Storms in the Ballroom

Suasana di aula perlahan berubah. Tepuk tangan dari para tamu mereda, digantikan oleh obrolan rendah yang terdengar seperti gumaman lebah di kejauhan. Namun, bagi Chandra, keramaian itu hanyalah latar belakang kabur dari pikirannya yang sibuk mencerna pertanyaan Shabiya.

Shabiya berjalan menjauh darinya, gaun putih panjangnya meluncur anggun di lantai marmer, memantulkan cahaya kristal dari lampu gantung di atas. Punggungnya tegak, kepalanya sedikit terangkat, seperti seorang ratu yang baru saja memutuskan bahwa ia tidak peduli lagi dengan kerajaannya. Tapi Chandra tahu lebih baik. Gerakan itu adalah caranya menyembunyikan sesuatu. Amarah. Luka. Atau mungkin… ketidakpastian.

Di sisi lain ruangan, Awan dan Erika masih berdiri. Awan kini bersandar santai di meja hidangan, memegang segelas anggur merah dengan senyum miring yang sama sekali tidak membantu suasana hati Chandra. Erika, di sisi lain, tampak resah. Matanya melirik Shabiya, kemudian Chandra, lalu kembali lagi. Ada sesuatu yang menggumpal dalam tatapan wanita itu—sesuatu yang membuat Chandra ingin tertawa sinis.

"Jadi kau cemburu," gumamnya pelan, lebih kepada dirinya sendiri.

Ia memutuskan untuk bergerak, meninggalkan kerumunan yang mulai mendekat untuk memberikan ucapan selamat. Tapi langkahnya terhenti ketika seorang tamu tua dengan jas abu-abu mendekat, memaksa Chandra untuk berhenti dan beramah tamah.

"Selamat, Chandra. Pengantin wanita yang cantik sekali," ujar pria itu sambil menjabat tangannya erat.

"Terima kasih, Pak Hari," jawab Chandra dengan senyum diplomatis, meski matanya sesekali melirik ke arah Shabiya yang kini berdiri di dekat balkon, sendirian.

Ia mendapati dirinya terganggu. Biasanya, ia mampu membagi perhatian tanpa kesulitan, tetapi malam ini berbeda. Ada sesuatu tentang Shabiya—ketegangan di bahunya, tatapan dinginnya, dan cara ia mengajukan pertanyaan itu—yang membuat Chandra merasa… terbuka. Rawan. Dan ia benci perasaan itu.

Setelah berhasil mengakhiri percakapan dengan tamu, Chandra memutuskan untuk mendekati Shabiya. Langkahnya mantap, ekspresinya netral, tapi di dalam dirinya, ada badai yang sulit dikendalikan. Ketika dia sampai di balkon, dia berhenti sejenak, membiarkan bayangan tubuhnya terpantul di lantai marmer sebelum akhirnya berkata dengan suara rendah yang hanya bisa didengar mereka berdua.

“Kau selalu memiliki cara untuk mengakhiri momen, bukan?”

Shabiya berbalik perlahan. Angin sore yang masuk melalui pintu balkon menggoyangkan rambutnya yang panjang. Matanya yang gelap bertemu dengan milik Chandra, penuh dengan keteguhan yang membuat pria itu kembali merasa ditelanjangi.

“Apa aku salah?” jawab Shabiya, nada suaranya tajam namun terkendali. “Bukankah itu yang kau lakukan? Membuktikan pada mereka bahwa kau masih bisa berdiri lebih tinggi?”

Chandra menghela napas panjang, mencoba menahan dorongan untuk merespons dengan kemarahan. Ia melangkah lebih dekat, hingga jarak mereka hanya beberapa inci, lalu bersandar di pinggiran balkon.

“Kau tidak tahu apa-apa tentang aku,” katanya dengan nada rendah yang mengandung bahaya.

“Tidak, aku tidak tahu.” Shabiya menyilangkan tangannya, matanya masih terpaku pada Chandra. “Dan kau juga tidak tahu apa-apa tentang aku. Jadi mengapa kita berpura-pura, Chandra?”

Shabiya diam sesaat, membiarkan kata-kata itu menggantung di udara. Lalu ia melanjutkan, lebih pelan namun lebih tajam. “Kau tahu apa yang paling menyedihkan dari semua ini? Kau pikir aku peduli pada permainan kecilmu dengan mereka. Aku tidak peduli.”

Chandra merasa darahnya mendidih. Tapi sebelum ia bisa menjawab, Shabiya melanjutkan.

“Yang aku pedulikan adalah… apakah kita akan terus begini? Bermain perang dingin yang sama sekali tidak ada pemenangnya? Jika ya, maka aku tidak mau melanjutkan ini. Aku punya lebih banyak hal untuk dilakukan.”

Ia berbalik, meninggalkan Chandra lagi, kali ini dengan langkah yang lebih cepat. Tapi sebelum ia sepenuhnya menghilang ke keramaian aula, ia berhenti, menoleh sedikit, dan berkata dengan nada datar.

“Aku akan pergi ke ruang ganti lebih dulu. Aku harap kau tidak lama.”

Chandra berdiri diam di sana, mencoba mencerna apa yang baru saja terjadi. Angin sore bertiup lebih dingin, tapi dadanya terasa lebih panas dari sebelumnya. Ia merasa kalah, meskipun tidak ada pertarungan yang jelas.

Kemudian, dari sudut balkon, ia mendengar suara langkah mendekat. Ketika ia menoleh, ia menemukan Awan berdiri di sana, membawa segelas anggur dengan ekspresi penuh kepuasan.

"Berat ya, punya istri yang tidak bisa kau kendalikan?" Awan meneguk anggurnya dengan santai, senyumnya licik.

Chandra menatapnya tajam, bibirnya melengkung ke dalam senyum tipis yang dingin.

"Sudah mulai menarik, bukan?" Suara Awan terdengar di belakang Chandra, memecahkan keheningan yang ia nikmati. Awan berdiri dengan senyum santai, tetapi ada kilatan sinis di matanya. "Kau bahkan tidak terlihat seperti pria yang baru saja menikah. Kau seharusnya... sedikit lebih banyak senyum, mungkin?"

Chandra menoleh perlahan, memberikan senyum tipis yang tak sampai ke matanya. "Kau benar, Awan. Mungkin aku harus mempelajari caramu tersenyum sambil mengkhianati keluargamu."

Ekspresi Awan berubah, tapi hanya sekejap. Ia meneguk anggurnya dengan santai, mencoba tetap terlihat tenang. "Aku hanya mencoba bersikap ramah, Chandra. Jangan terlalu sensitif."

"Ramah? Itu hal baru," balas Chandra dengan nada tajam. Ia mencondongkan tubuh sedikit lebih dekat, suaranya rendah, hampir berbisik. "Tapi aku tahu permainanmu, Awan. Dan aku tidak akan kalah kali ini."

Awan tersenyum tipis, tetapi ada ketegangan di garis rahangnya. "Hati-hati, adikku. Kadang, terlalu banyak strategi bisa membuatmu lupa pada tujuan sebenarnya."

Sebelum Chandra sempat merespons, suara langkah sepatu hak menghentikan pembicaraan mereka. Shabiya muncul, mendekati mereka dengan langkah tegap yang hampir menyerupai seorang prajurit. Wajahnya tetap tenang, tetapi ada kilatan tajam di matanya yang membuat Awan langsung terdiam.

Shabiya kembali. Tapi kali ini, ada sesuatu yang berbeda dalam tatapannya. Ia berdiri tegap di pintu balkon, matanya tajam seperti pisau yang baru diasah. Ekspresinya begitu dingin hingga membuat Awan berhenti tertawa, meskipun hanya sesaat.

"Apa kalian sedang membicarakan aku?" Shabiya berhenti di depan mereka, tangannya menyentuh meja kecil di samping. Ia menatap keduanya dengan ekspresi yang sulit ditebak. "Jika iya, jangan ragu untuk melanjutkan. Aku selalu suka mendengar bagaimana orang lain mencoba menilai hidupku."

***

Episodes
1 Pertemuan Pertama
2 The Wedding Day
3 Storms in the Ballroom
4 Games and Truth Behind the Smiles
5 Ciuman yang Mengubah Permainan
6 A Kiss and A Promise
7 Peran yang Dipaksakan
8 Walls of Change
9 Malam yang Penuh Intrik
10 From Agreement to Understanding
11 Harmony or Clash?
12 Beneath the Veil of Control
13 Silent Connections
14 The Price of Choice
15 One Bite at a Time
16 Unspoken Fears
17 Batas yang Tak Terlihat
18 The Best Medicine
19 Suami yang Terlalu Posesif
20 Permainan Kekuasaan
21 A Morning Interrupted
22 Lines Drawn Over Dinner
23 Colliding Hearts
24 A Wedding Dress and an Unwelcome Past
25 A Call That Changes Everything
26 Silent Storm Behind the Wheel
27 Harga Sebuah Kebebasan
28 Api Kecil yang Membakar
29 The Aftermath of Intimacy
30 Between Control And Protection
31 Breaking The Rules
32 Silent Confrontation
33 A Morning Of Silence
34 The Black Dress And Jealousy
35 A Night of Tension
36 A Night of Revelation
37 The Shadow of Desire
38 A New Beginning
39 Velora Meets Luxora
40 Aliansi di Ruang Rapat
41 Ancaman dan Rahasia
42 The Unyielding Protector
43 The Calm Before the Storm
44 The Claim of Touch
45 The Breaking Point
46 Two Worlds Collide
47 The Hidden Truth
48 Playing with Fire
49 Unsettled Silence
50 Langkah di Lorong Gelap
51 Who Dares Touch My Wife?
52 When Safety Feels Like a Cage
53 Jealousy Behind The Smile
54 A Husband’s Vow"
55 A Father's Ultimatum
56 Confronting the Enemy Within
57 The Last Warning
58 Bound by Secrets
59 The Unspoken Burdens
60 Knight And Pawns
61 A Midnight Encounter
62 The Subtle Changes We Had
63 A Morning of Care and Compromise
64 A Detour to the Unknown
65 Unplanned Beginnings
66 When the Past Knocks at the Door
67 Between Secrets and Promises
68 The Unyielding Concern
69 The Perfume's Sting
70 Parfum and Poisoned Words
71 Between Strength and Surrender
72 A Breakfast of Power Plays
73 A Cold Embrace
74 The Unseen Side of Love
75 A Life in Transition
76 The Secret She Hide
77 Sandiwara yang Gagal
78 Bayangan dari Masa Lalu
79 Konfrontasi dan Permainan Berbahaya
80 Benih Keraguan
81 The Power and Betrayal
82 Shabiya's Secrets: A Past That Won't Stay Buried
83 A Past That Won't Let Go
84 Unyielding Vow
85 A Love Tested by The Past
86 A Father's Betrayal
87 Unveiling Secrets
88 Unspoken Wounds
89 Bloodstains and Fears
90 Tidak Ada Ruang Untuk Penolakan
91 A Dangerous Emotion
92 Shield and Fortress
93 Negotiations with the Devil
94 No One Will Hurt You Again
95 A Hunger He Could Not Quench
96 A Dangerous Alliance
97 A Silent Battle Begins
98 When Danger Creeps In
99 When the Hunter Becomes the Prey
Episodes

Updated 99 Episodes

1
Pertemuan Pertama
2
The Wedding Day
3
Storms in the Ballroom
4
Games and Truth Behind the Smiles
5
Ciuman yang Mengubah Permainan
6
A Kiss and A Promise
7
Peran yang Dipaksakan
8
Walls of Change
9
Malam yang Penuh Intrik
10
From Agreement to Understanding
11
Harmony or Clash?
12
Beneath the Veil of Control
13
Silent Connections
14
The Price of Choice
15
One Bite at a Time
16
Unspoken Fears
17
Batas yang Tak Terlihat
18
The Best Medicine
19
Suami yang Terlalu Posesif
20
Permainan Kekuasaan
21
A Morning Interrupted
22
Lines Drawn Over Dinner
23
Colliding Hearts
24
A Wedding Dress and an Unwelcome Past
25
A Call That Changes Everything
26
Silent Storm Behind the Wheel
27
Harga Sebuah Kebebasan
28
Api Kecil yang Membakar
29
The Aftermath of Intimacy
30
Between Control And Protection
31
Breaking The Rules
32
Silent Confrontation
33
A Morning Of Silence
34
The Black Dress And Jealousy
35
A Night of Tension
36
A Night of Revelation
37
The Shadow of Desire
38
A New Beginning
39
Velora Meets Luxora
40
Aliansi di Ruang Rapat
41
Ancaman dan Rahasia
42
The Unyielding Protector
43
The Calm Before the Storm
44
The Claim of Touch
45
The Breaking Point
46
Two Worlds Collide
47
The Hidden Truth
48
Playing with Fire
49
Unsettled Silence
50
Langkah di Lorong Gelap
51
Who Dares Touch My Wife?
52
When Safety Feels Like a Cage
53
Jealousy Behind The Smile
54
A Husband’s Vow"
55
A Father's Ultimatum
56
Confronting the Enemy Within
57
The Last Warning
58
Bound by Secrets
59
The Unspoken Burdens
60
Knight And Pawns
61
A Midnight Encounter
62
The Subtle Changes We Had
63
A Morning of Care and Compromise
64
A Detour to the Unknown
65
Unplanned Beginnings
66
When the Past Knocks at the Door
67
Between Secrets and Promises
68
The Unyielding Concern
69
The Perfume's Sting
70
Parfum and Poisoned Words
71
Between Strength and Surrender
72
A Breakfast of Power Plays
73
A Cold Embrace
74
The Unseen Side of Love
75
A Life in Transition
76
The Secret She Hide
77
Sandiwara yang Gagal
78
Bayangan dari Masa Lalu
79
Konfrontasi dan Permainan Berbahaya
80
Benih Keraguan
81
The Power and Betrayal
82
Shabiya's Secrets: A Past That Won't Stay Buried
83
A Past That Won't Let Go
84
Unyielding Vow
85
A Love Tested by The Past
86
A Father's Betrayal
87
Unveiling Secrets
88
Unspoken Wounds
89
Bloodstains and Fears
90
Tidak Ada Ruang Untuk Penolakan
91
A Dangerous Emotion
92
Shield and Fortress
93
Negotiations with the Devil
94
No One Will Hurt You Again
95
A Hunger He Could Not Quench
96
A Dangerous Alliance
97
A Silent Battle Begins
98
When Danger Creeps In
99
When the Hunter Becomes the Prey

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!