Terlihat rembulan sudah meninggi ke peraduan, menemani malam yang gelap dengan seribu bintang yang sedang bertebaran di langit London.
Gifali masih saja mengusap-usap layar ponselnya dengan jari telunjuk dengan gerakan ke atas lalu ke bawah. Ia sedang mencari berbagai artikel yang bisa menjelaskan bagaimana caranya bisa melakukan hubungan suami istri namun tidak menyebabkan kehamilan di berbagai situs internet. Karena ia sudah tidak tahan dengan pusat tubuhnya yang sudah terasa menegang dari tiga hari yang lalu, rasa tidak enak pada tubuhnya pun terus saja hinggap walau ia sudah minum vitamin atau obat sakit kepala.
Maura yang sedang merebahkan kepalanya di dada Gifali pun ikut menatap layar ponsel itu. Sesekali ia menguap, karena rasa kantuk yang sudah mulai menerpa.
"Ternyata pakai pengaman, Ra." ucap Gifa dengan tatapan masih lekat di layar terang itu. Maura mengangguk saja tanpa memberi komentar, kadang ia terlepas untuk memejam kedua matanya lalu kembali membuka mata, karena suaminya mengajak bicara kembali.
"Pengaman bagaimana?" tanya sang istri.
Masalah ini memang masih tabu dibenak mereka. Dua pasangan suami istri muda yang harus bisa belajar dewasa dan mandiri dengan caranya sendiri. Bagaimana lagi, keadaan yang menuntut mereka untuk seperti ini. Gifali menyerah untuk tidak menyentuh istrinya, tapi ia juga takut kalau Maura hamil. Hal itu sungguh beresiko.
"Ada empat pilihan di sini, Ra. Bisa pakai cara buang diluar, kamu minum pil KB, memakai waktu masa subur/ tidak subur, atau pakai..." Gifa terdiam, Maura yang tadinya mengantuk kini kembali segar. Ia menunggu penyelesaian penjelasan dari suaminya.
"Terus sayang."
Gifali mengangguk dan kembali melanjutkan menelaah artikel di sana. "Pakai Kon**m, Ra."
"Hah? Apa itu?" Maura sedikit bangkit untuk mendongakk menatap wajah suaminya, ia pun menjengit takut. Wajah polosnya merasa apa yang disebut Gifa adalah hal yang menakutkan.
Gifa tertawa. "Emang kamu enggak tau, Ra?"
Maura menggeleng lalu kembali membenamkan kepalanya diceruk leher suami. Gifali terlihat gemas dengan perangai istrinya yang terlalu polos. Ia mengusap-usap lengan Maura yang terasa dingin. Menarik selimut untuk lebih menutup tubuh mereka sampai ke dada.
"Itu alat pengaman juga, Ra. Tapi yang pakai aku..." Gifa pun mulai menjelaskan dengan rinci mengenai pemakaian tentang permen karet itu sesuai penjelasan dari internet. Maura menggerakkan bola matanya ke sana kemari ketika suaminya sedang bertutur, ada guratan aneh, cemas dan bingung.
"Jadinya, gimana?" tanya Maura ketika gelak suara Gifa sudah terhenti.
"Kalau ngeluarin di luar, aku takut belum bisa, Ra, takut kebabalsan! Tapi kalau kamu yang harus KB, aku takut. Karena ada berbagai resiko di umur kamu yang masih muda. Mungkin cara yang paling tepat, ya menggunakan si permen karet ini."
"Apa kamu yakin, Gifa. Dengan memakai alat itu aku tidak akan hamil?"
"Insya Allah, sayang. Kita coba dulu gimana?" jawab Gifali meyakinkan istrinya.
"Ya udah besok aja kita beli ya..udah sekarang kamu tidur, besok kan mau ospek." ucap Maura tanpa rasa beban, namun berbeda hal dengan Gifali. Wajah lelaki tengah berbinar itu, begitu saja meredup ketika mendengar ucapan istrinya. Maura meraih ponsel itu dan meletakkannya di atas lantai. Ia kembali mendekap suaminya lalu memejamkan kedua matanya.
Gifali fikir malam ini ia akan kembali menyelami pulau kenikmatan, namun dengan sikap Maura yang seperti ini, membuat ia akan merasakan sakit kepala sampai esok pagi. Apalagi seharian besok, ia akan mengikuti jalannya ospek mahasiswa baru. Tentu akan menganggu sekali.
Tapi mau bagaimana lagi, ia tidak bisa memaksakan kehendaknya sekarang. Karena hari pun sudah malam dan Maura sudah mulai mendengkur pulas.
****
Dua jam sudah berlalu, waktu sudah menunjukan pukul 23:00 malam, dan Gifali masih saja terjaga dengan inti tubuhnya yang terus saja berdenyut nyeri. Lelaki itu semakin gelisah, ketika paha mulus istrinya yang begitu saja tersingkap dari piyama daster. Seteguk saliva ia telan dalam-dalam untuk berusaha mengalihkan rasa keinginan itu agar tidak semakin memuncak.
Dari kecil Maura terkenal dengan tidur dalam posisi yang lasak. Terkadang tengah malam Gifali akan terbangun dengan hentakkan tangan atau kaki yang tidak sengaja membentang diatas tubuhnya karena pergerakan lasak dari istrinya.
Gifali semakin tergiur, ketika melihat belahan dada Maura yang begitu saja tercetak jelas dari balik piyama. Ia mendongak menatap wajah Maura yang sudah terlelap dengan katupan bibir yang terlihat menganga.
"Bisa nggak sih langsung tancap?" desah Gifali lalu mengusap wajahnya dengan kasar.
Apalagi wajah Maura terlihat cantik dua kali lipat ketika sedang tertidur, membuat libido Gifa semakin tersulut dan merekah. Tangannya yang nakal tidak terlepas untuk mengelus terus paha mulus sang istri. Kadang semakin naik untuk meraba-raba inti milik istrinya.
Sungguh hal ini sangat menyiksa gelora batinnya. Tanpa fikir panjang dan hasrat yang semakin menuntut untuk mendapatkan jalan keluar. Dengan langkah cepat, ia bangkit dari ranjang lalu memakai jaket, meraih dompet untuk berlalu keluar dari kosan menuju mini market, sudah dipastikan ia ingin mendapatkan permen karet itu sekarang juga.
Sudah tidak asing, mulai anak sebaya Gifali sudah berbondong-bondong untuk membeli alat pengaman itu di Negara ini. Malah terkadang mahasiswa harus mempunyai alat itu di dalam tasnya sebagai bahan antisipasi.
Setelah menerjang dinginnya malam dan sesekali berjalan takut karena banyak suara anjing yang bersaut-sautan. Gifali kembali sampai di area kostan setelah mendapatkan sekotak permen karet di kantong jaketnya.
"Gifa!" seruan itu membuat Gifa tersentak karena kaget.
Ia mendelik dengan tatapan mata yang terkejut. Begitu kaget dirinya. Ia terasa deperti pencuri yang tengah ketahuan dan sebentar lagi akan di pukuli oleh masa. Suasana malam pun semakin mencekam dirinya ketika ada langkah tegap muncul sedang berjalan untuk mendekat.
"Eh iya Pak." Gifa merubah mimik wajahnya ketika tatapan samar yang berubah menjadi jelas. Ada Harun yang sedang berjalan menghampirinya.
"Dari mana kamu malam-malam begini?" tanya lelaki itu yang baru saja akan menggembok pintu gerbang.
Gifali terdiam sebentar, mau berasalan membeli makanan sungguh tidak mungkin, ia tidak sedang membawa kantung belanjaan sekarang. Tidak mungkin kan jika ia jujur? Memaksa untuk menerjang malam hanya karena ingin membeli sekotak permen karet untuk persiapan penuntasan hasratnya sesaat lagi.
"Oh itu Pak, mau cari cemilan. Tapi diluar sudah sepi."
"Kalau lapar, isi saja dengan air putih. Makan di malam-malam seperti ini, sungguh tidak baik untuk kesehatan." Harun menjelaskan.
Gifali mengangguk dengan senyuman mengembang di bibirnya. "Terimakasih Pak, sudah mengingatkan."
"Ya sudah sana kembali ke kamarmu. Kasian istrimu sendirian menunggu."
Gifali mengangguk kembali dan pamit meninggalkan Harun. Ia melangkah cepat menuju lantai dua, dimana kostan nya berada. Lebih tepatnya ingin merengkuh istri cantiknya yang sudah terbang ke alam mimpi. Maura pasti tidak akan menyangka. Bahwa tidurnya yang sudah nyenyak akan terhancurkan dengan huru hara yang akan ditimbulkan oleh suaminya sesaat lagi.
Bagaimana kah Gifali? Berhasilkah ia malam ini dengan satu permen karet itu, untuk menyelam ke dalam lubang kenikmatan? Mengganti suasana hatinya yang terus saja gelisah dalam beberapa hari ini.
Selamat berjuang Gifali, untuk menuntaskan pelepasan mu malam ini, kamu bisa!🤭
****
Like dan Komennya jangan lupa ya, aku aja nggak lupa kok untuk selalu buat cerita mereka hanya untuk kalian, semoga yang sayang sama authornya, disayang sama Allah❤️🤭
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 150 Episodes
Comments
Nurshaleha Enuy
haha kocak beneran gifali
2021-07-23
0
Santi Santi
sampe sgtu yh beli permen karet mlm" sampe sekotak lagi..wadidow😆
2020-12-18
0
Yeni Maryani
gifa tahannn ... jangan sampai kebablasan
2020-12-12
0