Akhirnya pekerjaanku pun selesai, masih ada 45 menit lagi sebelum pulang kerja. Entah sejak kapan wajah tampan Sandykala menjadi latar wallpaper ponselku. Dia sendiri yang mengirimkannya, dan aku tanpa sadar memasangnya menjadi wallpaper layar ponselku.
"Heiii,kesambet nanti kamu senyam senyum sendiri gitu..!"celetuk Jihan.
"Bikin kaget aja kamu Ji, untung ponselku tidak jatuh..!" sungutku.
"Sejak kapan wallpaper ponselmu jadi seperti itu?" tanya Jihan terbelalak.
"Kenapa memangnya? Ini adalah pemandangan indah yang aku nantikan setiap hari..!" ocehku. Tentu saja itu membuatnya semakin geleng-geleng kepala.
"Sepertinya anak kecil itu sudah pake guna-guna deh. Wanita dewasa ini berubah jadi anak ABG sekarang..!" ucap Jihan lagi.
"Kenapa meledekku terus sih Ji. Lagian kan aku seperti hidup kembali setelah kenal dia tahu..!" kataku sembari menata tas kerjaku.
"Baiklah sahabatku, aku bahagia asalkan kamu bahagia. Puas?" tanyanya sedikit sewot.
"Tentu saja..!" jawabku dengan kerlingan mata.
Rupanya sedari tadi apa yang kami lakukan dilihat oleh Hendra Wijaya. Akupun mendadak terdiam begitu bertatapan dengannya.
"Kenapa?" tanya Jihan heran, karena aku mendadak diam.
"Malu dilihatin Pak Hendra.." jawabku singkat.
"Ayo, keburu gelap ntar, katanya mau ke tempat anak kecil kamu..!" ujar Jihan, kamipun bergegas keluar ruangan. Di saat yang bersamaan Sandykala menelpon. Akupun mengangkat teleponnya sembari berjalan keluar kantor.
"Haloo.."
"Nona sudah pulang kerja?"
"Ah iya, ini aku sedang keluar kantor. Jadinya mau dibawain apa nih?"
"Aku sudah pesan makanan online. Kamu datang saja bawa diri kamu ya.." Diiringi tawa renyahnya di sebrang sana.
"Kamu tidak boleh jajan terus ya anak kecil, awas ya kamu..!"
"Sudah aku bilang, uang jajanku aman sayang.."
Akupun menyapa Hendra saat berjalan melewatinya.
"Mari Pak Hendra..!" sapaku, Akupun berjalan sembari melanjutkan pembicaraanku dengan Sandy.
"Siapa Pak Hendra?"
"Oh rekan kerja baru di kantor. Apa les tambahannya sudah selesai?"
"Aku sudah di rumah, ternyata gurunya berhalangan hadir tadi, jadi bisa pulang cepat.."
"Baiklah aku sudah sampai parkiran, dan otw ke sana ya..!"
"Hati-hati sayang, bye!"
"Oke!"
Aku suka salting sendiri mendengar Sandy memanggil sayang. Aku lihat mobil Jihan pun keluar dari area parkir. Namun pandanganku terhenti pada sosok pria yang menghadang mobil Jihan di depan. Jihan pun turun, dan terlihat percekcokan di sana. Pria itu, ROBIN!. Akupun segera keluar mobil dan menuju ke arah Jihan.
"Coba katakan, kenapa Aruni tidak bisa dihubungi? Kamu pasti yang menyuruh dia untuk tidak menerima panggilan telpon dan pesanku!" ucap Robin penuh emosi.
"Buat apa kamu menemui Aruni lagi, kalau sudah berakhir ya sudah, terima saja!" jawab Jihan tak kalah sengit.
"Dasar wanita kurang ajar!!" Robin berniat untuk menampar Jihan, namun segera aku tepis tangannya yang kekar.
"Hentikan Robin!" ucapku. Aku melihatnya dengan sorot mata yang tajam. Dan aku tahu dia paling tidak suka jika aku melakukannya.
"Kenapa kamu tidak bisa dihubungi?" tanya Robin melunak.
"Kita sudah tidak ada hubungan lagi, jadi aku harap jangan menemui aku lagi..!" jawabku singkat.
"Aku sudah tidak ada hubungan dengan Rania lagi Aruni, please maafkan aku!" pintanya.
"Kamu punya telinga tidak? Kalau Aruni bilang jangan temui. Ya tahu diri sedikit..!" ucap Jihan, dan lagi-lagi Robin tersulut emosinya.
"Diam kamu cewek brengsek!" katanya sembari mengacungkan tinju di hadapan Jihan.
Tiba-tiba suara yang tidak asing terdengar di belakang aku dan Jihan.
"Anda harusnya malu, berlaku seperti itu di hadapan wanita..!" ucapnya dengan penuh penekanan.
Aku dan Jihan pun menoleh ke arah suara tersebut.
"Pak Hendra..!" ucapku dan Jihan bersamaan.
Benar-benar Robin bikin malu, terlebih ini adalah jam para karyawan yang lain pulang kerja. Pastinya mereka akan melihat tontonan yang tidak bermutu ini saat mereka di luar. Sebaiknya segera aku hentikan.
"Siapa lagi bajingan ini?" tanyanya makin emosi.
"Sebaiknya ada pergi, sebelum saya panggil sekuriti di sini!" gertak Hendra.
"Tidak usah ikut campur bajingan! ini urusanku dengan pacarku Aruni!" bentak Robin.
"Cukup Robin, aku bukan pacar kamu lagi!" tegasku.
Diapun makin tersulut karena Jihan mencoba mengajakku pergi.Diraihnya tanganku yang sedang memegang ponsel, dan dengan kasar dia membantingnya ke jalan.
"ROBINNNN!! Apa yang kamu lakukan?" Teriakku. Hal terdebut membuat Jihan makin emosi.
"Dasar pria brengsek! Sudah selingkuh masih tidak tahu malu!!" maki Jihan sembari memukul Robin dengan tas kerjanya.
Hendra pun segera mendorong tubuh Robin menjauh, sekuriti kantor yang mendapat laporan dari Jihan pun sudah datang untuk mengamankannya.
Aku melihat benda hitam pipih tersebut hancur dibagian layar depan. Jihan dengan sigap mengambil ponselku. Wajahnya nampak menahan emosi.
"Sial, ponselmu rusak, bagaimana ini?" tanyanya panik.
"It's ok Ji. Setidaknya dia sudah pergi, aku masih sedikit gelisah karena dia tiba-tiba nyamperin aku ke sini..!" tanganku gemetaran.
Hendra yang sedari tadi mengurusi Robin datang menghampiri kami berdua.
"Anda berdua tidak apa-apa?" tanyanya khawatir.
"Iya, kami tidak apa-apa, tapi ponsel Aruni hancur karena si brengsek itu membantingnya di jalan..!" jelas Jihan, dia memeluk pundakku erat.
"Haruskah kita melaporkannya ke kantor polisi? Ini sudah masuk dalam perbuatan tidak menyenangkan dan perusakan barang pribadi.." jelas Hendra.
"Tidak usah, saya baik-baik saja. Hanya ingin pulang dan istirahat.." jawabku.
"Silahkan hubungi saya jika butuh bantuan..!" kata Hendra sembari menyerahkan kartu namanya.
"Karena ponsel anda rusak, mungkin lain waktu jika ponsel anda sudah aktif kembali.." lanjutnya.
"Terima kasih Pak Hendra. Saya dan Jihan pamit dulu..!" ucapku, aku dan Jihan pun kembali ke mobil kami masing-masing.
"Kamu yakin bisa nyetir sendiri, aku bisa minta Adit ke sini, biar dia bawa mobilku.." kata Jihan khawatir.
"Tidak perlu Ji. Aku akan ke tempat Sandy sepulang kerja. Aku sudah janji, dan pula saat ini pasti dia khawatir, karena ponselku mati.." kataku menenangkan Jihan.
"Baiklah, mungkin kamu di sana lebih aman. Tapi soal apartemen yang kita bahas tadi, hari inipun sudah bisa ditempati kalau kamu mau. Adit sudah menghubungi pemilik apartemennya, dia teman Adit di kantor.." kata Jihan.
"Makasih banyak ya Ji, sepertinya aku harus ganti ponsel baru.." Aku lantas masuk ke mobil dan bergegas menuju rumah Sandykala.
...*****...
Benar dugaanku, remaja belia itu menungguku di depan rumahnya. Ada raut khawatir di wajah tampannya. Akupun segera memarkirkan mobilku, dan keluar menghampirinya.
"Hai..kenapa di luar?" sapaku, diraihnya tanganku.
"Kenapa lama sekali? Aku menelponmu tapi tidak aktif, harusnya kamu sampai di sini satu jam yang lalu.." ucapnya penuh kekhawatiran. Aku pun gemas dibuatnya. Segera aku tenangkan dia.
"Tadi ada sedikit masalah, tapi sudah kelar. Kamu tidak mengajakku masuk?" tanyaku memastikan.
Dia hanya tersenyum manis lalu menggandengku ke dalam. Dibawakannya tas kerjaku, sembari tangannya yang lain menggenggam jemariku erat.
"Apa mau aku buatkan coklat panas?" tawarnya. Bahkan saat aku mau duduk pun, dia menarikkan kursi untukku.
"Sepertinya es coklat lebih nikmat.." pintaku, dia pun segera membuatkannya untukku.
"Selamat menikmati Nona cantik.." ucapnya menyerahkan segelas es coklat.
"Makasih ya..!" akupun meminumnya, dan terasa sedikit kesegaran yang mengalir di tenggorokanku. Kepalaku yang panas sedikit terkikis.Terlebih saat Sandy duduk di sampingku, entah dia merasakan sesuatu yang tidak biasa di diriku.
"Kenapa? Sepertinya ada sesuatu? Apa itu Robin?" tebaknya. Dia sepertinya tahu bahwa terlambatnya aku barusan pasti karena Robin.
Akupun mengeluarkan ponselku yang sudah rusak di atas meja. Sandykala terkejut.
"Apa ini perbuatan dia? Kamu..Bagaimana kondisi kamu? Dia nyakitin kamu? Kenapa tidak cerita..?" tanya Sandy khawatir. Dia memeriksa setiap sudut badanku. Memastikan bahwa aku tidak terluka.
"Sandy..San..aku baik-baik saja. Sepertinya aku harus ganti ponsel baru..!" ucapku, akupun menenangkan dia. Dipeluknya tubuhku, akupun merasakan ketulusan dalam pelukannya.
"Aku khawatir dia nyakitin kamu..!" ucapnya pelan.
"Dia tidak akan berani nyakitin aku. Kamu kayak gini aja udah bikin aku tenang.." Pelukannya melonggar.
Ditatapnya wajahku lekat-lekat, dan sebuah ciuman manis dia hadiahkan kepadaku.
"Kamu tinggal di sini aja gimana? Aku yakin dia akan ke rumah kamu lagi..!" pintanya.
"Mana boleh begitu Sandy. Aku tidak boleh tinggal di sini.." kataku. Bibirnya yang tipis pun mengerucut.
"Kenapa? Di sini ada banyak kamar, kamu bisa pilih mau tidur di mana.."
Aku yang mendengar ucapannya mendadak tertawa kecil.
"Sandy, apa aku harus ngekost di sini?" tanyaku penuh goda.
"Aku kan khawatir..!" katanya lagi.
"Aku berencana untuk pindah ke apartemen dekat kantor, aku yakin di sana lebih aman. Tapi pertama-tama aku harus beli ponsel baru.." jelasku.
Diapun segera bangkit dan menyambar jaket jeans denim.di atas sofa. Dan mengajakku keluar.
"Aku temenin kamu beli ponsel, ayo!" ajaknya. Diapun membawakan tasku.
"Oh tiba-tiba sekali..!" kataku sambil mengikutinya.
"Aku tidak bisa kalo sedetik pun tidak menelpon atau tahu kabar kamu..!" ucapnya menyambar kunci mobil.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 27 Episodes
Comments