Gifali masih menatap kotak permen karet yang bergambar dua pasang orang bule yang tengah berpelukan. Ada sedikit geli ketika ia melihat gambar itu menjadi covernya. Ia terus Membolak-balik kan bagian depan kotak lalu berpindah ke bagian belakang, membaca beberapa perintah penggunaannya yang tercetak jelas di sana. Kemudian membuka dan meraih satu helai yang sudah terbungkus.
"Kok begini bentuknya?" tanyanya ketika sudah berada di dalam kamar mandi. Ia seperti ragu-ragu untuk memakainya, mengingat ini adalah yang pertama bagi Gifali. Lelaki itu takut dengan dirinya yang masih amatir, takut jika dengan cara ini tidak berhasil menunda Maura untuk hamil.
Tapi malam semakin menjamah, bulu kuduk nya terus saja meremang. Inti tubuhnya semakin menegang, keras dan sulit untuk ditidurkan. Hanya Maura, tempat berpulang untuk melepaskan hasrat yang sudah lama membelenggu psikis Gifali. Dengan cepat ia memakainya dan melangkah keluar dari kamar mandi untuk menghampiri Maura yang masih tertidur dengan pulas di atas ranjang.
Seketika Maura bergeliat kaget, kelopak matanya mengerjap sempurna, hampir saja ia teriak karena ada sesosok yang membuat dadanya terasa sesak karena tertindih.
"Hem..." desah napas Gifali begitu saja menerpa wajah Maura. Sang suami masih menghujam wajahnya dengan berbagai ciuman. Ia semakin terkejut, karena melihat Gifa sudah sangat polos sekarang.
"Gifa.." Maura menangkup wajah suaminya. Namun Gifa melepas dan kembali menyusuri leher Maura yang jenjang.
"Sayang.." Maura kembali berseru, seraya mengingatkan takut-takut suaminya lupa akan kesepakatan yang sudah mereka putuskan.
Gifali mendongak, menatap utuh wajah istrinya. "Kamu tenang aja, Ra. Aku udah pakai pengaman."
"Hah?" Maura mengalihkan tatapannya ke arah pusat tubuh Gifali, ingin melihat jelas seperti apa bentuk dari permen karet itu.
"Coba aku lihat, Gifa." tanyanya polos.
"Et, ets! Jangan, Ra. Malu dong ah.." Gifali meraih dagu Maura agar wanita itu menatap lagi wajahnya.
"Tapi aku penasaran mau lihat, sayang."
Gifali menggelengkan kepala dan langsung membenamkan kedua bibirnya di bibir Maura yang masih menganga. Membelit lidah Maura dan menginvasi seluruh rongga mulut istrinya. Gifali bergerak cepat, karena hasratnya yang semakin menuntut untuk dilepaskan. Beberapa saat kemudian, ia sudah berhasil meloloskan piyama Maura, membuat wanita itu menjadi polos seperti dirinya. Maura tidak bisa bergerak, ia hanya pasrah ketika Gifali terus mendominasi disetiap lekukan tubuhnya.
Memasuki inti Maura dengan ritme cepat dan sedikit kasar, napas Maura terengah-engah dan melenguh. Ia baru merasakan bagaimana sensasi berbeda yang diberikan oleh Gifali sekarang. Gifali terus menghentak pusat tubuhnya di sana, melepaskan apa yang harusnya ia lepaskan sejak beberapa hari yang lalu. Begitu cepat dan sedikit kasar. Mungkin ini sebagai rasa pelampiasan karena sudah menaham lama.
"Euh, Gifa." suara Maura yang begitu sexy, membuat Gifali terus terpacu.
Gifali tersenyum ketika melihat wajah istrinya yang sudah berbeda.
"Iya sayang.." jawab Gifa lalu mencium bibir istrinya kembali. Seperti tidak perduli kalau bibir Maura sudah sedikit bengkak karena pergerakan darinya.
"Gifa.." Maura kembali merintih. Ia terus memejam kedua matanya.
Tubuhnya sedari tadi sudah terdorong ke atas, membusungkan kedua buah sintal dadanya, karena sebentar lagi ia merasa ada cairan hangat yang akan mencuar dari inti tubuhnya. Rasa yang sudah ia rasakan berkali-kali ketika sedang melepas cinta bersama suaminya. Gifali sudah hafal jika Maura sudah seperti ini, itu tandanya ia akan mencapai klimaks sebentar lagi.
"Ayo, Ra. Kita bareng ya.." ajak Gifali dan Maura hanya mengangguk pasrah. Dan beberapa saat kemudian, keringat mereka pun melebur menjadi satu. Gelombang kenikmatan duniawi itu berhasil membuat Maura dan Gifali bersamaan terbang menuju puncak kebahagiaan.
"Capek ya, Ra." Gifali terkekeh, ia mengusap keringat yang sudah membasahi wajah dan leher Maura.
Maura mengangguk dengan wajah malu karena di goda.
"Iya Gifa."
"Aku agak kasar ya? Kamu nggak sakit kan, Ra?"
Maura menggeleng. "Agak perih aja tadi, tapi sekarang udah enggak."
Gifa mengangguk dan tersenyum, ia kembali mengecup dahi istrinya lalu berucap. "Makasih banyak sayang, sudah mau mengerti keinginanku."
Maura pun tersenyum dan bergantian mencium dahi suaminya. "Sama-sama sayang."
Gifali pun bangkit untuk melepas penyatuan tubuh mereka. Menaikan kembali selimut untuk menutupi tubuh polos sang istri.
"Udah kamu tidur lagi ya." titah Gifali. Dengan tubuh yang sudah melemah, Maura pun kembali memejam kedua matanya untuk melanjutkan tidur. Gifali berjalan ke kamar mandi untuk melepas permen karet yang sedari tadi ia pakai.
Lalu
Ia sedikit berteriak, ketika permen karet itu tidak ia temukan di pusat tubuhnya. Jantungnya kembali berdegup, rasa was-was kembali menerpa kalbunya. Dengan langkah cepat setelah mengenakan pakaian kembali, ia bergegas untuk menghampiri Maura yang sudah memejamkan kedua mata. Menyingkap selimut dan mencoba untuk mencari-cari benda plastik yang sedari tadi ia gunakan untuk menampung cairan yang keluar dari pusat inti tubuhnya.
Bahkan ia sampai membalikkan tubuh istrinya untuk mencari benda itu namun nyatanya nihil.
"Kamu cari apa, Gifa? Kenapa selimutnya ditarik." Maura meraih kembali selimut itu untuk menutupi tubuhnya.
"Ya Allah." desah Gifa frustasi.
"Kamu kenapa??" tanya Maura ikut takut.
"Kayanya---alat pengaman itu---ketinggalan di milik kamu, Ra." ucap Gifa terbata-bata.
"Hah? Apa?" Maura dengan refleks begitu saja teriak. Ia melototkan kedua matanya karena tidak percaya. "Yang benar sayang?" tanyanya dengan wajah melongo.
"Aku coba liat ya." tanpa menunggu jawaban dari istrinya, Gifa kembali membuka inti milik Maura yang masih rapat, lelaki itu sulit untuk menggeledahnya. Maura yang merasa malu dengan apa yang dilakukan Gifa, hanya meringis dan diam. Ia selalu menurut akan apa yang diperintahkan oleh suaminya.
"Susah, Ra. Enggak bisa dijangkau. Ayo bangun kita ke Rumah Sakit sekarang!" Gifa membantu Maura untuk bangkit dari ranjang. Menggandeng istrinya yang hanya manut saja untuk masuk kedalam kamar mandi terlebih dahulu, sebelum akhirnya mereka berlalu menuju Rumah Sakit.
***
Gifali masih berdiri disamping ranjang pasien yang sedang ditiduri oleh istrinya sekarang. Menggenggam tangan Maura seperti layaknya menunggui istri yang akan melahirkan. Beberapa ahli kebidanan di sana tengah membantu istrinya. Gifali sedari tadi mengusap wajahnya dengan kasar. Ia memang sudah berhasil melepaskan hasrat nya yang begitu membara. Tapi ia juga merasa amat bersalah karena kelakuannya lah, sang istri bisa mendapatkan masalah seperti ini.
Sungguh malu tidak tertahan ketika keluhan yang terjadi pada Maura, ia utarakan kepada tenaga medis beberapa saat yang lalu. Tak salah dari mereka ada yang kelepasan dalam tingginya gelak tawa. Mereka menganggap Maura dan Gifali hanyalah pasangan anak muda yang sedang mencari kesenangan semata. Bukan suami istri yang sedang mengejar pahala.
"Bagaimana, Bu?" tanya Gifali dengan raut kecemasan. Ia tidak akan bisa memaafkan dirinya jika benda itu tidak bisa dikeluarkan.
Dua Bidan masih menatap inti Maura, Maura sesekali meringis karena merasa linu akibat alat panjang yang tengah dimasukan kedalam sana. Kedua paha Maura pun terasa sudah pegal karena sudah terangkat lama.
"Akhirnya, berhasil dikeluarkan..." jawab Bidan dengan senyuman, bersamaan alat panjangnya yang berhasil merengkuh kon**m yang tertinggal di sana.
Begitu saja napas kelegaan mencuat dari bibir Gifali dan Maura. Gifa mencium kening istrinya.
"Maafkan aku sayang, aku menyesal."
Maura mengangguk dan mengelus pipi suaminya. "Mungkin lain kali harus hati-hati ya." jawab sang istri.
"Maaf, Bu. Apakah ada obat yang harus diminum oleh istri saya?" tanya Gifali.
"Tidak ada rasa sakit kan, Nona?" Bidan beralih menatap Maura. Maura hanya menggelengkan kepala.
"Berarti tidak ada obat yang perlu diminum." jawabnya.
"Oh baik, Bu." sahut Gifali yang wajahnya masih sedikit menegang.
"Tidak perlu khawatir. Kejadian seperti ini sudah sering terjadi pada pasangan muda. Terlalu mengeksplor gerakan sampai tidak menjaga kehati-hatian. Untung saja cepat dibawa kesini, karena jika tidak. Bisa membahayakan alat reproduksi."
Gifali mengangguk dengan senyuman tipis. ia kembali menatap wajah istrinya dengan tatapan sendu dan juga malu. Ia tidak akan menyangka jika tengah malam seperti ini, membawa Maura ke Rumah Sakit hanya untuk melahirkan sebuah permen karet.
Para Bidan pun pamit untuk berlalu dari hadapan mereka sambil membawa barang bukti alat pengaman yang tertinggal di pusat tubuh Maura.
"Ini sungguh memalukan! Aku nggak akan mau menggunakan alat itu lagi, Ra!" desah Gifali sedih. Lelaki itu tetap saja mengumpat dirinya. Maura hanya bisa bersabar untuk terus berusaha menenangkan hati suaminya.
"Enggak apa-apa sayang, kamu nggak perlu menyesal." Maura tersenyum menatap suaminya yang masih frustasi karena takut. Apa jadinya jika orang tua mereka tahu, kalau Maura dilarikan malam-malam ke Rumah Sakit hanya karena kejadian ini.
Gifali pun memeluk istrinya dan menangis. "Maafkan aku ya, Ra. Aku sangat menyesal, kamu jangan marah ya."
"Jangan berbicara seperti itu sayang. Aku nggak marah, karena aku mengerti apa yang kamu rasakan. Bukan hanya kamu, tapi aku juga ikut merasa tidak enak ketika menahannya. Aku yang seharusnya minta maaf sama kamu, Gifa." jawab Maura dengan tatapan nanar.
"Makasih karena sudah mengerti aku sayang." jawab Gifali dengan suara yang serak.
"Kalau aja peraturan kampus tidak seperti ini, kamu pasti tidak akan gelisah seperti ini." sambung Maura.
Gifali menggeleng dan semakin mengeratkan pelukannya di sana. " Udah aku enggak mau bahas! Kita pulang sekarang ya, biar kamu bisa istirahat lagi."
Maura hanya bisa mengangguk untuk menurut ucapan suaminya. Mereka pun kembali pulang menuju kostan, melepas malam yang tidak akan pernah mereka lupakan seumur hidup.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 150 Episodes
Comments
Nur Yanti
boleh ga sih aku ngakak sama musibah mereka😂😂 maaf ya ga tahan ketawa sumpah 🙏
mungkin karena pembungkus permen karetnya gambar bule kegedean kali jadi gampang copot😂😂
2022-04-26
0
Riska Wulandari
ngakak..😜😜😜
sekalian konsultasi gitu loh Ra..mumpung ketemu bidan di London..🤭🤭🤣🤣🤣
2021-12-17
0
Fhebrie
wkwkwkwk.... authir gokil juga ternyata 😅😅😅😅
2021-09-26
0