"Bagaimana, Pak? Apa perempuan itu sudah menjawab telepon darimu?" tanya Minah, dia menatap sinis pada suaminya yang baru saja menghubungi Zea sekaligus menghawatirkan keadaan Giska.
Cemburu? Minah tentu saja cemburu karena Fatur menelepon Zea dihadapannya. Tetapi, keadaan saat ini memaksa Minah untuk mengesampingkan rasa cemburunya dan fokus dengan keadaan Giska. Nyawa Giska lebih penting dari pada apapun saat ini.
Dengan wajah merah menahan amarah Pak Fatur menatap Minah dengan serius. "Tidak aktif, Bu." jawab Fatur. Tangan satu yang kosong mengepal erat dan siap meninju apapun.
Minah menggelengkan kepala kedua tangannya reflek menekuk dikedua pinggangnya. "Tidak aktif? Yang benar saja Pak! Sebenarnya sesibuk apa si Zea sampai-sampai lupa sama anaknya! Dasar wanita murahan! Aku yakin sekali Pak, dia sedang bersama pria kaya saat ini!"
"Jaga ucapanmu Minah!" sergah pak Fatur. "Jangan asal bicara jika tidak ada bukti."
Minah melipat kedua tangan didada. "Memangnya kenapa? Kamu tidak terima jika dia berasama pria lain. Kamu cemburu, iya?" Minah menatap suaminya dengan sinis, menantang, sekaligus meremehkan. "Wajar saja kamu tidak terima. Secara, kamu ini pernah hampir saja menci.cipinya. Sayangnya ... saat itu gagal karena aku datang dan mengganggu acara kalian."
Pak Fatur menghela napas dalam-dalam, mencoba untuk tetap tenang. "Minah, aku minta kamu untuk tidak membuat tuduhan tanpa bukti. Kita harus fokus pada Giska, bukan saling menuduh."
Minah mengangkat alisnya, tetapi tidak menjawab. Dia hanya menatap suaminya dengan sinis, seolah-olah dia tidak percaya pada apa yang dikatakan oleh suaminya.
Pak Fatur melanjutkan, "Aku akan mencoba menghubungi Zea lagi. Mungkin dia tidak menyadari bahwa Giska sakit."
Minah terpaksa mengangguk, tetapi masih terlihat curiga. "Baiklah, awas saja jika kamu sekali lagi berniat bermain api dibelakangku. Akan ku pastikan kamu akan menyesal seumur hidup mu."
Pak Fatur menghela napas lagi, mencoba untuk tetap sabar. "Minah, Kita harus bekerja sama untuk menolong Giska."
Namun, hingga beberapa kali Pak Fatur menghubungi ponsel Zea, tetap tidak ada jawaban. Jangankan jawaban ponselnya saja tetap tidak aktif. Pak Fatur terlihat geram dan berakhir menghubungi nomor Andam yang dia punya, mungkin saja masih aktif walau orangnya di Malaysia.
Beberapa menit.
"Arghhh!" Pak Fatur mengerang kesal. Tidak Zea tidak Andam sama-sama susah dihubungi. "Minah, kamu tunggu disini. Aku mau ke rumah Ajis, siapa tahu dia punya nomor Andam yang baru." kata Fatur. Dia pergi dari rumah sakit setelah Minah mengangguk.
...----------------...
Esok harinya.
Di dalam apartemen, Zea membuka mata, meringis sambil memegangi sisi kepalanya. Pandangan terasa goyang dan perut terasa sedikit mual. Dia menatap sekitar dan dia terkejut saat melihat Kendra ada di sampingnya berada di dalam satu selimut dengannya.
Perlahan dan sedikit demi sedikit potongan-potongan bayangan semalam terlintas jelas di ingatan Zea. Dia menggeleng dan merasa sudah benar-benar kotor.
Aku menggeleng dengan tenggorokan yang sedikit membaik. "Kenapa kamu tidak mengatakan jika tadi adalah alkohol? Itu dosa, Kendra-----Arghhh! Kendra jangan!"
Aku teriak saat Kendra menggendong ku ke dalam kamar pribadinya dengan paksa, dan menjatuhkan ku di atas tempat tidur dengan kasar.
Aku yang tahu dengan tatapan Kendra yang seperti harimau kelaparan segera menjauh dan ingin menghindarinya. Namun, baru saja aku bangkit dari posisi terbaring ku Kendra berhasil menarik kaki kanan ku dan menariknya hingga aku berhasil ada di bawahnya.
Aku wanita sudah bersuami dan aku tahu apa yang akan Kendra lakukan pada ku. Sekuat tenaga ku, aku memukul dada Kendra dan menendangnya dengan sembarang. Dalam pikiran ku hanya mencari cara supaya aku bisa terbebas dari Kendra yang ternyata bu.as.
"Kamu tidak bisa lari dari ku, Ze. Aku menyukaimu sejak pertama kali aku melihatmu. Kumohon, jadikanlah dirimu milikku seutuhnya." Kendra menyatukan kedua tangan ku di atas kepala dan dengan sembarangan dia menge.cup area leh.erku.
Aku menggeleng keras berusaha menghindari sentuhan bi.bir yang Kendra berikan hingga membuat Kendra marah dan dia menam.parku berulang kali.
"Kendra, lepaskan aku! Jangan sakiti aku Ken, kumohon," Aku mulai mengeluarkan air mata dengan menahan kedua pipiku yang terasa panas dan perih akibat tampa.ran Kendra.
"Jadilah kekasih ku dan kamu akan aku perlakukan dengan lembut, itu saja," kata Kendra menatap ku dengan kedua mata penuh ketertarikan.
Aku terdiam dengan nafas tidak beraturan, di otak ku hanya teringat Mas Andam, Mas Andam, dan Mas Andam. Aku berrharap dia akan datang bak superhero untuk menyelamatkan ku dari bahaya ini.
Aku tersenyum saat ide terlintas di benak ku. Aku menatap Kendra si manager baruku yang ternyata mesum dan kasar ini dengan senyum mengembang.
"Mengapa kamu tersenyum? Apa kamu sudah memiliki jawabannya, Ze?" tanya Kendra, dia mengelus pipi ku dengan punggung tangannya yang terus terang saja membuat ku muak dan jijik.
Aku mengangguk. "Mendekatlah," pinta ku dan Kendra menurut. Lalu aku mengalungkan kedua tangan di lehernya dan ...
Bug
"Argghhh ! Sialan!" Kendra mengumpat dan terjengkang ke lantai saat aku berhasil menendang masa depan Kendra. Aku yang merasa berhasil segera berlari menuju pintu kamar apartemen dan keluar dari sana.
Aku menuruni tangga karena letak kamar Kendra memang berada dilantai atas. Tetapi, aku yang sudah dalam keadaan lemas dan gemetar juga panik terpleset diundakan tangga dan jatuh berguling hingga ke lantai bawah.
"Ah!" Aku merasa sakit dibagian kepala yang terbentur lantai dan punggungku hingga aku kesulitan untuk bangkit dan berlari.
"Hahaha ... kamu memang ditakdirkan untuk menjadi milikku, Ze." seru Kendra yang entah bagaimana sudah ada didekatku dan mengangkatku lalu kembali membawaku ke kamarnya.
Saat Kendra menjatuhkanku diatas tempat tidur aku sungguh sudah tidak berdaya lagi, rasa sakit dipunggung dan kepalaku membuatku pening setengah m4ti dan menerima dengan pasrah apa yang Kendra lakukan padaku.
Dan saat itu juga aku berharap itulah akhir hayatku. Agar tidak ada rasa bersalah dan penyesalan dihatiku karena telah menghianati Mas Andam.
Zea menangis setelah mengingat semuanya dia menjambak rambutnya dengan kasar, dia sudah kotor dan tidak pantas lagi untuk Andam. "Ueeekkkk ... !" Zea membekap mulutnya agar tidak muntah. Tetapi rasa mual yang semakin sering membuat Zea perlahan dengan tertatih menuju kamar mandi setelah mencari pakainnya yang tercecer dilantai dan mengeluarkan isi perutnya disana.
"Ya Tuhan, kenapa engkau masih membiarkanku bernapas dipagi ini. Kenapa Kendra tidak membu.nuhku saja?" Zea terduduk lemas dilantai kamar mandi dengan air mata berjatuhan.
...----------------...
Lalu apa yang akan terjadi selanjutnya?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments
DeanPanca
wah salut sama Bu Minah dan Pak Fatur yang masih mau menolong anak Zea.
kesel dengan Zea yg mau saja diajak makan di apartemen lelaki, lebih kesel juga dengan Kendra.😡😡
2025-04-10
1
Aksara_Dee
cie di bela, gimana Minah gak kebakaran buntut
2025-04-05
0
Astrea
kalo kamu dibu nuh ceritanya rampung dan gak seru alias tamat disini. bener gak thor hehe
2025-04-08
0