Suara ombak terdengar jelas menderu-deru dipertengahan air laut. Memperlihatkan berbagai kapal yang sedang membawa wisatawan menuju dermaga. Artanegara Resort, adalah tempat wisata sekaligus penginapan yang selalu dikunjungi oleh orang-orang berkelas baik dari dalam maupun luar negeri.
Menurut pembagian harta waris keluarga Artanegara. Maura adalah adalah pemegang hak waris utuh atas Artanegara Resort. Tentu bisa dibayangkan berapakah uang yang akan masuk ke dalam rekening pribadinya setiap bulan.
Beruntungnya Gifali bisa mendapatkan wanita itu untuk menjadi istrinya. Wanita yang pernah ia duakan, ia tinggali dan ia jauhkan. Namun wanita itu tetap saja meregangkan kedua tangannya untuk selalu mendekap Gifali agar mau kembali.
Beberapa hari sebelum pernikahan mereka di gelar. Gifali memberikan beberapa syarat kepada Maura. Pernikahan akan berlanjut jika Maura mau menerima syarat yang sudah ia ajukan.
"Aku ingin kita tidak membawa harta kekayaan orang tua setelah kita menikah. Aku ingin membuat diriku pantas untuk bisa menghidupimu sendiri dengan hasil jerih payahku. Memulai hidup berdua di London tanpa campur tangan kedua orang tua kita, apa kamu bersedia?"
Tanpa hening panjang yang menjuntai, Maura dengan satu anggukan kepala, langsung menyetujui syarat tersebut.
"Aku akan melepas semua kekayaan ini, jika kamu tidak meridhoi nya, Gifa. Aku hanya ingin menikah dan menjadi istri yang berbakti untukmu ..."
Keputusan yang begitu berat harus diambil oleh Maura. Melepas segala harta dan tahta yang selama ini menemani kehidupannya. Namun demi lelaki itu, demi rasa cinta dan kasihnya. Maura mengikhlaskan semuanya, walau awalnya semua syarat itu ditentang oleh kedua orang tua Maura.
"Maura yang menjalani pernikahan, Pah, Mah. Gifali tidak akan mungkin menterlantarkan Kakak. Aku akan berjuang untuk terus berada di sisinya demi kehidupan kami disana."
Berbagai keyakinan yang diberikan oleh Maura kepada kedua orang tuanya. Agar mereka mau melepas Maura secara utuh. Tidak lagi memberikan bantuan untuk biaya hidup dan biaya perkuliahan mereka selama di London.
Gifa sudah menjual harta kekayaan dari ibu kandungnya untuk biaya pernikahan dan sisanya untuk biaya hidup dan biaya kuliah mereka beberapa semester kedepan. Di London Gifa akan mencoba mencari pekerjaan tambahan untuk menambah pundi-pundi uang mereka.
Dengan berat hati hanya karena ingin melihat sang anak bahagia bisa bersatu dengan lelaki yang ia cintai. Papa Bilmar dan Mama Alika akhirnya merestui syarat tersebut. Tapi mereka tetap akan memantau buah hatinya dari kejauhan.
Setelah syarat sudah diterima, dua keluarga saling menyetujui. Maka proses pernikahan pun berlanjut dan disini lah, saat ini mereka berada.
Ada keheningan sebentar sebelum Maura meraih mikrofon untuk mengucapkan beberapa kalimat permohonan izin kepada Mama dan Papanya. Menata ritme nafasnya yang mulai berat karena menahan sesak.
Setetes air mata pelan tidak bisa terbendung, begitu saja jatuh membasahi permukaan pipinya yang sudah berlapiskan kosmetik mahal.
"Papa ... Mama."
Baru saja mengucapkan nama orang tua mereka membuat Maura kembali menunduk menatap meja. Ada suara isak namun tertahan membelenggu lidahnya.
Namun perlahan ia kembali memberanikan diri mendongakkan wajahnya untuk menatap Papa nya yang tepat berada dihadapannya disamping penghulu lalu beralih menatap Mama Alika yang sejak tadi sudah menangis.
Bulir-bulir air mata pun menetes di wajah Papa Bilmar. Lelaki paru bayah itu berulang kali menghela nafas panjang untuk menahan agar tidak menangis.
Mikrofon kembali Maura arahkan ke bibirnya, dengan suara bergetar ia pun kembali melanjutkan permohonan izin nya.
"Papa, Mama. Terimakasih karena selama ini sudah mau bersusah payah untuk membesarkan Kakak. Mau menerima sikap dan sifat Kakak dengan kelapangan dada kalia. Maafkan Kakak belum bisa berbakti menjadi anak yang membanggakan. Namun Kakak akan selalu berusaha untuk mengharumkan selalu nama kalian ..."
Isakkan tangis antara Maura, Mama Alika dan Mama Difa begitu membuat keheningan dan kesyahduan amat dalam. Mengajak semua yang hadir ikut menangis dan terjebak dalam situasi yang menyedihkan seperti saat ini.
"Hari ini, Kakak meminta izin kepada Mama dan Papa untuk menikah dengan lelaki pilihan Kakak. Sekiranya Mama dan Papa berkenan untuk memberikan ridho kepada pernikahan kami berdua dihari ini. Semoga lelaki yang Kakak pilih menjadi suami, akan selalu menjaga Ijab nya untuk Kakak."
Air mata turun semakin deras. Banyak dari mereka yang mengepal tissu karena berhasil membuat tatanan eyeliner dan maskara mereka menjadi tidak beraturan.
Kedua mata Papa Bilmar memerah diiringi dengan air mata yang juga menetes namun pelan. Begitu pun Papa Galih dan Om Malik kedua mata mereka sudah berkaca-kaca.
Papa Bilmar menoleh untuk menatap wajah Kakek Bayu, seolah meminta kekuatan ketika tubuhnya seperti ingin terkoyak.
"Apa ini yang dirasakan Papaku ketika melepas ku untuk menikahi Alika? Sesedih itu kah hatinya? Tentu hatiku pilu saat ini, sesedih ini kah? Ketika akan melepas putriku menjadi milik orang lain?"
Papa Bilmar terus menatap Kakek Bayu yang akhirnya menganggukan kepala. Seraya mengetahui dan membenarkan apa yang sedang dirasakan oleh dirinya.
"Bil ..." Om Rendi mengelus bahu Kakak iparnya. Papa Bilmar pun terenyak sadar dari dalam lamunannya.
Papa Bilmar pun membawa arah matanya untuk kembali memandang kedepan. Menatap kepada dua insan yang sebentar lagi akan resmi menjadi suami istri.
"Papa dan Mama mengizinkan, Nak ..." jawab Papa Bilmar dan mewakili nama istrinya yang masih menangis tersedu-sedu.
Maura dan Gifali kembali memperlihatkan rasa sedikit kelegaan, karena acara intinya belum dimulai.
Penghulu pun mempersilahkan Papa Bilmar dan Gifali saling berjabat tangan. Kedua mata mereka pun saling menatap. Dua lelaki yang mempunyai hak utuh untuk Maura. Namun Papa Bilmar harus bisa merelakan bahwa lelaki yang sedang berjabat tangan dengannya akan lebih unggul mendapatkan cinta dari putrinya.
"Sudah siap, Nak Gifa?" tanya bapak penghulu lalu bergantian bertanya kepada Papa Bilmar. Mereka pun akhirnya mengangguk bersamaan.
"Saya nikahkan dan kawinkan engkau dengan putri kandung saya, Maura Zivannya Artanegara binti Bilmar Artanegara dengan perhiasan emas sebesar 100 gram, seperangkat alat shalat dan hafalan surah Ar-Rahman, dibayar tunai ...." suara bariton Papa Bilmar menggema, melingkup masuk kedalam semua telinga para hadirin yang sedang mendengarkan dan mengawasi prosesi Ijab Qabul.
Tangan mereka masih berjabat satu sama lain. Terasa dingin membasahi telapak tangan mereka yang kini menjadi satu
Tanpa celah dan tanpa jeda. Dengan satu tarikan nafas Gifali begitu lancar untuk mengucap Ijab Qabul dengan satu tarikan nafas tanpa salah dan tanpa pengulangan. Sontak membuat para hadirin berteriak dalam kegembiraan.
"SAH!!"
"Alhamdulillah..." ucapan syukur saling beriringan keluar dari mempelai pengantin, keluarga dan para hadirin yang masih menatap mereka. Suasana semakin mengharu biru ketika Gifali dipersilahkan untuk menunaikan maharnya kepada Maura.
Gifali membacakan surah Ar-Rahman dengan hafalan mata telanjang. Walau suaranya tidak merdu seperti para Hafidz Al-Quran. Tetapi suaranya begitu lembut dan enak didengar. Ayat yang dibacakan pun fasih dan terdengar jelas.
Orang tua mana yang tidak akan bangga melihat anaknya seperti ini. Belajar mengaji memang sejak dini di terapkan oleh Mama Difa kepada semua anak-anaknya. Maka saat ini wanita itu bangga kepada Gifali karena berhasil membuat dirinya bangga.
Maura melongo tidak mengedip sama sekali. Air mata yang sejak tadi berseliweran di wajahnya kini sudah pupus tergantikan dengan desahan kagum dan takjub.
Ia terus menatap Gifali yang masih berjuang untuk membacakan 78 ayat Surah Ar-Rahman dengan hafalan yang sudah berminggu-minggu ia lakukan. Ini semua hanya untuk Maura, wanita yang akan menjadi teman hidup sampai ia tidak bisa lagi melihat dunia.
"Ini kah suamiku? Lelaki yang baru saja melakukan Ijab Qabul untukku?" desah haru menyeruak di dalam relung hati Maura. Begitu bahagia jiwanya ketika melihat pengorbanan Gifali untuk dirinya. Inilah persembahan mahar dari Gifali untuk istrinya.
"Sungguh, aku mencintaimu suamiku .... Tuntun lah aku, untuk selalu menyayangimu karena Allah semata."
****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 150 Episodes
Comments
YuWie
aq pun ikut terharu pak Bilmar, vote untuk bapaknya maura
2022-12-29
0
YuWie
aq pun ikut terharuuu..
2022-12-29
0
Riska Wulandari
haru,,manis bercampur tegang..
2021-12-16
0