The Best Medicine

Chandra menatap ke luar jendela kantornya, pemandangan gedung-gedung tinggi di kota besar terbentang seperti lautan beton di hadapannya. Hari itu berjalan seperti biasa_penuh rapat, panggilan telepon, dan tanggung jawab yang tak ada habisnya. Hingga pintu kantornya diketuk.

Erika. Nama itu terasa asing namun akrab, membawa ingatan yang sudah lama ingin ia buang. Chandra menyipitkan matanya, menyadari betapa tidak diundangnya kedatangan wanita itu di tempat ini, terutama setelah semua yang terjadi.

"Erika." Suaranya tenang, hampir dingin, saat Erika melangkah masuk dengan sikap yang terlihat santai namun tetap licin, seperti ular yang menyusup ke dalam sarangnya.

"Chandra," Erika menyapanya dengan senyum tipis, lalu melirik sekeliling ruangan dengan rasa akrab yang sudah usang. "Dulu, aku sering sekali ke sini."

Chandra tidak mengatakan apa-apa, hanya melipat tangannya di atas meja, menunggu penjelasan lebih lanjut. Ini bukan pertemuan yang ia inginkan, apalagi butuhkan. Sudah jelas baginya bahwa masa lalu dengan Erika adalah bab yang sudah ia tutup rapat-rapat.

"Aku tadinya mau bertemu Awan untuk makan siang," lanjut Erika, berjalan mendekat seolah ingin menjelaskan kehadirannya yang tidak terduga. "Tapi ternyata dia sedang tidak ada di kantor. Sekretarisnya bilang dia ada di luar kota. Jadi kupikir, kenapa tidak sekalian mengunjungimu?"

"Aku sibuk," jawab Chandra tanpa basa-basi, tatapannya keras seperti baja. "Kau harusnya tahu itu."

Erika tersenyum kecil, lalu duduk di kursi di hadapan Chandra tanpa diundang. "Aku hanya ingin berbicara sebentar. Lagipula, kita pernah sangat dekat, kan? Tidak ada salahnya sedikit nostalgia."

Chandra merasa rahangnya mengeras. "Ada yang ingin kau bicarakan, Erika?"

Erika menyandarkan tubuhnya, bermain-main dengan ujung rambutnya, seolah momen ini adalah nostalgia yang menyenangkan baginya. "Aku hanya penasaran dengan kehidupan barumu. Dengan istrimu."

Wajah Erika berubah sedikit licik. "Bagaimana rasanya hidup dengan Shabiya? Kalian pasti sangat sibuk. Aku tidak bisa membayangkan bagaimana kalian bisa punya waktu bersama."

Chandra mengepalkan tangan di bawah meja. Perubahan suasana hati Erika begitu halus namun penuh maksud. Ini bukan nostalgia, ini adalah ejekan terselubung. "Kami baik-baik saja. Shabiya dan aku sudah cukup dekat," jawabnya tegas.

Erika tertawa kecil, tawa yang terdengar meremehkan dan menyengat telinga Chandra. "Dekat? Oh Chandra, kau pasti bercanda. Pernikahan yang dibangun tanpa cinta? Kalian berdua sama-sama sibuk, kapan kalian punya waktu untuk benar-benar menjadi suami istri?"

Chandra merasakan panas yang mulai membakar dadanya, namun ia tetap tenang. "Kami menjalani hubungan ini dengan baik. Waktu bukan masalah."

Erika menyeringai lebih lebar, lalu meletakkan siku di atas meja, mendekatkan tubuhnya ke arah Chandra seolah ingin membisikkan sesuatu yang pribadi. "Beritahu aku satu hal, Chandra. Apakah kau dan Shabiya sudah pernah... berhubungan intim?"

Chandra merasakan setiap otot di tubuhnya menegang mendengar pertanyaan itu. Pandangannya tetap fokus pada Erika, tanpa menunjukkan tanda-tanda terganggu. Erika tahu betul bagaimana memanipulasi percakapan untuk menusuk lebih dalam. "Itu bukan urusanmu, Erika."

"Tentu saja itu bukan urusanku," Erika berkata sambil menyandarkan tubuhnya lagi. "Tapi aku tidak bisa tidak bertanya-tanya. Aku kenal kau, Chandra. Dan aku juga tahu, kau terlalu sibuk untuk urusan seperti itu. Kau mungkin menikahinya, tapi apakah kau benar-benar... 'mencintainya'?"

Chandra tersenyum tipis, dingin. "Pernikahanku dengan Shabiya bukan urusanmu. Dan yang lebih penting, kami menjalani kehidupan yang jauh lebih baik daripada apa yang kau bayangkan."

Erika menyipitkan mata, senyumnya berubah sedikit pahit. "Oh, Chandra. Jangan berpikir pernikahan kalian akan bertahan lama. Kalian berdua terlalu sibuk untuk saling jatuh cinta, dan kalian pasti belum cukup... intim."

Ia berhenti sejenak, menikmati ketidaknyamanan yang ingin ia ciptakan. "Atau bahkan jangan-jangan, kalian tidak pernah benar-benar berciuman selain ciuman palsu di pesta pernikahan itu? Aku tahu kau, Chandra. Kau pandai bersandiwara, tapi aku bisa membedakan mana yang asli dan mana yang tidak."

Chandra mendengarkan Erika dengan tenang, meskipun di dalam dirinya, amarah yang ia tekan selama ini mulai memanas. Erika mencoba menanamkan keraguan di pikirannya, mencoba menggoyahkan keyakinannya pada hubungan yang sedang ia bangun bersama Shabiya.

Chandra bangkit dari kursinya, menatap Erika dengan pandangan tajam. "Aku tidak tahu apa motifmu datang ke sini, Erika. Tapi aku tidak peduli dengan spekulasi atau penilaianmu tentang pernikahanku. Jika kau hanya datang untuk meremehkan hidupku, pintu itu selalu terbuka untukmu keluar."

Erika terdiam sejenak, menyadari bahwa provokasinya tidak berhasil. Tapi kemudian, ia tersenyum kecil, menandakan bahwa pertarungan belum berakhir. "Baiklah, Chandra. Aku hanya ingin memastikan kau tahu apa yang kau hadapi. Pernikahan seperti milikmu... tak akan bertahan lama. Kau tahu itu, dalam hatimu yang terdalam."

Chandra tidak menjawab. Ia hanya menatap Erika dengan tatapan dingin, tanpa emosi. Wanita itu berdiri, mengangkat bahunya dengan santai, dan berjalan keluar dari kantornya.

Setelah Erika menghilang di balik pintu, Chandra berdiri di sana, masih memikirkan kata-katanya. Pernikahan ini mungkin memang tidak dimulai dengan cinta, tapi ia tahu bahwa apa yang ia rasakan untuk Shabiya perlahan berubah. Dan ia tidak akan membiarkan masa lalunya, atau siapa pun, menghancurkan apa yang sedang ia bangun bersama istrinya.

Tatapan Chandra mengarah ke jendela lagi, kali ini dengan tekad baru. Satu hal yang pasti, ia tidak akan membiarkan Erika atau siapa pun merusak pernikahannya.

***

Chandra duduk di belakang meja kerjanya yang besar, tangan mengusap dagunya dengan jari-jari yang tegang. Bayangan Erika masih mengganggu pikirannya. Kata-katanya, meskipun penuh dengan racun, tetap terngiang-ngiang di benaknya. Namun, kali ini bukan perasaan takut yang menguasainya, melainkan amarah yang mendidih, mengalir di setiap nadinya. Erika selalu tahu bagaimana memprovokasinya, menyentuh luka lama yang ia coba sembuhkan.

Dan setiap kali ia merasa seperti ini_tertekan, kesal, hampir di ambang ledakan_hanya ada satu hal yang mampu memberinya ketenangan. Satu hal yang menjadi pelariannya sejak ia menikahi Shabiya.

Shabiya.

Chandra meraih jasnya dan tanpa berpikir panjang, berjalan keluar dari kantornya. Ia mengabaikan tatapan penasaran dari stafnya, membiarkan pintu kaca yang tebal berayun tertutup di belakangnya. Langkahnya mantap, penuh dengan ketegasan yang tak tertahankan. Saat berada di lobi, semua mata terarah padanya. Ada sesuatu yang tak bisa diabaikan dari sosok Chandra. Ketampanannya bukan hanya terletak pada garis tegas rahangnya atau matanya yang tajam, tapi juga pada kehadiran dirinya_auranya yang penuh dengan otoritas, kekuatan, dan pesona yang seolah tak terpisahkan.

Rambutnya, hitam legam, tertata sempurna, memantulkan sinar dari lampu-lampu mewah di lobi. Jasnya yang terbuat dari bahan terbaik menjuntai di tubuhnya dengan sempurna, memamerkan punggung lebar dan postur tegapnya. Setiap langkah yang ia ambil seakan menghentikan waktu, mengundang tatapan kagum dari siapa pun yang melihatnya. Chandra tidak hanya tampan_dia 'menyihir'. Pria seperti ia tidak bisa diabaikan.

Chandra tidak menelpon Shabiya lebih dulu. Ia tidak perlu izin untuk ini. Pertemuannya dengan istrinya adalah kebutuhan mendesak yang lebih dari sekadar keinginan. Erika telah mengguncang batinnya dengan cara yang hanya bisa diredakan oleh satu orang: Shabiya. Dan kopi. Tapi terutama Shabiya.

Ketika ia tiba di kantor istrinya, Chandra langsung menuju lobi yang ramai dengan karyawan dan klien yang berlalu lalang. Seketika kehadirannya mencuri perhatian. Sekretaris di meja depan hampir terhenti dalam aktivitasnya ketika melihat sosoknya mendekat.

"Pak Chandra..." suara sekretaris itu sedikit gemetar, seperti kebanyakan orang yang mendekatinya. "Apakah Anda ada janji dengan Bu Shabiya?"

Chandra menggelengkan kepala, tersenyum tipis namun penuh kendali. "Tidak, tapi aku yakin dia ingin bertemu denganku."

Sekretaris itu hanya bisa mengangguk, kemudian dengan cepat memanggil Shabiya melalui telepon internal. Tak butuh waktu lama, pintu kantor Shabiya terbuka, dan Chandra melangkah masuk tanpa menunggu lebih lanjut.

Di balik pintu, Shabiya duduk di mejanya, dikelilingi oleh berkas-berkas pekerjaan yang tertata rapi. Wajahnya sedikit lelah, tapi tetap memancarkan ketenangan yang biasa ia tunjukkan, bahkan dalam tekanan kerja yang berat. Namun, begitu melihat suaminya, alisnya sedikit terangkat.

"Chandra? Kau tidak memberitahuku kalau akan datang."

Chandra menutup pintu di belakangnya, menatap istrinya dengan intensitas yang jarang ia tunjukkan. "Aku butuh bertemu denganmu," jawabnya singkat, langkahnya mendekat, memotong jarak di antara mereka.

Shabiya terdiam sejenak, lalu menyingkirkan dokumen di hadapannya. Ada sesuatu dalam cara Chandra berbicara, dalam sorot matanya, yang membuat hatinya sedikit berdegup lebih cepat.

"Apakah ada yang terjadi?" tanya Shabiya, meski ia sudah bisa merasakan ada sesuatu yang mengganggu suaminya.

Chandra hanya menghela napas panjang, duduk di kursi di depan meja Shabiya. "Erika."

Nama itu menggantung di udara sejenak, membawa ketegangan yang tak terhindarkan. Shabiya tidak perlu penjelasan lebih lanjut. Ia tahu hubungan masa lalu Chandra dengan Erika tidak mudah dilupakan begitu saja, terutama karena keterkaitan Awan dalam kisah mereka.

Shabiya menatap suaminya dengan lembut, meskipun dalam hatinya, ada sedikit kekhawatiran yang menggerogoti. "Apa yang dia inginkan?"

Chandra menggeleng pelan, frustrasi. "Tidak ada yang penting. Hanya... mencoba memprovokasi. Mengingatkanku tentang hal-hal yang seharusnya sudah aku lupakan."

Shabiya mengangguk, memahaminya. "Dan kau datang ke sini...?"

Chandra menatap Shabiya dalam-dalam, dengan cara yang membuatnya sulit bernapas sejenak. "Aku datang ke sini karena kau satu-satunya orang yang bisa membuatku tenang."

Kata-kata itu keluar begitu saja, tanpa Chandra bermaksud untuk meromantisasi keadaan. Tapi saat ia mengatakannya, ada sesuatu yang berubah di dalam ruangan itu. Udara menjadi lebih tebal, penuh dengan emosi yang belum pernah mereka bahas sebelumnya.

Shabiya merasa pipinya memanas sedikit. Meski ia lebih penurut dan tenang daripada kebanyakan orang, ia tidak pernah merasa nyaman dengan emosi yang begitu terbuka. Terutama dari Chandra, yang biasanya begitu dingin dan tertutup.

"Aku hanya ingin memastikan kau baik-baik saja," lanjut Chandra, suaranya sedikit lebih lembut sekarang. "Dan... aku butuh kopi."

Shabiya tersenyum kecil, akhirnya mengendurkan ketegangan di antara mereka. "Baiklah, aku akan buatkan. Tapi setelah itu, kita akan bicara."

Chandra mengangguk, dan untuk pertama kalinya hari itu, ia merasa beban yang menghimpit dadanya mulai terangkat. Shabiya adalah satu-satunya hal yang membuatnya merasa tenang. Dan itu, lebih dari apa pun, membuat Chandra semakin yakin bahwa ia tidak akan pernah membiarkan apa pun, atau siapa pun, merusak hubungan ini. Terutama Erika.

***

Episodes
1 Pertemuan Pertama
2 The Wedding Day
3 Storms in the Ballroom
4 Games and Truth Behind the Smiles
5 Ciuman yang Mengubah Permainan
6 A Kiss and A Promise
7 Peran yang Dipaksakan
8 Walls of Change
9 Malam yang Penuh Intrik
10 From Agreement to Understanding
11 Harmony or Clash?
12 Beneath the Veil of Control
13 Silent Connections
14 The Price of Choice
15 One Bite at a Time
16 Unspoken Fears
17 Batas yang Tak Terlihat
18 The Best Medicine
19 Suami yang Terlalu Posesif
20 Permainan Kekuasaan
21 A Morning Interrupted
22 Lines Drawn Over Dinner
23 Colliding Hearts
24 A Wedding Dress and an Unwelcome Past
25 A Call That Changes Everything
26 Silent Storm Behind the Wheel
27 Harga Sebuah Kebebasan
28 Api Kecil yang Membakar
29 The Aftermath of Intimacy
30 Between Control And Protection
31 Breaking The Rules
32 Silent Confrontation
33 A Morning Of Silence
34 The Black Dress And Jealousy
35 A Night of Tension
36 A Night of Revelation
37 The Shadow of Desire
38 A New Beginning
39 Velora Meets Luxora
40 Aliansi di Ruang Rapat
41 Ancaman dan Rahasia
42 The Unyielding Protector
43 The Calm Before the Storm
44 The Claim of Touch
45 The Breaking Point
46 Two Worlds Collide
47 The Hidden Truth
48 Playing with Fire
49 Unsettled Silence
50 Langkah di Lorong Gelap
51 Who Dares Touch My Wife?
52 When Safety Feels Like a Cage
53 Jealousy Behind The Smile
54 A Husband’s Vow"
55 A Father's Ultimatum
56 Confronting the Enemy Within
57 The Last Warning
58 Bound by Secrets
59 The Unspoken Burdens
60 Knight And Pawns
61 A Midnight Encounter
62 The Subtle Changes We Had
63 A Morning of Care and Compromise
64 A Detour to the Unknown
65 Unplanned Beginnings
66 When the Past Knocks at the Door
67 Between Secrets and Promises
68 The Unyielding Concern
69 The Perfume's Sting
70 Parfum and Poisoned Words
71 Between Strength and Surrender
72 A Breakfast of Power Plays
73 A Cold Embrace
74 The Unseen Side of Love
75 A Life in Transition
76 The Secret She Hide
77 Sandiwara yang Gagal
78 Bayangan dari Masa Lalu
79 Konfrontasi dan Permainan Berbahaya
80 Benih Keraguan
81 The Power and Betrayal
82 Shabiya's Secrets: A Past That Won't Stay Buried
83 A Past That Won't Let Go
84 Unyielding Vow
85 A Love Tested by The Past
86 A Father's Betrayal
87 Unveiling Secrets
88 Unspoken Wounds
89 Bloodstains and Fears
90 Tidak Ada Ruang Untuk Penolakan
91 A Dangerous Emotion
92 Shield and Fortress
93 Negotiations with the Devil
94 No One Will Hurt You Again
95 A Hunger He Could Not Quench
96 A Dangerous Alliance
97 A Silent Battle Begins
98 When Danger Creeps In
99 When the Hunter Becomes the Prey
Episodes

Updated 99 Episodes

1
Pertemuan Pertama
2
The Wedding Day
3
Storms in the Ballroom
4
Games and Truth Behind the Smiles
5
Ciuman yang Mengubah Permainan
6
A Kiss and A Promise
7
Peran yang Dipaksakan
8
Walls of Change
9
Malam yang Penuh Intrik
10
From Agreement to Understanding
11
Harmony or Clash?
12
Beneath the Veil of Control
13
Silent Connections
14
The Price of Choice
15
One Bite at a Time
16
Unspoken Fears
17
Batas yang Tak Terlihat
18
The Best Medicine
19
Suami yang Terlalu Posesif
20
Permainan Kekuasaan
21
A Morning Interrupted
22
Lines Drawn Over Dinner
23
Colliding Hearts
24
A Wedding Dress and an Unwelcome Past
25
A Call That Changes Everything
26
Silent Storm Behind the Wheel
27
Harga Sebuah Kebebasan
28
Api Kecil yang Membakar
29
The Aftermath of Intimacy
30
Between Control And Protection
31
Breaking The Rules
32
Silent Confrontation
33
A Morning Of Silence
34
The Black Dress And Jealousy
35
A Night of Tension
36
A Night of Revelation
37
The Shadow of Desire
38
A New Beginning
39
Velora Meets Luxora
40
Aliansi di Ruang Rapat
41
Ancaman dan Rahasia
42
The Unyielding Protector
43
The Calm Before the Storm
44
The Claim of Touch
45
The Breaking Point
46
Two Worlds Collide
47
The Hidden Truth
48
Playing with Fire
49
Unsettled Silence
50
Langkah di Lorong Gelap
51
Who Dares Touch My Wife?
52
When Safety Feels Like a Cage
53
Jealousy Behind The Smile
54
A Husband’s Vow"
55
A Father's Ultimatum
56
Confronting the Enemy Within
57
The Last Warning
58
Bound by Secrets
59
The Unspoken Burdens
60
Knight And Pawns
61
A Midnight Encounter
62
The Subtle Changes We Had
63
A Morning of Care and Compromise
64
A Detour to the Unknown
65
Unplanned Beginnings
66
When the Past Knocks at the Door
67
Between Secrets and Promises
68
The Unyielding Concern
69
The Perfume's Sting
70
Parfum and Poisoned Words
71
Between Strength and Surrender
72
A Breakfast of Power Plays
73
A Cold Embrace
74
The Unseen Side of Love
75
A Life in Transition
76
The Secret She Hide
77
Sandiwara yang Gagal
78
Bayangan dari Masa Lalu
79
Konfrontasi dan Permainan Berbahaya
80
Benih Keraguan
81
The Power and Betrayal
82
Shabiya's Secrets: A Past That Won't Stay Buried
83
A Past That Won't Let Go
84
Unyielding Vow
85
A Love Tested by The Past
86
A Father's Betrayal
87
Unveiling Secrets
88
Unspoken Wounds
89
Bloodstains and Fears
90
Tidak Ada Ruang Untuk Penolakan
91
A Dangerous Emotion
92
Shield and Fortress
93
Negotiations with the Devil
94
No One Will Hurt You Again
95
A Hunger He Could Not Quench
96
A Dangerous Alliance
97
A Silent Battle Begins
98
When Danger Creeps In
99
When the Hunter Becomes the Prey

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!