Waktu terus berlalu. Alana makin menjaga jarak dengan Gafi. Pria itu dapat merasakannya. Namun, dia tetap melayani Gafi sebagai istri yang baik. Hanya saja tak banyak bicara. Kalau dulu Gafi yang sulit bicara kini sebaliknya.
Kandungan Alana sudah memasuki bulan ketujuh. Dalam diam dia terus melamar pekerjaan sebagai persiapan untuk pergi dari rumah kediaman ini. Hasilnya saat ini dia telah diterima bekerja di sebuah perusahaan sebagai tim keuangan yang bisa bekerja dari rumah.
Menurut hasil USG anak yang Alana kandung berjenis kelamin perempuan. Alana telah meminta tim dokter melakukan tes DNA dengan bantuan Gafi. Hasilnya memang anak yang dia kandung adalah darah daging Daffa.
Alana sedang mengerjakan laporan keuangan saat Gafi masuk. Pria itu heran melihat istrinya sering sibuk depan laptop seminggu belakangan ini.
"Kamu sedang mengerjakan apa? Aku lihat seminggu ini kamu sibuk sekali dengan laptop mu," ucap Gafi.
Alana langsung mematikan laptop setelah menyimpan apa yang dia kerjakan tadi. Dia tak mau pria itu tau jika dia sedang mengerjakan laporan keuangan. Memang gaji yang dia terima sedikit jika dibandingkan terjun langsung ke perusahaan. Tapi Alana menerimanya sebagai batu loncatan saat dia siap kerja di kantor lagi.
"Hanya membaca tentang kehamilan dan persiapan melahirkan," jawab Alana.
"Aku ingin bicara tentang syukuran tujuh bulanan kehamilanmu. Aku berencana mengadakan acara di salah satu gedung. Bagaimana pendapatmu?" tanya Gafi.
"Aku rasa tak perlu acara yang besar, Mas. Cukup buat makanan dan berikan pada panti asuhan," jawab Alana.
"Kamu yakin hanya ingin merayakan dengan anak panti asuhan?" tanya Gafi.
"Tentu saja, Mas. Jangan buang uangmu hanya untuk acara yang tak begitu penting, Mas. Bukankah itu bukan hal yang wajib, hanya sebagai tradisi saja," jawab Alana.
"Baiklah, besok aku minta salah satu bawahanku untuk mengurus semuanya. Sekarang kamu bersiaplah. Kita beli semua barang kebutuhan bayimu. Takutnya tiba-tiba kamu dah mau lahiran, tapi belum ada persiapan apa pun," ucap Gafi.
"Tunggu sebentar, Mas. Aku ganti baju dulu."
"Aku tunggu di ruang keluarga," balas Gafi.
Alana lalu menyimpan laptopnya. Dia mengganti pakaiannya dan menyusul Gafi di lantai bawah. Suaminya itu sedang mengobrol dengan mama mertuanya.
"Lana, kamu cantik banget. Mama sudah tak sabar mau melihat wajah cucu mama. Pasti akan lebih cantik dari Maminya," ucap Mama Dewi.
Yang paling antusias menyambut kelahiran si bayi adalah mama Dewi. Terkadang Alana merasa sedih, tidak bisa membayangkan bagaimana reaksi mertuanya itu jika tau dia dan Gafi berpisah setelah bayi lahir.
"Mama juga sangat cantik. Pasti anaknya Lana menuruni kecantikan Omanya," jawab Alana. Dia mengecup pipi wanita yang sangat baik itu.
Alana sebenarnya bisa saja meninggalkan rumah ini dari semenjak dulu, tapi dia masih menjaga perasaan mama Dewi. Biarkan dia melihat wajah cucunya sebelum Alana membawanya pergi.
"Ma, aku dan Alana mau beli perlengkapan bayi. Apa mama mau ikut?" tanya Gafi.
"Kalian berdua saja pergi. Mama di rumah saja. Capek, tadi banyak pelanggan," jawab Mama Dewi.
"Sudah aku katakan, Mama di rumah saja. Kenapa harus kerja?"
"Mama senang melakukannya. Jika hanya di rumah, mama merasa bosan. Bisa-bisa mama stres."
"Tapi jangan sampai kecapean!" ujar Gafi.
"Iya, sudah sana pergi. Nanti kemalaman," ucap Mama Dewi.
Alana tersenyum mendengar pengusiran mama Dewi. Dia dan Gafi langsung masuk ke mobil, dan meninggalkan rumah menuju salah satu mall.
Sampai di salah satu mal terbesar di kota itu, Gafi mengajak Alana menuju toko pakaian bayi ternama. Dia meminta Alana mengambil apa pun yang dibutuhkan bayinya.
Saat keduanya sedang asyik memilih, Gafi dikejutkan dengan pelukan seseorang di tubuhnya. Dia lalu membalikkan tubuhnya. Tersenyum melihat siapa sang pelaku.
"Sayang, kamu ada di sini juga?" tanya Gafi saat tahu pelakunya adalah sang kekasih hati Naura.
"Itu tandanya kita berjodoh. Kemanapun kamu pergi, aku ada di sana," jawab Naura dengan manjanya.
Alana yang sedang memilih pakaian bayi, mencoba tersenyum pada kekasih suaminya itu. Di balas dengan terpaksa sama Naura.
"Sudah berapa bulan kehamilan Alana, Gaf?" tanya Naura.
"Tujuh bulan, Sayang," jawab Gafi.
"Berarti tak lama lagi Alana akan lahiran. Aku tak sabar menunggu saat itu. Saat kita akan meresmikan hubungan ini. Aku capek sembunyi terus. Kamu seharusnya sudah katakan dengan mamamu tentang rencana kita ini," ucap Naura.
"Aku akan mengatakannya pada saat yang tepat," ucap Gafi dengan suara pelan.
Entah mengapa dia selalu merasakan dadanya sesak setiap ada yang menyinggung tentang perpisahan atau perceraian dia dan Alana. Rasa cintanya pada Naura juga sedikit berkurang. Jika dulu dia paling semangat bertemu, saat ini dia justru tak menginginkan jika Naura tak memaksa buat bertemu.
Seperti hari ini, mereka sudah sepuluh hari tak bertemu. Dan pertemuan saat ini juga tak sengaja.
"Mas, aku kesana dulu mencari baju yang lainnya," ucap Alana.
"Apa aku boleh ikut. Aku juga ingin melihat-lihat agar nanti saat kita berumah tangga, aku sudah tau apa saja yang dibutuhkan buat lahiran," ujar Naura.
"Tentu saja boleh, Sayang," ucap Gafi. Baru saja dia akan melangkah, ponselnya berdering. Dia lalu mengangkat telepon dan membiarkan kedua wanita itu berjalan terlebih dahulu.
Saat telah sedikit jauh dari Gafi, Naura menarik tangan Alana untuk sedikit bersembunyi. Dia lalu memandangi wajah wanita itu dengan mata tajam seolah ingin menelannya hidup-hidup.
"Apa kau yang melarang Gafi bertemu denganku?" tanya Naura dengan suara yang ketus.
"Aku ... aku tak pernah melarang kemanapun Mas Gafi pergi. Bukan hak aku melakukan itu," jawab Alana.
Alana tentu saja tak mau menerima tuduhan itu karena memang dia tak pernah melarang Gafi kemanapun pria itu ingin pergi.
"Jangan bohong. Jika bukan kamu, siapa lagi. Kenapa sekarang Gafi jarang menemuiku lagi?"
Alana tertawa mendengar ucapan Naura. Apa gadis dihadapannya ini tak tahu, jika di rumah dia telah menjaga jarak dengan suaminya itu. Semua dia lakukan sejak dua bulan lalu. Bagaimana mungkin dia berani melarang Gafi keluar, dan jika pun dia melakukan itu, pastilah pria itu tak akan mau dilarang.
"Tanyakan pada diri kamu sendiri, kenapa Mas Gafi sekarang jarang menemuimu. Mungkin kamu melakukan kesalahan, atau mungkin dia sudah mulai bosan!" jawab Alana.
"Jangan sok! Kau itu hanya istri sementara atau istri pengganti. Ingat, dua bulan lagi kau sudah harus mengajukan surat cerai. Kau harus segera pergi dari Gafi. Jangan buat drama di saat kalian harus bercerai. Ingat, surat perjanjian yang telah di buat!" ucap Naura.
"Aku tak akan buat drama walau aku tau kau yang suka drama dan bohongi Gafi."
"Apa maksud kau?"
"Aku tau jika kamu tak sebaik yang Gafi pikirkan. Kau telah menipunya, Mbak Naura," ucap Alana.
"Jangan banyak omong. Apa kau pikir Gafi akan percaya dengan apa yang kau katakan. Aku hanya ingin menagih janjimu saja. Pergi setelah bayimu lahir!"
"Jangan takut, Mbak Naura. Aku juga sudah tidak sabar menanti saat perpisahan itu! Aku ingin tau apa yang akan Gafi lakukan setelah tau kamu bodohi" jawab Alana dengan penuh penekanan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 59 Episodes
Comments
Yunerty Blessa
syabas Alana...apa Alana melihat Naura jalan bersama teman lelakinya...
2025-03-27
0
Yunerty Blessa
apa sudah ada perasaan ke Dafi????
2025-03-27
0
Hafifah Hafifah
si alana aja tau lw naura banyak bohongnya nah apa kabar sama gafi yg bucin aku ama naura
2024-07-25
1