Zea sampai dirumah dengan diantar mobil milik Aman. Begitu turun dari mobil, Zea terkejut melihat dimana rumah sederhananya terletak sudah tidak lagi ada. Hanya ada sisa-sisa kayu yang sudah menjadi arang dan terdapat beberapa mobil pemadam kebakaran disekitar lokasi rumahnya.
Zea meneguk ludah kasar dengan tatapan pias. Dia berpikir mungkin ini hanya mimpi disiang bolong saja.
Aman dan dua teman yang lain ikut turun dan berjalan dibelakang Zea. Mereka bertiga juga tidak kalah syok dengan apa yang dilihatnya. Bukankan tadi pagi rumah ini masih terlihat baik-baik saja? Lalu mengapa sekarang sudah tidak lagi berdiri? melainkan sudah berganti dengan kayu berserakan yang sudah menghitam.
"Mbak Zea tidak papa kan?" tanya Aman menyentuh bahu Zea.
Zea terdiam, dengan langkah gontai dia menghampiri Bulek Widi yang sedang berbicara dengan beberapa pria berseragam pemadam kebakaran.
"Bulek, apa yang terjadi? Dimana Mas Andam, Gean, dan Giska?" tanya Zea dengan suara bergetar, dia menahan tangis.
Bulek Widi menatap Zea dengan tatapan lain dari biasanya. "Kamu dari mana saja Zea? Suami dan anak bungsumu hampir saja terpanggang didalam kobaran api! Kamu malah kelayapan tidak jelas!" geram Bulek Widi tanpa bertanya lebih dulu Zea dari mana.
Aman yang tidak terima dengan perkataan kasar Bulek Widi, bersuara. "Bulek, mbak Zea bertanya baik-baik, mengapa dijawab dengan kasar? Kalau Bulek tidak tahu apa-apa sebaiknya bertanya dulu dan jangan asal bicara!" secara tidak langsung Aman membela Zea. Menurut Aman, bulek Widi keterlaluan.
"Aman, memangnya kamu habis dari mana sama Zea? Bulek lihat, Zea turun dari mobilmu," tanya bulek Widi kepo.
"Mbak Zea sekarang sudah aku pilih menjadi artis wanitaku, Bulek. Sudah pasti kami baru saja dari acara." Aman mencoba menahan amarah karena sikap tidak terpuji bulek Widi.
"Mbak Zea!"
"Ibu!"
Panggil seseorang dari arah lain yang membuat Zea, Aman, dan dua teman Aman beserta bulek Widi mengalihkan pandangan.
Kedua mata Zea berbinar melihat Gean menghampirinya. "Ge, apa yang terjadi Sayang? Kamu tidak papa kan? Ibu khawatir, huhuhu..!"
Zea menangis tergugu dia tidak bisa bohong bahwa dia sangat mengkhawatirkan anak-anak dan suaminya.
"Ayah dan Giska dimana, Ge? Mereka baik-baik saja kan?" Zea berusaha menghentikan tangis guguan nya.
Mbah Yono yang diarahkan tetangga lain untuk menjaga Gean, bersuara. "Zea, Andam dan Giska dilarikan ke rumah sakit umum. Mereka sempat sesak napas dan ada luka bakar. Cepat temui mereka,"
Zea ingin kembali menangis tapi usapan lembut Aman dibahu Zea membuat Zea tidak jadi menangis.
"Mbah, bisa tolong ceritakan dari awal kejadiannya kan? Aku ingin tahu Mbah," mohon Zea, dia masih merasa tidak percaya dengan apa yang menimpanya dan keluarga kecilnya.
"Mbah tidak tahu Ze, hanya tiba-tiba saja mbah mendengar ada yang berteriak minta tolong. Begitu kami para orang datang rumahmu sudah hampir penuh dengan kobaran api dan asap hitam mengepul."
"Astaghfirullah," seru Aman, Zea, dan dua teman Aman yang bernama Amir dan Qori.
"Huhuhu .... Mengapa ini terjadi padaku mbah? huhuhu..." Zea terduduk ditanah, dia tidak bisa lagi membendung tangis dan perasaan sedihnya.
Saat Zea pergi dari rumah untuk mengais beberapa lembar kertas berharga rumah sederhananya masih dalam keadaan baik-baik saja. Tetapi, entah takdir apa yang sedang Tuhan berikan untuknya sehingga di saat Zea kembali pulang untuk melepas lelah dan ingin kembali berkumpul dengan keluarga rumah sederhananya telah lenyap tidak tersisa.
"Huhuhu .... Mas Aman bagaimana ini aku pergi untuk--"
Brug
Aman, Mbah Yono, Gean, Amir, dan Qori mendelik. "Mbak Zea!"
"Ibu!" teriak mereka berlima saat melihat Zea tidak sadarkan diri dan terkulai di atas tanah.
"Mas Aman, tolong bantu Zea, bawa dia ke rumah sakit!" panik mbah Yono. "Gean kamu ikut Ibumu ya, ada Om Amir dan Om Qori bersamamu."
Amir menggeleng. "Jangan Mbah, rumah sakit tidak memperbolehkan anak di bawah dua belas tahun masuk ke dalam rumah sakit. Lebih baik Gean bersama Mbah saja. Tidak apa-apa kan Ge?" tanya Amir.
Gean yang sebenarnya ingin ikut Ibunya hanya bisa mengangguk saja. Dia masih kecil dan tidak tahu apa-apa. "Tidak apa-apa, Om," jawab Gean dengan raut sedih.
............................
Di rumah sakit umum, sekitar satu jam Zea mulai sadar dari pingsannya. Di sana masih ada Aman, Amir dan Qori yang menungguinya. Zea adalah artisnya jadi Aman berhak untuk memastikan keadaan Zea.
"Mbak Zea, kamu baik-baik saja kan?" tanya Aman saat Zea sudah membuka matanya.
Zea mengangguk dengan sedikit meringis karena sedikit pusing. Kejadian di rumahnya kembali teringat di kepala.
"Mas Aman, bantu aku bertemu suami dan anakku." mohon Zea, dia sudah tidak bisa bersabar lagi untuk bertemu mereka.
Setelah bertanya pada perawat, Aman dan Amir, Qori, dan Zea berhasil menemukan ruangan di mana Andam dirawat.
"MAS ANDAM!" teriak Zea dari luar ruangan dia langsung menerobos masuk pada kamar rawat suaminya.
"Mas, apa yang terjadi? Dimana Giska?" tanya Zea beruntun, dia panik.
Andam yang melihat Zea berderai air mata dengan wajah sedikit pucat tak bisa untuk tidak bersedih. Bagaimana tidak sedih? Andam jelas teringat jika kebakaran yang menimpa rumahnya adalah keteledorannya sendiri.
Dia teringat jika dia lupa mematikan kompor saat menyalakan rok0k dan malah pergi begitu saja untuk menjemput Gean. Kemungkinan kebakaran ini tidak akan terjadi jika dia tidak lalai.
"Maaf, Ze, ini semua salahku. Aku lalai, aku yang membuat rumah kita terbakar," Andam mengakui walau kemungkinan besar Zea akan membencinya, tetapi Andam lebih memilih jujur ketimbang berbohong. Andam lebih takut dosa.
"Di mana Giska, Mas? Dia baik-baik saja kan?" tanya Zea mengusap air mata yang terus saja meleleh.
Sedangkan Aman, Amir, dan Qori saling bertatapan. Mereka merasa kasihan pada Zea, Andam, dan kedua anaknya.
Perawat yang masih berada disana menjawab. "Maaf, mbak ini Ibunya Giska?" tanyanya.
Semuanya beralih pandang pada perawat tersebut.
"Iya, Sus aku Ibunya," jawab Zea.
"Pasien anak berusia enam tahun bernama Giska dilarikan ke rumah sakit lain mbak, karena disini semua kamar sudah penuh, terakhir dipakai Masnya. Tetapi Dokter disana memberi kabar bahwa pasien Giska baik-baik saja, malahan sudah sadar." kata perawat.
Seketika Zea dan Andam memejamkan mata, dia merasa lega karena Giska baik-baik saja. Dan mereka berdua berjanji akan segera ke menyusul.
"Saya permisi Mas, Mbak, di makan ya makanannya sekaligus obatnya." Perawat mengingatkan.
"Baik, sus. Terima kasih." jawab Zea.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments
Ledies Uye
gimana kehidupan mereka selanjutnya ya scara mereka udh gk pny rumh. oiya gmn nasib motor barunya ikut kebakar juga nggak klo iya sayang banget
2025-03-22
0
dewidewie
kok kamu gak gercep sih Aman. Gak aman deh kalau gitu, akhirnya jatuh juga kan
2025-04-07
1
Astrea
seneng karena akhirnya Giska tertolong. lain kali jagn teledor Ndam. skrg kalian mau tinggl dimna/Sob/
2025-03-21
0