Bukan Musuh Berbahaya

Erina mengerutkan kening, kekhawatiran terlukis jelas di wajahnya yang lembut. “Kenapa tidak kau serahkan saja pada anak buahmu? Kau sudah terlalu banyak bekerja akhir-akhir ini, Daniel. Aku bisa melihat kelelahan itu di wajahmu,” ucapnya, suaranya penuh perhatian.

Daniel mengangkat bahu sedikit. “Aku lebih suka menangani hal-hal seperti ini sendiri,” jawabnya, nadanya tetap datar, namun ada kepercayaan diri yang sulit tergoyahkan di balik kata-katanya.

Erina menatapnya dengan lembut, lalu menawarkan sesuatu yang tak terduga. “Bagaimana kalau aku masakan sesuatu untukmu? Hanya agar kau makan lebih dari sekadar roti,” ucapnya, matanya bersinar dengan tekad meskipun dia tahu kemampuannya di dapur tidak seberapa.

Daniel menghentikan gerakannya, mengangkat alis dengan keheranan. “Anda bisa memasak?” tanyanya, keningnya berkerut ringan, seolah itu adalah hal paling aneh yang bisa ditawarkan oleh seorang Erina.

Erina menggelengkan kepalanya, tetapi senyumnya semakin lebar. “Tidak, tapi aku akan mencobanya malam ini, khusus untukmu, jika kau mau,” jawabnya dengan wajah polos dan niat baik yang tulus. Ada semacam kegembiraan tak terucapkan dalam tawarannya, sesuatu yang membuatnya terlihat begitu alami dan menawan.

Daniel menghela napas, senyum tipisnya muncul kembali, namun kali ini sedikit lebih tulus. “Aku sudah cukup dengan ini,” katanya, menunjukkan sepotong roti di tangannya. Namun, saat matanya kembali menelusuri wajah Erina, ada sesuatu yang lebih dari sekadar kelelahan yang terpancar darinya. Wajah Erina, meskipun tampak pucat dalam cahaya redup, masih memancarkan kehangatan yang menenangkan, kehangatan yang membuat Daniel sejenak melupakan semua beban yang menindihnya.

Dia tahu tawaran Erina itu bukan soal makanan, tetapi tentang perhatian dan kasih sayang yang jarang sekali ia rasakan dari orang lain. “Tapi terima kasih untuk tawaranmu, nona” ucapnya akhirnya, suaranya sedikit lebih lembut dari biasanya.

Erina tersenyum kembali, lalu berdiri perlahan, mendekat ke arahnya. “Kapan saja kau butuh sesuatu, Daniel, ingatlah, aku ada di sini,” katanya sebelum berbalik dan berjalan menuju pintu dapur. Daniel menatap kepergiannya lalu melanjutkan memakan rotinya.

*

*

Pagi itu, mentari baru saja mengintip dari balik cakrawala ketika ponsel di meja kerja Daniel berdering, menandai dimulainya hari yang penuh intrik dan rahasia. Dengan gerakan cepat, Daniel menerima panggilan tersebut, suaranya datar seperti biasa, tetapi matanya penuh dengan fokus.

"Hallo, Bos, aku sudah mengirimkan semua informasi mengenai Miller ke email Anda," suara anak buahnya terdengar mantap di ujung telepon.

"Hmm, okay," jawab Daniel singkat, langsung menutup teleponnya. Dengan cepat, ia membuka laptop di hadapannya, matanya menelusuri layar dengan teliti, hingga akhirnya ia menemukan email yang dimaksud.

Dibacanya setiap kata dengan cermat, alisnya perlahan mengernyit seiring dengan informasi yang terungkap. "Jadi, dia saingan bisnis Tuan Arthur," gumamnya, mengumpulkan semua potongan informasi di benaknya. "Miller sengaja menyewa sekelompok pembunuh bayaran untuk menghabisi mitra bisnis Tuan Arthur, lalu merencanakan untuk menyebarkan berita buruk tentangnya."

Daniel bersandar di kursinya, tangannya terlipat di dada, berpikir keras. "Ck, ck, ck, skenario yang sangat buruk," ujarnya dengan nada sinis, menggelengkan kepalanya pelan, mencoba memahami rencana licik yang disusun oleh Miller.

Saat Daniel sedang larut dalam pikirannya, merancang strategi yang paling tepat untuk menundukkan Miller, tiba-tiba ponselnya berdering, memecah kesunyian dan membawa pikirannya kembali ke dunia nyata. Nama yang tertera di layar membuatnya sedikit terkejut, "Tuan Bastian," gumamnya pelan. Dengan cepat, ia mengangkat panggilan itu.

"Hallo, Tuan Bastian," sapa Daniel, suaranya penuh penghormatan.

"Daniel, kudengar kau sedang menyelidiki Miller?" tanya Bastian langsung, tanpa basa-basi.

"Iya, Tuan. Dia menyerang klien kita semalam," jawab Daniel, suaranya tegas namun penuh kewaspadaan.

"Kau tak perlu mengurus pria itu, Daniel. Biarkan saja dia," suara Bastian terdengar santai, seperti tak terpengaruh oleh ancaman tersebut.

Daniel mengernyit, kebingungan. "Kenapa, Tuan Bastian? Dari apa yang kulihat, dia memang bukan musuh yang berbahaya, tapi tetap saja..."

Bastian tertawa ringan di seberang telepon. "Justru karena dia tidak berbahaya, kita biarkan saja. Dia itu hiburan bagi Bos Arthur."

Daniel terdiam sejenak, bingung dengan kata-kata itu. "Hiburan? Maksud Anda?"

Bastian masih terdengar tersenyum. "Iya, Miller itu seperti badut bagi Bos Arthur. Seseorang yang selalu gagal, namun lucu untuk ditonton. Sudahlah, yang jelas, kau tak perlu repot-repot mengurusnya. Miller takkan berani bertindak lagi setelah rencananya yang terakhir gagal."

Daniel mengangguk pelan, meski tahu Bastian tak bisa melihatnya. "Baik, Tuan Bastian. Saya akan mematuhi perintah Anda."

"Oh iya, bagaimana kabar Erina?" tanya Bastian, suaranya berubah lembut saat menyebut nama putri kesayangannya.

"Nona Erina baik-baik saja, Tuan," jawab Daniel tanpa ragu.

"Jaga dia baik-baik, Daniel. Meskipun terkadang dia bisa sedikit menyebalkan, dia tetap anak yang sangat manis," pesan Bastian dengan nada penuh kasih sayang.

Daniel tersenyum tipis, meski itu tak terlihat oleh siapapun. "Iya, Tuan. Saya akan menjaga Nona Erina selama Anda pergi."

Setelah obrolan itu selesai, Daniel meletakkan handphone di atas meja, pandangannya masih kosong. Namun, ia tidak bisa menahan diri untuk tidak bergumam pelan, "Dia manis... ketika diam." Sebuah senyum kecil bermain di bibirnya, lalu ia kembali fokus menyelesaikan pekerjaannya yang menumpuk diatas meja.

*

*

*

"Kudengar si Pluto kini berpacaran dengan Rey," ucap Sofie, tangannya sigap merapikan buku-buku setelah sesi belajar usai, sambil menyelipkan beberapa helai rambut di belakang telinga.

"Sudah bisa ditembak, ya? Wanita itu memang selalu memacari pria yang tertarik pada Erina," timpal Laura dengan nada penuh sindiran, matanya menyiratkan kebingungan dan geli.

"Heh, wanita itu memang bukan berasal dari planet yang sama dengan kita," Erina menjawab, nada suaranya mencerminkan ketidakpuasan. "Dia selalu tampil seolah-olah mengabaikan hukum-hukum yang kita kenal."

"She's an alien," seru mereka bersamaan, lalu meledak dalam tawa yang menggema di ruang belajar yang sunyi.

Mereka bertiga melangkah keluar dari ruangan, suara tawa dan obrolan mereka menggema di sepanjang lorong. Dari ujung sana, tampak Venus yang menggandeng tangan pacar barunya, Rey, sambil menyeringai lebar. Dengan jelas, niatnya adalah untuk memancing emosi Erina.

“Lihatlah, betapa jeleknya senyumnya itu,” ucap Laura, disertai tawa menggoda dari Erina dan Sofia yang sudah tak bisa menahan diri.

“Bukankah mereka terlihat sangat serasi?” sahut Erina, tawanya sarat ejekan.

Venus dan Rey berhenti tepat di depan mereka, tangan mereka tetap bergandeng mesra. Erina menatap mereka, lalu berkata dengan nada sinis, "Apa kalian mencium bau sampah di sini?"

“Heh, kau pasti sangat cemburu sekarang melihatku berpacaran dengan Rey,” balas Venus dengan senyuman menantang.

“Cemburu? Denganmu?” Erina menyeringai. “Kau hanya seorang wanita pemulung sampah, Venus. Kau selalu memulung pria-pria yang kutinggalkan.” Ucapan itu terlontar dengan nada penuh ejekan, dan wajah Venus seketika memerah karena marah.

“Lihatlah, wajahmu seperti akan meledak mendengar fakta itu,” lanjut Erina, senyumnya semakin lebar.

“Sudahlah, baby, kita harus pergi sekarang,” ucap Rey pelan, berharap bisa menenangkan Venus sebelum situasi semakin memalukan.

“Kau benar, kita akan menghabiskan waktu bersama hari ini,” sahut Venus, masih berusaha menciptakan cemburu di hati Erina. Namun, Erina tampak tenang, seolah tidak terpengaruh dengan kata-kata Venus.

“Yah, kalian harus pergi dan mengendus bau busuk sesama berdua nanti,” ejek Erina, dan tawa lepas dari kedua sahabatnya mengisi udara, membuat suasana semakin menggigit. Mereka berjalan pergi, meninggalkan Venus yang semakin merah padam.

Bersambung.

Terpopuler

Comments

who am I

who am I

venus...venus....namamu tidak cocok dengan hatimu

2024-09-20

0

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!