Waktu menunjukan jam setengah tujuh malam, di depan kediaman Ardian ada seseorang yang berteriak di gerbang rumahnya.
"Ardi! Ardi! Main yuk!"
"Berisik ah! Magrib-magrib juga... Eh, elu ternyata, Ren. Gue kira siapa."
Ardian keluar dari rumah sambil bawa sepatu bekas, yang tadinya berniat untuk melemparkannya tetapi tidak jadi karena Rendy.
"Wadaw, mau di timpuk gue pake tuh sepatu buntut. Gile lu bro." ujar Rendy dengan senyum kudanya sambil bersembunyi di balik pagar.
"Yeuh, elu juga gila, teriak-teriak depan rumah orang jam segini, telfon apa WA kan bisa. Masuk dulu gih..."
"Siap boss..."
Rendy pun masuk ke kediaman Ardian dan duduk di ruang tamu, sementara yang punya rumah menyuguhkan kopi hitam ke atas meja.
"Ada job lagi ini, Ar, di desa Lingkar Pinus, ada empat pemuda kesambet setelah menghajar Pocong malam-malam..."
"Eh, yang bener!?" tanya Ardian.
"Iya... Bener."
Ardian pun hanya tertawa keras setelah mendengar hal itu karena ia pun juga sering mukulin makhluk-makhluk ghaib, namun bagi orang lain yang tidak punya penjagaan yang kuat, akan ada efek sampingnya.
Rendy pun hanya geleng-geleng kepala dan menunggu Ardian selesai tertawa.
"Oke Ren, kita kesana malam ini tapi, habisin dulu tuh kopi, gue mau ganti baju dulu."
"Sekalian nyebat dulu ya gue..."
"Terserah elu dah." ujar Ardian yang masuk ke dalam kamarnya.
Setelah beberapa menit Ardian pun keluar kamar lengkap dengan pakaian rapi layaknya kerja kantoran, di tambah jaket tebal guna melawan angin dingin di malam hari.
Rendy pun bergegas mematikan rokok dan berjalan keluar rumah yang di ikuti Ardian sebelum ia memasukan motornya dan mengunci rumah.
"Oh ya, kemana honor gue soal kasus kemarin?" tanya Ardian.
"Nanti gue transfer. Inget aja lu kalau soal duit." jawab Rendy yang duduk di depan.
"Yoi coy..."
Ardian dan Rendy berangkat ke desa Lingkar Pinus karena tugas Agensi akan segera di lakukan.
**********
Waktu menunjukan jam sembilan malam saat Rendy dan Ardian sedang melewati jalan di tengah hutan pinus yang sangat minim penerangan. Hawa dingin dari angin sepoi-sepoi menerjang mereka namun, keduanya masih tenang tanpa ketakukan.
Rimbungnya hutan tersebut membuat mata mereka lebih fokus kedepan, mengikuti lampu motor yang menerjang kegelapan.
"Bre, ini perasaan gue apa gimana ya? Kok tiba-tiba berkabut nih hutan..."
"Tenang dulu, Ren, elu fokus saja sama mapnya. Sisanya biar gue yang atasin." ujar Ardian meminta Rendy untuk menatap map online karena mereka tidak pernah melewati jalan ini.
Merasakan ada sesuatu yang aneh, Ardian mencoba melihat sekitar pohon-pohon yang telah di lewati untuk memastikan sesuatu yang dari tadi menggajal pikirannya.
"Berhenti, Ren!"
Dengan sigap, Rendy langsung menekan rem depan dan belakang secara bersamaan, menyebabkan motornya sedikit hilang kendali sebelum bisa berhenti total di tengah jalan.
"Apaan sih elu!? Untuk kita gak jatuh!" tukas Rendy sedikit kesal namun tak di jawab oleh Ardian.
Keheranan karena pandangan Ardian fokus kedepan, Rendy mengalihkan pandangan kedepan dan membuat ia kaget dengan apa yang ada di depan.
"Njir... Jurang coeg! Perasaan tadi jalan raya deh, kok malah begini!?"
Jantung Rendy berdetak kencang, nafasnya terengah-engah. Jika ia terlambat tiga detik saja, maka mereka akan jatuh kedalam jurang dan mengalami kecelakaan yang fatal.
"Untung aja, Ar, bisa meninggoy kita kalau jatuh ke situ. Mana dalam lagi tuh jurang..."
Ardian berpikir sejenak, karena ia tahu sesuatu sedang terjadi, "Perasaan kalau soal penerawang, Rendy lebih jago deh daripada gue... Kok ada yang bisa manipulasi panca indranya?".
Ardian langsung turun dari motor sebelum bayangannya semakin melebar.
"Elu mau keluar sendiri, apa gue yang bikin elu keluar!?"
"Eh? Bahasamu mesum amat, bossku? Ada apakah gerangan dengan engkau!?"
"Njir, malah ngelawak elu, Ren. Ini ada yang manipulasi panca indra elu! Kalau gak, elu pasti lihat tuh jurang tadi!" jelas Ardian agak kesal kepada sahabatnya yang leletnya minta ampun.
"Yang bener!?"
"Ya iya lah masa ya iya jreng."
Seketika bulu kuduk mereka meremang saat banyak sosok raksasa hitam mulai muncul dari jauh dan berjalan mendekat.
Suara geraman keras nan berat pun menggema di sekitar hutan, beserta suara gamelan sayu dengan tempo pelan.
"Oh, main keroyokan. Kalian kira gue takut. Maju sini!" Ardian mengambil kuda-kuda sementara Rendy hanya celingukan tidak melihat maupun mendengar sesuatu.
"Berhenti! Jangan mendekati mereka!"
Suara pelan namun menggelegar itu membuat para raksasa hitam diam seketika. Mata Ardian berfokus pada sebuah batuan besar dan melihat sosok keluar dari balik bongkahan itu.
Sosok kakek kerdil berpakaian putih bersih melayang ke arah Ardian. Ia membawa tongkat bambu kuning dan jenggot putih yang menyentuh tanah, sedangkan kakinya tidak menapak.
Jalur terbuka lebar, saat para raksasa hitam menyingkir dan membuat jalan untuknya, sebelum kakek itu berhenti tepat di depan muka Ardian dengan mimik wajah menakutkan.
Ardian dan sosok kakek itu pun saling menatap tajam satu sama lain.
"Apa lu? Pengen kena bogem mentah?"
"Bwahahahaha!" kakek kerdil itu tertawa lepas mendengarnya, "Kau anak muda yang istimewa. Aku puji keberanianmu dan kulihat, kau juga punya potensi besar."
"Lepaskan tipu muslihat kalian yang menutup panca indra temen gue. Kalau tidak..."
Ardian menggantungkan kata-katanya dan bayangannya mulai membesar yang disertai ratusan pasang mata merah menyala di dalamnya, menatap tajam ke arah semua makhluk ghaib di sekitar.
"Kalau tidak, kenapa anak muda!?" pancing kakek tua untuk melihat reaksi Ardian.
"...Gue ancurin kalian semua, tempat tinggal dan keturunan kalian hingga tidak tersisa sedikitpun!"
Suara berisik menggema keluar dari ratusan binatang kecil pengerat dan menggema ke seluruh hutan yang ternyata datang dari mata merah dalam bayangan Ardian yang kian membesar.
Melihat itu, ketakutan datang dari para raksasa hitam yang mengelilingi Ardian dan Rendy, hingga makhluk-makhluk ghaib itu melangkah mundur.
"Luar biasa..." ujar kakek tua kagum sebelum ia berteriak, "Hey, kalian lepaskan energi kalian semua dari teman pemuda ini!"
"Tapi tuan..."
"Udah, kalian nurut aja." ujar kakek tua sambil menghentakan tongkatnya ke tanah dengan keras dan membuat beberapa raksaka terjatuh ke tanah.
Seketika, panca indra Rendy kembali normal dan betapa kagetnya dia saat melihat banyak makhluk ghaib yang mengelilingi mereka.
"Njir... rame coeg! Kalian mau maen keroyokan ya? Kayak oknum-oknum persatuan silat yang lagi viral aja." ujar Rendy terkekeh sebelum turun dari motornya.
"Oh, maaf anak muda, meski kami ini makhluk ghaib, kita tetap punya adab dan martabat. Tidak seperti yang kau sebutkan tadi." tukan kakek tua dengan suara lemah lembut.
"Widih, mantep juga pendirian ente." ujar Rendy dengan senyum kecilnya.
"Diem dulu, Ren. Gue mau nanya sama nih dhemit ngapain pake acara nutup panca indra elu sampai bikin kita mau celaka." perintah Ardian dengan nada sedikit tinggi namun tetap pelan.
"Oh, monggo bossku. Waktu dan tempat saya persilahkan." ujarnya sedikit takut akan amarah Ardian.
Ardian pun melangkah ke depan sebelum menatap kakek kerdil itu dengan tajam tanpa sepatah kata, yang membuat makhluk ghaib itu menghela nafas pelan.
"Saya minta maaf jika anak-anak ku menutup panca indra temanmu ini. Mereka takut kalian akan menyakiti kami, anak muda..." jelas kakek kerdil itu sambil menundukan kepalanya.
"Maksud loe?"
"Desa tempat tujuan kalian, sedang di terror oleh warga kami, namun kami tidak ingin ambil andil dalam rencana mereka dan kami tahu kalian kesana untuk menyelesaikan masalah itu."
Tatapan Ardian masih tajam, mencoba melihat tanda-tanda kebohongan namun tidak ia temukan.
Dengan menghela nafas Ardian bertanya, "Kalau boleh tahu, apa yang terjadi di desa Lingkar Pinus hingga di terror?"
"Kalian lebih baik lihat sendiri saja..."
Perlahan para raksasa hitam menghilang dalam kegelapan dan di ikut oleh si kakek kerdil berjenggot putih itu, saat ia melayang pelan ke arah batu besar dan tenggelam di tengah malam.
"Kita harus segera kesana, Ren. Gimana kondisi elu? Udah bisa nyetir motor?"
"Gak masalah. Kondisi gue udah baik, masih jantungan sih, karena mau nyemplung jurang..."
"Ya udah, kita kesana pelan-pelan aja. Terburu-buru malah bikin kita celaka."
"Siap bossku!"
Ardian dan Rendy pun melanjutkan perjalanan menuju desa Lingkar Pinus dan menerjang gelapnya malam.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 52 Episodes
Comments
Andriani
okk
2024-11-21
1