Suara-suara lantunan ayat-ayat suci menggema ke seluruh ruangan yang di sertai tangisan sanyu oleh para pembaca kitab suci saat tersayat hati mereka melihat kondisi empat pemuda terbujur kaku di depan mereka.
Salah satu pemuda itu adalah anak bapak kepala desa, yang ia tugaskan untuk menjadi security di desa ini.
Namun...
Setelah satu hari penobatannya, kondisi anak semata wayangnya sekarang sangat memperihatinkan.
Tubuh terbujur kaku, mata melotot ke atas tanpa bisa berkedip, mulut pucat dan terbuka menganga tanpa bisa di tutup membuat bu kades hanya dapat menangis sambil terus membacakan ayat-ayat suci, berharap keajaiban datang dari sang Pencipta.
Ketiga temannya pun mengalami hal yang sama sehingga mereka di satukan dalam satu ruangan bersama keluarga mereka yang ikut membacakan ayat-ayat kitab suci.
"Bagaimana ini pak ustadz? Kondisi anak saya kok tidak ada kemajuan..."
Pak kades bertanya sekaligus sedang istirahat setelah membaca ayat-ayat kitab suci dari magrib hingga jam setengah dua belas malam tanpa henti.
"Bapak tenang dulu. Saya sudah memanggil orang yang mengerti tentang masalah ini lebih dalam." jawab pak ustad menanti kedatangan agen detektif hantu.
"Tapi mereka bukan dukun kan?" tanya pak kades takut karena tidak ingin berhubungan dengan ilmu hitam.
"Bukan, bapak tenang saja. Saya dapat kabar detail dari teman lama di desa Tumbularas tentang jasa mereka tetapi..."
"Tetapi apa pak?"
"Tentu di pungut biaya sesuai dengan apa yang mereka kerjakan..." ujar pak ustadz sedikit ragu untuk memberikan informasi ini.
"Tidak apa-apa pak, berapapun duit akan saya bayar asalkan anak saya sembuh."
Tok! Tok! Tok!
"Selamat malam! Permisi! Kulo nuwun! Punten! Sepada! Helloo!" suara dua orang lelaki memanggil serentak dari luar layaknya anak-anak memanggil teman bermainnya.
"Pak ustadz, itu siapa? Apa mereka dhemit yang mencoba masuk rumah seperti kemarin?"
"Tunggu bentar pak, biar saya cek dulu..."
Pak ustadz pun mendekati pintu depan dan mencoba merasakan hawa di luar melalui tubuhnya. Jika ada respon bulu meremang berarti bukan manusia yang telah mengetok pintu rumah.
Namun, pak ustadz tidak merasakan apapun yang membuat ia membukakan pintu kediaman pak kades dan melihat dua lelaki berdiri.
"Selamat malam pak, kami dari Agensi Detektif Hantu. Kami datang untuk memenuhi panggilan anda..." ujar Ardian dengan bahasa sopan.
"Selamat malam mas. Kami sudah menanti kalian dari tadi. Cepat masuk mas, takutnya ada yang mau masuk selain kalian..."
"Oh, maksud bapak mereka?" tanya Rendy yang menunjuk jempolnya kearah belakang.
Pak ustadz pun mengalihkan matanya ke arah dimana Rendy menunjuk dan melihat pemandangan yang aneh, mengerikan namun juga lucu menjadi satu rasa.
"Woy! Woy! Woy! Dasar bocah gak ada adab! Kepala gue buka bola cil!"
"Bwahahaha! Gue Kapten Tsubasa coeg! Lari, lari, lari! Terbang dan berlari~"
Teriak sosok tuyul kecil yang berlari kesana kemari sambil menggiring Gundul Pringis yang tidak tertawa, karena ia kesal di perlakuan tidak menyenangkan oleh dhemit kecil ini.
"Tendangan halilintar!" teriak Ucil senang saat menendang keras Gundul Pringis dan membuat kumpulan dhemit di depannya terpental seperti bola bowling yang menabrak pin-pinya.
"Gol, gol, gol! Ucil Ozora lagi dan lagi mencetak gol untuk team Nankatsu! Sorakannya mana baby!"
Ucil berteriak sambil lompat-lompat kegirangan.
"Minggir woy, minggir kalian! Remnya blong ini bre! Ahhhhhh!"
Pak ustadz melihat sosok Pocong yang melesat dengan cepat dan menabrak kumpulan dhemit di sekitar, membuat mereka terpental jauh.
Ucil yang melihat Om Poci pun tertawa terbahak-bahak dan guling-guling di tanah.
"Hihihihihi! Mati kalian! Matilah untuk kedua kalinya!"
Suara wanita nyaring dan mengerikan membuat pak ustad bergidik ngeri saat melihat Kuntilanak merah menghajar dhemit-dhemit di sekitar.
Pak ustadz pun keheranan dengan apa yang ia lihat namun, Ardian dengan cepat membuyarkan pikirannya, "Udah pak, kita masuk aja... biarin mereka bersenang-senang."
"O-oh, iya nak. Silahkan masuk."
Mereka bertiga pun masuk ke kediaman pak kades dan mencoba menghiraukan suara-suara tawa di luar rumah.
**********
Saat memasuki rumah, Ardian dan Rendy merasakan energi positif yang di karenakan oleh bacaan ayat-ayat kitab suci saat mereka di bimbing oleh pak ustadz menuju sebuah ruangan besar.
Di sana mereka melihat banyak orang mendampingi empat pemuda terbujur kaku di tikar.
Rendy pun segera mendekati salah satu pemuda itu dan menempelkan tangan kanannya ke dahi pemuda yang terbujur kaku seperti sedang mengalami stroke.
Ardian pun ikut menemani Rendy dan mencoba menghiraukan tatapan tajam orang-orang yang ada di ruangan itu.
Sejenak kemudian, Rendy berdiri bersama Ardian dan menemui pak ustadz yang menunggu di luar ruangan.
"Bagaimana kondisi mereka mas? Saya dari kemarin sudah mencoba untuk menyembuhkan mereka dengan air doa tetapi, untuk minum saja mereka tidak bisa..." tanya pak ustadz yang sedang bersama pak kades.
"Jadi kondisi mereka seperti sudah dari kemarin pak?" tanya Rendy.
"Iya mas... kronologisnya..." Pak kades mencoba untuk menjelaskan tetapi di hentikan Rendy dengan mengangkat telapak tangannya kedepan, tanda dia sudah tahu apa yang terjadi.
Ardian pun membiarkan Rendy karena ia lebih tahu, penerawang sahabatnya itu jauh lebih tajam dalam membaca garis waktu masa lalu, meskipun dia bisa berasumsi setelah melihat kondisi tubuh mereka.
"Gimana, Ren?" tanya Ardian.
"Ini Qorin mereka sudah terpisah dengan tubuh mereka, Ar." jawab Rendy pendek.
Ardian mengangguk pelan, membenarkan dugaan pribadinya.
"Maksudnya Qorin mereka terpisah itu gimana ya mas?"
Rendy menengok ke arah Ardian dan di jawab dengan anggukan, tanda bahwa dia boleh menjelaskannya.
"Jadi menurut kami, Ruh dan Qorin itu sesuatu yang berbeda namun mereka itu menjadi satu kesatuan dalam tubuh manusia dan terikat di dalamnya."
Rendy mencoba menjelaskan maksud mereka dengan simple dan mudah di pahami oleh orang awam.
"Dua hal ini tidak boleh terpisah dalam jangka waktu yang panjang karena bisa mengganggu kinerja tubuh manusia, membuatnya kaku dan susah bergerak, bahkan untuk berkedip, makan dan minum pun kesulitan."
Pak kades dan pak ustadz pun mendengarkan penjelan Rendy dengan seksama.
"Karena sesungguhnya hanya maut yang bisa memisahkan mereka..."
Rendy pun selesai menjelaskan dan membuat pak kades dan pak ustadz kebingungan.
"Tuh kan, mereka gak paham, Ar. Elu sih pake acara ngizinin segala..."
"Ya, kita mah jujur aja sama apa yang kita lihat. Kalau mereka tidak berkenan pakai jasa kita ya mau bagaimana lagi. Ilmu kita pun ada batasnya." jelas Ardian santai karena tidak ingin ada kebohongan antara dia dengan klien.
"Saya gimana enaknya aja mas, yang penting anak saya dan teman-temannya bisa normal kembali. Sama para dhemit di luar juga tidak mengganggu desa ini lagi..." pinta pak kades.
"Baiklah kalau begitu... Ini kita mesti gimana, Ar?" tanya Rendy.
Ardian pun berpikir sejenak sebelum menatap pak kades, "Saya minta spidol hitam, lima gelas air putih dan lima lembar kertas kosong, tapi kertas gambar bukan yang bergaris."
Pak kades bergegas masuk ke kamar anaknya yand terdapat beberapa alat sekolah sebelum kedapur untuk memenuhi permintaan Ardian.
Sementara pak ustadz merasa dirinya tidak berguna dan tidak dapat berbuat banyak namun Ardian dapat melihat kegusaraan beliau dan mencoba memberikan kata-kata semangat.
"Bapak tidak boleh merasa tidak bisa berbuat apa-apa. Selagi saya kemari, ada energi-energi positif di setiap rumah desa ini."
"Apa bapak ini yang menyuruh mereka untuk membaca ayat-ayat suci? Soalnya energi positif itu bisa jadi tameng buat hadepin dhemit di luar sana..." Rendy pun dengan polosnya ikut nimbrung.
"Gue yakin begitu... lagipula, kehadiran pak ustadz di sini memberikan harapan dan ketenangan untuk keluarga empat pemuda itu, meminimalisir kepanikan mereka..." lanjut Ardian.
"Astagfirullah..." ucap pak ustadz pendek mengingat nama Tuhan yang Maha Pengampun, "Terima kasih nak sudah mengingatkan."
"Sama-sama pak." jawab Ardian dengan senyum sedangkan Rendy bingung arah pembicaraan mereka.
Tidak lama kemudian, pak kades datang dengan membawa beberapa barang yang di pinta Ardian dan meletakannya di meja ruang tamu.
"Oke... Ren, sekarang waktunya kerja."
"Siap bossku!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 52 Episodes
Comments