bergema, berat dan dingin. "Tunduk... atau mati."

Para prajurit Strein saling berpandangan, sebagian menunduk pasrah, sementara yang lain menggertakkan gigi, menolak berlutut di hadapan sang tiran.

Seorang prajurit dengan wajah penuh luka meludah ke tanah. "Aku lebih baik mati."

Hannya menyeringai di balik helmnya. Dengan satu ayunan, tombaknya menembus dada prajurit itu, menghentikan napasnya seketika. Darah menyembur ke tanah, diiringi suara tubuh yang jatuh tak bernyawa.

"Siapa lagi?" suara Hannya terdengar bagaikan bisikan kematian.

Seorang lainnya berdiri, matanya penuh kebencian. "Aku tidak akan tunduk pada iblis sepertimu!"

"Bagus," Hannya berbisik, sebelum mengayunkan tombaknya dengan kecepatan mengerikan, menebas kepala sang prajurit dalam satu serangan bersih. Kepala itu jatuh ke tanah, wajahnya masih menampilkan ekspresi terakhirnya sebelum mati.

Yang lain mulai gemetar. Beberapa segera menundukkan kepala dalam ketakutan.

Namun ada yang tetap menatap tajam, tak goyah oleh ancaman maut.

Anzai menghela napas pelan, tatapannya seolah menembus jiwa-jiwa yang tersisa.

"Hannya."

"Ya, Yoru-sama?"

"Bersihkan mereka semua."

Tanpa ragu, Hannya melompat ke tengah barisan tawanan, tombaknya berputar dengan kecepatan yang mustahil.

Darah menyembur ke segala arah.

Teriakan memenuhi udara, hanya untuk lenyap dalam sekejap.

Namun, sebelum kebrutalan itu berakhir, Guocha bersujud, menundukkan kepalanya hingga menyentuh tanah.

"Ampuni aku, Yang Mulia." Suaranya parau, bergetar di tengah jeritan.

Hannya terdiam sejenak, lalu mendengus penuh hinaan. "Kau berlutut seperti anjing yang kehilangan tuannya?"

Para prajurit Naga Hitam menahan tawa, sementara beberapa komandan memandang dengan tatapan penuh jijik.

"Jika tunduk dapat menyelamatkan mereka yang tersisa…" Guocha menarik napas dalam. "Maka aku akan tunduk."

"Hah! Menyedihkan!" Asakura menyeringai. "Seorang pejuang Strein yang memilih hidup daripada mati dalam kehormatan?" Hinanya, seraya tertawa.

Di sisi lain, seorang prajurit berbisik lemah, suaranya bergetar antara marah dan putus asa. "Guocha-dono… bagaimana bisa kau melakukan ini…?"

Yang lain menatapnya dengan mata membelalak, beberapa bahkan mencoba bergerak meski tubuh mereka terluka parah.

"Dasar pengkhianat!" teriak seorang prajurit yang wajahnya masih berlumuran darah, suaranya serak penuh amarah. "Kami lebih baik mati daripada tunduk kepada iblis itu!"

Guocha tetap berlutut, tidak menjawab. Ia bisa merasakan tatapan mereka menusuknya lebih tajam daripada pedang mana pun.

"Klan kita lebih baik musnah daripada hidup dalam kehinaan!"

Para prajurit yang masih memiliki tenaga berusaha meronta, namun pasukan Naga Hitam segera menekan mereka ke tanah dengan keras.

Suara derit tulang yang patah terdengar di udara.

"Guocha…" Seorang veteran Strein, yang telah bertarung selama puluhan tahun, menatapnya dengan mata kosong. "Kami telah mengorbankan segalanya… dan kau menjual kehormatan kami untuk hidup?"

Guocha mengepalkan tinjunya.

Ia tidak bisa membalas. Karena di lubuk hatinya, ia tahu mereka benar.

Namun jika ia melawan, mereka semua akan mati.

Jika ia tunduk… setidaknya beberapa nyawa masih bisa diselamatkan.

Tapi harga yang harus dibayar adalah kehormatan klannya.

Dan ia… menjadi simbol penghianatan.

"Kau tidak akan pernah dimaafkan, Guocha."

Kata-kata itu meluncur dari mulut seorang prajurit muda yang berlutut di barisan belakang. Wajahnya dipenuhi luka, namun matanya bersinar dengan kebencian yang tak terbendung.

"Tidak oleh para leluhur kita, tidak oleh para pendekar yang telah gugur, dan tidak oleh sejarah."

"Namamu akan selalu dikenang sebagai pengkhianat Klan Strein."

Guocha menutup matanya.

Ia tidak menyangkalnya. Karena itulah harga yang harus ia bayar.

Mendengar kegaduhan itu, Hannya memiringkan kepalanya seraya tersenyum lebar, sebelum akhirnya merespon. "Kau dengar itu, pria gendut?" Kemudian ia mengangkat tombaknya lagi. "Tunduk atau tidak, aku tetap bisa menggorok lehermu, dan kau... akan mati dengan keadaan lebih hina dari mereka."

"Aku tidak meminta ampunan untuk diriku sendiri." Suara Guocha semakin dalam, matanya kini menatap langsung ke arah Yoru Anzai yang duduk di singgasananya. "Yang Mulia… aku hanya meminta satu hal."

Anzai tak berkata apa pun. Tatapannya begitu tenang, begitu agung, seakan menunggu seorang hamba untuk mengajukan permohonannya.

Guocha menundukkan kepalanya lebih dalam. "Kumohon, biarkan penduduk kota ini hidup. Biarkan mereka yang tersisa tidak dibunuh tanpa alasan."

Keheningan menyelimuti alun-alun.

Komandan Pasukan Naga Hitam yang lain langsung bereaksi.

"Keterlaluan!" bentak Alzasha, langkahnya maju dengan amarah yang terpancar dari tubuhnya yang besar. "Kau pikir kau siapa berani memberi syarat pada Kaisar?"

"Permintaan ini adalah kelancangan." Asakura menyeringai. "Apa kau pikir kau bisa menawar setelah berlutut di tanah?"

Hannya mengayunkan tombaknya ke atas, menciptakan hempasan angin dingin yang menusuk. "Aku akan membelah tubuhmu sekarang juga!"

Namun, sebelum ada yang bisa bergerak lebih jauh…

"Cukup."

Suara itu begitu berat, begitu dalam, menggema ke setiap sudut kota. Semua suara langsung lenyap.

Semua kepala menunduk ketika Anzai bangkit dari singgasananya.

Ia menatap Guocha dengan ekspresi yang tak terbaca. Lalu, ia turun perlahan dari singgasananya, langkahnya tak terburu-buru, namun setiap langkah terasa seperti dentuman yang merambat ke tanah.

Saat Anzai berdiri di hadapan Guocha, ia memandangnya sejenak sebelum berbicara.

"Kau memilih hidup dalam kehinaan, demi mereka?"

Guocha mengepalkan tangannya di atas tanah. "Ya."

Setiap Guocha berbicara, kali ini tidak terdengar suara Fuee seperti biasanya, bukan karena ia telah menurunkan berat badannya, tetapi, karena ia berusaha mengatur nafasnya di hadapan sang tirani.

Anzai menghela napas kecil.

"Menarik."

Hannya dan para komandan menegang.

"Aku tidak tertarik menghabiskan tenaga pada mereka yang tidak memiliki nilai." Anzai melirik reruntuhan kota, lalu melanjutkan ucapannya. "Penduduk yang tersisa akan dibiarkan hidup. Mereka yang tidak mengangkat senjata melawan kami… tidak akan dibunuh."

Guocha mendongak, matanya sedikit melebar.

"Namun," suara Anzai lebih dalam, penuh kekuatan absolut, "Kau milikku sekarang, Guocha."

Hening.

Guocha menggertakkan gigi, tetapi akhirnya menunduk. "Hamba mengerti, Yang Mulia."

Di dalam hatinya, Guocha hanya bisa mengepalkan tinjunya dalam diam.

Ia telah tunduk… tetapi bukan berarti harapan telah mati.

Di bawahnya, Guocha masih berlutut. Luka di tubuhnya masih mengucurkan darah, tetapi ia tetap bertahan, menundukkan kepalanya dalam kepatuhan.

Anzai menatapnya dari atas. "Guocha."

Pria itu mengangkat kepalanya perlahan. Tatapannya penuh kehati-hatian.

"Klan Strein telah mati." Suara Anzai begitu dalam, resonansinya seakan merambat ke udara, membawa kesunyian di sekitarnya.

"Namun tanah ini tetap harus memiliki seorang penguasa."

Para komandan saling bertukar pandang, dan Guocha sendiri hanya bisa membeku di tempatnya.

"Mulai hari ini, kau akan memimpin mereka yang tersisa, di bawah titahku."

Seolah kilat menyambar di siang bolong, semua yang mendengar pernyataan itu menegang.

Hannya menggeretakkan giginya, namun tidak berani membantah. Alzasha menatap Guocha dengan tatapan benci, sementara Asakura hanya terkekeh kecil, seolah menganggap semua ini sebagai lelucon.

Guocha mengepalkan tinjunya, lalu perlahan menundukkan kepala lebih dalam. "Aku tidak layak, Yang Mulia."

Anzai menatapnya tajam. "Tidak ada kehormatan yang tersisa bagimu untuk menolak perintahku."

Jantung Guocha berdegup kencang.

"Terimalah kehancuran klanmu." Suara Anzai terdengar mutlak. "Dan pimpin yang tersisa, sebagai anjing yang tunduk padaku."

Guocha mengepalkan tinjunya lebih keras. Ia merasa hina… namun tak ada pilihan lain.

Akhirnya, ia membungkuk lebih dalam, bersujud di hadapan Anzai. "Hamba mengerti, Yang Mulia."

Dengan satu kalimat itu, takdir Klan Strein telah ditetapkan.

Setelah Guocha ditetapkan sebagai pemimpin baru Klan Strein yang telah jatuh, Anzai berbalik menghadap ribuan pasukan Naga Hitam yang masih menunggu titahnya.

Angin malam membawa suara-suara redup dari kota yang telah luluh lantak. Semua pasukan menahan napas saat Anzai mengangkat satu tangan ke udara.

"Hari ini, Klan Strein telah jatuh."

Suara beratnya menggema, menekan dada setiap prajurit yang mendengarnya.

"Hari ini, tanah ini bukan lagi tanah milik para barbar yang hanya mengandalkan kekuatan belaka."

"Hari ini, seluruh daratan ini akan bersatu… di bawah satu kekuasaan."

Matanya yang tajam memandang ke seluruh pasukan.

"Mulai saat ini, aku adalah Kaisar."

"Mulai saat ini, dunia ada di bawah kekuasaanku!"

Suara sorakan mengguncang tanah. Ribuan pasukan Naga Hitam mengangkat senjata mereka ke udara, meneriakkan nama Kaisar mereka yang baru.

Bendera Naga Hitam dikibarkan tinggi. Darah yang membasahi tanah masih hangat, seakan menandai kelahiran era baru di bawah bayangan Kaisar Kegelapan.

Di tengah euforia itu, Guocha hanya bisa menunduk dalam diam.

Ia kini penguasa atas klan yang telah mati.

Dan ia telah menjadi anjing bagi sang Tirani Agung.

......................

Sementara itu, di tempat lain, jauh dari puing-puing kehancuran ini…

Dua pendekar yang tersisa berlari dalam kegelapan. Napas mereka berat, luka mereka dalam, namun api dalam hati mereka belum padam.

Salah satu dari mereka mengepalkan tangan. "Kita akan kembali."

Malam ini, mereka adalah yang selamat.

Namun besok… mereka bisa menjadi kebangkitan.

...----------------...

Ilustrasi Figur Guocha.

Terpopuler

Comments

Abu Yub

Abu Yub

sip

2025-03-30

1

lihat semua
Episodes
1 Prologue
2 Episode 1 - Kisah yang Terukir, Takdir yang Terjalin
3 Episode 2 - Sidang Strein: Menyerah atau Bertarung
4 Episode 3 - Rapat Para Petinggi, Titah Sang Pemimpin
5 Episode 4 - Kedatangan Dua Bayangan, Pertanda Perang Besar
6 Episode 5 - Saat Takdir Mengetuk: Strein Melawan Kegelapan
7 Episode 6 - Jeritan di Gerbang Strein
8 Episode 7 - Harapan dalam Kepungan: Strein Melawan Arus Kematian
9 Episode 8 - Kehendak Kaisar vs Tekad Klan Strein: Pedang Tirani vs Sang Penjaga
10 Episode 9 - Ketika Petir dan Api Beradu, Takdir Dunia Ditentukan
11 Episode 10 - Kejatuhan Klan Strein: Tragedi dan Era Baru
12 Episode 11 - Runtuhnya Klan Strein, Deklarasi Sang Kaisar
13 Episode 12 - Pewaris Kekuatan: Takdir yang Terbangun
14 Episode 13 - Janji Seorang Ayah, Tekad Seorang Anak
15 Episode 14 - Ketenangan yang Retak
16 Episode 15 - Riak Air dan Cinta yang Tumbuh
17 Episode 16 - Pelajaran di Balik Keterlambatan
18 Episode 17 - Putri dari Dunia Lain
19 Episode 18 - Dua Hati di Bawah Langit yang Membeku
20 Episode 19 - Ketika Harimau Berbicara dengan Ayam
21 Episode 20 - Hari ke Tujuh: Jawaban
22 Episode 21 - Pedang dan Rahasia yang Terjaga
23 Episode 22 - Latihan yang Sesungguhnya: Bagian 1: Ayunan
24 Episode 23 - Latihan yang Sesungguhnya: Bagian 2: Tebasan Pertama
25 Episode 24 - Langkah Menuju Dunia yang Lebih Besar: Bagian 3: Kekuatan Warisan
26 Episode 25 - Kegaduhan di Kedai: Bagian 1
27 Episode 26 - Kegaduhan di Kedai: Bagian 2
28 Episode 27 - Kegaduhan di Kedai: Bagian 3
29 Episode 28 - Kegaduhan di Kedai: Bagian 4
30 Episode 29 - Kegaduhan di Desa: Bagian 1
31 Episode 30 - Kegaduhan di Desa: Bagian 2
32 Episode 31 - Kegaduhan di Desa: Bagian 3
33 Episode 32 - Abirama vs Kelompok Bayaran: Fakta Pahit yang Terkuak
34 Episode 33 - Pertarungan Abirama, Identitas yang Terkuak
35 Episode 34 - Abirama: Kisah Masa Lalu Sang Iblis Hitam
36 Episode 35 - Raito: Kesempatan Kedua
37 Episode 36 - Generasi Terkahir Klan Yureiji: Mata yang Menembus Warna
38 Author's Note
39 Episode 37 - Veyrhalm Ardein: Sang Bayangan Keempat dari Tahkta
40 Episode 38 - Perintah 88-Ardein: Operasi Penyisiran Eravion
41 Episode 39 - Operasi Penyisiran Aethorian: Lima Kapten Tertinggi Diturunkan
42 Episode 40 - Anjing Kekaisaran: Penghianatan Sang Murid
43 Episode 41 - Operasi Hantu: Malam yang Membatu
44 Episode 42 - Aaron: Anak yang Mengubah Arah Ramalan
45 Author's Note
Episodes

Updated 45 Episodes

1
Prologue
2
Episode 1 - Kisah yang Terukir, Takdir yang Terjalin
3
Episode 2 - Sidang Strein: Menyerah atau Bertarung
4
Episode 3 - Rapat Para Petinggi, Titah Sang Pemimpin
5
Episode 4 - Kedatangan Dua Bayangan, Pertanda Perang Besar
6
Episode 5 - Saat Takdir Mengetuk: Strein Melawan Kegelapan
7
Episode 6 - Jeritan di Gerbang Strein
8
Episode 7 - Harapan dalam Kepungan: Strein Melawan Arus Kematian
9
Episode 8 - Kehendak Kaisar vs Tekad Klan Strein: Pedang Tirani vs Sang Penjaga
10
Episode 9 - Ketika Petir dan Api Beradu, Takdir Dunia Ditentukan
11
Episode 10 - Kejatuhan Klan Strein: Tragedi dan Era Baru
12
Episode 11 - Runtuhnya Klan Strein, Deklarasi Sang Kaisar
13
Episode 12 - Pewaris Kekuatan: Takdir yang Terbangun
14
Episode 13 - Janji Seorang Ayah, Tekad Seorang Anak
15
Episode 14 - Ketenangan yang Retak
16
Episode 15 - Riak Air dan Cinta yang Tumbuh
17
Episode 16 - Pelajaran di Balik Keterlambatan
18
Episode 17 - Putri dari Dunia Lain
19
Episode 18 - Dua Hati di Bawah Langit yang Membeku
20
Episode 19 - Ketika Harimau Berbicara dengan Ayam
21
Episode 20 - Hari ke Tujuh: Jawaban
22
Episode 21 - Pedang dan Rahasia yang Terjaga
23
Episode 22 - Latihan yang Sesungguhnya: Bagian 1: Ayunan
24
Episode 23 - Latihan yang Sesungguhnya: Bagian 2: Tebasan Pertama
25
Episode 24 - Langkah Menuju Dunia yang Lebih Besar: Bagian 3: Kekuatan Warisan
26
Episode 25 - Kegaduhan di Kedai: Bagian 1
27
Episode 26 - Kegaduhan di Kedai: Bagian 2
28
Episode 27 - Kegaduhan di Kedai: Bagian 3
29
Episode 28 - Kegaduhan di Kedai: Bagian 4
30
Episode 29 - Kegaduhan di Desa: Bagian 1
31
Episode 30 - Kegaduhan di Desa: Bagian 2
32
Episode 31 - Kegaduhan di Desa: Bagian 3
33
Episode 32 - Abirama vs Kelompok Bayaran: Fakta Pahit yang Terkuak
34
Episode 33 - Pertarungan Abirama, Identitas yang Terkuak
35
Episode 34 - Abirama: Kisah Masa Lalu Sang Iblis Hitam
36
Episode 35 - Raito: Kesempatan Kedua
37
Episode 36 - Generasi Terkahir Klan Yureiji: Mata yang Menembus Warna
38
Author's Note
39
Episode 37 - Veyrhalm Ardein: Sang Bayangan Keempat dari Tahkta
40
Episode 38 - Perintah 88-Ardein: Operasi Penyisiran Eravion
41
Episode 39 - Operasi Penyisiran Aethorian: Lima Kapten Tertinggi Diturunkan
42
Episode 40 - Anjing Kekaisaran: Penghianatan Sang Murid
43
Episode 41 - Operasi Hantu: Malam yang Membatu
44
Episode 42 - Aaron: Anak yang Mengubah Arah Ramalan
45
Author's Note

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!