Izin Karina yang syok, meminta pulang cepat.
Karina duduk di dalam mobilnya, tangannya gemetar saat membaca pesan itu lagi dan lagi.
"Kita harus bicara. Sekarang."
Pengirimnya bukan orang asing. Itu dari seseorang yang selama ini tidak ingin ia temui lagi.
Suaminya.
Karina menutup matanya erat, menarik napas panjang sebelum akhirnya mengetik balasan dengan tangan yang masih sedikit gemetar.
"Di mana?"
Pesan masuk hampir seketika.
"Tempat biasa. Lima belas menit."
Karina ingin mengabaikannya. Tapi ia tahu, tidak mungkin. Lelaki itu bukan tipe yang menerima penolakan.
Dan lima belas menit kemudian, ia sudah duduk di hadapan pria yang pernah bersumpah mencintainya.
"Kau sudah membuat kekacauan, Karina."
Suara itu rendah, tajam, dan penuh teguran.
Karina menatap suaminya, Andrean, dengan tatapan dingin. "Kekacauan apa? Aku hanya menjalankan rencana yang kita sepakati."
Andrean menyipitkan mata, menyesap kopinya dengan gerakan santai yang justru membuat Karina semakin gelisah.
"Rencana kita?" Pria itu mendengus. "Aku menyuruhmu untuk mengeruk harta Aditya, bukan malah menjadi orang yang dibuang seperti sampah."
Karina mengepalkan tangannya. "Aku hampir berhasil!"
"Nyatanya, kau gagal."
Karina tersentak.
Andrean mencondongkan tubuhnya ke depan, menatap Karina dengan mata tajam penuh perhitungan. "Bukan hanya kau kehilangan jabatan, tapi sekarang Aurelia justru lebih kuat dari sebelumnya. Dan kau? Kau hanya jadi bahan tertawaan."
Karina merasakan amarah menyelimuti dirinya. "Kau tidak tahu apa yang terjadi di sana!"
"Aku tahu lebih dari yang kau kira," potong Andrean dengan suara dingin. "Aku tahu kau terlalu terobsesi dengan Aditya sampai kau lupa tujuan awal kita."
Karina terdiam.
"Seharusnya kau lebih pintar, Karina." Andrean melanjutkan. "Seharusnya kau tetap berada di sisinya, merayunya, bukan justru membuat dirimu disingkirkan."
Karina mengepalkan tangannya di atas meja. "Jangan bertindak seolah kau tidak ikut ambil bagian dalam ini semua!"
Andrean tertawa kecil. "Tentu saja aku ikut andil. Aku yang merancang semua ini. Tapi kau yang menjalaninya, dan sekarang kau yang gagal."
Karina membuang napas kasar, tatapannya menusuk. "Jadi apa maumu sekarang?"
Andrean menyeringai. "Kita perbaiki rencana ini. Aditya masih belum benar-benar melupakanmu, kan?"
Karina terdiam. Ia tahu Aditya masih memiliki titik lemah terhadapnya.
"Dan Aurelia?" Andrean menyeringai lebih lebar. "Dia harus jatuh. Dan kali ini, aku yang akan mengaturnya."
Karina menatap suaminya dengan perasaan campur aduk. Jika Andrean turun tangan sendiri, maka segalanya akan jauh lebih berbahaya dari sebelumnya.
Karina masih duduk di hadapan Andrean, pikirannya berputar cepat. Ia tidak bisa membiarkan dirinya terus-menerus kalah. Jika suaminya ingin bermain lebih licik, maka ia juga harus lebih cerdas.
Namun, di tempat lain, seseorang tengah mempermainkan keduanya tanpa mereka sadari.
Di apartemen Aurelia
Aurelia memandangi layar ponselnya dengan ekspresi datar. Video yang baru saja ia terima diputar berulang kali, memperlihatkan Karina tengah berbincang serius dengan seorang pria di kafe.
Pria itu tidak asing baginya.
"Jadi, kau punya suami, Karina?" gumamnya pelan, sudut bibirnya tertarik dalam senyum penuh arti.
Aurelia menyandarkan tubuhnya ke sofa, menyesap anggur merah di tangannya. Matanya menyipit tajam saat melihat bagaimana ekspresi Karina yang tampak seperti anak kecil dimarahi. Dan lelaki itu, Andrean, jelas bukan tipe pria biasa.
"Jadi ini rencanamu?" bisiknya, mengetuk gelasnya dengan kuku yang terawat sempurna.
Aurelia tertawa pelan.
Aditya pasti akan terkejut mengetahui bahwa perempuan yang selama ini ia bela mati-matian ternyata hanya pion dalam permainan yang lebih besar.
Tapi yang lebih menarik bagi Aurelia adalah... siapa yang mengirimkan video ini kepadanya?
Pesan yang mengiringi video itu hanya terdiri dari satu kalimat pendek.
"Musuh terburukmu adalah yang paling dekat darimu."
Aurelia menyeringai, pikirannya mulai menyusun strategi.
Di Kantor Aditya
Hari berikutnya.
Aditya berjalan mondar-mandir di ruangannya, kepalanya penuh dengan kemarahan yang belum juga reda sejak keputusan ayahnya beberapa hari lalu. Aurelia memiliki 10% saham. Karina dipindahkan. Dan kini, ia semakin tidak bisa mengendalikan keadaan.
Suaranya menggema saat menelepon seseorang. "Aku tidak peduli! Aku ingin Karina tetap berada di sini!"
Di seberang telepon, suara sekretarisnya terdengar ragu. "Maaf, Tuan Aditya, tapi keputusan ini langsung dari Tuan Surya. Tidak ada yang bisa mengubahnya kecuali beliau sendiri."
Aditya mengepalkan tangannya, matanya berkilat marah.
Namun, sebelum ia bisa membanting teleponnya, pintu ruangannya terbuka tanpa izin.
Aurelia masuk dengan langkah anggun, wajahnya penuh ketenangan yang justru membuat amarah Aditya semakin membara.
"Apa yang kau lakukan di sini?" dengusnya kasar.
Aurelia hanya tersenyum kecil, lalu melemparkan ponselnya ke meja Aditya.
"Tontonlah. Aku yakin kau akan menikmatinya."
Aditya mengerutkan kening, tetapi tangannya tergerak untuk mengambil ponsel itu. Saat ia menekan tombol play, matanya melebar.
Karina.
Dan seorang pria.
Percakapan mereka terdengar jelas, termasuk bagaimana Andrean menyebut Karina telah gagal menggali harta dari Aditya.
Darah Aditya mendidih.
"Apa-apaan ini?!"
Aurelia menyandarkan tubuhnya ke kursi, menikmati ekspresi keterkejutan Aditya.
"Ternyata kau dibodohi oleh perempuan yang selama ini kau bela mati-matian."
Aditya menatapnya tajam. "Dari mana kau mendapatkan video ini?"
Aurelia mengangkat bahu, ekspresinya penuh kepuasan. "Tidak penting dari mana. Yang jelas, aku ingin tahu... apa yang akan kau lakukan sekarang?"
Aditya merasakan dunia seolah runtuh. Karina, perempuan yang ia lindungi, ternyata hanya memanfaatkannya? Dan Aurelia... wanita yang selama ini ia abaikan, kini duduk dengan anggun, menikmati kehancurannya?
Sementara itu, di luar kantor, Karina menerima sebuah pesan dari suaminya.
"Bersiaplah. Permainan baru saja dimulai."
(BERSAMBUNG KE BAB SELANJUTNYA…)
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 27 Episodes
Comments