Seusai makan malam, seperti biasa Nova dan lainnya akan mengobrol sedikit sebelum tidur. Sambil membuat busur untuk berburu Nova mendengarkan cerita Silva yang merupakan anggota baru mereka.
“Bukankah kau beruntung tidak bertemu makhluk buas?” tanya Taki setelah mendengarkan cerita Silva.
Berdasarkan cerita Silva, gadis itu tengah berada di ruang ekskul menjahit saat tiba-tiba terbangun di tempat asing. Ia bertahan hidup dengan minum air sungai dan buah rasberry. Ketika malam tiba, ia akan menghidupkan api unggun di bawah tanah lalu naik ke atas pohon untuk tidur.
Silva tengah ingin mengambil air minum saat tidak sengaja bertemu dengan Taki dan yang lainnya saat sedang jalan-jalan.
“Itu menyedihkan, tetapi masih lebih baik dibandingkan kami yang tidak makan apapun,” komentar Ogy sembari menatap langit malam.
Ogy kembali mengenang saat di mana mereka harus bertahan dari haus dan rasa lapar karena tidak bisa menemukan air dan makanan. Mereka tidak mau harus bergabung dengan kelompok Tsakagi yang lebih mirip binatang dibandingkan manusia.
Seolah-olah menyadari sesuatu yang penting Siska tiba-tiba berteriak dan mengejutkan semua orang. “Kalau kau dari ekskul menjahit, apakah itu berarti kau bisa menjahit pakaian?”
“Dasar babi bodoh, tentu saja dia bisa. Lagian kan dia ketua ekskulnya,” ujar Indra menutup telinganya. Kenapa juga ia harus duduk tepat di sebelah Siska, telinganya terasa mau meledak oleh suara cempreng gadis itu.
“Kok kau tahu? Bukankah kerjamu itu cuma tidur?”
“Itu karena aku pernah meminta bantuan Indra untuk menjadi model pakaian ku,” jawan Silva dengan senyum canggung.
Ingatannya kembali ke saat di mana dirinya meminta Indra untuk menjadi model pakaian yang akan dibuatnya. Namun, Indra malah langsung menolak tanpa harus berpikir dua kali. Itu kenangan yang cukup memalukan bagi Silva.
“Kalau kalian bicara tentang menjahit, aku tidak pernah meninggalkan alat-alat ku jauh dari diriku. Namun, aku tidak punya kain yang cukup untuk membuat pakaian.” Silva menunjukkan set peralatan lengkap menjahitnya.
Di saat semua orang tengah asik melihat barang-barang yang dibawa oleh Silva, Dina menghampiri Nova yang sedang sibuk dengan bambu-bambunya.
“Kau selalu sangat sibuk ya,” sapa Dina. Ia duduk di sebelah Nova dan menawarkan sesuatu untuk dibantu.
“Itu karena aku menjadi sangat bersemangat setelah mendengar perkataan Silva. Dia bilang kalau di tempat ini sangat banyak hewan. Aku berencana membuat busur selain untuk berburu, ini juga berguna kalau harus bertarung dari jarak jauh dengan kelompok lain,” jelas Nova panjang lebar.
“Kau benar, karena tidak mungkin hanya kelompok Tsakagi saja yang harus kita perhatikan. Mungkin saja para murid sudah mulai beradaptasi di tempat ini dan membentuk kelompok mereka sendiri,” komentar Dina. Ia mengambil satu bambu dan mulai membelahnya sesuai dengan instruksi dari Nova.
Malam itu, Nova benar-benar bergadang hanya untuk membuat sebuah busur bambu. Ia menggunakan karet untuk membuat sebuah tali busur. Beruntung mereka menemukan pohon karet saat sedang mencari kamp baru.
Pohon karet adalah salah satu dari sekian banyaknya tanaman berguna yang Nova dan lainnya temukan.
[Host berhasil membuat busur bambu dan mendapat 3000 poin]
“Tidak ku sangka akan semelelahkan ini,” ujar Nova begitu ia menyelesaikan pekerjaannya.
Indra tampak baru terbangun dari tidurnya untuk bergiliran berjaga.
“Kau bekerja keras, huh?” ejeknya.
Nova tersenyum bangga dan menyombongkan hasil pekerjaannya. Sebuah busur bambu dan dua anak panah.
“Karena aku tahu kau bekerja keras aku akan memujimu,” cela Indra sambil tersenyum.
Nova hanya berdecak dan memilih untuk tidur. Gua yang mereka tempati cukup panjang dan bercabang. Ada tiga ruangan yang masing-masing cukup besar. Dari ruangan itu mereka membaginya.
Untuk bagian kiri adalah kamar para gadis, sedangkan sebelah kanan sebagai kamar para pria. Bagian tengah yang merupakan cabang ketiga masih sangat panjang dan diujunnya sangat luas mereka gunakan sebagai ruang makan dan tempat menyimpan makanan.
Nova dan lainnya masih memasak di luar karena tidak mau asap memenuhi gua dan membuat mereka tidak nyaman. Sebagai menerangan Nova dan lainnya membuat obor dengan menggunakan getah dari pohon karet.
Keesokan paginya, para gadis yang bangun lebih awal membuat sarapan untuk mereka. Anak-anak kelas satu adalah orang yang terakhir bangun karena mereka bertugas berjaga terakhir.
“Aku sangat ingin makan ikan goreng,” pekik Siska yang sedang bertugas membakar ikan.
Dina hanya tersenyum maklum dan sembari memotong ikan untuk dibuat sup. “Seandainya kita punya minyak,” ujar Dina.
Silva yang bertugas menjaga api tiba-tiba tersentak oleh perkataan Dina. “Bukankah kita punya kelapa?” tanyanya menunjuk tumpukan kepala yang sengaja kelompok Nova bawa.
“Benar juga aku tidak kepikiran.” Siska tampak girang dan melompat senang,
“Aku akan menemui Nova untuk bertanya apakah dia tahu cara membuat minyak dari kelapa, tolong jaga ikan bakar ku.” Siska langsung pergi menghampiri Nova dan Indra yang sedang berlatih menggunakan busur secara bergatian tanpa menunggu persetujuan dari Silva.
Menit berikutnya Siska kembali dengan lesu dan berjongkok di depan api menunggu ikan bakarnya siap untuk di santap.
“Tidak bisa ya?” tanya Silva.
Siska menggeleng. “Dia bilang bisa saja, tapi kita tidak punya alat untuk mendapatkan santan,” jawabnya lesu.
Nova sempat melirik ke arah tiga gadis yang sedang menyiapkan sarapan untuk mereka. Ia merasa bersalah sudah membuat Siska sedih karena tidak bisa membuat minyak.
“Jangan terlalu memanjakannya,” ujar Indra sembari menembakkan anak panah dan tepat mengenai sasaran.
Seperti yang diharapkan oleh seorang pewaris tunggal dari keluarga konglomerat. Indra terlahir dengan bakat sempurna. Padahal beberapa menit lalu, ia bilang kalau itu adalah pertama kalinya dia memegang busur.
“Yah, setidaknya kita punya besi,” sahut Nova.
Indra menatap Nova dengan tatapan yang tidak dapat diartikan. “Jangan terlalu terburu-buru begitu, seharusnya kita bersyukur masih dapat makan tiga kali sehari,” balasnya dan duduk di sebelah Nova.
Nova menatap tanaman pisang yang mereka tanam kemarin, ada beberapa juga tanaman rempah seperti jahe dan kunyit. Dia juga dengan sengaja meletakkan beberapa kelapa di sekitar kamp, agar saat diperlukan mereka tidak harus pergi jauh-jauh ke pantai.
“Kau benar, mari pelan-pelan.” Nova mengambil sebuah batu yang cukup besar dan memukulkannya satu sama lain. Dia berencana untuk membuat cangkul agar mudah untuk menanam atau menggali sesuatu.
Indra meletakkan busurnya dan segera membantu Nova. Dia ikut mengambil satu batu dan segera memukulkannya satu sama lain.
Suara berisik itu rupanya berhasil membangunkan Taki dan Ogy. Dua pemuda itu keluar dari gua dan segera menghampiri Nova dan Indra.
Masih dengan muka mengantuk itu, mereka menawarkan bantuan yang tidak mau Nova tolak. Nova memberi mereka tugas untuk membuat pegangan cangkul.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 24 Episodes
Comments