Bab 18: Amarah Pak Surya

Karina telah keluar dari rumah sakit kemarin malam, dan tinggal dirumah aditya.

"Kalian pikir ini rumah bordir?!" suara Pak Surya menggelegar membelah keheningan pagi yang baru tiba. Tangannya menggebrak meja kaca di ruang tengah dengan keras hingga Karina diam karena ketakutan.

Aditya, yang baru saja turun dari lantai atas dengan wajah masih kusut, terdiam di anak tangga. Ia belum pernah melihat ayahnya semarah ini. Mata Pak Surya memerah, dadanya naik turun, dan urat di lehernya menegang.

"Pa, ini bukan urusan Papa," kata Aditya berusaha tenang, meski nada suaranya mulai meninggi.

"Bukan urusan Papa?!" ulang Pak Surya dengan sorotan mata tajam. "Kamu sudah mempermalukan keluarga kita, Aditya! Kamu menelantarkan istrimu, mempermalukannya di depan umum, dan sekarang hidup bersama wanita ini?!"

Karina yang sedari tadi berdiri di pojok ruangan, menggenggam ujung bajunya dengan gugup. Tatapan Pak Surya begitu menusuk.

"Saya mencintai Aditya, Pak. Saya tidak pernah berniat mengambil tempat siapapun..." ucap Karina pelan.

Pak Surya membalikkan tubuhnya, menatap Karina dengan amarah yang membara. "Diam! Kamu pikir dengan air mata kamu bisa mengubah kesalahanmu jadi kebenaran?!" Ia menghela napas panjang, lalu menunjuk ke arah pintu. "Keluar dari rumah ini sekarang juga!"

"Papa! Papa tidak bisa seenaknya..."

"Aku bisa, dan aku akan!" bentak Pak Surya, memotong ucapan Aditya. "Sampai kamu bisa bersikap seperti seorang lelaki dan suami sejati, kamu tidak berhak hidup nyaman!"

Aditya menggebrak tiang kayu di tangga. "Papa tidak tahu apa yang aku alami! Aurelia pergi dengan Reyhan tanpa sepatah kata pun. Dia meninggalkanku! Dan Karina juga cacat sekarang dan aku harus bertanggung jawab."

Pak Surya menatap Aditya dalam-dalam, tatapan yang tak hanya berisi kemarahan, tetapi juga kekecewaan. "Kau pikir dia pergi tanpa sebab? Kau pikir wanita setegar Aurelia akan menyerah begitu saja kalau kau memperlakukannya dengan benar? Dan kau mempertahankan sampah kayak ini?"

Suasana menjadi begitu tegang. Karina mulai menangis pelan. Aditya menggenggam rambutnya frustasi.

"Semua ini bukan salahku saja! Aurelia terlalu sempurna! Dia selalu membuatku merasa tidak cukup baik! Dia tidak pernah mengerti aku!"

"Omong kosong!" Pak Surya menepuk dadanya. "Itu bukan alasan untuk berkhianat! Kalau kau merasa tidak cukup baik, kau seharusnya memperbaiki dirimu, bukan mencari pelampiasan di tempat lain! Terlebih dengan-"

Tiba-tiba pintu utama terbuka. Reyhan masuk dengan langkah tenang dan senyum kecil di bibirnya.

"Saya sudah mendengar cukup banyak," katanya pelan.

Aditya langsung menatap Reyhan dengan sorot penuh kebencian. "Kau pasti puas sekarang. Membawa Aurelia pergi, lalu menyaksikan kehancuran hidupku."

Reyhan menoleh ke arah Pak Surya dan membungkuk hormat. "Saya datang ke sini bukan untuk membuat masalah, Pak Surya. Saya hanya ingin mengambil barang Aurelia yang penting disini."

"Apa maksudmu?" tanya Pak Surya, menyipitkan mata.

"Saya akan membawa Aurelia menjauh dari hidup Aditya yang sudah banyak menyakitinya. Jadi tidak ada alasan untuk mencegahku. Dan jika boleh saya katakan, memelihara ular berbisa pasti akan menggigitnya suatu saat nanti."

Karina menatap Aditya, berharap dia bisa mendapatkan pembelaan. Namun Aditya justru menatap kosong ke dinding.

"Kau..." geram Karina dengan air mata mengalir. Ia tidak berdaya dengan kondisi saat ini untuk melawan.

"Tunggu!" seru Aditya akhirnya. "Kau pikir aku akan membiarkanmu membawa semua yang tersisa dariku?!"

Reyhan hanya menatapnya, tersenyum kecil, dan berkata, "Kau sudah kehilangan itu semua jauh sebelum aku datang."

Pak Surya menutup matanya sejenak, lalu berkata dengan suara dingin, "Mulai hari ini, Aditya, kamu papa atur. Ambil waktu untuk berpikir. Sampai kamu bisa menghadapiku sebagai lelaki sejati, jangan pernah berfikir untuk melawan kembali."

Aditya terduduk di anak tangga, tangannya menggenggam rambutnya, tubuhnya gemetar karena emosi dan ketidakpercayaan. Ia baru saja kehilangan segalanya.

Sementara Reyhan membuka pintu keluar, ia menoleh ke belakang sekali lagi, menatap Aditya yang tampak hancur.

Senyum liciknya kembali muncul.

"Ini baru permulaan," bisik Reyhan pelan, lalu menutup pintu dengan pelan.

...

Pak Surya mengangkat satu tangan, menyuruh Karina diam. “Cukup! Kamu sudah membuat hidup anak saya berantakan. Sekarang saatnya kamu menerima akibat dari semua ini!”

Karina terisak, tubuhnya gemetar. “Saya... saya hanya ingin Aditya bahagia, Pak... Saya mencintainya.”

“Cinta?” Pak Surya tertawa siNis. “Cinta macam apa yang menghancurkan rumah tangga orang lain? Cinta macam apa yang memanfaatkan kelemahan seseorang untuk menguasai hidupnya? Kalau itu yang kamu sebut cinta, maka kamu lebih buruk dari yang saya kira.”

Aditya membuang napas keras, lelah dan frustrasi. “Papa... tolong hentikan. Aku... sudah cukup.”

“Justru karena kamu sudah cukup, kamu akan berpisah dari dia. Mulai besok, kamu tidak akan lagi bekerja sebagai direktur utama. Aku sudah menunjuk pengganti sementara sampai semuanya beres.”

Karina sontak berdiri. “Tidak! Ini tidak adil! Ini perusahaan Aditya! Bukan perusahaan Bapak!”

“Ini perusahaan keluarga. Dan kamu bukan bagian dari keluarga kami,” ujar Pak Surya dengan suara tenang tapi penuh ketegasan.

Aditya tak kuasa menjawab. Dia menunduk, tangan mengepal, menahan rasa malu yang menyesakkan dadanya. Hatinya remuk. Segalanya hancur di depan matanya. Aurelia pergi, Reyhan mengambil alih, dan kini Karina menjadi beban yang dia sendiri tidak tahu bagaimana harus dilepaskan.

Namun di luar rumah, Reyhan berdiri mendengarnya. Senyumnya perlahan melebar, penuh arti.

“Tenang saja, Aditya,” katanya perlahan. “Aku belum selesai.”

Aditya menatap papanya matanya merah penuh kemarahan. “Aku sudah dewasa, Pa?”

Pak Surya melangkah maju, suaranya tenang tapi menghantam seperti palu godam. “Kau pikir ini hanya tentang Aurelia? Ini tentang semua yang kau rusak. Tentang semua kebohongan yang kau bangun dan luka yang kau sebabkan. Dan Papa... harus menyadarkanmu agar tidak selalu dalam kubangan kesalahan.”

"Aku tidak salah, Pa. Aku bisa sendiri menyelesaikan ini."

Tersenyum Pak Surya, "Kau bodoh. Aku yang akan melakukannya. Kau hanya perlu ikut denganku sekarang."

Saat itu juga, pintu ruangan terbuka keras. Seorang pria paruh baya berdiri di ambang pintu, mengenakan setelan jas rapi dengan wajah yang tak asing.

“Pak Surya?” ucap pria itu pelan, namun penuh tekanan.

Pak Surya menatapnya tajam. “Raka?”

Pria itu mengangguk perlahan, lalu memandang Karina dan Aditya satu per satu. “Aku datang... untuk membuka semua rekaman yang selama ini kau simpan, Karina. Dan Aditya, bersiaplah... karena nama baikmu akan tenggelam bersama semua kebohongan yang kalian bangun.”

Aditya membelalak, wajahnya memucat.

“Apa maksudmu?”

Raka melangkah masuk perlahan, menyodorkan flashdisk kecil. “Ini... semua bukti kotoran yang selama ini kamu sembunyikan dari semua orang.”

Dan Reyhan hanya tersenyum puas, menatap kehancuran yang mulai menggerogoti keduanya dari luar.

"Raka, bawa Aditya ke tempat yang sudah aku disiapkan!" tegas Pak Surya.

"TIDAK!!" berontak Aditya.

(BERSAMBUNG KE BAB SELANJUTNYA)

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!