"kenapa Lo bawa gue kesini ? " Tanya ziva , saat lelaki itu memberhentikan mobilnya dihalaman sebuah panti asuhan .
" biasanya kalau gue kurang bersyukur , gue Dateng kesini . Biar gue inget , kalau masih banyak di luar sana yang hidupnya jauh lebih susah dari gue " ucapnya .
" Gue yakin Lo bakal bahagia ketemu sama anak-anak di sini "
Lelaki itu turun dari mobil membuka pintu mobil untuk ziva , dengan sedikit ragu ia turun dari mobil . Untuk pertama kali ia menginjakkan kaki disini . Ia seperti tengah malu dengan dirinya , kemana saja selama ini sampai tak pernah berniat berkunjung pada tempat seperti ini . Jangankan datang , berniat saja tak pernah terlintas dalam otaknya .
" Betapa egoisnya aku selama ini " pikir ziva dalam hati .
Ia mengikuti setiap langkah Gabriel yang berjalan di depannya , lelaki itu menghampiri pengurus panti asuhan .
" Nak Gabriel .. " ucapnya tersenyum , ia melirik kearah ziva yang terlihat Canggung .
" Kenalin , ini ibu asih . Beliau yang mengurus panti ini " kata Gabriel pada ziva .
" Halo Bu , saya ziva.. " wanita itu tersenyum ramah .
" Kamu cantik sekali .. " Bu asih mengelus pundak ziva sebentar , lalu ia kembali menatap Gabriel .
" Kemana saja ? " Tanya Bu asih .
" Maaf Bu , Gabriel sedikit sibuk mengurus pekerjaan di kantor . " Ucap nya .
" kak biel.. " teriak seorang gadis kecil berlari kearah Gabriel. Lelaki itu sudah menjongkok sambil membentangkan tangannya menyambut gadis kecil itu.
" Hai cantik , apa kabar ? " mengusap rambut panjangnya.
" Aku sedang marah " ucapnya melepaskan pelukan .
" Kenapa kakak lama sekali datang ke sini .. " gadis kecil itu memasang muka masam , mengerucutkan bibirnya .
Gabriel menarik hidung gadis kecil itu .
" Daira ingin ice krim ?" Tawarnya untuk membujuk gadis itu . Tak butuh waktu lama , gadis kecil itu langsung mengangguk senang . Namun arah pandangnya menatap aneh ziva yang berdiri di samping Gabriel .
" Kakak ini siapa ? " Tanya Daira
" Hallo , aku ziva " ziva memberikan senyuman termanis nya pada gadis ini .
" Hai ka ziva " sapanya ramah .
" Lo disini sama Bu asih atau mau ikut gue dan Daira ke supermarket? " Tawar Gabriel yang sudah menggandeng tangan Daira .
" Hemm.. gue disini aja deh , pengen keliling panti "
Gabriel mengangguk , ia berjalan bersama Daira meninggalkan ziva dan Bu asih .
Bu asih tersenyum ke arah ziva , ia mengajaknya untuk mengelilingi panti asuhan . Melihat tempat ini yang begitu luas dan bersih . Di penuhi dengan bunga dan tanaman hijau . Sungguh membuat mata sejuk memandang.
" Sejak kapan Gabriel sering datang kesini Bu? "
" Gabriel tidak pernah bercerita denganmu? " Bu asih duduk di sebuah bangku di ikuti ziva . Wanita itu menggeleng kepala kearah Bu asih .
" kita baru kenal "
" Dari Gabriel masih sekolah , ia sering datang ke mari " ucap Bu asih sembari tersenyum.
" Dia lelaki yang baik , kamu beruntung mendapatkannya " sambungnya .
Ziva hanya mengangguk pelan , meski ia masih meragukan Gabriel . Lelaki itu terlalu aneh menurutnya . Ia banyak menutupi sesuatu dari ziva .
Lagi pula bukankah mereka hanya berjanji untuk bersama dalam satu bulan saja ?
Tapi mengapa hatinya seperti ingin terus melewati hari bersama , ada rasa nyaman yang terus menghiasinya . Meski sebenarnya ia tak memiliki alasan yang kuat untuk tetap mempertahankannya .
Apa karena ia mulai munyukai lelaki aneh itu atau hanya sekedar teman yang mengisi kekosongan harinya. Ia tidak bisa mengerti dirinya lebih baik.
Hari hampir gelap , setelah Gabriel membawa Daira membeli ice krim ia langsung mengajak ziva untuk pulang . Selama perjalanan ziva tertidur pulas sambil memeluk lengannya sendiri . Sedikit memiringkan tubuhnya ke samping , Gabriel hanya memperhatikannya sesekali .
Lelaki itu sudah memberhentikan mobilnya tepat di depan rumah ziva , namun ia enggan membangunkan wanita cantik ini . Ia melepas sabuk pengamannya , mengamati setiap jengkal wajah ziva . Ia sedikit memajukan badannya menghadap wanita itu.
Ziva membuka matanya dengan refleks ia mendorong Gabriel yang jaraknya tak begitu jauh darinya.
" Lo mau ngapain ? Hah.. ! " Ziva menutup dada dengan kedua tangannya.
" Stt.. " Gabriel memegang lengannya yang terbentur pada sisi mobil . Wanita ini terkadang sangat kasar pikirnya, padahal ia hanya ingin melepaskan sabuk pengaman ziva dan membawanya masuk ke dalam rumah.
" Jangan macem macem Lo ya , gue tonjok juga ntar . Gini gini gue bisa bela diri " ia meninggikan suaranya menatap tajam ke arah Gabriel . Menggepalkan tangan tepat di depan wajah lelaki itu.
Lelaki itu malah menatapnya aneh lalu tertawa keras.
" Emang Lo pikir gue mau ngapain? " Menjauhkan tangan mungil itu dari wajahnya.
" Lo majuin badan Lo ke gue itu maksudnya apa? Gue bukan anak kecil kalik ! "
" Gue cuma mau ngelepasin seat belt Lo aja . Pikiran Lo kotor banget sih jadi cewek " kesal gabriel
Ziva menelan ludahnya kasar , ia malu sekali di depan lelaki ini . Wajahnya sudah memerah , rasanya ingin menghilang dalam sekejap.
" Hehe , maaf . Abis gue kaget " ucapnya sambil nyengir.
" Udah turun! "
" Dih ngegas banget sih , iya gue turun.. dasar cowok aneh ! " Ketus ziva membuka sabuk pengamannya , ia menggerutu tidak jelas turun dari mobil . Gabriel mulai terkekeh melihat wanita itu sudah kembali seperti waktu pertama mereka bertemu.
.
.
.
Ziva melajukan mobilnya meninggalkan halaman rumahnya . Sebelum menuju butik , ia ingin singgah ke toko alat tulis . Beberapa keperluannya untuk menggambar telah habis , terpaksa ia harus membelinya .
" Kok gue ngerasa kaya ada yang ngikutin gue sih " ucap ziva melihat dari kaca mobil .
Sebuah mobil putih sejak tadi terus mengekor di belakangnya . Ia mulai risih dan sedikit menambah kecepatan mobilnya . Benar saja , mobil itu juga melakukan hal yang sama .
Ziva terdiam sejenak , ia mulai mengingat mobil yang pernah menabraknya beberapa hari yang lalu .
" Mau apa sih dia dari gue " kesal ziva dalam hati .
Ziva bernafas lega , ia sudah sampai di depan toko alat tulis .
Ia melangkahkan kakinya meninggalkan tempat parkir ,ia sedikit berlari mendorong pintu toko tersebut . Ia tidak bisa tenang , sejak tadi terus menoleh kiri dan kanannya .
Dengan langkah yang buru-buru ia mengambil beberapa barang yang ia butuhkan membawanya ke kasir .
Kakinya terus mengetuk lantai seakan ingin cepat pergi dari tempat itu . Ia sedikit kesal dengan cara kerja karyawan yang cukup lambat membuatnya membutuhkan waktu lebih lama berada di tempat ini .
" Ini mba. Terimakasih " ucap karyawan tersebut memberikan barang belanjaan pada ziva . Ia hanya tersenyum tipis lalu keluar dari tempat tersebut .
Sedikit tergesa-gesa melangkah menuju parkiran , ia sempat menoleh ke samping . Pada jarak yang tidak terlalu jauh , seseorang mengenakan pakaian serba hitam menutupi wajahnya dengan hodie itu sedang menatap kearahnya . Ia tidak bisa melihat wajahnya dengan jelas , tapi bisa di pastikan Orang tersebut cukup menyeramkan .
Ziva langsung masuk ke dalam mobilnya , menyalakan mesin meninggalkan tempat tersebut .
.
.
" Kenapa anda Panggil saya ? " Tanya Gabriel setelah memasuki ruang kerja papanya , pemilik perusahaan yang bergerak di bidang properti . Bisa di bilang lelaki ini menerusi bisnis keluarganya .
" Siapa perempuan yang sering kamu bawa ? " Tanya Anton melipat tangan ke dadanya .
" Ini kantor bukan rumah , kenapa anda tidak bisa berbicara ini di rumah "
" Karena kamu tidak pernah mau mengobrol denganku " ia menatap Gabriel .
" Setelah apa yang anda lakukan dahulu kepada aku dan.. ahh sudahlah , masih untung aku tetap meneruskan perusahaan anda . Jika tidak , sudah lama aku pergi dari sini " ia menatap tajam ke arah Anton .
" Kamu harus menikah dengan Tasya , aku sudah berjanji pada ayahnya . Ini menjadi permintaan terakhir , kamu juga tidak bisa kembali pada cintamu . Untuk apa terus berharap sesuatu yang hampir mustahil "
Gabriel tertawa miris , lelaki ini sama kerasnya seperti dirinya . Lebih tepatnya Gabriel tumbuh dengan mencontohkan lelaki ini . Ia begitu batu , keinginannya harus selalu terwujud . Meski menyakiti orang lain .
" Kau ingin menuntaskan janjimu pada orang lain dengan menyakiti anakmu sendiri? Atau sebenarnya kau punya tujuan lain ? Karena Tasya adalah pewaris tunggal ?" Menaikkan sebelah alisnya . Ia membuang muka dari hadapan Anton. Baru saja Ingin melangkahkan kakinya meninggalkan tempat tersebut .
" aku sudah cukup dengan uangku.. "
Gabriel meremehkan lelaki di hadapannya ini . Ia berdecih membuang wajahnya .
" Aku hanya ingin kau hidup berumah tangga dengan bahagia , kembali pada masalalu hanya akan membuatmu susah "
Gabriel tertawa keras , entah dia sedang menertawakan apa . Yang jelas wajahnya cukup menyimpan tanya di balik tawa .
" Aku tidak salah mendengar? Sejak kapan anda peduli dengan kebahagiaan ku ? Omong kosong apalagi yang coba anda jelaskan . " Gabriel mengebrak meja kerja papanya . Berlalu meninggalkan ruangan tersebut.
" aku tidak akan menikah dengan Tasya karena cintaku akan kembali " ucap gabriel dalam hati , ia melajukan langkahnya masuk ke dalam ruangannya .
Perjodohan itu tidak akan terjadi jika Tasya tidak terus meminta untuk menikah dengan nya . Sialnya , wanita itu terus mendesak keluarganya untuk menjadi istri Gabriel . Padahal wanita itu tidak begitu mengenalnya dengan baik.
Lelaki itu tengah duduk di meja kerjanya , ia menelpon seseorang .
" Apa kau menemukan sesuatu? "
" Saya belum menemukan apa apa bos"ucap suara besar dari ujung jalan.
" Aku tidak punya banyak waktu lagi , bergerak lebih cepat ! Kau mengerti ! " Perintahnya langsung mematikan sambungan telepon.
" Arghhh " Gabriel menggepalkan tangannya .
" Kemana aku harus mencari bukti itu " daun telinganya terlihat memerah , ruangan ber AC itu terasa panas sekali . Urat urat lehernya tampak nyata , ia benar benar sedang menahan emosi yang sudah meledak ledak .
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 23 Episodes
Comments