Satu tahun kemudian.
"Satu tahun berlalu begitu cepat, Rey," ujar Aurelia dengan suara pelan sambil menatap ke jendela kaca yang membentang luas di ruang kerjanya yang kini berdiri megah di pusat kota.
"Tapi luka di hatimu tak hilang secepat waktu yang berlalu," sahut Reyhan lembut, meletakkan secangkir teh di hadapan Aurelia. "Namun, kamu berdiri di sini hari ini bukan sebagai korban. Tapi sebagai pemenang."
Aurelia tersenyum kecil. Senyuman yang penuh luka namun penuh kekuatan. Perusahaan yang dulu dikuasai Aditya kini berada di bawah kendalinya. Reyhan telah membantunya mengambil alih semua saham yang diwariskan Pak Surya setelah skandal Karina terungkap ke publik dan Aditya terpuruk.
"Dan Aditya?" tanya Aurelia, pura-pura acuh.
Reyhan menatapnya sejenak, lalu menatap layar ponsel yang menampilkan gambar seorang pria dengan jenggot tipis, rambut acak-acakan dan sorot mata kosong.
"Ia berada di villa rehabilitasi mental di pinggiran kota. Masih mencoba mencari siapa dirinya yang dulu hilang. Tanpa perusahaan, tanpa Karina, dan tanpa kamu," kata Reyhan dengan datar.
"Aku tak menginginkan kehancurannya, Rey," gumam Aurelia.
"Tapi dia yang menabur. Kini menuai," ucap Reyhan mantap.
Aurelia menoleh, menatap meja besar tempat dia memimpin rapat-rapat direksi. Perusahaan ini dulu dibangun Pak Surya dengan darah dan kerja keras. Dan Aditya merusaknya karena cinta buta dan nafsu. Kini semuanya sudah dibersihkan. Wanita-wanita yang dulu Aditya mainkan, satu per satu telah dipindahkan Reyhan ke cabang-cabang perusahaan lain, bahkan ada yang dijatuhi sanksi karena kasus manipulasi data.
"Rey... kamu percaya aku bisa memimpin ini selamanya?"
Reyhan menatapnya dalam.
"Aku percaya kamu lebih dari sekadar pemimpin. Kamu masa depan, Lia."
Aurelia menunduk. Hatinya hangat.
Tiba-tiba, ketukan pelan terdengar di pintu.
Seorang sekretaris masuk dengan ekspresi gugup. "Maaf, Bu Aurelia... ada tamu yang ingin bertemu langsung."
"Siapa?" tanya Aurelia.
"Namanya... Nayra. Dia bilang mengenal Pak Reyhan."
Aurelia menoleh cepat ke Reyhan yang terlihat kaku. Matanya menyipit, lalu menoleh pada Aurelia seolah ingin berkata sesuatu, namun urung.
"Biar aku yang temui," ujar Reyhan cepat.
Aurelia mengangguk pelan. Namun sorot matanya berubah. Ia tak bodoh. Tak mungkin seorang wanita asing berani menyebut nama Reyhan secara langsung kecuali ada sesuatu yang spesial.
Tak lama kemudian, dari balik lorong ruangan, Aurelia diam-diam mengintip.
Seorang wanita cantik, elegan, berdiri di depan Reyhan. Senyumnya manis namun penuh percaya diri. Rambutnya panjang terurai dan penampilannya begitu memikat. Ia tampak memegang sesuatu di tangannya. Sebuah berkas merah.
"Reyhan... kamu pikir kamu bisa menyingkirkanku begitu saja dulu? Kini aku kembali... dan aku membawa tawaran yang tak akan bisa kamu tolak," ujar wanita itu dengan suara tajam namun menggoda.
"Oh, aku kira Nayra siapa? Ternyata kamu!" cibir Reyhan. Lalu melanjutkan lagi, "apa yang mau kamu tunjukkin lagi padaku? Simpananmu atau-"
"Oh, tentu bukan, Rey. Aku kembali untuk membuatmu bisa kembali padaku," to the point Nayra disana.
Aurelia terkejut dengan apa yang ia dengar, ternyata wanita cantik itu adalah mantan istri Reyhan yang dulu cupu dan lugu, namun lihai dan pandai bermain api dibelakang Reyhan.
Brak!
Pintu itu dibuka langsung oleh Aurelia, tidak ingin sepupunya itu akan terbuai bujuk rayu wanita ular, ia memutuskan masuk.
Aurelia menatap lekat-lekat wajah perempuan di hadapannya.
"Nayra?" bisiknya, nyaris tak terdengar.
Perempuan itu—yang kini duduk angkuh di ruang rapat utama perusahaan—mengulas senyum yang terlalu tenang untuk ukuran pertemuan pertama mereka. Senyum yang mencurigakan.
“Lama tidak bertemu, Aurelia,” ucap Nayra sambil memainkan jemarinya di atas meja marmer panjang itu.
Aurelia terdiam. Ada yang terasa aneh. Wajah itu memang cantik, anggun, penuh percaya diri. Namun sesuatu dalam sorot matanya membuat dada Aurelia terasa menegang. Dingin. Ada rasa tidak nyaman yang menusuk, jauh lebih kuat dari sekadar perasaan bertemu dengan pesaing.
Seketika ingatan masa lalu berkelebat dalam benaknya. Nayra... bukankah dulu sosok itu lembut? Polos? Tapi pandai bermain api. Bukan seperti ini. Bukan wanita yang kini tampak seperti sedang menyembunyikan pisau di balik senyuman. Siap dengan segala rencana yang pasti akan membuat gila Reyhan.
“Aku... aku hampir tak mengenalmu,” ujar Aurelia pelan. “Kau berubah...”
“Waktu mengubah banyak hal, Aurelia. Sama seperti kau.” Nayra berdiri, langkahnya anggun namun menusuk, berjalan mengitari meja. “Kau sekarang pemilik perusahaan ini. Dulu kau hanya wanita yang ditinggalkan suaminya. Tapi lihat kau sekarang. Hebat.”
Ada nada sindiran di sana, meski tersembunyi. Dan yang membuat jantung Aurelia semakin berdetak tidak karuan adalah satu hal yang terlintas di benaknya.
Nayra adalah mantan istri Reyhan.
Aurelia menelan ludah. Suara napasnya terdengar berat dan tertahan.
“Bukankah... kau... kau pernah menikah dengan Reyhan?” tanyanya nyaris tercekat.
Nayra tertawa kecil. “Akhirnya kau ingat.”
Langkah Nayra semakin mendekat, kini hanya berdiri beberapa langkah darinya.
“Ya, aku mantan istrinya. Reyhan tidak pernah cerita, ya? Lucu sekali... Dia menghapus semua tentangku dari hidupnya, tapi tak semudah itu, Aurelia.”
Deg. Dada Aurelia terasa dihantam sesuatu yang dingin.
“Lalu... kenapa kau ada di sini sekarang?” Suara Aurelia bergetar.
“Karena aku ingin merebut kembali yang seharusnya milikku. Termasuk Reyhan,” jawab Nayra dengan tenang, namun penuh tajamnya ambisi.
Ruangan terasa semakin sunyi. Seperti sunyi sebelum badai. Aurelia tahu, saat ini bukan hanya tentang bisnis. Tapi tentang sesuatu yang jauh lebih pribadi, jauh lebih dalam. Hatinya mengeras, namun juga mulai retak perlahan.
Tiba-tiba, ponselnya bergetar.
Sebuah pesan masuk dari Reyhan:
"Kuharap kau sudah bertemu dengan Nayra. Jaga dirimu, Lia. Ada hal-hal yang belum bisa kukatakan padamu."
Aurelia menatap pesan itu lama, sebelum mengangkat wajahnya kembali ke arah Nayra. Namun kenapa Reyhan mengiriminya pesan padahal ia ada disana.
“Apa sebenarnya tujuanmu datang ke sini, Nayra?” tanyanya, kini suaranya mulai tegas meski ada luka di sana.
Nayra menatapnya lurus.
“Aku ingin menyaksikan kehancuranmu dengan mata kepalaku sendiri dan mengambil Reyhan kembali. Aku ingin kau sendiri!”
"Jangan buat hal yang akan merugikanmu Nayra!" potong Reyhan dengan tegas.
"Oh ternyata kau sudah melindunginya," cibir Nayra yang tidak takut. "Tunggu sampai kau kembali kepelukanku, Sayang. Cukup untuk hari ini. Aku pulang!" lanjutnya.
Nayra meninggalkan ruangan itu dan menyisakan Aurelia dan Reyhan penuh tanda tanya.
Apakah Reyhan tahu rencana Nayra? Dan... mungkinkah cinta itu telah kembali tumbuh di hati mantan istrinya? Di hati Aurelia malah tersebit, apakah ini ada hubungannya dengan Aditya? Apakah dia telah kembali dan siap merebut perusahaannya kembali?
(BERSAMBUNG KE BAB SELANJUTNYA)
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 26 Episodes
Comments