ZTS 7

Beberapa menit kemudian.

Andam menatap kepergian Zea bersama Mas Aman dengan mobil Avanza-nya. Penampilan Zea yang rapih dan terlihat sedikit berdandan membuat penampilan Zea sedikit berbeda ketimbang biasanya.

Andam tersenyum melihat Zea yang sedikit berdandan saja Dia sudah terlihat cantik seperti waktu pertama mereka bertemu. Tetapi karena keadaannya yang belum bisa membelikan make up untuk Zea kemungkinan Dia terpaksa tidak berdandan.

Andam merasa belum bisa menjadi suami yang baik untuk Zea. Jangankan membelikan make up, untuk kebutuhan sehari-hari saja Zea masih sering mengeluh, berarti Andam memang belum bisa memberikan yang terbaik untuk Zea.

Tetapi sekuat tenaganya sebisanya Andam akan berusaha yang terbaik untuk Zea dan anak-anaknya.

Dalam mobil Avanza milik Mas aman, Zea tidak bisa berhenti untuk tersenyum bahagia. Bagaimana tidak, jika kemarin-kemarin hanya bisa mengulurkan tangan meminta uang pada suaminya, sekarang dia bisa menghasilkan uang. Semoga pekerjaan ini perlahan bisa membuat perekonomian keluarganya semakin membaik.

Pukul 12.00, siang.

Andam pergi dengan motor bututnya untuk menjemput Gean dan Giska disekolahnya. Setelah sampai disana hanya selang 5 menit Giska sudah keluar dari kelasnya. Hanya tinggal menunggu Gean yang belum keluar dari kelasnya.

"Ayah yang menjemput Giska? Ibu kemana, Yah?" tanya Giska, setelah dia berada didekat Ayahnya.

"Ibu, sedang bekerja, Gis. Kak Gean masih lama tidak pulangnya? Kalau tidak lama kita menunggu saja disini biar Ayah tidak bolak-balik," kata Andam.

Andam tidak berdagang hari ini jadi dia tidak ada uang pemasukan. Andam ingin lebih menghemat bahan bakar supaya uang yang sudah ada tidak dia ambil.

Lagi pula, mulai sekarang Andam harus bisa menyimpan uang untuk mencicil uang pinjaman dari Ajis. Waktu itu Andam memang berjanji akan mencicilnya setiap bulan.

"Kak Gean satu jam lagi pulangnya, Yah. Ibu kerja dimana? Mengapa Ibu tidak memberitahu Giska?" tanya Giska.

"Ibu ada pekerjaan dadakan dipasar kota, tetapi hanya hari ini saja. Kita pulang saja dulu, nanti Ayah ke sini lagi untuk menjemput kak Gean," putus Andam pada akhirnya, dia tidak ingin menunggu Gean yang masih lama keluar dari kelas.

Sesampainya dirumah, Andam membantu Giska untuk berganti baju dan menyiapkan makan siang. Andam juga menyuapi Giska makan siang dengan telaten.

"Ayah, kapan Ibu pulang?" tanya Giska disela mengunyah makanan.

"Ayah tidak tahu. Memangnya kenapa?" tanya Andam, dia kembali menyuapi Giska karena yang ada didalam mulut Giska sudah habis.

"Tidak apa-apa, Giska hanya bertanya saja. Udah Yah, Giska sudah kenyang." kata Giska sambil menelan makanan yang berada dalam mulut, lalu mengambil gelas berisi minum disampingnya.

"Baru dua suap Gis, habiskan ya? Kasihan, Ibu. Dia sudah lelah memasak untuk Giska masa tidak dihabiskan. Nanti kalau Ibu tahu dia tidak mau memasak lagi untuk Giska, bagaimana?" kilah Andam, dia tidak ingin Giska menyia-nyiakan nasi dan masakan yang Zea buatkan untuknya.

Andam tahu, walaupun hanya sekedar memasak, tetapi hal tersebut juga membutuhkan energi dan perjuangan yang luar biasa.

Giska terdiam, dia mencerna apa yang dikatakan Ayahnya. Giska paham maksud Ayah, tetapi dia sudah kenyang karena disekolah sudah jajan nasi kuning telur.

Akhirnya Giska menggeleng. "Tidak mau habiskan, Yah. Giska benar-benar sudah kenyang. Disekolah sudah beli nasi kuning telur." tolak Giska, dia sebenarnya kasihan pada Ibu yang sudah memasak untuknya tetapi perutnya yang tidak seberapa besar sudah terasa kenyang. Jadi, ya mau bagaimana lagi selain menolak.

Andam menghela dan akhirnya tersenyum lembut. Andam memaklumi Giska yang kemungkinan memang sudah kenyang betulan. "Ya sudah, nasi sisanya buat ayam saja kasihan ayamnya juga kelaparan,"

Setelah itu, Andam menemani Giska menonton TV. Selang satu jam, Giska terlihat sudah terlelap diatas kasur lantai. Andam memindahkan Giska ke kamarnya dan setelah itu dia mematikan TV, lalu mengambil rok0k didapur dan menyalakannya dengan api kompor. Tanpa mematikannya Andam pergi untuk menjemput Gean disekolah.

...----------------...

Dipasar kota, terlihat Zea dan Aman Tengah bernyanyi bersama diatas panggung. Mereka berdua terlihat profesional dalam bernyanyi diatas panggung.

Suara Zea yang merdu dan Aman yang berpengalaman membuat penonton terpesona. Mereka berdua bernyanyi dengan penuh semangat dan antusias, membuat penonton ikut bernyanyi dan menari.

Setelah selesai bernyanyi, Zea dan Aman turun dari panggung dan disambut dengan tepuk tangan yang meriah dari penonton. Zea tersenyum bahagia dan merasa puas dengan penampilannya. Dia merasa bahwa dia telah berhasil membuat penonton terhibur.

"Terimakasih, Mas Aman. Aku sangat senang bisa bernyanyi bersamamu." ~Zea.

"Senang juga, Mbak Zea. Kamu memiliki suara yang sangat merdu. Aku yakin kamu akan menjadi penyanyi yang sangat sukses."

"Mas Aman bisa saja, jangan berlebihan lah,"

Zea tersenyum dan merasa bahagia dengan pujian Aman. Dia merasa bahwa dia telah membuat keputusan yang tepat dengan menerima tawaran Aman.

"Mas Aman! Mbak Zea!" panggil seseorang yang membuat pandangan mereka berdua teralihkan.

Terlihat seorang pria paruh baya mendekati mereka dengan wajah sumringah. Pria tersebut mengulurkan tangan pada Aman dan Zea setelah berada dihadapan mereka untuk berjabat tangan. Zea dan Aman menyambut jabat tangan tersebut.

"Perkenalkan, nama saya Muhidin, kades didesa Karangsari." ucap pak Muhidin setelah selesai berjabat tangan pada Aman dan Zea.

"Senang berkenalan dengan Bapak," jawab Aman.

"Begini, saya senang sekali melihat penampilan Mas Aman dan Mbak Zea tadi. Saya sangat terkesan dengan suara Mbak Zea dan Mas Aman yang merdu," kata Pak Muhidin dengan senyum.

"Terima kasih, Pak Muhidin," jawab Aman dengan sopan.

"Saya memiliki sebuah acara didesa Karangsari minggu depan dan saya ingin mengundang Mas Aman dan Mbak Zea untuk tampil diacara tersebut," kata Pak Muhidin.

Mas Aman dan Zea saling menatap dan terlihat terkejut dengan tawaran tersebut.

"Acara apa itu, Pak Muhidin?" tanya Aman.

"Acara tersebut adalah acara peringatan hari jadi desa Karangsari. Saya ingin membuat acara tersebut menjadi lebih meriah dengan mengundang penyanyi-penyanyi lokal seperti Mas Aman dan Mbak Zea," jawab Pak Muhidin.

Zea dan Aman terlihat berpikir sejenak sebelum menjawab. "Saya senang sekali dengan tawaran tersebut, Pak Muhidin, tetapi kami akan berdiskusi lebih dulu dengan teman kami yang lain." sahut Aman.

Pak Muhidin mengangguk. "Silakan hubungi saya kembali setelah Anda memutuskan Mas Aman." pak Muhidin mengulurkan kertas yang sudah tertulis nomor ponsel dan alamat detailnya.

Setelah itu, Pak Muhidin berpamitan dan pergi, meninggalkan Aman dan Zea.

"Mbak Zea menerima tawarannya?" tanya Aman.

Zea mengangguk. "Tentu."

...----------------...

Sementara, di rumah seseorang terlihat api mulai membesar.

Terpopuler

Comments

Elisabeth Ratna Susanti

Elisabeth Ratna Susanti

keren nih Authornya, bisa jalan lebih dari satu novel.....good job Thor 👍😍

2025-03-21

0

DeanPanca

DeanPanca

loh loh piye itu, kok gak dimatiin ndam.

2025-03-21

1

Diana (ig Diana_didi1324)

Diana (ig Diana_didi1324)

lumayan nih dapat job lgi

2025-04-11

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!