Satu minggu kemudian.
Keadaan Andam dan Giska sudah cukup membaik, hanya tinggal luka bakar pada lengan kiri Andam yang masih terlihat namun sudah kering. Sedangkan Giska, dia justru sudah mulai berangkat ke sekolah lagi mulai kemarin.
Kini, Andam dan Zea tengah berada didalam kamar. Mereka masih tidak percaya dengan apa yang dialaminya satu minggu yang lalu.
Sejak kejadian itu mereka selalu berhati-hati dalam bertindak apapun. Mereka seolah trauma dengan tragedi kebakaran waktu itu. Dan tidak mau sampai tragedi tersebut kembali terulang.
Karena rumah mereka sudah terbakar habis, akhirnya Andam dan Zea memutuskan untuk tinggal dirumah kosong milik pak Fatur yang tidak dipakai karena dia sudah menempati rumah barunya yang dibangun lima bulan yang lalu dengan membayar uang sewa tiga juta perbulan.
Mahal?
Itu sangat mahal bagi Andam yang hanya seorang pedagang buah emperan dipasar pagi. Tetapi, Andam tidak ada pilihan lain. Selain lokasinya masih didesa Bambu Lebar dan tidak jauh dari bekas rumahnya yang terbakar kemarin, rumah ini juga dekat dengan sekolah Gean dan Giska. Mungkin rumah ini dengan rumahnya kemarin dan ke sekolah Gean dan Giska hanya berjarak lima puluh meter saja.
Dengan posisi saling berbaring dan menatap arah plafon, Zea berseru. "Mas,"
"Hm,"
"Aku tidak nyaman tinggal di rumah ini mahal sewanya." kata Zea, dia tidak betah menempati rumah ini walaupun rumah ini sudah mewah dibandingkan rumahnya yang dulu.
Mendengar keluhan istrinya, Andam menoleh. "Yang sabar, Ze. Aku juga tidak nyaman tinggal disini. Tetapi mau bagaimana lagi Aku belum ada uang untuk membangun rumah yang baru." sebagai kepala keluarga Andam tentu sudah kepikiran hal tersebut sejak kemarin-kemarin.
Apa lagi biaya sewa yang menurutnya teramat mahal ini sungguh membuatnya tertekan dan terbebani. Belum juga motor yang kemarin baru dibeli dari uang pinjaman Ajis ikut terbakar habis. Sudah pasti Andam harus mencari uang lebih banyak lagi supaya bisa mencicilnya.
Tidak bohong, memikirkan cicilan rumah dan cicilan motor saja Andam sudah ruwet. Apa lagi uang simpanan Andam yang disimpan didalam lemari ikut terbakar dan sudah menjadi debu.
Astaghfirullah.
Jika Andam tidak kuat dan sabar mungkin dia sudah lari-larian dipinggiran jalan tanpa mengenakan busana sambil mengoceh tak jelas. Dan yang membuat Andam sekuat dan sesabar ini adalah istri dan anak-anaknya.
Tok tok tok
Mendengar suara ketukan pintu, Andam dan Zea berpandangan. Kemudian Zea dan Andam beranjak dari tempat tidur dan keluar menuju ruang tamu. Andam duduk disofa dan Zea memilih membuka pintu.
Begitu pintu terbuka terlihat dua orang pria berdiri sambil menatapnya.
"Mas Aman, Pak Kades. Mari silakan masuk." ucap Zea ramah, kemudian dia membuka pintu lebar-lebar.
Setelah Aman, Pak Kades, Andam, dan Zea duduk nyaman disofa ruang tamu. Pak Kades yang bernama Susanto berkata.
"Maaf jika kedatangan saya ke sini telah mengganggu waktu istirahat mbak Zea dan mas Andam. Tetapi kehadiran saya ke sini ingin menyampai sesuatu dari pihak kepolisian mengenai kebakaran kemarin,"
"Apa katanya, Pak?" tanya Andam dengan sangat antusias, sudah satu minggu ini dia memang menunggu hasil penyelidikan dari petugas polisi mengenai kebakaran yang menimpa rumah sederhananya.
Awalnya Andam tidak ingin mengusut atau menyelidiki kasus kebakaran tersebut. Tetapi Pak Susanto selaku kepala desa bersikeras ingin mengusut kasus tersebut hingga jelas dan tuntas.
Akhirnya Andam selaku warga biasa hanya bisa pasrah dan manut saja. Lagi pula pak Susanto berniat baik padanya.
"Ini ada surat dari pihak kepolisian." pak Susanto meletakan amplop putih diatas meja tamu yang diambil dari dalam tas dinasnya. "Didalam surat ini hasil penyelidikan dari kepolisian sudah tercantum. Silakan dibaca." kata pak Susanto (kepala desa Bambu Lebar).
Andam mengambil, membuka, dan membacanya. Disurat tersebut tercantum jelas jika tidak ada tanda-tanda kecurangan dan semacamnya. Melainkan murni terjadi kebakaran karena kelalaian dari Andam sendiri.
Didalam surat tertulis jika kebakaran terjadi karena api kompor yang menyambar kain lap yang tak jauh dari kompor. Lalu ada kucing menyenggolnya dan menjatuhkannya ke dalam bara api kompor.
Sebelum menyelidiki di TKP pihak kepolisisan juga sudah mewawancarai dan mengintrogasi Andam lebih dulu dan Andam juga menceritakan yang sebenarnya.
"Iya, Pak. Sudah Aku duga jika ini memang keteledoran diriku sendiri. Terima kasih pak kades karena bapak sudah mau bersusah payah menyelidiki kasus kebakaran ini." kata Andam.
Pak Susanto tersenyum. "Ini sudah menjadi kewajiban saya sebagai kades didesa ini untuk siap tanggap pada warganya yang terkena musibah. Jadi, saya permisi dulu mas Andam, mbak Zea. Saya masih ada pertemuan dipendopo kecamatan." katanya.
"Oh, silakan pak. Sekali lagi kami berterima kasih atas kepedulian bapak." kata Andam.
Setelah Pak Susanto pergi, kini giliran Aman yang berbicara. Selain datang untuk menjenguk Andam dia juga ada perlu dengan Zea.
"Bagaimana keadaan kamu Dam?" tanya Aman. Usia mereka sama, hanya berjarak beberapa bulan saja, dan mereka diwaktu remaja juga sering bermain bersama. Jadi, Aman dan Andam tidak memakai embel-embel mas jika memanggil namanya.
"Alhamdulilah, sudah baikan, Man. Mungkin besok malah sudah bisa berdagang lagi." jawab Andam.
"Sukur lah jika seperti itu. Aku juga senang mendengarnya." kata Aman.
"Oh iya, Dam. Sebelumnya Aku meminta maaf karena kedatanganku kemari selain menanyakan keadaanmu. Aku juga ingin bertanya pada mbak Zea. Kemarin kami mendapat tawaran bernyanyi lagi didesa karangsari dalam rangka hari jadi desa tersebut, dan acaranya hari ini. Apa mbak Zea siap berangkat?"
Tanya Aman dengan perasaan tidak enak hati, selain mereka baru terkena musibah, Andam juga masih butuh perhatian Zea sebagai istrinya. Tetapi, Jika Zea tidak berangkat, Aman merasa sayang dengan hasil manggungnya. Karena pak kades Muhidin telah sepakat akan memberi bayaran yang cukup lumayan.
Zea menatap suaminya, dia justru hampir lupa dengan permintaan pak Muhidin waktu itu karena sibuk merenungi kehilangan rumahnya.
Dan dengan keadaan yang seperti sekarang ini kemungkinan ini adalah rezeki untuknya dan keluarga. Bayangkan, jika kemarin Zea tidak ada uang dua juta dari job menyanyi kemungkinan dia tidak bisa membeli makanan sehari-hari dan bayar rumah sakit, secara Andam butuh istirahat dirumah.
"Bagaimana, Dam, mbak Zea?" tanya Aman lagi karena mereka hanya terdiam.
"Boleh ya, Mas. Dengan hasil manggung aku juga bisa mendapat uang untuk menabung bikin rumah baru. Kamu sudah tidak papa kan aku tinggal?" Zea berbisik ditelinga Andam.
"Terserah kamu saja," putus Andam setelah lima menit berpikir, walau rasanya tidak rela.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments
DeanPanca
ibarat makan buah si malakama
dimakan beracun, gak dimakan lapar,
tinggal disitu mahal, gak tinggal disitu rmh lama dan sekolah anak jadi jauh.
2025-03-27
1
Elisabeth Ratna Susanti
covernya cantik banget secantik kisahnya 🥰
2025-03-23
1
FT. Zira
kok bisa tau ada kucing😏.. polisi bisa nerawang masa lalu ya
2025-03-26
0