REKAN BARU

Seminggu berlalu, dan genap 7 hari pula aku menjalin hubungan dengan Sandykala, remaja 18 tahun yang tampan rupawan. Ternyata aku merasakan hal yang berbeda, usianya boleh muda, belia malahan tapi caranya memperlakukanku sebagai pasangan sungguh di luar prediksiku. Sifat dewasa dan terbukanya membuatku tidak terbebani, aku pikir pastinya akan lebih ekstra tenaga melayani kebucinan anak remaja dengan gejolak darah mudanya. Rupanya aku salah, justru aku yang seperti mengalami puber kedua, aku yang justru bucin akut kepadanya.

Rupanya bahagiaku membuat Robin kian gencar mendatangiku. Entah sudah berapa kali aku harus ke rumah Jihan, untuk menghindarinya. Dia selalu menunggu di depan rumah, bahkan Jihan sampai menyewakan jasa sekuriti untuk stand by di rumahku sejak saat itu.

DI KANTOR

"Gimana si Robin? Masih suka ke rumah?" tanya Jihan, diapun berdiri di dekat komputer kerjaku.

"Masih Ji, untungnya kamu nyaranin buat bayar satpam, aman sih sekarang. Aku juga naik mobil sendiri ke kantor.."jelasku. Aku baru saja menyelesaikan pengeditan novelku, Pak Satrio barusan kirim email, terkait beberapa bagian yang harus diperbaiki.

"Gimana kabar anak kecil kamu?" tanyanya penasaran.

"Dia lagi sekolah Ji, ih ya Jimmy gimana?" tanyaku balik, setahuku Jimmy sudah keluar dari rumah sakit dan masih dalam tahap pemulihan.

"Bajingan kecil itu masih harus pake kursi roda, dia sekarang diantar jemput supir, biar kapok dia!" jawabnya seraya membetulkan letak kacamatanya.

"Syukurlah kalau dia udah mulai masuk sekolah, beberapa bulan lagi kan ujian nasional, Sandy juga mulai sibuk les tambahan. Makanya aku bisa ketemunya pas weekend nanti.."kataku, suara notifikasi pesan masuk ke ponselku. Panjang umur anak ini, lagi diomongin, dia kirim pesan.

"Senyam senyum mulu nih, kasmaran beneran ya?" ledek Jihan.

"Kayaknya aku puber kedua deh Ji. Masa aku lebih bucin daripada dia coba..!" kataku heran. Akupun kembali meletakkan ponselku.

"Masa-masa bucinku sudah kelar, lagian Adit bukan tipe kaya gitu. Dia cuek, tapi sekalinya perhatian, aku tak berdaya dibuatnya..!" ucap Jihan membanggakan pacarnya, Aditya Darmawan.

"Ketahuan si Adit cuek bebek, tapi sekalinya bucin, lebih parah dia daripada aku..!" ujarku membela diri.

"Benar. Oh ya bentar lagi kan meeting, katanya ada penulis baru yang mau dikenalin sama Pak Satrio. Beda genre sama novel yang selama ini kamu tulis.."jelas Jihan.

"Oh ya, wah akhirnya ada angin segar. Pak Satrio suka minta naskah dadakan. Aku juga heran, otakku sekarang suka mampet. Ideku terkadang hilang gitu aja.." celotehku.

"Gawat kalo gitu, novel yang kamu tulis ini kan garis besarnya lebih menarik lo, pantas saja kamu dikejar deadline terus kan sama beliau.."

"Makanya..jujur aku lelah Ji. Pengen ganti suasana rumah, bayangan Robin bikin aku stress kalo lagi di rumah..!" keluhku. Semenjak kami putus, setiap sudut rumah mengingatkanku pada Robin. Ya dia kan memang sering ke rumah selama kami pacaran.

"Mau sewa apartemen? Aku ada rekomendasi yang deket kantor. Lumayan kok udah full furniture juga, tinggal bawa badan dan baju doang..!" tawar Jihan.

Masuk akal juga kalau aku pindah tempat yang dekat dari kantor. Cukup jalan kaki saja jadinya kan. Keamanannya juga pasti terjamin, dan aku juga sudah bosan bertemu dengan Robin.

"Oke deh, besok kamu temenin aku lihat apartemennya, kayaknya ide kamu bagus juga..!" kataku.

"Oke, jangan lupa kabarin anak kecil kamu, kalau kamu mau pindah..!" ledeknya sembari meninggalkan meja kerjaku.

Akupun tersenyum lebar, tentu aku harus memberitahu Sandykala. Beberapa hari ini kami sedang dalam masa pendekatan. Memang tidak ada kata pasti untuk kami pacaran,namun setelah dari puncak malam itu aku dengan sadar menerima perlakuan cintanya.

Masih tidak percaya alur cintaku berbelok 180 derajat. Saat menerima telepon darinya membuat semangatku yang kendor saat menulis, bangkit seketika. Suaranya menenangkan,perhatiannya juga sering membuat aku salah tingkah.Dan aku sekarang menjadi suka berdandan, walau hanya dandanan minimalis.

Seperti sekarang, tidak ada angin tidak ada hujan, tiba-tiba dia mengirimkan minuman favoritku dari restoran cepat saji langgananku. Ya, ice coffee float non dairy adalah minuman kesukaanku.

Anak Kecil ❤️ memanggil..

"Oh hay Sandy!"

"Apakah minumannya sudah sampai?"

"Ah ya, barusan aku menerimanya. Jangan bilang uang jajan kamu terpakai buat beli minuman ini.."

"Uang jajanku masih aman untuk 10 tahun ke depan, jadi aman.."

"wah,kalau gitu, belikan setiap hari ya..!" godaku. Anak ini memang menggemaskan, sekaligus mendebarkan.

"Apapun akan aku belikan asal Nona bahagia. Sepertinya aku harus ke kelas. Bagi juga buat rekan di kantor ya. Bye sayang.."

"Oke, terima kasih. Bye..!"

Panggilan selesai..

"Aruni, meeting sudah mau mulai!" kata Jihan.

Aku sempatkan meminum minuman favoritku tersebut dan meletakkannya di dalam lemari es yang ada di pantry, sayang banget kalau sampai mencair, karena ada lumayan banyak minuman yang Sandy kirim.

Meeting berjalan selama kurang lebih 2 jam. Ada penulis baru yang akan bernaung di bawah perusahaan penerbitan ini. Namanya Hendra Wijaya, bergenre misteri. Perawakannya tinggi, berkulit sawo matang dengan postur proposional. Menurut Jihan dia manis, dan supel, karena Jihan sudah pernah bertemu sebelumnya.

"Semoga ke depannya kita bisa bekerja sama dengan baik ya Hen..!" kata Pak Satrio.

"Awas Hen, jangan sampe dikejar deadline. Bos sukanya minta dadakan kayak tahu bulat..!" seloroh Jihan. Rekan kerja yang lainpun ikut tertawa.

"Wah, jangan buka kartu di sini Jihan, bisa kabur najti Hendra, dia susah digaetnya ini..!" balas Pak Satrio.

"Tenang Pak, semua bisa diatur kok.." ucap Hendra, sekilas aku tak sengaja bertatapan dengannya, dan senyuman manis tersungging di wajahnya.

"Hen, yang di sebelah Jihan kamu pasti sudah tidak asing lagi kan? Penulis andalan kami, suhu romansa Arunika Rinjani, alias AR. Selama ini nama sebenarnya masih jadi rahasia, orang-orang tahunya cuman AR saja.."terang Pak Satrio.

"Menarik, dan penuh misteri, kenapa anda tidak ingin nama anda terekspos?" tanyanya kepadaku.

"Yah, mereka cukup menikmati alur cerita novel saya saja. Selebihnya biarkan jadi privasi saya.." jawabku singkat.

"Saya suka..!" ucapnya.

"Kamu suka siapa Hen?" Ledek Pak Satrio.

"Suka hal-hal yang misterius Pak, seperti novel saya.." jawabnya santai.

Semua rekan yang berada di ruang rapat pun tertawa, yah pribadinya memang baik sih, hanya saja aku tidak terlalu peduli dengan itu. Walau sebenarnya aku agak malas untuk mengenal orang baru.Tapi ya sudah, karena dia sekarang rekan kerja, aku pun tidak mau ambil pusing.

"Aruni, masih ingat kan kalau ada penilaian lomba menulis cerita pendek? Yang dua bulan yang lalu kita adakan?" tanya Pak Satrio.

"Oh ya Pak, event waktu kita mengunjungi salah satu sekolah menengah dalam rangka hari Baca Nasional. Saya sudah menyeleksi beberapa naskah cerita yang masuk.."jawabku, aku sempat melupakannya, tapi untungnya segera aku handle begitu ingat.

"Benar, karena ada beberapa jenis cerpen, kamu bisa minta bantuan Hendra juga untuk menyeleksi. Ada lumayan naskah yang masuk kan?" tanya Pak Satrio lagi.

"Iya, lumayan banyak, anak-anak ternyata suka menulis juga.."

"Saya bisa bantu, nanti saya minta naskahnya kalau anda tidak keberatan.." ucap Hendra.

"Naskah ada di Jihan sebagian, nanti anda bisa ke ruangan beliau. Ke depannya kita akan berdiskusi untuk menentukan para pemenang.." jawabku.

"Baiklah, sepertinya semua sudah clear. Kita siap untuk makan siang. Siapkan tenaga ya, deadline kita menunggu ini. Selamat siang!" kata Pak Satrio mengakhiri rapat kali ini.

...*****...

"Wah, seger nih siang-siang dapet minuman gratis. Makasih ya Bu Aruni.." ucap rekan kerja yang lain begitu menerima minuman kiriman Sandy.

"Sama-sama, masih dingin kan ya, untungnya tadi aku masukin ke lemari es.."jawabku.

"Siapa yang kirim minuman sebanyak ini? Anak kecil kamu?" selidik Jihan.

"Yup, siapa lagi yang hobi jajan kalo bukan anak kecil Ji.."jawabku tersenyum.

"Mentang-mentang uang sakunya unlimited, tiap hari ada aja yang dia kirim.."omel Jihan.

Akupun hanya tertawa melihat Jihan, dia terkadang suka heran dengan tingkah Sandy yang suka sekali kirim makanan dan minuman. Rekan-rekan di kantor juga tambah senang dapat makanan minuman gratis tiap hari.

"Bu Aruni, terima kasih minumannya..!" ucap Hendra, aku tidak sadar jika dia sedari tadi berada di dekat ruanganku. Tentu saja ruangan dia pun berada tidak jauh dari tempatku sekarang.

"Oh..iya selamat menikmati Pak Hendra.." jawabku, akupun berniat untuk siap-siap makan siang.

"Hendra saja, tidak perlu pake "Pak" .."katanya lagi.

Akupun berbalik dan tersenyum.

"Kalo gitu, jangan panggil "Bu," juga dong ke saya.." ujarku singkat.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!