Peran yang Dipaksakan

Matahari pagi mulai mengintip dari celah tirai tebal kamar hotel mewah tempat Chandra dan Shabiya menginap setelah pesta pernikahan mereka semalam. Kamar itu luas, dengan interior elegan bernuansa krem dan emas. Aroma kopi segar mengisi ruangan, bercampur dengan udara pagi yang dingin dari pendingin ruangan. Chandra duduk di sofa, mengenakan kemeja putih yang lengan panjangnya digulung hingga siku. Di tangannya, ponsel menempel di telinga, suaranya terdengar tegas tetapi tetap tenang.

Shabiya berdiri di dekat jendela besar yang menghadap pemandangan kota. Rambutnya masih sedikit berantakan, wajahnya polos tanpa riasan. Ia mengenakan gaun tidur sederhana yang terlihat terlalu santai untuk kamar semewah itu. Tapi meski demikian, ia tetap terlihat anggun. Matanya mengamati pemandangan di luar, tetapi pikirannya melayang ke arah percakapan yang sedang Chandra lakukan.

Di sisi lain kota, di rumah besar keluarga mereka, Pak Satria duduk di meja makan yang panjang dan penuh dengan makanan sarapan. Pancake, omelet, roti bakar, hingga nasi goreng tersaji, ditemani segelas jus jeruk yang dingin. Di seberang meja, Awan duduk dengan postur santai, meski matanya yang tajam menunjukkan sesuatu yang lebih dalam dari sekadar suasana pagi yang tenang.

Pak Satria mengambil sepotong roti bakar, tetapi perhatiannya tertuju pada ponsel yang baru saja diletakkannya di meja setelah berbicara dengan Chandra. Wajahnya tenang, tetapi ada sesuatu dalam nada bicaranya saat menghadap Awan.

“Chandra bilang mereka akan melewatkan bulan madu dan akan segera menempati rumah barunya,” kata Pak Satria, lebih seperti pernyataan daripada pemberitahuan.

Awan berhenti mengaduk kopinya, sudut bibirnya perlahan tertarik ke atas dalam senyuman yang samar namun penuh makna.

“Oh, begitu,” balas Awan santai. “Apa sebenarnya alasan Chandra memilih untuk tinggal di rumahnya alih-alih berbulan madu?”

Pak Satria mendesah pelan, menyesap kopinya. “Dia bilang ada banyak pekerjaan yang menunggunya, begitu juga dengan Shabiya. Dan rencana bulan madu, bisa dilakukan kapan saja, saat ia dan Shabiya punya waktu luang."

Awan mendengus, "Apa benar bgitu? Ayah, kau tahu alasan sebenarnya."

"Apapun alasan Chandra, aku setuju dengannya. Dia sudah dewasa, Awan. Biarkan dia menjalani hidupnya.”

Awan tertawa kecil, nadanya nyaris mengejek. “Tentu saja. Tapi tidak salah kan, jika aku merasa ini... terlalu aneh? Kau tahu sendiri, Ayah, Chandra tidak pernah melakukan sesuatu tanpa alasan yang jelas. Aku hanya berharap keputusan ini benar-benar karena dia... merasa siap.”

Pak Satria menatap putra sulungnya dengan pandangan tajam. “Aku tahu kau merasa kecewa karena Chandra yang akhirnya menikah lebih dulu alih-alih kau dan wanita murahan itu. Tapi itu keputusan yang sudah diambil. Dan penyebabnya adalah karena kebodohanmu. Tidak ada gunanya kau mempertanyakannya sekarang.”

Awan menyembunyikan senyum kecilnya di balik cangkir kopi. “Tidak, Ayah. Aku tidak kecewa. Aku hanya... ingin yang terbaik untuk mereka.”

Awan tersenyum tipis, ia tidak merasa kecewa sama sekali. Ia justru merasa puas. Kabar ini memberi angin baru untuk rencananya. Ia tahu, Erika akan senang mendengar bahwa Chandra dan Shabiya memilih untuk tinggal di rumah mereka alih-alih berbulan madu seperti pasangan pengantin baru pada umumnya.

Pasangan yang saling mencintai pasti akan memilih bersenang-senang dibandingkan harus berada di dalam rumah yang membosankan. Apalagi alasannya jika bukan karena mereka memang tidak saling mencintai?

Bagi Awan, ini bukan tentang mendukung atau menghancurkan hubungan mereka. Ini tentang membuktikan bahwa kebahagiaan Chandra hanyalah ilusi sementara. Dan semua kemesraan yang Chandra dan Shabiya pertontonkan di depan umum, dan juga di depan mereka, hanyalah sebatas opera sabun yang gagal mereka mainkan dengan baik.

***

Di kamar hotel, Chandra menyelesaikan panggilan teleponnya dengan ayahnya. Ia berdiri dan meregangkan tubuh, kemudian berjalan mendekati Shabiya yang masih berdiri di dekat jendela.

“Kau sudah siap?” tanyanya pelan, nada suaranya hangat namun sedikit terpaksa.

Shabiya menoleh, menatapnya dengan tatapan yang sulit diterjemahkan. “Siap untuk apa? Pergi ke rumah itu? Atau siap menjalani peran baru ini sepenuhnya?”

Chandra menghela napas panjang, mendekatinya. “Aku tahu ini semua terasa dipaksakan. Tapi kita tidak punya pilihan, Shabiya. Kita hanya perlu menjalani ini.”

Shabiya tersenyum tipis, penuh ironi. “Kau tahu, Chandra, aku bukan orang yang suka berpura-pura. Tapi sekarang, aku merasa seperti seorang aktris dalam drama yang tidak kumengerti.”

Chandra memandangnya, matanya yang gelap menunjukkan sesuatu yang lebih dalam dari sekadar kebingungan. “Kita berdua sedang memainkan peran. Tapi aku janji, aku tidak akan membiarkan siapa pun menyentuh apa yang sekarang jadi milikku.”

Shabiya mengangkat alis, senyumnya memudar. “Milikmu? Apa aku harus merasa terhormat mendengar itu?”

“Aku tidak bermaksud seperti itu.” Chandra melangkah lebih dekat, suaranya menjadi lebih rendah. “Aku hanya... tidak ingin mengulangi kesalahan yang sama.”

Mereka saling menatap, ketegangan di antara mereka terasa seperti benang yang hampir putus. Namun sebelum salah satu dari mereka bisa berbicara lagi, telepon Chandra bergetar di atas meja. Ia melirik layar dan mendapati nama Erika tertera di sana.

Wajah Chandra mengeras, tetapi ia tidak menjawab. Ia hanya mengambil ponsel itu, menekan tombol untuk membisukannya, dan kembali menatap Shabiya.

“Siapa?” tanya Shabiya, meskipun ia sudah bisa menebak jawabannya.

“Bukan siapa-siapa,” jawab Chandra cepat, suaranya terdengar terlalu datar.

Shabiya menyipitkan mata, lalu berbalik menuju koper mereka di sudut ruangan. “Kau harus belajar berbohong lebih baik, Chandra. Karena aku tidak suka jika seseorang mencoba menyembunyikan sesuatu dariku.”

Chandra menatap punggungnya, rahangnya mengencang. Ia tahu, kebohongan kecil ini bisa menjadi masalah besar nanti. Tapi ada beberapa hal yang lebih baik dibiarkan tersembunyi—untuk sekarang.

Di sisi lain, Erika menatap ponselnya dengan tatapan marah. Ia membantingnya ke meja, membuat Awan yang duduk di depannya mengangkat alis.

“Dia menolak menjawab,” gumam Erika, nadanya dingin.

Awan tersenyum tipis. “Tenang saja, Erika. Ini baru permulaan. Kita akan lihat seberapa kuat hubungan mereka saat menghadapi badai pertama.”

Erika menyeringai, senyum yang dingin dan penuh niat. “Aku hanya perlu memastikan badai itu cukup kuat untuk menghancurkan semuanya.”

***

Episodes
1 Pertemuan Pertama
2 The Wedding Day
3 Storms in the Ballroom
4 Games and Truth Behind the Smiles
5 Ciuman yang Mengubah Permainan
6 A Kiss and A Promise
7 Peran yang Dipaksakan
8 Walls of Change
9 Malam yang Penuh Intrik
10 From Agreement to Understanding
11 Harmony or Clash?
12 Beneath the Veil of Control
13 Silent Connections
14 The Price of Choice
15 One Bite at a Time
16 Unspoken Fears
17 Batas yang Tak Terlihat
18 The Best Medicine
19 Suami yang Terlalu Posesif
20 Permainan Kekuasaan
21 A Morning Interrupted
22 Lines Drawn Over Dinner
23 Colliding Hearts
24 A Wedding Dress and an Unwelcome Past
25 A Call That Changes Everything
26 Silent Storm Behind the Wheel
27 Harga Sebuah Kebebasan
28 Api Kecil yang Membakar
29 The Aftermath of Intimacy
30 Between Control And Protection
31 Breaking The Rules
32 Silent Confrontation
33 A Morning Of Silence
34 The Black Dress And Jealousy
35 A Night of Tension
36 A Night of Revelation
37 The Shadow of Desire
38 A New Beginning
39 Velora Meets Luxora
40 Aliansi di Ruang Rapat
41 Ancaman dan Rahasia
42 The Unyielding Protector
43 The Calm Before the Storm
44 The Claim of Touch
45 The Breaking Point
46 Two Worlds Collide
47 The Hidden Truth
48 Playing with Fire
49 Unsettled Silence
50 Langkah di Lorong Gelap
51 Who Dares Touch My Wife?
52 When Safety Feels Like a Cage
53 Jealousy Behind The Smile
54 A Husband’s Vow"
55 A Father's Ultimatum
56 Confronting the Enemy Within
57 The Last Warning
58 Bound by Secrets
59 The Unspoken Burdens
60 Knight And Pawns
61 A Midnight Encounter
62 The Subtle Changes We Had
63 A Morning of Care and Compromise
64 A Detour to the Unknown
65 Unplanned Beginnings
66 When the Past Knocks at the Door
67 Between Secrets and Promises
68 The Unyielding Concern
69 The Perfume's Sting
70 Parfum and Poisoned Words
71 Between Strength and Surrender
72 A Breakfast of Power Plays
73 A Cold Embrace
74 The Unseen Side of Love
75 A Life in Transition
76 The Secret She Hide
77 Sandiwara yang Gagal
78 Bayangan dari Masa Lalu
79 Konfrontasi dan Permainan Berbahaya
80 Benih Keraguan
81 The Power and Betrayal
82 Shabiya's Secrets: A Past That Won't Stay Buried
83 A Past That Won't Let Go
84 Unyielding Vow
85 A Love Tested by The Past
86 A Father's Betrayal
87 Unveiling Secrets
88 Unspoken Wounds
89 Bloodstains and Fears
90 Tidak Ada Ruang Untuk Penolakan
91 A Dangerous Emotion
92 Shield and Fortress
93 Negotiations with the Devil
94 No One Will Hurt You Again
95 A Hunger He Could Not Quench
96 A Dangerous Alliance
97 A Silent Battle Begins
98 When Danger Creeps In
99 When the Hunter Becomes the Prey
Episodes

Updated 99 Episodes

1
Pertemuan Pertama
2
The Wedding Day
3
Storms in the Ballroom
4
Games and Truth Behind the Smiles
5
Ciuman yang Mengubah Permainan
6
A Kiss and A Promise
7
Peran yang Dipaksakan
8
Walls of Change
9
Malam yang Penuh Intrik
10
From Agreement to Understanding
11
Harmony or Clash?
12
Beneath the Veil of Control
13
Silent Connections
14
The Price of Choice
15
One Bite at a Time
16
Unspoken Fears
17
Batas yang Tak Terlihat
18
The Best Medicine
19
Suami yang Terlalu Posesif
20
Permainan Kekuasaan
21
A Morning Interrupted
22
Lines Drawn Over Dinner
23
Colliding Hearts
24
A Wedding Dress and an Unwelcome Past
25
A Call That Changes Everything
26
Silent Storm Behind the Wheel
27
Harga Sebuah Kebebasan
28
Api Kecil yang Membakar
29
The Aftermath of Intimacy
30
Between Control And Protection
31
Breaking The Rules
32
Silent Confrontation
33
A Morning Of Silence
34
The Black Dress And Jealousy
35
A Night of Tension
36
A Night of Revelation
37
The Shadow of Desire
38
A New Beginning
39
Velora Meets Luxora
40
Aliansi di Ruang Rapat
41
Ancaman dan Rahasia
42
The Unyielding Protector
43
The Calm Before the Storm
44
The Claim of Touch
45
The Breaking Point
46
Two Worlds Collide
47
The Hidden Truth
48
Playing with Fire
49
Unsettled Silence
50
Langkah di Lorong Gelap
51
Who Dares Touch My Wife?
52
When Safety Feels Like a Cage
53
Jealousy Behind The Smile
54
A Husband’s Vow"
55
A Father's Ultimatum
56
Confronting the Enemy Within
57
The Last Warning
58
Bound by Secrets
59
The Unspoken Burdens
60
Knight And Pawns
61
A Midnight Encounter
62
The Subtle Changes We Had
63
A Morning of Care and Compromise
64
A Detour to the Unknown
65
Unplanned Beginnings
66
When the Past Knocks at the Door
67
Between Secrets and Promises
68
The Unyielding Concern
69
The Perfume's Sting
70
Parfum and Poisoned Words
71
Between Strength and Surrender
72
A Breakfast of Power Plays
73
A Cold Embrace
74
The Unseen Side of Love
75
A Life in Transition
76
The Secret She Hide
77
Sandiwara yang Gagal
78
Bayangan dari Masa Lalu
79
Konfrontasi dan Permainan Berbahaya
80
Benih Keraguan
81
The Power and Betrayal
82
Shabiya's Secrets: A Past That Won't Stay Buried
83
A Past That Won't Let Go
84
Unyielding Vow
85
A Love Tested by The Past
86
A Father's Betrayal
87
Unveiling Secrets
88
Unspoken Wounds
89
Bloodstains and Fears
90
Tidak Ada Ruang Untuk Penolakan
91
A Dangerous Emotion
92
Shield and Fortress
93
Negotiations with the Devil
94
No One Will Hurt You Again
95
A Hunger He Could Not Quench
96
A Dangerous Alliance
97
A Silent Battle Begins
98
When Danger Creeps In
99
When the Hunter Becomes the Prey

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!