"Emmm ... T-tapi Ken, aku---Kendra!" Zea menjerit tertahan dengan kedua mata melotot. Kata yang akan terucap dari bibir menguar begitu saja saat tiba-tiba Kendra mencuri ci.um bibirnya. Zea berdebar, dia merasa sudah mengkhianati Andam kali ini.
Zea bangkit dari kursi dan segera berjalan menuju pintu keluar resto dengan mengusap bibirnya yang tanpa disengaja sudah tidak setia lagi dengan Andam.
Mas maafkan aku ini bukan kehendakku.
Didalam resto, Kendra mengumpat dan merutuki diri sendiri, "Sialan! Kenapa kamu tidak bisa tahan sedikit saja Ken, Zea jadi pergi, kan!" Kendra menggerutu dan memaki diri sendiri. Sumpah, bibir Zea tadi itu sangat menggoda dan Kendra tidak bisa menahan untuk tidak menci.umnya.
"Aku harus meminta maaf padanya," gumam Kendra, dia meninggalkan uang beberapa lembar diatas meja resto lalu pergi untuk mengejar Zea, semoga dia masih belum jauh.
Diluar resto, Zea sudah berapa kali melambai pada taksi yang lewat, namun tidak ada satu pun yang berhenti.
"Zea!"
Zea menoleh, jantungnya kembali berdebar disaat melihat Kendra sedikit berlari menuju ke arahnya. Zea mencepatkan langkah berusaha menghindari Kendra, dia tidak mau Kendra membuatnya semakin bersalah pada Andam karena satu yang ada pada dirinya tersentuh orang lain.
Kendra yang melihat Zea menjauhinya berlari, dan hanya butuh berapa larian saja Kendra telah berhasil mendapatkan lengan Zea.
"Zea tunggu!" Kendra menahan bahu Zea saat dia berusaha pergi darinya. "Aku minta maaf, aku khilaf. Kumohon jangan menjauhiku,"
"Maaf, Ken. Aku bukan wanita yang bisa kamu sentuh semaunya." jawab Zea, dia terdiam dan tidak lagi berontak. Percuma saja walau sudah mengerahkan semua tenaganya Zea tetap akan kalah. Kendra seorang pria dan dia hanya wanita lemah tentu Kendra bukan lawannya.
"Tidak seperti itu, Zea. Oke, aku salah dan aku minta maaf, tapi kita lanjutkan makan ya," pinta Kendra berusaha membuat Zea kembali percaya padanya.
Zea menghela napas, dia bingung, apakah harus menjaga jarak dengan Kendra atau memaafkannya.
"A---"
"Ikut aku, kita makan diapartemenku saja. Setelah itu aku akan mengantarmu ke kontrakan." Kendra memotong kata yang akan Zea ucapkan dan Zea hanya bisa mengatupkan bibirnya dan menurut saat lengannya sudah ditarik menuju mobil milik Kendra.
...----------------...
Sementara didalam kontrakan, Gean sedang panik karena Giska tidak sadarkan diri. Gean bingung harus bagaimana. Ingin menghubungi ibu tetapi dia tidak memiliki ponsel.
"Giska bangun, Dek. Jangan membuat Kakak khawatir." Gean menggoyangkan lengan Giska yang terkulai lemas diatas tempat tidur.
"Ibu, mengapa ibu tidak pulang-pulang. Giska sakit, Bu." lirih Gean sambil mengusap dahi Giska yang berkeringat.
"Apa aku minta tolong sama tetangga saja ya untuk telepon ibu, mungkin mereka punya nomor ponsel ibu," kata Gean.
Setelah lama berpikir akhirnya Gean memantapkan hati untuk menemui tetangga dan memintanya untuk menghubungi nomor ibunya. Tetapi kata tetangga tersebut nomor ibu tidak bisa dihubungi. Gean pun merasa kesal pada ibu dan memilih kembali pulang ke kontrakannya dengan diikuti tetangga yang tidak lain adalah Minah dan Pak Fatur.
Begitu sampai dikontrakan, Minah terkejut bukan main melihat Giska yang terbaring sudah dengan wajah pucat pasi.
"Ya Allah, Giska!" Minah menyentuh kening dan telapak tangan Giska yang sudah dingin lalu menoleh Gean. "Kenapa Adekmu sampai seperti ini Gean? Kenapa dari tadi kamu tidak bilang kalau Adekmu sakitnya sudah parah? Giska sudah pingsan, Pak! Ayo kita bawa Giska ke rumah sakit," seru Minah pada suaminya, dia panik, kasihan, dan khawatir terjadi sesuatu yang tidak-tidak. Mereka pun membawa Giska ke rumah sakit umum.
...----------------...
Sementara didalam apartemen, Zea dan Kendra sedang menikmati makan malam yang tadi dibeli Kendra disalah satu caffe. Jika Kendra sangat menikmati makan malam ini, namun tidak dengan Zea. Dia justru merasa resah dan gelisah juga ingin segera pulang. Entah mengapa hati kecilnya seperti merasakan ada sesuatu besar yang terjadi pada dua buah hatinya.
Zea berulang kali mencoba tenang dan membuang nafas berkali-kali tapi tetap tidak bisa tenang. Raga Zea benar-benar ada disini tetapi otak dan hatinya berada dirumah dan tidak berhenti memikirkan Gean dan Giska.
Zea meletakan sendok dan garpu diatas piring. Makanannya pun masih banyak dan baru dia makan dua suap saja.
"Kendra, aku sudah kenyang. Ayo, antar aku pulang, kamu tadi sudah berjanji ingin mengantarku pulang ke kontrakan, kan?" kata Zea dia menatap Kendra yang wajahnya terlihat santai tanpa beban.
Kendra menelan makanan terlebih dahulu dan meneguk air putih sedikit. "Tentu saja, tapi habiskan dulu makananmu," kata Kendra, dia kembali menyantap makanannya penuh hikmat tanpa memperdulikan Zea yang sedang khawatir dan gelisah memikirkan anak-anaknya.
"Tapi Ken, ak---"
"Ze, sebenarnya apa yang sedang kamu pikirkan sih? Masih ada urusan apa sehingga kamu tidak betah makan malam denganku?" Kendra memotong ucapan Zea, kali ini Kendra penasaran.
Bukankah saat dia mengambil Zea untuk jadi artis kontraknya Zea mengaku hanya sebatang kara? Dan dia tidak memiliki keluarga atau pun orang tua? lalu mengapa saat ini dia terlihat gelisah sekali? Apa yang tengah dia pikirkan sebenarnya?
"Bukannya kamu bilang bahwa kamu hidup sendirian disini, Ze?"
Zea gugup, memang benar pada saat dia pertama kali tanda tangan kontrak dengan Kendra mengaku hanya hidup sebatang kara. Bukan tanpa alasan Zea mengatakan itu, Zea hanya ingin diterima kontrak dengan Kendra karena perjanjian diatas kertas keartisan disana tertulis hanya untuk wanita yang masih lajang.
Zea yang pada waktu itu tidak ingin kehilangan kesempatan untuk menjadi artis terkenal pun terpaksa berbohong.
"Tidak kok, aku tidak memikirkan apa-apa. Aku hanya lelah Ken, itu saja." jawab Zea dan terpaksa kembali berbohong.
Kendra pun percaya dan tersenyum senang. "Kalau begitu kita minum ini dulu," Kendra menyodorkan segelas minuman berwarna merah pada Zea.
Zea menerimanya dan langsung menenggaknya hingga habis. "Ah! Aduh, Kendra! Ini minuman apa kenapa rasanya sangatlah aneh dan panas menjalar ditenggorokan?" Zea memegangi lehernya yang tidak nyaman setelah menenggak habis minuman tersebut.
Kendra terkekeh geli dan merasa lucu dengan reaksi Zea setelah meminum minuman itu. "Zea, kamu ini benar-benar masih polos ya, itu minuman alkohol. Ku pikir kamu sudah terbiasa meminum itu ternyata belum pernah?"
Zea menggeleng dengan tenggorokan yang sedikit membaik. "Kenapa kamu tidak mengatakan jika tadi adalah alkohol? Itu dosa, Kendra-----Arghhh! Kendra jangan!"
...----------------...
Dan dirumah sakit tepatnya diruang tunggu, Pak Fatur meremas ponselnya dengan gelisah karena teleponnya tak kunjung di jawab.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments
Elisabeth Ratna Susanti
wah main nyosor aja nih. like plus iklan 👍
2025-04-02
0
Abu Yub
aku datang lagi dedek lanjut./Rose/
2025-04-03
0
FT. Zira
main nyosor aja.. bini orang itu.. mau jadi pebinor atau gimana🤧🤧
2025-04-02
1