Love Story
"Kau akan berangkat jam berapa ke Meksiko?" tanya Daniel, matanya tak lepas dari berkas-berkas penting yang sedang ia siapkan untuk perjalanan ke Chicago.
Lukas, yang tampak asyik dengan game online di ponselnya, menjawab tanpa mengalihkan pandangannya, "Nanti siang aku akan berangkat dengan jet pribadiku."
Dalam keheningan yang sesekali dipecahkan oleh suara klik ponsel Lukas dan desah nafas Daniel yang sibuk, terlintas tugas besar yang mereka emban. Sang bos, Aarav, telah memberikan kepercayaan besar kepada kedua pria ini. Daniel harus terbang ke Chicago untuk mengurus AG Company sementara Arthur berlibur dengan istrinya. Tugas itu diperberat dengan amanah menjaga Erina, adik perempuan Aarav, yang tinggal di Chicago.
Lukas, di sisi lain, mendapatkan tugas ke Meksiko. Ada masalah di cabang perusahaan di sana yang membutuhkan penanganan khusus. Meski tampak santai, pikiran Lukas sudah memetakan langkah-langkah strategis untuk menyelesaikan persoalan yang akan dihadapinya di negeri seberang.
Lukas menyudahi permainannya, menatap sahabatnya yang sibuk merapikan berkas-berkas. "Kau pasti sudah tidak sabar menjadi babysitter," goda Lukas, suaranya penuh canda, membayangkan betapa Daniel akan kesulitan menjaga Erina, si bocah tengil itu.
Daniel tersenyum, tak kalah jenaka. "Iya, aku bahkan sudah menyiapkan susu dot khusus untuknya nanti," jawabnya, nada suaranya berbaur antara tawa dan sindiran halus.
Tawa Lukas pecah mendengar jawaban sahabatnya. "Aku sangat bersyukur karena dikirim ke Meksiko dan bukan Chicago," katanya dengan nada lega, sembari menatap Daniel yang mulai sibuk lagi dengan pekerjaannya.
Daniel menatap Lukas sejenak, kemudian menggelengkan kepala sambil tersenyum. "Nikmatilah Meksiko, sahabatku. Siapa tahu, di sana kau menemukan lebih dari sekadar masalah perusahaan."
Lukas mengangkat alisnya, tersenyum penuh makna. "Aku akan bersenang-senang disana dan mencicipi rasa para wanita cantik dan seksi tentunya." timpal Lukas.
*
*
*
Chicago
Daniel turun dari helikopternya yang mendarat dengan anggun di helipad markas The Devils. Para anak buahnya berbaris rapi, menyambut kedatangan sang tuan dengan penuh hormat.
Dengan langkah gagah, Daniel memasuki markas itu sambil menyalakan rokoknya. "Kalian sudah menyiapkan apartemenku?" tanyanya kepada salah satu anak buahnya.
"Sudah, Tuan. Namun, pagi tadi bos besar memerintahkan Anda untuk tinggal sementara di mansion Tuan Shen agar bisa mengawasi Nona Erina lebih dekat," jawab anak buahnya dengan sigap.
Daniel menghembuskan asap rokoknya, memandang anak buahnya dengan tatapan tajam. "Apalagi perintahnya?"
"Anda bisa ke perusahaan besok, Tuan. Sore ini, Anda dijadwalkan menjemput Nona Erina di kampusnya," jawabnya.
Daniel mengangguk singkat, lalu bergegas menuju mansion Shen. Perjalanan ini akan menjadi pengganti tugas Arthur dan Shen yang sedang berlibur bersama para istri mereka. Setibanya di mansion, Daniel disambut oleh para pelayan yang sudah menunggu.
"Selamat datang, Tuan Daniel," ucap Kepala Pelayan dengan hormat.
"Hmm, terima kasih atas sambutannya," jawab Daniel singkat.
"Di mana kamarku? Aku ingin beristirahat sebentar sebelum menjemput Nona Erina," lanjutnya.
Kepala Pelayan itu pun mengantarkan Daniel ke kamarnya yang sudah disiapkan di lantai satu. Daniel merebahkan tubuhnya di ranjang yang empuk, merasakan sedikit kelegaan sebelum ia harus menghadapi tantangan baru di hadapannya. Di dalam keheningan kamar, pikirannya melayang pada sosok Erina, gadis tengil yang harus ia jaga, sambil mempersiapkan diri untuk petualangan yang tak terduga di Chicago.
Daniel menyandarkan tubuhnya di mobil sport mewahnya yang telah dipersiapkan dengan sempurna. Kacamata hitam bertengger di wajahnya yang dingin namun mempesona, menambah aura misterius yang membuat setiap mata tertuju padanya. Sosok Daniel yang tampan dan gagah itu tak ayal menjadi pusat perhatian di gerbang kampus. Ia menghisap rokoknya dengan tenang, asapnya mengalun perlahan di udara, sementara pandangannya menyapu sekeliling.
Para mahasiswa tampak berbisik-bisik, mengagumi pria tampan yang berdiri dengan angkuh di depan gerbang. Beberapa di antaranya bahkan memberanikan diri mengambil foto secara diam-diam, terpesona oleh karisma yang terpancar dari Daniel.
Tak lama kemudian, Erina muncul dari pintu utama kampus, matanya langsung tertuju pada sosok Daniel. Ia berjalan mendekat, merasa campuran rasa kagum dan penasaran. Daniel memadamkan rokoknya dan melepaskan kacamata hitamnya saat melihat Erina mendekat.
Erina tersenyum sumringah melihat kehadiran sosok Daniel ia pun sedikit berlari menghampirinya. "Kau sudah lama menungguku?" Tanya Erina tersenyum.
"Tidak, baru lima menit nona." Jawab Daniel datar.
Lalu Daniel membukakan pintu untuk Erina dan setelah itu ia pun masuk juga kedalam mobil dan melajukan nya. "Oh ya, apa kau sudah tahu jika kau akan tinggal di mansion?" tanya Erina.
Daniel mengangguk ringan, pandangannya tetap fokus pada jalan di depan mereka. "Hmm," jawabnya singkat.
Erina sedikit cemberut karena sifat Daniel yang sangat dingin itu. *Okay akan ku taklukkan pria menyebalkan ini* batin Erina menyunggingkan senyumnya.
"Berhenti di kafe itu, aku ingin membeli kopi," ucap Erina, menunjuk sebuah kafe di pinggir jalan.
Daniel menghentikan mobilnya di pinggir jalan, lalu Erina dengan cepat melepaskan sabuk pengamannya. "Tunggulah sebentar," ucapnya sambil tersenyum lebar sebelum keluar dari mobil.
Dari dalam mobil, Daniel memperhatikan Erina melalui dinding kaca kafe. Ia melihatnya mengantri, dikelilingi oleh kerumunan orang yang juga ingin memesan kopi. Waktu berlalu, dan antrian yang panjang membuat kesabaran Daniel mulai terkikis.
Setelah beberapa saat, Erina akhirnya keluar dari kafe. Daniel yang sudah sedikit kesal karena menunggu, bernafas lega melihat Erina muncul dengan secangkir kopi di tangan. Namun, rasa lega itu segera berubah menjadi kebingungan ketika Erina tidak berjalan ke arah mobil, melainkan menyebrang jalan dan masuk ke dalam toko roti di seberang.
Daniel mengumpat pelan, merasa kesal, dan segera keluar dari mobil untuk menyusul Erina. Ia masuk ke dalam toko roti, matanya langsung tertuju pada Erina yang terlihat santai menikmati roti dan kopinya di sudut toko.
"Nona, apa yang kau lakukan?" tanyanya dengan nada dingin menatap kesal padanya.
Erina menatap Daniel dengan senyum manis, seakan tak terganggu oleh nada suara dan ekspresi kesal pria itu. "Aku lapar dan butuh energi. Lagi pula, apa salahnya menikmati sedikit waktu di sini?" jawabnya sambil menggigit roti dengan santai.
Daniel menghela nafas panjang, berusaha menahan kesalnya menghadapi wanita di depannya
"Duduklah, kau akan lelah jika berdiri terus," ucap Erina sambil menyesap kopinya.
Meski merasa sedikit kesal, Daniel akhirnya duduk di sebelah Erina dan menunggu wanita cantik itu menghabiskan makanannya. Sambil menunggu, Daniel membuka ponselnya, jemarinya dengan cekatan menari di atas layar. Sementara itu, Erina memperhatikan pria tampan itu dengan mata yang penuh rasa ingin tahu, mencoba menangkap kilasan dari sosok yang begitu dingin namun memikat di depannya.
Di tengah kesibukannya, Daniel sesekali melirik ke arah Erina yang duduk tak jauh darinya, menyadari tatapan penuh makna yang diarahkan padanya. "Berapa lama kau akan disini?" tanya Erina memecah keheningan.
"Sampai tuan Arthur dan tuan Shen pulang." Jawab Daniel datar, lalu ia kembali fokus ke layar handphonenya.
Tiba-tiba, Erina berdiri, dan Daniel pun ikut berdiri dengan reflek, mengira bahwa wanita itu telah selesai dengan makanannya. Namun, tebakan Daniel ternyata salah. Erina kembali menuju meja kasir dengan langkah santai untuk memesan roti lagi.
Daniel mengumpat dalam hati, frustrasi semakin meluap. *Sabar, Daniel, ini baru hari pertama untukmu,* batinnya, merasa semakin kesal karena tugasnya yang penting untuk menyiapkan beberapa dokumen bagi perusahaan besok tertunda hanya karena harus mengasuh wanita yang tengil ini.
Bersambung
Daniel D’Este
Erina Ben
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 38 Episodes
Comments