Seorang pelayan mengetuk pintu kamar Erina dengan lembut, suara ketukan itu menggema di koridor sunyi. "Nona Erina, makan malam telah siap," katanya dengan sopan.
Tak lama kemudian, Erina keluar dari kamarnya, mengenakan gaun elegan yang berdesir mengikuti langkahnya yang anggun. Ia berjalan menuju ruang makan dengan langkah ringan, namun ketika sampai di sana, matanya tidak menemukan sosok Daniel di meja makan yang telah diatur dengan indah.
"Bibi, di mana Daniel?" tanya Erina.
"Tuan Daniel masih sibuk di kamarnya, Nona," jawab pelayan wanita itu, membungkuk sedikit sebagai tanda hormat.
Erina mengangguk pelan, memikirkan sesuatu sejenak sebelum memutuskan untuk pergi mencari Daniel. Ia melangkah menuju ke kamar Daniel. Saat sampai di depan pintu kamar Daniel, ia mendengar ketukan pelan dari pintunya yang terbuka sedikit.
Dengan hati-hati, Erina membuka pintu kamar itu.
CKLEK
Ia menutupnya lagi dengan perlahan, memastikan tidak ada suara yang mengganggu keheningan malam. Erina berjalan mengendap-endap menuju sofa tempat Daniel duduk, matanya terpaku pada sosok pria itu yang terlihat fokus menatap layar laptopnya.
"Oh my, tampannya," gumam Erina pelan, hatinya terpesona oleh ketampanan Daniel yang tampak semakin memikat ketika ia serius seperti sekarang ini.
Daniel, dengan insting tajamnya, tentu saja menyadari kehadiran Erina di kamarnya. "Ada apa, Nona?" tanyanya tanpa mengalihkan pandangannya dari layar laptopnya, suaranya tetap tenang namun penuh wibawa.
Erina tersenyum karena telah ketahuan oleh Daniel, ia lalu duduk di sebelah Daniel di sofa panjang itu. "Aku tidak melihatmu di ruang makan tadi, jadi aku datang kemari," katanya, matanya memandang penuh perhatian ke arah Daniel.
"Nona bisa makan lebih dulu, karena aku sedang sibuk," jawab Daniel dengan nada datar, seperti biasanya.
Erina mengernyitkan dahi, tak puas dengan jawaban Daniel. "Kalau begitu, aku akan menyuruh pelayan untuk membawakan makan malamnya ke sini saja, agar kau tak perlu keluar," serunya dengan penuh semangat.
"Tidak perlu, Nona..." ucapan Daniel terhenti ketika Erina menyelanya dengan sigap.
"Tenang saja, aku akan menemanimu," katanya, beranjak cepat keluar untuk menyuruh pelayan menyiapkan makan malam di kamar Daniel.
Daniel menggelengkan kepalanya, melihat wanita super aktif itu. Ia pun kembali menatap layar laptopnya.
Tak lama kemudian, Erina kembali dengan senyum lebar, diikuti oleh pelayan yang membawa nampan berisi makan malam. "Ini dia, makan malam kita," katanya dengan ceria, menempatkan makanan di meja kecil dekat sofa.
"Nona, kau tidak perlu melakukan ini," ujar Daniel.
Erina duduk kembali di sebelahnya, menatap Daniel dengan mata bersinar. "Aku ingin. Lagipula, siapa yang bisa menikmati makan malam sendirian?" ucapnya.
Daniel menghela napasnya dan akhirnya ia pun mengikuti keinginan wanita itu dengan makan malam di dalam kamarnya, sembari makan Daniel juga sesekali melihat kearah laptopnya karena ia harus mengejar projek besar yang sedang ia lakukan bersama dengan Lukas.
*
*
*
Pagi itu, di ruang tengah yang elegan, Daniel duduk dengan gagahnya. Namun, kesabarannya yang setipis tisu benar-benar diuji ketika ia harus menunggu Erina yang masih sibuk bersiap-siap di lantai atas. "Oh God, apa dia menggunakan resep kue untuk merias wajahnya?" gerutu Daniel, matanya melihat jam ditangannya dengan rasa frustrasi yang makin memuncak.
Tidak lama kemudian, suara langkah ringan terdengar menuruni tangga. Akhirnya, Erina muncul dengan penampilan cantik nya. Tanpa sedikit pun rasa bersalah karena telah membuat Daniel menunggu cukup lama, Erina berjalan ke arah Daniel, menyandang ransel berukuran sedang di punggungnya.
"Sorry, kau pasti sudah lama menunggu," seru Erina dengan tenang, senyum manis menghiasi wajahnya.
"Hmm," jawab Daniel singkat, meski nada suaranya tak bisa menyembunyikan rasa kesalnya.
Mereka berdua pun keluar bersama dari mansion, Daniel membukakan pintu mobil sportnya untuk Erina. Setelah memastikan Erina masuk, ia menyusul masuk ke dalam mobil dan segera melajukannya menuju kampus Erina terlebih dahulu.
Suara mesin mobil mengaum lembut ketika Daniel menekan pedal gas, melaju dengan kecepatan tinggi. "Hei, santai saja. Kau tidak perlu terburu-buru ke perusahaan, sekarang perusahaan dalam keadaan seimbang," ucap Erina.
Daniel tidak menjawab, pandangannya fokus ke jalan di depan. Ia tetap diam, membiarkan kecepatan mobil berbicara untuknya. Tak lama kemudian, mereka sampai dan Daniel menghentikan mobilnya di depan gerbang kampus.
"Daniel, kau tahu, kadang-kadang kita perlu mengambil napas dan menikmati momen-momen kecil dalam hidup. Seperti saat ini, perjalanan pagi yang tenang, pemandangan yang indah. Kita tidak harus selalu berlari," katanya sebelum keluar dari mobil.
Daniel melirik kearah Erina dimana wanita itu sama sekali tidak menyadari jika sumber kekesalannya pagi ini adalah karena wanita itu sendiri.
Erina tersenyum, lalu menambahkan dengan nada yang ceria, "Okay, semoga harimu menyenangkan, Tuan Daniello," ucapnya sembari membuka pintu dan keluar dari mobil.
Erina melambaikan tangan sebelum melangkah masuk ke dalam kampus, Daniel melihatnya dengan ekspresi datar lalu Daniel melajukan kembali mobilnya ke perusahaan.
Di kampus yang penuh dengan riuh rendah suara mahasiswa, Erina duduk bersama teman-temannya di kafetaria, menikmati makan siang yang sederhana namun penuh canda tawa. Suasana di sekitar mereka begitu ceria, seolah tak ada beban dunia yang bisa mengganggu kebahagiaan mereka.
"Heii, sekarang ayo ceritakan tentang bodyguard hot-mu itu, Erin," seru Laura.
"Aku melihatnya kemarin di depan gerbang kampus. Dia langsung menjadi pusat perhatian para mahasiswa, bahkan mereka mengambil gambarnya," lanjutnya dengan semangat, matanya membesar mengingat kejadian itu.
"Aku juga melihatnya. Dia sangat tampan dan seksi. Huuu," sahut Sofie dengan nada menggoda.
Erina tertawa kecil, senyum nakal terukir di bibirnya. "Hei, hei, dia milikku," ucapnya dengan nada bercanda, namun ada sedikit kebanggaan dalam suaranya.
Laura dan Sofie tertawa mendengarnya. "Kau yakin bisa menaklukkannya, Rin? Dia terlihat sangat dingin," ucap Laura, mencoba mengusik sahabatnya.
"Ck, kau meragukan pesonaku, girl?" balas Erina sambil mengibaskan rambutnya dengan gaya dramatis, membuat teman-temannya tertawa lebih keras.
Laura menggelengkan kepala dengan senyum lebar. "Tidak, bukan begitu. Hanya saja, dia tampak begitu serius dan profesional. Aku penasaran bagaimana kau bisa mendekatinya."
Erina menatap kedua temannya dengan mata penuh percaya diri. "Pesona bukan hanya soal penampilan, Laura. Ini tentang bagaimana kau membuat seseorang merasa. Dan aku yakin, di balik sikap dinginnya, ada sisi hangat yang bisa aku temukan."
Sofie mengangguk setuju, senyum lembut di wajahnya. "Kau benar, Erin. Kadang-kadang, yang dingin di luar justru yang paling hangat di dalam, terutama di bagian ranjang," ucap Sofie dengan nada menggoda, dan mereka bertiga langsung tertawa lepas.
Laura menutup mulutnya sambil tertawa. "Oh, Sofie! Kau benar-benar nakal," katanya sambil menggelengkan kepala.
Erina menggeleng dengan senyum di wajahnya. "Kalian benar-benar tak ada duanya," ujarnya.
"Kalian pasti akan tergila-gila padanya jika aku menceritakannya," lanjutnya.
Laura bersandar ke kursinya, menatap Erina dengan mata yang menyipit penasaran. "Oh, ayolah! Kami ingin tahu semua tentangnya. Bagaimana dia bisa begitu hot dan misterius sekaligus?" Sofie mengangguk setuju, tatapannya tak kalah penasaran.
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 59 Episodes
Comments
who am I
wah, duo kulkas dalam perjalanan menuju "cinta" 😎
2024-07-16
1