Hendra Wijaya, rekan penulis di perusahaanku tiba-tiba mengirim pesan yang berisi permintaan untuk mememaninya berbelanja.
"Kenapa harus aku yang membantu memilihkan bajunya? Bukannya selama ini dia jarang berkirim pesan, ini pertama kalinya sejak dia bekerja di sini.." gumamku.
Pesona Hendra Wijaya sempat membuat para karyawati di kantor ini sedikit memanas. Pribadinya sedikit misterius dan kadang penuh perhatian membuat para wanita salah sangka.
sikapnya yang terkesan tarik ulur sepertinya membuat wanita semakin penasaran.
"Pak Hendra itu punya pacar gak sih?" tanya Renata, staff Layanan Pelanggan yang paling cantik.
"Kenapa memangnya? Kamu naksir sama Pak Hendra?" selidik Edo, staff Copy Editor.
"Kayaknya sih masih single, kita tidak pernah lihat pak Hendra berakhir pekan, pasti beliau lembur di kantor.." imbuh Sarah, staff Picture Editor.
"Memangnya kalian pernah tanya kepada Pak Hendra? Apakah beliau sudah menikah apa belum?" timpal Jihan.
Waktu makan siang seperti ini memang waktu bergosip di kantin kantor. Jihan dan akupun bergabung dengan rekan yang lain.
"Bu Aruni saja kalau weekend WFH ya kan bu?" tanya Renata penuh antusias.
"Iyah, aku suka WFH kalau weekend..hehehehe!" jawabku, tentu saja itu alibiku sekarang, aslinya aku senang kalau akhir pekan bisa full time dengan Sandy. Jihan yang tahu kegiatanku cuman geleng-geleng kepala.
"Jelas lah kamu senang WFH, ada vitamin A yang menyegarkan mata.."seloroh Jihan.
"Wah..Bu Jihan serba tahu sekali kehidupanku.." kilahku sembari mencubit tangannya.
"Apa Pak Hendra orangnya misterius Bu?" taya Edo.
"Kenapa tanya saya Edo? Beliau kan penulis novel misteri jadi kalau misterius atau tidak, ya saya tidak tahu.." jawabku. Aku mulai menikmati makan siangku sembari sesekali menyimak obrolan rekan yang lain.
"Apa kepala marketing yang baru orangnya galak Bu Jihan?" tanya Renata penasaran.
"Ah iya, benar juga. Pak Simon belum diperkenalkan ya, tenang saja Renata, sepertinya dia tidak galak, tapi menyeramkan..hahahaha!" kata Jihan.
Jihan sudah bukan lagi menjabat sebagai Kepala Marketing, dia dialih tugaskan menjadi Kepala Produksi.
"Pak Heru saja yang seperti air tenang menghanyutkan sering bikin anak buahnya kena migrain dadakan, apalagi Pak Simon, kamu yang sabar ya Renata..!" kata Sarah menghibur.
Wajah Renata mendadak tak bersemangat.
"Doakan aku sehat selalu kawan-kawan..!" ungkapnya memelas. Ekspresinya membuat rekan yang lain tertawa, mereka merasa Renata sedikit emosional.
"Tim kami justru lebih seram tahu!" ucap Edo tiba-tiba.
"Apanya yang seram, bukannya kamu bahagia. Kepala Copy Editor kan Bu Vania, yang lemah lembut dan cantik jelita..!" timpal Sarah.
"Emangnya kamu lupa, waktu Bu Vania marah,selevel Pak Satrio saja menghindar loh!" celetuk Jihan.
"Wah..wah kalian memang biang gosippp!" ucap seseorang di belakang kami.
Semua seakan familiar dengan suara tersebut, dan benar saja itu adalah suara Pak Satrio.
"Aaah..Pak Satrioo, maafkan kami!" ucap Jihan berdiri. Diikuti rekan yang lain. Akupun ikut pula meminta maaf.
"Siapa bilang saya takut dengan Bu Vania? Siapa?" tanya Pak Satrio.
"Saa..saya pak!" jawab Jihan.
"Saya tidak takut, asal kalian tahu! Saya cuman tidak mau ribut, karena Bu Vania, teman arisan istri saya. Kalian tahu kan istri saya kaya gimana?" jelasnya penuh kesedihan.
"Sabar ya Pak..!" ucap Edo. Tingkah Edo cukup membuat suasana yang aku kira tegang mendadak berubah jadi ceria.
"Yah, kalian kan belum menikah, terlebih kamu Edo, kamu kelak akan merasakan betapa istri itu lebih menyeramkan dibanding ketua mafia..!" celoteh Pak Satrio.
"Pak..jangan menakut-nakuti gitu dong!" timpal Edo.
Kamipun tertawa melihat tingkah dua pria beda usia ini.
"Sudah sana kalian lanjut makan siangnya, jangan overtime makannya.kerjaan kalian menumpuk seperti daun musim gugur..!" perintah Pak Satrio.
"Iyaa Pak!" jawab kami serempak.
"Kalian sih, aku duluan ya, banyak revisi soalnya!" kataku menyudahi makan siang. Jihan pun menyusul di belakangku.
"Aku juga kalau begitu, jabatan baru ini sedikit menguras energi..huh!" keluhnya. Kamipun kembali ke kantor dengan segera. Dan tak sengaja kami bertemu dengan Hendra Wijaya saat menunggu di depan pintu lift.
"Loh Pak Hendra sudah makan siang?" tanya Jihan, nampak dia menenteng plastik berisi makanan dalam box.
"Ahh..saya banyak revisi, jadi pesan makanan online, apa Bu Jihan dan Bu Aruni mau bergabung untuk makan bersama?" tawarnya.
"Wahh, kami barusan makan siang Pak, ini saja saya buru-buru juga karena ada deadline dari Pak Satrio.." tolakku.
"Bapak makan saja sendiri ya, kami sudah kenyang,lain kali kita makan bersama di kantin kantor.." kata Jihan
Pintu lift terbuka, dan kamipun masuk bersama.
...*****...
Akhirnya aku selesai juga merevisi tiga chapter dalam novelku. Aku juga sedikit heran, biasanya kesalahan yang aku buat tidak sebanyak ini. Tim editor kali ini memang sangat teliti. Rupanya sudah 3 jam aku mengetik di depan komputer, jari-jariku sedikit pegal.
Layar ponselku nampak berkedip, suara getaran panggilan telepon masuk. Nama yang tertera membuatku tersenyum bahagia. Vitamin A yang dimaksud Jihan menelpon.
"Iya Sandy.." sapaku saat mengangkat teleponnya.
"Nona sudah tahu kapan Om Hermawan ke rumah?"
"Biasanya kan setiap Senin dan Kamis kan?"
Om Hermawan mengunjungi Sandy di hari tersebut, untuk mengecek kondisi rumah, bahan makanan, ART, supir dan satpam.Dan yang lebih penting tentu kondisi lelaki muda tersebut.
"Aku sudah bertanya, tapi katanya sore ini beliau mau ke rumah. Karena besok harus ke luar kota.." jelasnya di sebrang.
"Begitu ya, sore ini aku sudah ada janji dengan rekan kantor Sandy, dia minta bantuanku.."
Aku sudah terlanjur janji untuk menemani Hendra Wijaya berbelanja,apa aku harus memberitahu Sandykala,atau aku batalkan saja.
"Rekan kantor? Nona Jihan kah?"
"Bukan, rekan sesama penulis, beliau meminta untuk membantu memilihkan baju untuk hadiah temannya.."
"Oh ya, baiklah. Mungkin kalau Om Hermawan sudah kembali dari luar kota, Nona bisa menemuinya.."
"Pasti, aku akan ke rumah nanti ya. Apa tambahan di sekolah sudah selesai?" Pasti dia masih di sekolah, jadwalnya semakin padat jelang ujian.
"Aku sedang keluar kelas sebentar, aku jenuh, aku kangen sama kamu.." ucapnya manja.
Aku pun bisa membayangkan wajahnya yang manja saat berkata kangen kepadaku.
"Aku juga kangen, apalagi sekarang jadwal belajar kamu semakin padat.."
"Aku pengen ketemu, bagaimana kalau nanti aku jemput sepulang mengantar rekan kerja Nona?"
"Baiklah, aku nanti akan memberitahu dimana kami berbelanja.."
"Oke, aku masuk kelas dulu, i love you "
"Iya Sandy, i love you too"
Panggilan berhenti. Aku harus bilang tidak ya bahwa rekan kantorku yang aku maksud adalah Hendra. Aku khawatir jika dia tahu aku pergi dengan pria lain dia jadi cemburu. Apalagi kalau dia cemburu, bisa-bisa fokus belajarnya terganggu.
...*****...
"Kita berangkat sekarang Bu Aruni?" tanya Hendra saat aku keluar ruangan. Aku melihat jam tanganku, rupanya sudah jam 5 sore.
"Wah, saya terlalu fokus, sampai lupa waktu, saya ambil tas dulu..!" jawabku, aku segera mengambil tas dan menghampirinya.
"Mari Pak!" ajakku keluar.
Di depan pintu lift kami pun berjumpa dengan rekan kerja yang lain.
"Wah, ketemu penulis-penulis handal lagi pulang bareng nih..!" celetuk Soni, satu tim dengan Edo.
"Pak Hendra lain kali ikutan kita nongkrong Pak, kita biasa melepas lelah di kafe sebrang kantor..!" ajak Wisnu,tim produksi.
"Kamu gak lihat Pak Hendra lagi pulang bareng Bu Aruni, ganggu kencan orang aja kamu!" seloroh rekan yang lain.
Mereka yang mendengar perkataan tadi langsung menatap kami. Rasa canggung pun menyerang, kalau aku diam saja sepertinya rumor tidak jelas ini akan menyebar.
"Aduh, kalian ini seperti wanita saja, suka bergosip. Kami kan juga mau pulang kerja seperti kalian.." ucapku dengan sorot mata tajam.
"Maafkan kami Bu Aruni...!" ucap mereka serempak.
"Sudah terbuka, mau masuk tidak?" tanyaku sambil melangkah ke dalam lift.
Mereka pun langsung masuk ke dalam, dan suasana di dalam lift terasa aneh.
"Awas ya kalau kalian menyebarkan gosip yang tidak-tidak..!" ancamku. Merekapun hanya mengangguk-angguk seperti anak kecil.
Hendra Wijaya pun tersenyum melihat ulahku yang seperti memarahi anak kecil.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 27 Episodes
Comments