“Karena aku tidak berniat untuk tinggal lebih lama di tempat ini.”
Semua orang terkejut dengan apa yang baru mereka dengar. Mereka pikir Nova akan meninggalkan mereka di sini dan pergi pindah atau bergabung dengan kelompok Tsakagi.
“Tidak, apa kau berencana meninggalkan kami?” Siska menjadi satu-satunya yang histeris.
Nova sadar kalau ia baru saja membuat semua orang salah paham. Ia berdeham singkat dan menjelaskan maksud perkataanya.
“Tidak bukan begitu, jangan salah paham! Maksudku cepat atau lambat kita akan pergi dari sini. Kita harus mencari tempat yang lebih aman untuk kita tinggali, cepat atau lambat kita akan segera bertemu dengan hewan buas, dan lagi tempat ini terlalu kecil. Kita tidak tahu kapan akan pulang, kalau memang harus berdiam diri di pulau ini selama beberapa tahun lebih baik mencari tempat yang luas untuk memperbesar kamp. Aku berencana untuk membuat pertenakkan dan kebun agar kita tidak perlu khawatir akan kehabisan makanan.” Nova menjelaskan panjang kali lebar.
Siska menatap sendu potongan apel di tangannya. “Padahal aku sudah menyukai kamp kita saat ini.”
“Mau bagaimana lagi, kan? Kita juga harus bersiap kalau ada orang yang akan bergabung dengan kelompok kita,” tambah Nova.
“Pantas saja kau memintaku untuk menanam kunyit dan jahe di dalam pot saja,” sela Dina.
“Yah, itu juga buat jaga-jaga kalau kita pindah mendadak.”
Tidak ada protes saat Nova mengatakan mereka akan pindah dari kamp saat ini. Mereka menyetujui keputusan Nova dan menganggapnya sebagai pemimpin di dalam kelompok kecil ini.
Bagaimanapun mereka yakin tidak dapat bertahan hidup sampai sekarang dan merasakan makanan yang enak di pulau terpencil ini kalau bukan karena Nova.
Mereka sangat bersyukur dapat bertemu dengan Nova.
“Tapi, di mana kita akan pindah?” tanya Taki tiba-tiba.
“Tujuan dari perjalanan ini adalah untuk mencari sumber daya lain juga tempat baru yang dapat kita tinggali. Aku berencana mencari tanah luas untuk kita tinggali. Aku akan pergi dengan Taki, Ogy, Dina dan Tasya. Yang lainnya dapat menjaga kamp,” jelas Nova.
“Loh, Tasya juga ikut?” Fani tampak terkejut dengan itu.
Tasya tersenyum dan mengangguk. “Aku mau membantu mencari sesuatu juga,” ungkapnya.
Nova mengalihkan pandangannya kepada Dina. Ia memang membicarakan akan mengajak Taki dan Ogy untuk pergi, tetapi ia belum meminta persetujuan dari Dina. Pengetahuan Dina yang luas akan sangat membantu saat sedang menjelajahi hutan.
“Bagaimana denganmu, Dina. Apa kau tidak keberatan untuk ikut?”
“Tidak masalah.” Seperti biasanya, Dina menjawab dengan wajah datar dan dinginnya. Bagi semua orang di sana hal yang paling langka di pulau terpencil ini adalah melihat Dina bicara dan tersenyum.
Hanya ada kondisi khusus yang membuat Dina bicara. Itu adalah saat ia merasa itu penting dan ketika ada yang bertanya kepadanya. Meski begitu, tidak ada yang keberatan dengan sikap Dina yang seperti itu.
Mereka berangkat setelah menyiapkan bekal.
“Apa kalian berencana untuk bermalam?” tanya Indra. Ia tidak menyangka kalau Nova akan senekat itu.
“Jaga-jaga aja sih,” ujarnya sambil memasukkan buah-buahan dan daging belut sawah ke dalam tas.
Indra menghela napas dan memilih untuk menghampiri Dina. “Aku akan mengatakan ini kepadamu, karena aku tidak percaya dengan orang itu.” Indra menunjuk Nova dengan jempolnya.
“Oi?!”
“Apa segitunya aku tidak dapat dipercaya?” gerutu Nova dalam hati.
“Dia mungkin terlihat cerdas dan mudah beradaptasi di pulau ini, tetapi orang itu suka nekat dan tidak tahu kapan harus mundur. Kalau perbekalan kalian habis, bertemu hewan buas atau sesuatu yang berbahaya. Jewer saja telinganya dan seret dia pergi. Bawa pulang ke sini.”
Indra beralih menatap tiga anak kelas satu. “Hal itu juga berlaku pada kalian. Abaikan saja kalau dia adalah kakak kelas kalian,” ujarnya yang langsung diangguki oleh mereka.
Setelah mendapatkan wejangan dari Indra mereka segera berangkat.
“Apa kau khawatir?” tanya Siska. Ia menatap wajah Indra yang tampak murung ditinggalkan Nova.
Indra membuang muka. “Mana mungkin aku khawatir dengan bocah itu. Ini bukan kondisi aku harus khawatir dengannya, tugasku sekarang adalah melindungi kalian berdua dan menjaga kamp.”
Siska terkejut oleh apa yang dikatakan oleh Indra. Ia menutup mulutnya dan tersenyum jahil. “Owh, aku rupanya kau punya sisi gentleman juga ya.”
“Berisik.” Siska tidak bisa menahan tawanya karena melihat wajah malu-malu Indra. Ia menyeka air matanya dan menatap Fani.
Wajah khawatir Fani begitu jelas, matanya bahkan berkaca-kaca.
“Kau mengingatkan ku kepada Dina saat kami belum menemukan kalian. Dia sangat khawatir dengan dirimu, aku bahkan pernah memergokinya menangis,” ujar Siska. Ia mengingat kembali saat mereka tidur di pantai, hari itu Siska memeluk Dina dan mengatakan kalau Fani pasti akan baik-baik saja.
“Aku tidak tahu kalau dia juga bisa khawatir dengan seseorang,” balas Fani.
Dari pengamatan Siska memang benar kalau interaksi kedua kakak dan adik itu sangat canggung. Fani yang seperti musim panas dan Dina yang seperti musim dingin. Namun, keduanya sangat saling menyayangi dan mengkhawatirkan satu sama lain.
“Yah, dia pasti baik-baik saja kok. Yang harus kita lakukan saat ini adalah menunggu dan berdoa untuk mereka,” ujar Siska.
“Hei Siska, aku akan pergi perangkap ikan dan mengambil ikan untuk makan malam. Aku juga akan mengambil daun pisang untuk melapisi atap.” Tanpa menunggu persetujuan dari Siska, Indra langsung pergi.
“Bocah satu itu, dia bahkan tidak bertanya apa yang aku perlukan,” ujar Siska. Ia bicara seperti seorang istri yang ingin menitip barang, tetapi sang suami sudah pergi duluan ke warung.
Siska menghela napas kemudian menatap Fani. “Haruskah kita membuat peralatan dari tanah liat lagi?”
Fani tidak segera menjawab dan terlihat berpikir. “Sebenarnya peralatan kita saat ini sudah lebih dari cukup.”
“Mari buat sesuatu yang lain saja, seperti kuali, oven, ceret dan piring.”
“Kakak bicara seolah-olah kita sedang bermain.”
“Hihi, apa salahnya bekerja sambil bersenang-senang.”
Di lain sisi, kelompok Nova memulai perjalanannya. Mereka berjalan cukup jauh dan tidak menemukan hal yang baru. Pohon dan rumput liar. Tidak ada yang menarik. “Padahal aku sangat berharap bertemu hal yang menarik. Kita tidak menemukan hewan lain selain tupai di sini.” Nova menghela napas singkat.
“Apa kita masuk lebih dalam lagi?” tanyanya meminta persetujuan.
“Sepertinya tidak masalah kok,” ucap Taki. Nova memandang yang lainnya dan sepertinya tidak ada yang keberatan. Agar mereka tidak tersesat, Nova menandai beberapa pohon yang mereka lewati sebagai tanda untuk jalan pulang nanti.
Mereka berjalan tanpa henti dan tidak sengaja melihat sesuatu yang menghalangi di tengah jalan.
"Itu?!"
JANGAN LUPA UNTUK LIKE DAN COMENT
Ilustrasi Siska
Ilustrasi Fani
JANGAN LUPA NINGGALIN JEJAK KAKI DENGAN MEMBERIKAN LIKE
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 24 Episodes
Comments