Bab 13: Perlindungan yang Tak Terduga

"Kau tidak akan bisa melawan mereka sendirian, Aurelia."

Suara berat itu bergema di telinganya. Aurelia menatap pria yang berdiri di hadapannya, pria yang sudah lama tidak ia temui namun tetap terasa begitu familiar. Napasnya tersengal, tubuhnya masih terasa lemah setelah kejadian mengerikan yang baru saja dialaminya.

Sepupunya, Rayhan, berdiri di sana dengan tatapan tajam. Wajahnya dingin, ekspresinya tak terbaca. Ada sesuatu dalam sorot matanya yang membuat Aurelia merasa kecil dan tak berdaya.

"Kenapa kau di sini?" Suaranya nyaris berbisik. Ia masih mencoba memahami semua yang terjadi.

Rayhan menyilangkan tangannya di dada, matanya menyipit tajam. "Karena aku tidak bisa membiarkanmu dihancurkan oleh orang-orang itu, Aurelia. Aku sudah mengawasi cukup lama. Sudah waktunya kau berhenti bersikap bodoh dan mulai melindungi dirimu sendiri."

Aurelia terdiam. Perkataan itu seperti tamparan baginya, tapi ia tahu Rayhan benar. Ia sudah terlalu lama membiarkan dirinya menjadi korban, membiarkan dirinya diinjak-injak tanpa perlawanan.

"Lalu, apa yang kau inginkan dariku sekarang?"

Rayhan menarik napas dalam, lalu duduk di tepi ranjang, menatap Aurelia dengan penuh ketegasan. "Aku ingin kau menurutiku. Kali ini, kau tidak boleh lagi membiarkan mereka mempermainkanmu. Aku punya rencana, dan kau harus ikut denganku."

Aurelia menggigit bibirnya. Ada ketakutan yang bersemayam dalam hatinya. "Aku... Aku tidak bisa meninggalkan semua ini begitu saja. Aditya—"

Rayhan tertawa kecil, tapi tidak ada kebahagiaan di dalamnya. "Aditya? Lelaki yang selama ini memperlakukanmu seperti sampah? Kau masih peduli padanya setelah semua yang ia lakukan?"

Aurelia terdiam. Ada sesuatu yang menyesakkan dalam dadanya. Ia ingin menyangkal, ingin berteriak bahwa semua ini tidak benar, tapi hatinya tahu kebenaran yang sesungguhnya.

Rayhan bangkit berdiri, menatap Aurelia dengan penuh keyakinan. "Aku akan menangani Aditya. Aku akan memastikan dia membayar semua perbuatannya."

Aurelia menatapnya dengan tatapan panik. "Rayhan, jangan! Kau tidak tahu siapa yang kau hadapi!"

Rayhan tersenyum sinis. "Percayalah, Aurelia. Aku tahu lebih banyak daripada yang kau kira."

Pertemuan dengan Aditya

Aditya duduk di ruangannya dengan wajah penuh amarah. Tangannya mengepal, pikirannya dipenuhi dengan kekacauan setelah kejadian yang menimpa Aurelia. Namun, sebelum ia bisa melakukan sesuatu, pintu ruangannya terbuka dengan kasar.

Seorang pria tinggi tegap masuk, aura dominannya memenuhi ruangan. Aditya menatapnya dengan tajam.

"Siapa kau?"

Rayhan tidak menjawab. Ia hanya berjalan mendekat, menatap Aditya dengan penuh kebencian. "Aku datang untuk mengingatkanmu bahwa permainanmu sudah berakhir."

Aditya menyeringai sinis. "Permainan? Apa maksudmu?"

Rayhan mendekat lebih jauh, tangannya terangkat dan dalam sekejap, ia mencengkeram kerah Aditya dengan kasar. "Aku tidak akan membiarkanmu menyentuh Aurelia lagi. Kau akan membayar semua yang telah kau lakukan."

Aditya mendorong Rayhan menjauh dengan kasar. "Jangan pernah menyentuhku! Kau pikir kau bisa datang ke sini dan mengatur hidupku?"

Rayhan tersenyum miring. "Aku tidak hanya akan mengatur hidupmu, Aditya. Aku akan menghancurkannya."

Aditya tertawa dingin. "Kau pikir aku takut? Aku tidak akan membiarkan siapapun merebut Aurelia dariku."

Rayhan menatapnya dengan tatapan meremehkan. "Lucu sekali. Kau baru menyadari nilainya setelah kau hampir kehilangannya? Terlalu terlambat, Aditya. Kau sudah kehilangan kesempatanmu."

Aditya mengepalkan tangannya dengan keras. Matanya dipenuhi kemarahan, namun sebelum ia bisa menjawab, ponselnya berdering.

Saat ia mengangkat telepon, suaranya terdengar panik.

"Apa?! Rumah sakit? Karina?"

Tatapan Rayhan mengeras. "Sepertinya kau punya masalah lain untuk diurus. Aku akan menunggu saatnya tiba."

Tanpa berkata lebih lanjut, Rayhan berbalik dan pergi, meninggalkan Aditya yang kini diliputi kebingungan dan kemarahan.

Nasib Karina

Di rumah sakit, Karina terbaring dengan wajah penuh kepedihan. Wajahnya pucat, keringat dingin membasahi dahinya. Matanya kosong, menatap langit-langit ruangan dengan ekspresi putus asa.

Aditya berdiri di samping tempat tidurnya, rahangnya mengeras saat melihat kondisi Karina yang begitu menyedihkan.

Dokter di sampingnya berbicara dengan nada serius. "Kami terpaksa mengamputasi kaki kanannya. Luka yang ia derita terlalu parah."

Aditya menatap dokter itu dengan penuh keterkejutan. "Tidak… Tidak mungkin…"

Karina menoleh dengan air mata yang mengalir di pipinya. "Aditya… Aku tidak ingin hidup seperti ini…"

Aditya merasa dadanya sesak. Ia tahu, sejak hari ini, segalanya akan berubah.

Dan yang lebih parah, ia menyadari bahwa perlahan-lahan, ia mulai kehilangan kendali atas segalanya.

Aurelia akhirnya pasrah dan menurut pada sepupunya itu, membiarkan dirinya dituntun keluar dari kekacauan yang telah menelan hidupnya. Namun, di balik kepasrahannya, ada nyala api yang belum padam.

Sementara itu, Aditya berdiri kaku di depan rumah sakit, wajahnya pucat. Karina yang terbaring di dalam ruangan ICU berteriak histeris saat menyadari kenyataan pahit yang menimpanya.

"TIDAK! Ini tidak mungkin! Kakiku! KAKIKU!" Karina menjerit sekeras mungkin, suaranya menggema di seluruh koridor rumah sakit.

Aditya menelan ludah, kedua tangannya gemetar. "Dokter, ini tidak bisa... Harus ada cara lain!"

Dokter hanya bisa menghela napas. "Kami sudah melakukan yang terbaik, Pak Aditya. Infeksi sudah menyebar. Jika tidak diamputasi, nyawanya bisa terancam."

Karina menatap Aditya dengan tatapan penuh amarah, air matanya berhamburan, "Ini semua karena AURELIA! Dia yang menyebabkan ini!" Teriaknya, tubuhnya bergetar dengan penuh kebencian.

Aditya tidak tahu harus berkata apa. Hatinya kacau. Aurelia... Nama itu terus terngiang di kepalanya.

Sementara itu, di luar rumah sakit, sepupu Aurelia menatap gedung itu dengan dingin. "Aku tidak akan membiarkan siapapun menyentuhmu lagi, Aurelia. Aku sudah membiarkan mereka terlalu lama." Matanya berkilat tajam, penuh dengan niat yang tersembunyi.

Di sudut ruangan rumah sakit yang gelap, seseorang mengamati kejadian itu dengan senyum tipis. Sebuah ponsel di tangannya memutar rekaman percakapan yang seharusnya tidak pernah terdengar oleh siapapun.

"Saatnya permainan baru dimulai," bisiknya.

(BERSAMBUNG KE BAB SELANJUTNYA…)

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!